You are on page 1of 46

A. Konsep Bimbingan dan Konseling Remaja 1.

Konsep perkembangan remaja Perkembangan remaja merupakan konsep perubahan remaja yang mengarah kepada kualitas substansi perilakunya, akibat proses perubahan fisik maupun proses pembelajaran. Prinsip-prinsip perkembangan itu adalah: a. Prinsip kematangan Kematangan remaja terdiri dari taraf kematangan kognitif, sosial dan emosional serta moral. Remaja yang matang secara kognitif mampu memahami konsep-konsep abstrak, seperti nilai kebenaran yang murni menghubungkan peristiwa sekarang dengan peristiwa yang akan datang. Demikian juga dengan kematangan sosial, emosional dan moral. b. Prinsip kesatuan organisasi Pada prinsip ini anak merupakan suatu kesatuan antara fisik dan psikis dan ketentuan komponen dari kedua unsur tersebut. Perkembangan aspek fisik atau psikis berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi. Setiap aspek tidak berkembang secara sendiri-sendiri tetapi perkembangan satu aspek berpengaruh terhadap aspek yang lain. c. Prinsip tempo dan irama perkembangan Prinsip ini menyatakan bahwa remaja berkembang dengan tempo dan irama perkembangan sendiri-sendiri. Setiap remaja memiliki tempo dan irama perkembangan yang berbeda dengan remaja lain. Ada remaja yang cepat dan ada pula remaja yang lambat pertumbuhannya. d. Prinsip kesamaan pola Prinsip ini mengemukakan bahwa anak sebagai manusia mengikuti pola umum yang sama dalam perkembangannya. Prinsip ini mempunyai beberepa implikasi dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu sebagai berikut:

1) Pada umumnya pendidikan dapat dilaksanakan secara klasikal terhadap remaja yang berumur kronologis sama. 2) Dapat dilaksanakan keseragaman pendidikan untuk anak tingkat umur kronologis tertentu. 3) Dapat disediakan alat-alat permainan tertentu yang dapat digunakan dari generasi ke generasi berikutnya untuk anak sebaya. e. Prinsip kontinuitas Menurut prinsip kontinuitas, perkembangan berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan. Perkembangan pada periode awal mempengaruhi pencapaian perkembangan periode berikutnya. Jika pada periode awal dapat dicapai dengan sempurna maka periode berikutnya dapat diselesaikan dengan baik. Pada prinsip ini periode awal menentukan hasil pada periode selanjutnya.

2. Aspek Perkembangan Remaja Ada 8 aspek perkembangan manusia di antaranya: perkembangan fisik (kinestetik), perkembangan intelegensi, bahasa, perkembangan moral, dan perkembangan emosi, perkembangan beragama.

perkembangan kepribadian,

psikososial,

perkembangan

perkembangan

Kedelapan aspek perkembangan tersebut memiliki keterkaitan dan hubungan yang saling mempengaruhi apabila salah satu atau beberapa aspek-aspek itu tidak dimiliki manusia maka hasilnya kurang maksimal. a. Perkembangan Fisik Perkembangan fisik sudah di mulai pada masa praremaja dan terjadi cepat pada masa remaja awal yang akan makin sempurna pada masa remaja pertengahan dan remaja akhir. Perkembangan fisik merupakan dasar dari perkembangan aspek lain yang mencakup perkembangan psikis dan sosialis. Artinya jika perkembangan fisik berjalan secara baik dan lancar, maka

perkembangan

psikis

dan

sosial

juga

akan

lancar.

Jika

perkembangan fisik terhambat sulit untuk mendapat tempat yang wajar dalam kehidupan masyarakat dewasa. b. Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif remaja menurut Piaget (dalam Elisabet,1999:117) menjelaskan bahwa selama tahap operasi formal yang terjadi sekiyar usia 11-15 tahun. Seorang anak mengalami perkembangan penalaran dan kemampuan berfikir untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya berdasarkan pengalaman langsung. Struktur kognitif anak mencapai

pematangan pada tahap ini. Potensi kualitas penalaran dan berfikir (reasoning dan thinking) berkembang secara maksimum. Setelah potensi perkembangan maksimum ini terjadi, seorang anak tidak lagi mengalami perbaikan struktural dalam kualitas penalaran pada tahap perkembangan selanjutnya. Remaja yang sudah mencapai perkembangan operasi formal secara maksimum mempunyai kelengkapan struktural kognitif sebagai mana halnya orang dewasa. Namun, hal itu tidak berarti bahwa pemikiran (thinking) remaja dengan penalaran formal (formal reasoning) sama baiknya dengan pemikiran aktual orang dewasa karena hanya secara potensial sudah tercapai. c. Perkembangan Emosi Emosi merupakan salah satu aspek psikologis manusia dalam ranah efektif. Aspek psikologis ini sangat berperan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya, dan dalam

hubungannya dengan orang lain pada khususnya. Keseimbangan antar ketiga ranah psikologis sangat di butuhkan sehingga manusia dapat berfungsi dengan tepat sesuai dengan stimulus yang di hadapinya. Pada masa remaja, ekspresi emosi yang nampak kadangkadang tidak mengembangkan kondisi emosi yang sebenarnya,

misalnya orang yang marah, ia akan diam. Ekspresi emosi sifatnya sangat individual atau subjektif, tergantung pada kondisi pribadi masing-masing orang. d. Perkembangan Psikososial Perkembangan psikososial terdiri dari (a) proses individuasi dan identitas, (b) Perkembangan hubungan dengan orangtua, (c) Perkembangan dengan teman sebaya, (d) Perkembangan

seksualitas, (e)Perkembangan proaktivitas dan (f) Perkembangan resiliensi. Perkembangan identitas pada masa remaja menjadi landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal pada masa dewasa. Karena kehidupan atau perilaku remaja sangat berperan penting pada masa dewasa seseorang. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan psikososial remaja adalah

perkembangan idividuasi dan identitas ,hubungannya dengan orang tua, hubungannya dengan teman sebaya, perkembangan

seksualitas, perkembangan proaktivitas dan kemampuan resiliensi. e. Perkembangan bahasa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa yaitu umur, kondisi lingkungan, kecerdasan, kondisi fisik dan status sosial ekonomi keluarga. Bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Sedangkan kondisi ingkungan tempat anak tumbuh dan

berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa. Misalnya perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula

perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerahdaerah terpencil dan di kelompok sosial lain.

Adapun kecerdasan dalam perkembangan bahasa yakni adanya proses peniruan misalnya meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik seseorang berkolerasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan katakata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik, dan memahami atau menangkap maksud pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak. Status sosial dan ekonomi keluarga berpengaruh terhadap perkembangan bahasa karena keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup didalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga pengaruh pula terhadap perkembangan bahasa. Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu kemapuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, atau organ suara tidak sempurna akan menggangu perkembangan berkomunikasi dan tentu saja akan mengganggu perkembangannya dalam berbahasa. f. Perkembangan moral Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi,

didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anakanak. Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. g. Perkembangan agama Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia. Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan seharihari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikapsikap danpraktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan. Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri.

