(Penulis adalah dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan dan lulusan program Magister Filsafat UGM.)
Abst rak; A r t i kel i ni ber usaha unt uk mendapat kan pemahaman ker angka hubungan ant ar a bahasa dan keker asan si mbol i k, yang t er akt ual i sasi mel al ui pol i t i sasi medi a. H asi l kaj i an dal am ar t i kel i ni di t emukan, bahwa bent uk domi nasi bahasa mel al ui medi a t er nyat a t el ah memuncul kan keker asan si mbol i k. Keker asan si mbol i k mer upakan upaya dar i pi hak kel as hegemoni unt uk mer ai h si mpat i publ i k. H egemoni sebuah si st em kekuasaan di per t ahankan dengan menci pt akan si mbol - si mbol , dan pemaknaan yang ser ba t unggal .
Kat a kunci : keker asan si mbol i k, pol i t i sasi medi a, hegemoni
Pendahuluan Bahasa menjadi pusat perhati an yang begi tu penti ng terutama memasuki abad ke-20. Perti mbangan yang bi sa di ajukan untuk menjel askan fenomena tersebut, adal ah bahwa abad ke-20 tel ah menyaksi kan l ahi r dan berkembangnya i l mu bahasa secara ekspl osi f. Isti l ah ekspl osi f sengaja di pi l i h untuk menggambarkan mel edaknya suatu i l mu yang menggunakan pendekatan l i ngui sti k i ni . Il mu bahasa muncul dari sejuml ah proses reduksi dengan pendekatan yang sal i ng berl awanan dan di bel a ol eh al i ran- al i ran yang sal i ng berseberangan. Ada kaum struktural i s yang mengi kuti pemi ki ran Bl oomfi el d, ada pul a para pendukung teori transformasi onal yang mengi kuti Chomsky, dan ada juga kaum formal i s. Ketertari kan para pemi ki r abad ke-20 terhadap bahasa di fokuskan pada persoal an makna. Perhati an terhadap persoal an makna sebenarnya hendak menunjuk pada sebagi an besar makna yang ti dak terarti kul asi kan dari di ri sendi ri , namun sangat menyebar l uas pada abad ke-20 i ni . Bukankah kehi dupan manusi a i tu sel al u bersi fat i ntensi onal , sel al u terarah kepada sesuatu yang berada di l uar di ri nya. Mari perhati kan i l ustrasi beri kut. Keti ka seseorang berkomuni kasi dengan orang l ai n--posi si orang l ai n sebagai real i tas yang membahasa kepada seseorang i tu--banyak sekal i makna yang membentur seseorang tersebut, dan dari seki an banyak makna yang menerpa Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 872 di ri nya, tentu ti dak semuanya terarti kul asi kan, entah ter (di ) sembunyi kan. Untuk mengungkapkan makna yang di (ter) sembunyi kan tersebut akan di coba di rumuskan dal am dua dal i l yang sal i ng berkai tan. Pertama, masal ah bahasa bersi fat strategi s terhadap masal ah haki kat manusi a, karena manusi a i tu sendi ri adal ah makhl uk yang memi l i ki bahasa. Kedua, bahasa seri ngkal i sangat membi ngungkan, dan akan tetap demi ki an, ji ka bahasa di pahami dal am makna yang l uas hi ngga mencakup sel uruh ti ngkatan medi a yang bermakna. Hal i tu bi sa di pahami dengan memetakan sel uruh potensi pembahasaan ol eh manusi a, mul ai dari bahasa l i san, bahasa tul i s, sampai bahasa tubuh (body l anguage). Apal agi ji ka di kai tkan dengan berbagai medi a yang mewadahi nya, mul ai dari medi a cetak, medi a el ektroni k audi o-vi sual , medi a musi k, sampai medi a teater dan masi h banyak yang l ai n. Bagai mana proses pembahasaan ti dak membi ngunkan, ji ka sel uruh potensi pembahasaan ol eh manusi a tersebut di padu dengan keragaman medi a yang mungki n di gunakan ol eh manusi a. Bahkan Gadamer menyatakan, bahwa sel uruh akti vi tas yang di l akukan manusi a menyesuai kan di ri dengan cara-cara bahasa . Li hat saja peri l aku seseorang yang berusaha menghi ndar dari stereotype tradi si onal !. Di a akan mel engkapi kehi dupannya dengan barang-barang yang punya i mage modern. Mul ai dari model baju, al at transportasi , makanan, sampai al at komuni kasi dan sebagai nya, di usahakan untuk di mi l i ki . Ol eh karena i tu sangatl ah penti ng untuk menel aah secara mendal am persoal an bahasa dal am kai tannya dengan persoal an haki kat manusi a.
