You are on page 1of 32

Perkembangan Islam di Indonesia

Eksistensi Islam di Indonesia Proses Penyebaran Islam di Indonesia

Kelompok 3

: (41812010108) (41512010103) (41812010090) (41812010092)

Agus Permadi Muhammad Irdzam Muhamad Imam TR Yudhi Kristanto

A. AWAL MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya.

Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimat syahadat dan tidak ada paksaan. Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.

B. Cara Masuknya Islam di Indonesia

Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain : Perdagangan Kultural Pendidikan Kekuasaan Politik

1.

Perdagangan Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. 2. Kultural Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam.

3. Pendidikan

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para dai dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara.

4. Kekuasaan politik

Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.

C. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara

1.

Sumatera

Dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh

2. Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajahan saja, tapi proses dakwah selanjutnya dilakukan oleh para dai yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.

Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu : Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku) Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) Sunan Kalijaga (Raden Syahid) Sunan Drajat Syarif Hidayatullah Sunan Kudus Sunan Muria

Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik.

Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat.

Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)

Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)

Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersamasama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.

Sunan Kalijaga (Raden Syahid)

Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Sunan Drajat

Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para dai yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.

g. Syarif Hidayatullah

Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang.
h. Sunan Kudus

Nama aslinya adalah Jafar Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.
i. Sunan Muria

Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya.

3. Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para dai di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar, terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi.

Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang dai bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September 1605 Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.

4. Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.

Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para dai tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Jalur ketiga para dai datang dari Sulawesi (Makasar) terutama dai yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.

5. Maluku.
Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di kepulauan ini. Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para dai yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M

Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :

Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486). Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

Eksistensi Islam di Indonesia Rahmat bagi alam semesta, itulah slogan yang seringkali terdengar dalam dakwah. Slogan yang, disadari atau tidak, sebenarnya membawa efek besar dalam metodologi dakwah itu selanjutnya. Aplikasi dari slogan tersebut yang beragam secara otomatis telah memunculkan pula berbagai macam metode atau manhaj dalam penyampaian nilai dan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Secara umum, dakwah yang beragam tersebut dapat kita golongkan dalam dua strategi besar. Pertama, strategi harmonisasi Islam dengan adat dan budaya setempat. Kedua, strategi pemurnian Islam dari yang non-Islami.

Dua strategi di atas akhir-akhir ini diidentifikasi dan diberi label: pribumisasi dan purifikasi. Belajar dari Sejarah, sebagian kalangan meyakini bahwa Islam adalah agama pamungkas yang turun untuk menghapus adat-adat atau kebudayaan bangsa Arab Jahiliyah waktu itu. Islam ditempatkan sebagai paket lengkap dari langit yang bertugas melenyapkan produk-produk budaya bumi.

Itulah mengapa ada istilah jahiliyyah untuk menggambarkan situasi sosial dan gaya hidup masyarakat Arab pada masa itu. Sedangkan Islam datang dengan aturan yang sama sekali baru yang mengeluarkan manusia dari ke-jahiliyahan-nya. Kalau kita kembali ke sajarah bergumulnya Islam di tengah-tengah kehidupan manusia kita justru mendapati hal sebaliknya. Hal itu bisa kita buktikan lewat diadopsinya adat dan budaya setempat dalam hukum fikih atau syariah. Qishosh dan diyat, misalnya, yang sejak awal memang telah ada sebelum kenabian Muhammad. Begitu juga dengan sistem perniagaan, perjanjian, ataupun beberapa ritual ibadah haji yang memang sudah dilaksanakan oleh masyarakat Arab dan disesuaikan sebagian dengan syariat Alquran dan Sunnah, seperti thowaf yang oleh sebagian dijalankan dengan telanjang kemudian dibenarkan oleh nabi Saw.