3.

Tugas Perkembangan Remaja

Havigrust dalam Hurlock, 1973 mendefinisikan tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Hurlock, 1973 : a) Mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis, pada tahap ini remaja sudah mulai mampu berinteraksi dengan orang lain selain dari keluarganya. Remaja akan belajar bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain. Di tahap ini remaja sudah mampu memilih mana pilihan yang baik dan mana pilihan yang tidak baik. b) Mencapai peran sosial Laki laki dan Perempuan. pada masa ini remaja sudah mulai mengetahui peran hidupnya apakah dia laki laki atau dia perempuan. Ini bisa dilihat dari bagaimana ia berperilaku. Ketika dia tahu bahwa dia adalah laki laki ia akan berperilaku seperti laki laki seperti bermain bola, berpakaian layaknya seorang laki laki, berbadan tegap, dan lain lain. dan ketika dia tahu bahwa dia adalah perempuan ia akan berperilaku layaknya perempuan seperti memakai rok, memakai jepit, berperilaku lemah lembut dan lain lain. c) Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif. Tahap dimana remaja sudah menerima diri dan mengakui kekurangan maupun kelebihan yang dimilikinya. d) Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. Tahapan dimana remaja sudah memliki rasa tanggung jawab dan belajar hidup secara mandiri.

e) Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi. Tahapan ini adalah tahapan dimana remaja sudah mampu mengatur untuk kebutuhan hidupnya. Tahap ini juga bisa dikatakan tahapan dimana remaja sudah mulai bertanggung jawab dengan dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. f) Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Tahapan dimana remaja sudah siap untuk memiliki pekerjaan yang baik. Ini bertujuan untuk dia bisa hidup mandiri dan bisa mengatur hidupnya sendiri. g) Mempersiapkan diri untuk memasuki tahap pernikahan dan kehidupan keluarga. Ini adalah tahapan dimana remaja sudah siap untuk memiliki keluarga barunya sendiri. Tahapan ini biasanya terjadi pada remaja akhir. Dimana remaja sudah siap untuk hidup dan memulai mencari pasangan hidupnya. h) Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara. Tahapan dimana remaja sudah memiliki tanggung jawab. Baik saat dia bertindak maupun ketika dia memilih sebuah keputusan. Ini adalah tahapan yang dimiliki oleh remaja akhir. i) Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat

dipertanggungjawabkan secara sosial. Tahapan dimana remaja sudah mulai mengetahui hasil dari sikap yang ia pilih dan mampu mempertanggung jawabkan pilihan yang menurut dia lebih baik. j) Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku. Yang terkhir adalah tahapan dimana remaja sudah mulai

memiliki sistem nilai dan etika dalam berperilaku. ini adalah tahapan dimana remaja sudah tidak boleh lagi bertingkah seperti anak anak. Remaja harus sudah tahu bagaimana ia harus bersikap yaitu memiliki sopan santun, berperilaku sewasa, berpikir positif dan lain lain.

4. Kompetensi Kemandirian a. Landasan Hidup Religius


No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. 2. Pengenalan Akomodasi Mengenal arti dan tujuan ibadah. Berminat dan mempelajari arti dan tujuan setiap bentuk ibadah. 3. Tindakan Melakukan berbagai kegiatan ibadah dengan kemauan sendiri. Mempelajari hal ihwal ibadah. Mengembangkan pemikiran tentang kehidupan beragama. Melaksanakan ibadah atas keyakinan sendirin disertai sikap toleransi. SLTP SLTA

b. Landasan Perilaku Etis


No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mengenal alas an perlunya menaati aturan atau norma berperilaku. 2. Akomodasi Memahami keragaman aturan atau patokan berperilaku dalam konteks budaya. 3. Tindakan Bertindak atas pertimbangan diri terhadap norma yang berlaku. Mengenal keragaman sumber norma yang berlaku di masyarakat. Menghargai keragaman sumber norma sebagai rujukan pengambilan keputusan. Berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspekaspek etis. SLTP SLTA

c. Kematangan Emosi
No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mengenal cara-cara mengekspresikan perasaan secara wajar. 2. Akomodasi Memahami keragaman ekspresi perasaan diri dan orang lain. Menghindari cara-cara menghindari konflik dengan orang lain. Bersifat toleran terhadap ragam ekspresi perasaan diri sendiri SLTP SLTA

dan orang lain. 3. Tindakan Mengekspresikan perasaan atas dasar pertimbangan kontekstual. Mengekspresikan perasaan dalam cara-cara yang bebas, terbuka dan tidak menimbulkan konflik.

d. Kematangan Intelektual
No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mempelajari cara-cara pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Mempelajari cara-cara pengambilan keputusan dan pemecahan masalah secara objektif. 2. Akomodasi Menyadari adanya resiko dari pengambilan keputusan. Menyadari akan keragaman alternative keputusan dan konsekuensi yang dihadapinya. 3. Tindakan Mengambil keputusan berdasarkan resiko yang mungkin terjadi. Mengambil keputusan dan pemecahan masalah atas dasar informasi atau data secara objektif. SLTP SLTA

e. Kesadaran Tanggung Jawab Sosial


No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mempelajari cara-cara memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban dalam kehidupan lingkungan seharihari. 2. Akomodasi Menghargai nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Menyadari nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam konteks keragaman interaksi social. Mempelajari keragaman interaksi social. SLTP SLTA

3.

Tindakan

Berinteraksi dengan orang lain atas dasar nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan hidup.

Berinteraksi dengan orang lain atas dasar kesamaan (equality).

f. Kesadaran Gender
No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mengenal peran-peran social sebagai laki-laki atau perempuan. 2. Akomodasi Menghargai peranan diri dan orang lian sebagai laki-laki atau perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari perilaku kolaborasi antar jenis dalam ragam kehidupan. Menghargai peran laki-laki atau perempuan sebagai asset kolaborasi dan keharmonisan hidup. SLTP SLTA

3.

Tindakan

Berinteraksi dengan lain jenis secara kolaboratif dalam memerankan peran jenis.