Bahasa dan Hakikat Manusia Pertanyaan pertama yang perl u di ketengahkan sebel um memasuki pembahasan l ebi h l anjut mengenai hubungan antara bahasa, pi ki ran dan real i tas, adal ah apa pemi ki ran (t hought ) i tu ? Pemi ki ran merupakan kumpul an i de-i de, tepatnya kumpul an i de-i de yang terang dan khas, dan sesuai dengan cara komponen-komponen i tu di kumpul kan. 1
Hobbes memberi defi ni si l ai n dengan mengatakan, bahwa pemi ki ran adal ah sebuah di skursus mental . Itu berarti pemi ki ran ti dak l agi berfungsi mengarti kul asi kan, dan menjel askan persoal an-persoal an yang mengendap dal am memori manusi a. Akan tetapi , pemi ki ran berfungsi seperti sejeni s pencerai -berai an, dan penataan kembal i . 2
Apa peran bahasa ji ka pemi ki ran di pahami , dan di maknai sebagai di skursus mental ? Mencermati dengan seksama tul i san-tul i san pemi ki ran abad ke-17 dan ke-18 terkadang akan tampak, bahwa peran bahasa i tu negati f dan juga posi ti f. 3 Kata-kata di anggap bi sa menyesatkan, dan mengesampi ngkan perhati an kepada i de-i de. Bahasa di pandang sebagai penggoda besar, membujuk manusi a sehi ngga terpuaskan hanya dengan rekreasi kata-kata.
1 R.Paryana Suryadi pura, Al am Pi ki r an, (Djakarta- Bandung : Nei jenhui s & Co. N.V., 1950), hl m. 54-59 2 Roger Scruton, Sej ar ah Si ngkat Fi l safat M oder n dar i D escar t es sampai Wi t t genst ei n, (Jakarta: Pantja Si mpati , 1986), hl m.235-237 3 Bernard Del fgaauw, Fi l safat Abad 20, ( Yogyakarta : Ti ara Wacana, 1988 ), hl m.128-131 Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 873 Bahasa di posi si kan ti dak l ebi h sebagai ajang permai nan kata-kata . Ajang retori ka yang hanya mengejar keunggul an dal am berdebat, seperti yang di l akukan ol eh kaum Sophi st di Athena Yunani , pada abad Yunani Kuno. Kesadaran manusi a di bel okkan begi tu saja, sehi ngga l upa untuk memfokuskan di ri pada i de-i de yang di tunjuk ol eh kata- kata i tu. Para pemi ki r abad ke-17 dan ke-18 masi h ada yang beranggapan, bahwa manusi a bi sa berakti vi tas dal am hi dup i ni tanpa bantuan bahasa sama sekal i . 4
Pendapat tersebut jel as sul i t di teri ma dan di pahami , apal agi untuk di i kuti . Seti ap rancang bangun konsep yang kompl eks pasti memerl ukan kata-kata. Semua pemi ki r ti dak bi sa mengel ak dari pernyataan i ni , bahkan semua manusi a harus meneri ma tanpa perti mbangan apapun. Hal tersebut sungguh ti dak hanya jel as secara i ntui ti f, tetapi juga i mpl i si t dal am ti ti k berangkatnya yang nomi nal i sti k. 5
Kata-kata yang di pergunakan, dan di susun ol eh manusi a dal am batas tertentu mampu merepresentasi kan i de- i de manusi a. Manusi a dengan menggunakan kata-kata kemudi an mengel ompokkan i de-i de ke dal am satu hal , dan ti dak ke dal am hal l ai n. Kata- kata juga memungki nkan manusi a menjel askan seti ap hal secara general i tas, dan bukan satu per satu. Peran bahasa yang begi tu penti ng, dan mul ai di l i ri k sebagai bahan kaji an yang sejajar dengan i l mu yang l ai n, tel ah
4 Ibi d., hl m.139. 5 W. Poespoprodjo, I nt er pr et asi : Beber apa Cat at an Pendekat an Fi l safat i nya, (Bandung : Remadja Karya, 1987), hl m. 195-198
di tampakkan dal am abad l ogosentri sme. Kata-kata yang di susun ol eh manusi a dal am memformul asi kan i de-i de, guna mengonstruksi pemahaman tentang real i tas, bukan secara parsi al , tetapi menggeneral i sasi kannya ke dal am kel ompok dan kel as. 6