Dalam ilmu hadits juga dikenal istilah sunah taqririyah1 yang mengindikasikan bahwa Nabi Saw pun dengan kapasitas sebagai pembawa wahyu, terkadang menyetujui hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat sekitar selama tidak bertentangan secara vulgar dengan hal-hal fundamental dalam Islam. Metode ruyatul hilal, penentuan awal bulan, juga warisan dari metode Arab Jahiliyah.

apabila kita mau menelaah ke sastra Arab, kita juga mendapati bahwa syiir-syiir Arab Jahiliyah juga masih sering diperdengarkan ketika Islam sudah masuk. Lebih dari itu, bahkan sastra, dalam hal ini syiir dan natsr,2 masih berkembang ketika dakwah Islam sedang digencar-gencarkan, baik pada saat nabi Saw masih hidup maupun era khulafa ar rasyidin, dan seterusnya. Realitas sejarah ini menunjukkan kepada kita bahwa Islam tidak secara bengis memberangus budaya-budaya, ataupun kebiasaan masyarakat Arab waktu itu. Dalam banyak hal, Islam tampil dengan wajah toleran terhadap budaya tersebut melalui dua cara: (1) mengadopsi syariat dan ajaran terdahulu menjadi bagian dari syariat Islam; dan (2) dengan menolerir adat dan budaya tersebut untuk terus berkembang.

Menurut ke perkembangan Islam selanjutnya, kita juga disuguhi fenomena menarik seputar pengambilan hukum yang dilakukan oleh Imam-imam besar di masanya. Abu Hanifah, misalnya, memasukkan urf (hukum adat) sebagai pertimbangan pengambilan hukum. Imam Malik juga menjadikan amal ahli Madinah sebagai pertimbangan pengambilan hukum pula. Yang lebih jelas lagi, adalah Imam SyafiI yang mengeluarkan qoul qadim dan qoul jadid sesuai dengan keadaan sosial masyarakat di daerah yang beliau tempati.

Lebih mengerucut ke tanah air, perkembangan Islam juga dibumbui dengan akulturasi budaya. Bukti-bukti dan pengalaman sejarah tersebut nampaknya ditangkap dengan nyaris sempurna oleh para penyebar Islam di nusantara. Kejeniusan wali songo dalam menyebarkan Islam di Jawa, adalah contohnya. Budaya Jawa yang sangat terpengaruh oleh Hindu-Budha pada waktu itu, secara pelan namun pasti dimodifikasi menjadi sebuah paket penyampain dakwah yang efektif. Media wayang kulit, tembang-tembang, dan bahkan tata bangunan cukup jelas menggambarkan seberapa tolerannya Islam mengakomodir budayabudaya yang berkembang . Dalam kerangka yang sama, para dai modern saat ini, juga mulai menemukan kemasan yang cocok untuk menyampaikan ajaran Islam sesuai dengan trend masyarakat modern semacam musik, film, novel, cerpen, maupun program-program religius lainnya.

Akhir-akhir ini muncul relitas menarik di Indonesia seputar isu agama. Di antaranya adalah semakin merebaknya perda ataupun instruksi gubernur, bupati, dan/ atau wali kota yang berbau agama. Misalnya, pada tahun 2005, pemerintah Padang melalui instruksi wali kota nomor 451.422/Binsos-III/20053 mencoba mewajibkan jilbab bagi muslimah dan anjuran memakainya bagi non-muslimah, atau keberadaan polisi syariah di NAD.

Alasan yang menyebabkan penduduk nusantara banyak yang beragama Islam antara lain: Pernikahan antara pedagang dengan bangsawan. Contohnya Raja Brawijaya menikah dengan putri jeumpa yang menurunkan Raden fatah Pendidikan pesantren Pedagang islam Seni dan kebudayaan. Contohnya Wayang, yang desebarkan oleh sunan kalijaga Dakwah Faktor-faktor penyebab agama islam dapat cepat berkembang dinusantara antara lain: Syarat masuk agama islam tidak berat, yaitu dengan mengucapkan syahadat Upacara dalam islam sangat sederhana

BUKTI MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA

Bukti awal mengenai agama islam berasal dari seorang pengelana VENESIA yang bernama MARCOPOLO. Ketika singgah disebelah utara pulau sumatra, dia menemukan sebuah kota islam bernama perlak yang dikelilingi oleh daerah-daerah non islam. Hal ini diperkuat oleh catatan catatan yg terdapat dalam buku buku sejarah seperti hikayat raja-raja pasai dan sejarah melayu. Bukti kedua berasal dari ibnu batutah ketika mengunjungi samudra pasai pada tahun 1345 mengatakan bahwa raja yg memerintah negara itu Memakai gelar islam yakni Malikut Thahbir bin Malik Al Sholeh.

You might also like