Berkolaborasi secara harmonis dengan lain jenis dalam keragaman peran.

g. Pengembangan Pribadi
No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mengenal kemampuan dan keinginan diri. 2. Akomodasi Menerima keadaan diri secara positif. Mempelajari keunikan diri dalam konteks kehidupan social. Menerima kaunika diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya. 3. Tindakan Menampilkan perilaku yang merefleksikan keragaman diri dalam lingkungannya. Menampilkan keunikan diri secara harmonis dalam keragaman. SLTP SLTA

h. Perilaku Kewirausahaan
No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mengenal nilai-nilai perilaku hemat, ulet, sungguh-sungguh, dan kompetitif dalam kehidupan sehari-hari. Mempelajari strategi dan peluang untuk berperilaku hemat, ulet, sungguh-sungguh, dan keompetitif dalam keragaman kehidupan. 2. Akomodasi Menyadari manfaat perilaku hemat, ulet, sungguh-sungguh dan kompetitif dalaam kehidupan sehari-hari. 3. Tindakan Membiasakan diri hidup hemat, ulet, sungguh-sungguh dan kompetitif dalaam kehidupan sehari-hari. Menerima nilai-nilai hidup hemat, ulet, sungguh-sungguh dan kompetitif sebagai asset untuk mencapai hidup mandiri. Menampilkan hidup hemat, ulet, sungguh-sungguh dan kompetitif atas dasar kesadaran sendiri. SLTP SLTA

i. Wawasan dan Kesiapan Karir


No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mengekspresikan ragam pekerjaan, pendidikan dan aktivitas dalam kaitan dengan kemampuan diri. Mempelajari kemampuan diri, peluang dan ragam pekerjaan, pendidikan dan aktifitas yang terfokus pada pengembangan alternative karir yang lebih terarah. 2. Akomodasi Menyadari keragaman nilai dan persyaratan dan aktivitas yang menuntut pemenuhan kemampuan tertentu. 3. Tindakan Mengidentifikasi ragam alternative pekerjaan, pendidikan dan aktivitas yang mengandung relevansi dengan kemampuan Mengembangkan alternative perencanaan karir dengan mempertimbangkan kemampuan, peluang dan ragam Internalisasi nilai-nilai yang melandasi pertimbangan pemilihan alternative karir. SLTP SLTA

diri.

karir.

j. Kematangan Hubungan dengan Teman Sebaya


No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mempelajari norma-norma pergaulan dengan teman sebaya yang beragam latar belakangnya. 2. Akomodasi Menyadari keragaman latar belakang teman sebaya ynag melandasi pergaulan. Mempelajari cara-cara membina kerjasama dan toleransi dalam pergaulan dengan teman sebaya. Menghargai nilai-nilai kerjasama dan toleransi sebagai dasar untuk menjalin persahabatan denagn teman sebaya. 3. Tindakan Bekerjasama dengan teman sebaya yang beragam latar belakngnya. Mempererat jalinan persahabatan yang lebih akrab dengan memerhatikan norma yang berlaku. SLTP SLTA

k. Kesiapan Diri untuk Menikah dan Berkeluarga


No TATARAN/ INTERNALISASI TUJUAN 1. Pengenalan Mengenal norma-norma pernikahan dan berkeluarga. 2. Akomodasi Menghargai norma-norma pernikahan dan berkeluarga sebagai landasan bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis. 3. Tindakan Mengekspresikan keinginannya untuk mempelajari lebih intensif tentang norma pernikahan dan berkeluarga. SLTP SLTA

B. Masalah yang Dihadapi Remaja 1. Perkembangan Kognitif Pada masa remaja seharusnya individu harus sudah dapat berpikir secara abstrak, namun pada kenyataannya, masih banyak sekali remaja yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem belajar yang salah sehingga daya kritis belajar individu kurang terasah. Bisa juga karena pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar karena reamaja berada pada perkembangan kognitif yang fleksibel, tapi banyak remaja yang menyalurkan rasa ingin tahu dengan cara yang negatif maka hal itu bisa merusak dirinya sendiri. Para remaja belum dapat menerima informasi apa adanya, mereka tidak memproses informasi itu serta tidak

mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. 2. Perkembangan emosi Ditilik dari bahasa Inggris, emosi yaitu emotion merujuk pada sesuatu dan perasaan yang sangat menyenangkan atau

mengganggu.Sementara itu, Chaplin (1989) dalam Dictionary of Psychology mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan dan mendifinisikan persaan (feelings) adalah

pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah. Meskipun emosi itu sedemikian kompleksnya, namun Daniel Goleman (1995) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut : a) Amarah, di dalamnya meliputi brutal, mangamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit,

berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis. b) Kesedihan, di dalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi. c) Rasa takut, di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, sedih , waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan fobia. d) Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania. e) Cinta, di dalamnya meliputi peneriamaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang. f) Terkejut, di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana. g) Jengkel, di dalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau muntah. h) Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur. Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan emosi ini erat kaitannya dengan kematangan hormon yang terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul berasal dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Menurut Havighurst remaja bertugas mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. Hal ini bisa membuat remaja melawan keinginan atau bertentangan pendapat dengan orangtuanya. Dengan ciri khas remaja yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan pendapat ini seringkali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila masalah ini

tidak terselesaikan, terutama orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung mencari jalan keluar di luar rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan temanteman sebaya yang senasib. Seringkali karena yang dihadapi adalah remaja yang seusia yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, bisa jadi solusi yang ditawarkan kurang bijaksana. Kehadiran problem emosional tersebut bervariasi pada setiap remaja. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi remaja antara lain : a. Perubahan Jasmani Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan danya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh.Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang.Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat tak terduga pada perkembangan emosi remaja.Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat.Hormonhormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan seringkali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya. b. Perubahan pola interaksi dengan orang tua Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan annank, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan kematangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman misalnya, kalu dulu anak dipukul karena nakal, pada masa remaja cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang tuanya. Dalam konteks ini Gardner (1992) mengibaratkan dengan kalimat Too Big to Spank yang maknanya bahwa remaja itu sudah terlalu besar untuk dipukul.

Pemberontakan terhadap orang tua menunjukkan bahwa mereka dalam konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Mereka tidak merasa puas kalu tidak pernah sama sekali menunjukkan perlawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukkan seberapa jauh dirinya telah berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam perlawanan terhadap orang tua sehingga menjadi marah, mereka pun belum puas karena orang tua tidak menunjukkan pengertian yang mereka inginkan.Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap kematangan emosi remaja. c. Perubahan interaksi dengan teman sebaya Remaja sering kali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama denan membentuk semacam geng. Interaksi antaranggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk geng seperti sebaiknya diusahakan terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama. Usahakan dapat menghindarkan pembentukan kelompok geng itu ketika sudah memasuki masa remaja tengah atau remaja akhir.Pada masa ini para anggotanya biasanya membutuhkan teman-teman untuk melawan otoritas atau melakukan perbuatan yang tidak baik atau bahkan kejahatan bersama. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan lawan jenis.Pada masa remaja tengah, biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta dengan teman lawan jenisnya.Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tetapi tidak jarang juga menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.Oleh sebab itu, tidak jarang orang tua justru merasa tidak gembira atau bahkan cemas ketika anak remajanya jatuh cinta.Gangguan emosional yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab atau karena pemutusan hubungan cinta ddadri satu pihak sehingga dapat menimbulkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.

d.

Perubahan pandangan luar

Faktor penting yang dapat mempengaruhi kematangan emosi remaja selain perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja itu sendiri adalah pandangan dunia luar dirinya. Ada sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut. Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadang-kadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali mereka masih dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku emosional. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja laki-laki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat predikat popular dan mendatangkan kebanggaan.Sebaliknya, apabila remaja putrid mempunyai banyak teman laki-laki sering dianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional. Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral. Misalnya, penyalahgunaan obat terlarang, minum minuman keras.Serta tindak kriminal dan kekerasan. Perlakuan dunia luar semacam ini akan sangat merugikan perkembangan emosional remaja. Perubahan interaksi dengan sekolah. Pada masa anak-anak, sebelum menginjak masa remaja, sekolah merupakan tempat pendidikan yang diidealkan oleh mereka. Para guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka selain tokoh intelektual, guru juga merupakan otoritas bagi para peserta didiknya.Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak

lebih percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada kepada orang tuanya.Posisi guru semacam ini sangat strategis apabila digunakan untuk mengembnagkan emosi anak melalui penyampaian materi-materi yang positif dan kontruktif.

Untuk mencapai kematangan emosi, remaja haruslah dapat : a. Belajar pada situasi-situasi yang mana dapat menyebabkan emosinya bereaksi. Seorang individu pada khususnya remaja harus bisa

mengikutsertakan dirinya pada kegiatan-kegiatan social karena dengan begitu remaja dapat merasakan atau berempati terhadap permasalahan kehidupan orang lain yang kemungkinan hal tersebut akan menjadikan emosi remaja menjadi lebih matang. Lain halnya jika seorang remaja tidak mau merasakan permasalahan atau kesulitan oranglain di sekelilingnya, remaja akan bersikap angkuh dan egois, gaya hidupnya hedonis dan kematangan emosinya akan berjalan lambat. b. Menceritakan berbagai permasalahan yang di alaminya kepada orang tua, keluarga, guru, teman atau orang-orang-orang yang dapat dipercaya lainnya. Keterbukaan terhadap orang lain ini dipengaruhi oleh rasa aman dalam hubungan social dan sebagian oleh tingkat kesukaannya kepada seseorang yang dimana kepada orang tersebut remaja dapat mengutarakan apa yang menjadi kesulitannya (orang sasaran) dan oleh penerimaan orang sasaran tersebut. Jika remaja dapat mengutarakan kesulitannya kepada orang yang dipercaya dan pemikirannya lebih dewasa maka remaja tersebut akan dapat menghadapi kesulitan tersebut dengan sikap yang dewasa sehingga emosinyapun akan menjadi lebih matang karena input-input yang diterimanya dari orang dewasa di sekelilingnya. c. Belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis. Emosi remaja akan menjadi lebih matang

jika misalnya saja sedang mengalami kekecewaan remaja tersebut menyalurkannya kepada hal-hal atau kegiatan yang positif.

3. Perkembangan Sosial Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian

kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap normanorma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak praremaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut. Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun b. Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun c. Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun. Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Anak mulai memiliki kesanggupan

menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. 1. Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan. Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup. 2. Pada masa remaja berkembang sosial cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Ramaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat,nilai-nilai, maupun

perasaannya. 3. Menurut Erick Erison Bahwa masa remaja terjadi masa krisis, masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual. 4. Pada masa ini juga berkembang sikap conformity, yaitu kcenderungan untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggungjawabkan maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya tersebut. 5. Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang tertutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.

6. Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok kelompok, baik kelompok besar maupun klelompok kecil. Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga,

lingkungan, dan pekerjaan. Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan betanggung jawab. Tingkah Laku Sosial Pada Periode Remaja Masa remaja adalah saat mencoba melakukan peranan sosial yang baru yang menuntut cara-cara bertingkah laku sosial tertentu. Dalam suasana mencoba melaksanakan peranan sosial dan tingkah laku sosial yang baru ini, remaja dapat saja mengalami berbagai rintangan dan kegagalan. Ada berbagai macam kekhususan tingkah laku sosial remaja yang penting untuk dipahami, yaitu : 1. Ketertarikan terhadap lawan jenis. Hal ini merupakan suatu perubahan hubungn sosial yang menonjol pada periode remaja. Ketertarikan terhadap lawan jenis dapat dilihat dari kegembiraan dalam kelompok anggota yang yang kelompok anggotanya heterogan, yaitu terdiri dari pria dan wanita yang sebelumnya remaja menyukai berkelompok dengan anggota kelompok yang homogen, yaitu terdiri wanita sama wanita pria sama pria.

Adda beberapa criteria yang harus dimiliki remaja untuk dapat menjadi popular diantaranya penampilan fisik yang menarik ( pria dengan bentuk tubuh gagah dan wanita dengan wajah yang menawan dan tubuh yang seimbang, sikap yang tenang namun periang, dan penuh perhatian) ( Hurlock, 1980). 2. Kemandirian bertingkah laku sosial. Tingkah laku lainnya yang berkembang pada priode remaja adalah tingkah laku sosial yang mandiri, artinya remaja memilih dan menentukan sendiri dengan siapa dia akan berteman. Karena remaja berusaha mandiri dalam bersosialisasi maka diharpkan remaja dapat mengambil keputusan tingkah laku yang tepat dalam menghadapi orang-orang yang baru dalam situasi yang baru, dan semua ini memerlukan proses belajar. 3. Kesenangan berkelompok. Hidup berkelompok teman sebaya merupakan kebutuhan pada masa remaja. (Hurlock, 1980). a. Kelompok temen dekat. Kelompok ini muncul pada masa remaja awal atau puber yang terdiri dari dua atau tiga orang teman dekat dengan jenis kelain yang sama. Dalam kelompok terjadi saling membantu pemecahan masalah, berbagai rasa aman namun tidak jarang terjadi pertengkaran, tapi mereka akan rukun kembali. b. Kelompok kecil. Teman yang dipilih cenderung yang sama minat dan sama pandangan dalam memahami permasalahan hidup. c. Kelompok besar. Kelompok ini terbentuk sejalan dengn peningkatan aktivitas remaja itu seperti kegiatan rekreasi, acara-acara kesenian, olah raga, dll. d. Kelompok terorganisasi. Merupakan kelompok pemuda yang

terorganisir oleh orang dewasa untuk tujuan pembinaan terhadap remaja. Kegiatannya diarahkan kepada kegiatan yang bermanfaat bagi perkembangan remaja itu sendiri maupun masyarakat. e. Kelompok Geng. Kelompok ini beranggotakan remaja yang ditolak atau tidak puas dalam kelompok terorganisasi, lalu menggabungkan diri menjadi kelompok yang disebut geng.

Fungsi teman sangat penting bagi remaja terutama sebagai tempat berbagi rasa dan penderitaan maupun kebahagiaan serta belajar cara-cara menghadapi masalah yang banyak timbul karena tugas-tugas

perkembangan yang harus mereka kuasai. Pada masa remaja akhir teman lawan jenis sangat penting walaupun teman sesama jenis tetap dibutuhkan. Teman yang dipilih cenderung yang sama pandangan dan memahami permasalahan kehidupan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi. 1. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. Faktor faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja: a. Keberfungsian Keluarga Keluarga yang fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah mampu melaksanakan fungsinya sebagaimana yang telah

dijelaskan. ditandai oleh karakteristik: Saling memperhatikan dan mencintai, bersikap terbuka dan jujur, orangtua mau mendengar anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya, ada

Sharing masalah atau pendapat diantara keluarga, mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya, saling menyesuaikan dirinya dan mengakomodasi, orang tua melindungi (mengayomi) anak, komunikasi antar anggota berlangsung dengan baik, keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai nilai budaya, dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi fungsi seperti diatas, keluarga tersebut berarti mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut (khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak). Adapun ciri ciri keluarga yang mengalami disfungsi yaitu: Kematian salah satu atau kedua orangtua, kedua orangtua bercerai(Divorce), hubungan kedua orangtua tidak baik (por marriage), hubungan orangtua dengan anak tidak baik (por parent child relationship), suasana rumah tangga yang tegang tanpa kehangatan (high tensin and low warmth), orangtua sibuk dan jarang di rumah (parents absence), dan salah satu atau kedua orangtua mengalami kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality or psychological disorder).

b. Pola Hubungan Keluarga Peck (Loree, 1970: 144) telah meneliti hubungan antara karakteristik emocional dan pola perlakuan keluarga dengan elemen elemen Struktur kepribadian remaja. yaitu sebagai berikut: a) Remaja yang memiliki ego strenght secara konsisten berkaitan erat dengan pengalamannya dilingkungan keluarga yang saling mempercayai dan menerima. b) Remaja yang memiliki super ego strenght, sangat berkaitan erat dengan keteraturan dan konsistensi kehidupan keluarganya.

c) Remaja yang friendliness dan spontanetty, berhubungan erat dengan iklim keluarga yang demokratis. d) Remaja yang bersikap bermusuhan dan memiliki perasaan gelisah atau cemas terhadap dorongan dorongan dari dalam, berkaitan dengan keluarga yang otoriter.

c. Kelas Sosial dan Status Ekonomi Pikunas (1976: 72) mengemukakan pendapat Becker, Deutsch, Kohn dan Sheldon, tentang kaitan antara kelas sosial dengan cara atau teknik orangtua dalam mengatur (mengelola/memperlakukan) anak, yaitu bahwa: a) Kelas Bawah (Lower Class) cenderung lebih keras dalam toilet training dan lebih sering meggunakan hukuman fisik, dibandingkan dengan kelas menengah. b) Kelas Menengah (Middle Class) cenderung lebih memberikan pengawasan, dan perhatiannya sebagai orangtua. c) Kelas Atas (Upper Class) cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang Pendidikan yang reputesinya tinggi, dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya.

2. Lingkungan sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan resmi yang bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan untuk siapapun yang berhak. Oleh karena itu remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah semenjak berumur empat tahun. Dengan demikian sekolah

mempengaruhi tingkah laku remaja khususnya tingkah laku sosialnya.

3. Pengaruh teman sebaya Kelompok teman sebaya memungkinkan remaja belajar keterampilan sosial, mengembangkan minat yang sama dan saling membantu dalam

mengatasi kesulitan dalam rangka mencapai kemandirian. Teman sebaya dijadikan tempat memperoleh sokongan dan kekuatan, guna melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang tua. Begitu pentingnya peran teman sebaya bagi perkembangan sosial remaja, maka apabila terjadi penolakan dari kelompok teman sebaya dapat menghambat kemajuan dalam hubungn sosial. Penolakan sosial dapat menghancurkan kehidupan remaja yang sedang mencari identitas diri. (Campbel, 1969)

4. Kematangan anak Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

5. Status Sosial Ekonomi Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. ia anak siapa. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud menjaga status sosial keluarganya itu mengakibatkan menempatkan

dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.

6. Kapasitas Mental, Emosi, dan Integensi Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi. Dari beberapa factor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku remaja diatas, tiga factor pertama merupakan factor penting yang sangat mempengaruhi tingkah laku sosial remaja. Permasalahan Sosial Yang Sering Muncul Pada Remaja Masa remaja adalah masa peralihan antara anak dan masa dewasa. Pada masa remaja biasanya sering timbul gejala emosi, menarik diri dari orang tua, serta banyak mengalami masalah baik di rumah, sekolah, dan lingkungannya seperti tawuran, kenakalan remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll. Permasalahan sosial pada remaja yang sering terjadi karena adanya penyimpangan sosial. Definisi-definisi penyimpangan sosial menurut para pakar : a. James W. Van Der Zanden: Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi. b. Robert M. Z. Lawang:

Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Penyimpangan yang sering dibicarakan pada saat saat ini pada remaja diantaranya geng motor, narkoba, tawuran, merokok dan masih banyak lagi penyimpangan sosial remaja lainnya. Ini terjadi karena kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang, minimnya pemahaman tentang keagamaan, dan pengaruh dari lingkungan sekitar, pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman sebaya yang sering mempengaruhinya untuk mencoba dan akhirnya terjadilah penyimpangan sosial. Upaya Pengembangan Hubungan Sosial Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknyha. Mereka belum mamahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku didalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi, karena mereka sukar untuk menerima norma seksual dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan sosial remaja yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat. 1. Lingkungan Keluarga Orang tua hendaknya mengikuti kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan terbimbing untuk menghambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebiasaan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara demikian remaja akan merasa

bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati sebagai manusia oelh orang tua dan anggota keluarga lainnya. Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap remaja Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua yaitu: a. Pola Asuh Bina Kasih (Induction) Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil oleh anaknya. b. Pola Asuh Unjuk Kuasa (Power Acsertion) Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak dapat menerimanya. c. Pola Asuh Lepas Kasih (Love Withdrawai) Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam medidik anaknya dengan cara menarik sementara kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya. Akan tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu akan dikembalikan seperti sedia kala.Dalam termasuk konteks

pengembangan

kepribadian

remaja,

didalamnya

perkembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterapkan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap pelakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya. 2. Lingkungan Sekolah Didalam mengembankan hubungan sosial remaja, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup

menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer

pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembangsecara maksimal. 3. Lingkungan Masyarakat a. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan bermanfaat. b. Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti, bakti karya untuk dapat mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat. rangsang kepada mereka kearah perilaku yang

4. Perkembangan Fisik dan Motorik Berikut ada beberapa cirri perkembangan fisik dan motorik pada masa remaja: 1) Perkembangan Fisik Remaja a) Perempuan Pertumbuhan payudara. Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan. Pertumbuhan badan. Menstruasi. Pertumbuhan bulu ketiak. Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (sama dengan tumbuhnya bulu ketiak). b) Laki-laki Pertumbuhan testis. Pertumbuhan rambut pubis atau kemaluan. Pembesaran badan.

Pembesaran penis. Perubahan suara karena pertumbuhan pita suara (Sama dengan pembesaran penis). Tumbuhnya rambut di wajah dan ketiak (2 tahun setelah rambut pubis). Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (Sama dengan tumbuhnya bulu ketiak). Berejakulasi.

2) Perkembangan fisik Otak Remaha Pada masa remaja, struktur otak semakin sempurna dan meningkatkan kemampuan kognitif, seperti: Mulai berfikir logis tentang suatu gagasan yang abstrak, mulai bisa membuat rencana, strategi, membuat keputusan, memecahkan masalah, serta mulai memikirkan massa depan, belajar berinstrospeksi diri, dan wawasan semakin luas tentang segala hal. 3) Perkembangan Kapasitas sensoris Perubahan pada kapasitas sensoris remaja ditandai dengan semakin pekanya fungsi panca indera terhadap rangsangan dari luar. 4) Perkembangan Motorik Remaja Pada tahap ini, perubahan yang terjadi ditandai dengan pekerjaan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan tangkas. Namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidak sesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan beberapa masalah, seperti rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual. C. Dimensi/Aspek dan Faktor 1. Pertumbuhan

a) Pengertian Pertumbuhan Pertumbuhan dapat diartikan sebagai Perubahan yang bersifat kuantitatif baik perubahan secara alamiah ataupun hasil belajar. Pertumbuhan juga merupakan perubahan secara fiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak yang sehat. b) Aspek-aspek Pertumbuhan 1) Pertumbuhan sebelum lahir. Masa sebelum lahir merupakan pertumbuhan dan

perkembangan manusia yang sangat kompleks, karena pada masa itu merupakan awal terbentuknya organ-organ tubuh dan susunan jaringan syarap membentuk system yang lengkap. Kelahiran pada dasarnya merupakan pertanda kematangan biologis dan jaringan syaraf masingmasing komponen biologis mampu berfungsi secara sendiri. 2) Pertumbuhan setelah lahir Pertumbuhan fisik manusia setelah lahir merupakan lanjutan pertumbuhannya sebelum lahir dan berlangsung sampai masa dewasa. Pertumbuhan fisik anak di bagi menjadi empat periode utama, dua periode di tandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode lainnya di cirikan oleh pertumbuhan yang lambat. Faktor-faktor pertumbuhan individu c) Faktor-faktor pertumbuhan 1) Faktor Internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu. seperti: Sifat jasmani, dan kematangan. 2) Faktor Eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri. seperti: Kesehatan fisik, Makanan yang bergizi, dan Lingkungan. d) Konsep perkembangan remaja Perkembangan remaja merupakan konsep perubahan remaja yang mengarah kepada kualitas substansi perilakunya, akibat proses perubahan fisik maupun proses pembelajaran. Prinsip-prinsip perkembangan itu adalah:

1. Prinsip kematangan Kematangan remaja terdiri dari taraf kematangan kognitif, sosial dan emosional serta moral. Remaja yang matang secara kognitif mampu memahami konsep-konsep abstrak, seperti nilai kebenaran yang murni menghubungkan peristiwa sekarang dengan peristiwa yang akan datang. Demikian juga dengan kematangan sosial, emosional dan moral 2. Prinsip kesatuan organisasi Pada prinsip ini anak merupakan suatu kesatuan antara fisik dan psikis dan ketentuan komponen dari kedua unsur tersebut. Perkembangan aspek fisik atau psikis berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi. Setiap aspek tidak berkembang secara sendiri-sendiri tetapi

perkembangan satu aspek berpengaruh terhadap aspek yang lain. 3. Prinsip tempo dan irama perkembangan Prinsip ini menyatakan bahwa remaja berkembang dengan tempo dan irama perkembangan sendiri-sendiri. Setiap remaja memiliki tempo dan irama perkembangan yang berbeda dengan remaja lain. Ada remaja yang cepat dan ada pula remaja yang lambat pertumbuhannya. 4. Prinsip kesamaan pola Prinsip ini mengemukakan bahwa anak sebagai manusia mengikuti pola umum yang sama dalam perkembangannya. Prinsip ini mempunyai beberepa implikasi dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu sebagai berikut: a. Pada umumnya pendidikan dapat dilaksanakan secara klasikal terhadap remaja yang berumur kronologis sama. b. Dapat dilaksanakan keseragaman pendidikan untuk anak tingkat umur kronologis tertentu. c. Dapat disediakan alat-alat permainan tertentu yang dapat digunakan dari generasi ke generasi berikutnya untuk anak sebaya. 5. Prinsip kontinuitas Menurut prinsip kontinuitas, perkembangan berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan. Perkembangan pada periode awal mempengaruhi pencapaian perkembangan periode berikutnya. Jika pada

periode awal dapat dicapai dengan sempurna maka periode berikutnya dapat diselesaikan dengan baik. Pada prinsip ini periode awal menentukan hasil pada periode selanjutnya.

2. Perkembangan Remaja a) Dimensi/ Aspek perkembangan Ada 8 aspek fisik perkembangan (kinestetik), perkembangan manusia di antaranya: intelegensi, perkembangan

perkembangan

perkembangan bahasa,

perkembangan emosi,

psikososial, perkembangan kepribadian, perkembangan moral, dan perkembangan beragama. Kedelapan aspek perkembangan tersebut memiliki keterkaitan dan hubungan yang saling mempengaruhi apabila salah satu atau beberapa aspek-aspek itu tidak dimiliki manusia maka hasilnya kurang maksimal. b) Faktor perkembangan 1. Fisik Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif. Pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna pada saat masa puber berakhir dan juga belum sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja. Terdapat penurunan dalam laju pertumbuhan dan perkembangan internal lebuh menonjol dari pada perkembangan eksternal. Hal ini tidak mudah diamati dan

diketahui sebagaimana halnya pertumbuhan tinggi dan berat tubuh atau seperti perkembangan ciri-ciri seks skunder. 2. Motorik Perkembangan keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi secara

keseluruhan.Kecakapan motorik yaitu kemampuan melakuakan koordinasi kerja system syaraf motorik yang menimbulkan reaksi dalam bentuk gerakan-gerakan atau kegiatan secara tepat, sesuai antara rangsangan dan responnya.Dalam perkembangan masa remaja, perkembangan aspek motorik bukanlah aspek yang mengalami banyak perubahan, atau tidak terlihat ciri-ciri yang menonjol. Sebagaimana pertumbuhan internal lebih menonjol pada pribadi remaja dibandingkan dengan pertumbuhan eksternal, perkembangan fisik, emosi dan sosial pun pada masa ini jauh lebih menonjol dibandingkan dengan perkembangan motoriknya. 3. Kognitif Kemampuan berfikir pada usia remaja disebabkan oleh meningkatnya ketersediaan sumberdaya kognitif. Peningkatan ini disebabkan oleh automaticity atau kecepatan pemrosesan, pengetahuan lintas bidang yang makin luas, meningkatnya kemampuan dalam menggabungkan informasi abstrak dan menggunakan argumen-argumen logisserta makin banyaknya strategi yang dimiliki dalam mendapatkan dan menggunakan informasi. 4. Bahasa Dapat diidentifikasi faktor perkembangan bahasa yakni faktor kognisi, pola komunikasi dalam keluarga, jumlah anak atau anggota keluarga, posisi anak dalam keluarga, kedwibahasaan. Kognisi menurut kamus bahasa Indonesia adalah kegiatan memperoleh pengetahuan melalui pengalaman Tinggi rendahnya

sendiri(kemampuan berfikir seseorang).

kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi lambatnya perkembangan bahasa individu.

cepat

Pola komunikasi dalam keluarga yakni jika dalam suatu keluarga memiliki pola komunikasi yang banyak arah atau interaksinya relative demokratis akan mempercepat

perkembangan bahasa anggota keluarganya dibandingkan yang menerapkan pola komunikasi yang sebaliknya. Suatu keluarga yamg memiliki banyak anak atau banyak anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih cepat dibandingkan dengan anak tunggal dan tidak ada anggota keluarga lain selain keluarga inti. Hal ini dikarenakan terjadi komunikasi yang bervariasi. Kemudian posisi anak dalam keluarga yakni anak yang dilahirkan ditengah lebih cepar perkembangan bahasanya

dibandingkan dengan si sulung atau si bungsu. Hal ini desebabkan karena si sulung atau si bungsu hanya berkomunikasi 1 arah, maksudnya dalah jika sisulung hanya berkomunikasi kebawah (ke adik-adiknya) dan si bungsu hanya berkomunikasi ke atas(dengan kakaknya), namun tidak bagi yang ada ditengah, ia dapat berkomunikasi keatas maupun kebawah(kakak dan adiknya). Terkait kedwibahasaan (bilingualism)yakni anak yang dibesarkan dikeluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu akan lebih cepat perkembangan bahasnya dibandingak dengan yang dikeluarganya hanya menggunakan satu bahasa saja, hal ini karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi. Sebagai contoh didalam rumah ia menggunakan bahasa Madura dan diluar rumah menggunakan bahasa Indonesia 5. Emosi Pada tingkat emosional pada masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.

Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh gejolak.Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Seorang remaja dikatakan emosinya telah mencapai kematangan ketika dia memahami waktu dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang efektif, dan dapat mengontrol emosinya di hadapan orang lain. Oleh karena itu semua orang dewasa yang ada di sekitar remaja harus dapat mengawasi dan membimbing remaja agar dapat memiliki psikososial dan emosi yang sehat. 6. Sosial / interaksi dengan lingkungan Perkembangan identitas pada masa remaja menjadi landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal pada masa dewasa. Karena kehidupan atau perilaku remaja sangat berperan penting pada masa dewasa seseorang. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan psikososial remaja adalah

perkembangan idividuasi dan identitas , hubungannya dengan orang tua, hubungannya dengan teman sebaya, perkembangan seksualitas, perkembangan proaktivitas dan kemampuan resiliensi. Perubahan-perubahan fisik, kognitif dan sosial yang terjadi dalam perkembangan remaja mempunyai pengaruh besar terhadap hubungan dengan lingkungan. Salah satunya dengan orang tua, keterikatan dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi adaptif, menyediakan landasan yang kokoh dimana remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia sosial yang luas dengan cara-cara yang sehat secara psikologis.

3. Pembelajaran Dimensi belajar ini terdiri atas lima tipe berpikir yang bersifat interaktif, yaitu sikap dan persepsi positif terhadap belajar, pemerolehan dan pengitegrasian pengetahuan, perluasan dan penghalusan pengetahuan, penggunaan pengetahuan secara bermakna, dan kebiasaan berpikir produktif. Dimensi belajar dalam Adi Rahmat pertama kali diperkenalkan oleh Robert J Marzano tahun 1992 dalam bukunya yang berjudul A different kind of classroom. Ada 5 dimensi belajar yaitu : a. Mengembangkan Sikap dan Persepsi Positif. Mudah untuk dipahami bahwa sikap dan persepsi si belajar sangat mempengaruhi proses belajar. Sikap dapat mempengaruhi belajar secara positif, sehingga belajar menjadi mudah, sebaliknya sikap juga dapat membuat belajar menjadi sangat sulit. Ada dua kategori sikap dan persepsi yang mempengaruhi belajar: a) sikap dan persepsi tentang iklim (suasana) belajar, b) sikap dan persepsi terhadap tugas-tugas kelas. Guru yang efektif memberikan penguatan terhadap kedua kategori itu dengan teknik yang jelas dan sesuai.Guru seyogyanya membantu menumbuhkan sikap dan persepsi siswa yang positif terhadap iklim belajar dengan menekankan aspek-aspek internal siswa (suasana mental yang kondusif) daripada aspek-aspek eksternal. Guru dapat membantu menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap tugas-tugas kelas dengan cara memberikan pemahaman akan nilai tugas, kejelasan tugas, dan kejelasan sumber. b. Belajar untuk Pemerolehan dan Pengintegrasian Pengetahuan Ahli psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses interaksi yang tinggi dalam membangun makna secara personal dari informasi yang diperoleh dengan pengetahuan yang sudah ada menjadi pengetahuan baru. Menerima pengetahuan melibatkan proses interaksi

antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin dipelajari, dan setelah itu mengintegrasikan informasi tersebut menjadi langkahlangkah sederhana yang mudah digunakan. Menurut E.D. Gagne (1985), pengetahuan dapat dikategorikan menjadi dua, yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Banyak ahli yakin bahwa pemerolehan tipe pengetahuan yang berbeda memerlukan proses yang berbeda pula. c. Perluasan dan Penghalusan Pengetahuan Pada dimensi ini aspek-aspek belajar melibatkan pengujian apa yang diketahui agar mencapai tingkat yang lebih dalam dan analitis. Kegiatan memperluas dan memperhalus pengetahuan ini dilakukan dengan: a) comparing (identifikasi dan artikulasi hal-hal atau benda-benda yang mirip dan berbeda), b) classifying (pengelompokan jenis-jenis benda ke dalam kategori berdasarkan atribut dasarnya), c) inducing (pendugaan prinsip-prinsip atau generalisasi yang belum diketahui dari observasi atau analisis), d) deducing (pendugaan kondisi yang belum ternyatakan dari prinsipprinsip atau generalisasi tertentu), e) analyzing error (identifikasi dan artikulasi kesalahan di dalam pikiran sendiri maupun orang lain), f) constructing support (pengkostruksian sistem dukungan kebenaran atau bukti untuk suatu pernyataan yang tegas), g) abstracting (identifikasi dan artikulasi tema penting atau pola umum suatu informasi), dan h) analyzing perspetive (identifikasi dan artikulasi perspektif personal tentang berbagai macam isu). d. Belajar Menggunakan Pengetahuan secara Bermakna.

Pada umumnya kita belajar dengan baik jika pengetahuan yang kita pelajari itu diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Keberadaan tujuan umum akan dicapai dengan cara-cara umum di mana kita menggunakan pengetahuan itu secara bermakna. Cara guru membantu siswa agar dapat menggunakan pengetahuan secara bermakna dilakukan dengan: a) Decision making, yaitu suatu proses menjawab pertanyaan . b) Investigation; ada tiga tipe dasar investigasi, yakni definitional investigation yang meliputi pemerolehan jawaban atas pertanyaan, historical investigation meliputi pemerolehan jawaban atas pertanyaan, dan projective investigation yang meliputi

pemerolehan jawaban atas pertanyaan. c) Experimental inquiry, yaitu proses memperoleh jawaban atas pertanyaan d) Problem solving, yaitu menjawab pertanyaan e) Invention, yaitu proses penciptaan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan; e. Mengembangkan Kebiasaan Berpikir Produktif. Dimensi ini menumbuhkan kebiasaan mental untuk dapat berpikir secara produktif yang ditandai dengan: a) self-regulated thinking and learning, yakni kebiasaan mengetahui apa yang sedang dipikirkannya, tindakan yang terencana, mengetahui sumber-sumber yang penting, sensitif terhadap umpan balik, dan evaluatif terhadap keefektifan tindakan; b) critical thinking and learning, yang dicirikan oleh tindakan yang cermat, jelas, terbuka, bisa mengendalikan diri, sensitif terhadap tingkat pengetahuan; dan c) creative thinking and learning, yang ditandai oleh semangat tinggi, berusaha sebatas kemampuan, percaya diri, teguh, dan

menciptakan hal-hal atau cara-cara baru.

Cara membantu siswa mengembangkan dan memelihara kebiasaan berpikir produktif adalah dilakukan dengan: menumbuhkan sikap kebiasaan berpikir produktif, kebiasaan berpikir yang diantarkan dengan mengintegrasikan ke dalam tugas-tugas di kelas. a) Aspek aspek Pembelajaran Aspek-aspek yang terlibat dalam pembelajaran yang meliputi a. sikap guru, b. bahan pelajaran, c. media pembelajaran dan d. hasil belajar siswa dalam belajar. Sikap atau tingkah laku guru dijadikan model oleh siswa-siswanya. Para siswa meniru sikap atau tingkah laku guru, yang baik maupun yang buruk. Gaya guru dalam memberi pelajaran juga mempengaruhi suasana kelas dan kegiatan siswa dalam belajar. Ada beberapa aspek dari hasil belajar yaitu a. Kognitif b. Psikomotorik c. Afektif Diantara ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris, maka ranah kognitif paling banyak digunakan oleh guru dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini, karena ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Hasil belajar aspek pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang paling rendah, meliputi pengetahuan faktual dan pengetahuan hafalan atau untuk diingat. Namun, tipe hasil belajar pengetahuan menjadi prasarat bagi pemahaman. Aspek hasil belajar pemahaman meliputi tiga katagori, yakni 1) pemahaman terjemahan, 2) pemahaman penafsiran, dan 3) pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman terjemahan menyangkut terjemahan atau arti dari suatu konsep. Pemahaman penafsiran, menyangkut kemampuan

menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan pengetahuan berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, atau membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok. Sedangkan pemahaman ekstrapolasi menyangkut kemampuan melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuesi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. b) Faktor faktor Pembelajaran Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran. Menurut Rasyad (2003: 103) faktor-faktor itu adalah sebagai berikut. a. Faktor endogen, antara lain seperti minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa sewaktu belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita, kebugaran jasmani, kepekaan alat-alat indra dalam belajar. Dengan kata lain alat-alat indra berfungsi dengan baik atau sebaliknya seperti mata sakit, pendengarannya terganggu dan lain-lain. b. Faktor eksogen yang mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik antara lain seperti keadaan lingkungan belajar (suasana kelas), cuaca, letak sekolah ( di tempat yang ramai/tidak), faktor interaksi sosial dengan teman sebangku, interaksi peserta didik dengan pendidiknya. Muhibbin Syah (2001: 130) menyebutkan, bahwa secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut. a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh dua jenis faktor, yaitu dari dalam dan dari luar. Kedua faktor tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Positif, artinya mendukung keberhasilan belajar. Sedangkan negatif, artinya menghambat keberhasilan belajar.

DAFTAR PUSTAKA Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development. Tokyo : McGraw Hill Inc. Supriatna, M. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Muhibbin Syah, (2001). Psikologi belajar. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Rasyad, A. (2003). Teori belajar dan pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press. Rahmat, Adi, (2007), lerning dimension Based teaching, Balitbang : Depdiknas Admin, (2012), Aspek hasil belajar ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, (Online) tersedia : http://elearning.milaulas.com/mod/page/view.php?id=23 (16 September 2012). Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Caesar, Arihdya. (2010). Resume perkembangan kognitif dan bahasa pada masa remaja. [online]. Tersedia di:http://arihdyacaesar.wordpress.com/.../resume perkembangan-kognitif-dan-bahasa-masa-remaja/ -Tembolok.[12 Maret 2011] Ahmad, Haris. (2010). Perkembangan Kognitif Remaja. [online]. Tersedia di: http://harisahmad.blogspot.com/.../perkembangan-kognitif-remaja.html. Tembolok. [12 Maret 2011].

KONSEP-KONSEP DASAR BIMBINGAN BELAJAR REMAJA

Tugas Kelompok
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Belajar remaja yang diampu oleh dosen Dr. Suherman, M.Pd.

Oleh Langgeng wening Puji Intan ayu Anjarwati Lilis Rani Nuraeni Mira Dwi Rahayu 1001465 1002931 1004566 1005656

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012

You might also like