Pemahaman di atas i tul ah yang sejal an dengan doktri n Hobbes, keti ka i a menyamakan konsep r easoni ng dengan r eckoni ng. Doktri n tersebut tel ah mendapatkan hasi l pemahaman secara uni versal , dengan membuang sejuml ah hal parsi al , dan ti dak dengan menghi tung satu demi satu. 7 Konsep tersebut sesungguhnya i ngi n menyatakan, bahwa pengenal an dengan akal hanya mempunyai fungsi mekani s semata-mata, sebab pengenal an dengan akal mewujudkan suatu proses penjuml ahan dan pengurangan. Codi l l ac pun memi l i ki i de yang pada dasarnya sama keti ka i a mengatakan, bahwa bahasa memberi manusi a kerajaan , dan kerajaan tersebut berada di dal am i maji nasi manusi a. 8 Proses i maji nasi memungki nkan manusi a mengetahui haki kat suatu objek, atau seti daknya dapat berpi ki r tentang haki kat tersebut. Manusi a juga dapat memahami haki kat benda yang di ketahui . Ol eh sebab i tu proses i maji nasi membawa manusi a mengenal benda dal am bentuk i ndi vi dual -konkri t maupun haki katnya sekal i gus. Pengenal an manusi a terhadap real i tas dengan proses i maji nasi tentu
6 Loui s Leahy, Si apakah M anusi a ?, (Yogyakarta Kani si us, 2001), hl m. 45 7 Henry J. Schmandt, Fi l safat Pol i t i k Kaj i an H i st or i es dar i Z aman Yunani Kuno sampai Z aman M oder n, (Yogyakarta : Pustaka Pel ajar, 2002), hl m. 307-308 8 Robert C. Sol omon & Kathl een M. Hi ggi ns, Sej ar ah Fi l safat , (Yogyakarta : Bentang Budaya, 2002), hl m. 566
Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 874 saja membuat manusi a berada pada pengembaraan ti ada bertepi . Itul ah kerajaan yang di maksudkan Codi l l ac. Peran bahasa yang tel ah di bahas di atas, memungki nkan manusi a dapat memahami mengapa kata-kata begi tu berbahaya. Sol usi jangka pendek yang bi sa di muncul kan adal ah keti ka manusi a menggunakan kata-kata untuk menyusun i de, kata-kata i tu harus transparan. Seti ap pengguna dan peni kmat bahasa harus dapat memahami secara jel as apa yang di si mbol kan ol eh kata. Begi tu pul a hal nya keti ka manusi a berpi ki r, berarti manusi a tersebut sedang menghi mpun i de-i de untuk memotret real i tas. Manusi a keti ka berpi ki r sebenarnya sedang menata rancang bangun i l usi , ataukah menyusun sebuah absurdi tas ? Instrumen kemanusi aan manusi a (bahasa) akan mengambi l -al i h proses rancang bangun si stem pemi ki ran, dan manusi a bukannya mengontrol i nstrumen tersebut, tetapi justru manusi a i tu sendi ri yang akan di kontrol nya. 9
Mi sal nya kata terori s. Makna kata tersebut tel ah mempengaruhi sebagi an besar kehi dupan masyarakat di sel uruh duni a. Perhati kan saja, hampi r seti ap orang, organi sasi , masyarakat bahkan negarapun berl omba-l omba untuk menghi ndari sebutan terori s dal am kehi dupannya. Sungguh suatu kenyataan, bahwa bahasa tel ah mengontrol kehi dupan manusi a, bai k perorangan maupun kel ompok. Bahasa dal am perspekti f abad l ogosentri sme i ni adal ah sebuah i nstrumen kontrol untuk mengumpul kan
9 Loui s Leahy, Si apakah M anusi a ?, ( Yogyakarta : Kani si us, 2001 ), hl m. 56 i de-i de berupa pemi ki ran, atau di skursus mental . Bahasa menjadi sebuah i nstrumen kontrol untuk memperol eh pengetahuan mengenai real i tas sebagai proses objekti f. Bahasa secara i nheren pasti l ah sangat transparan, sebab bahasa ti dak bi sa menjadi sesuatu yang mi steri us, yang tak dapat di reduksi menjadi objekti vi tas. 1 0
Makna kata-kata hanya dapat tersusun dari i de-i de yang kemudi an di tunjukkan kembal i menggunakan kata- kata. Koneksi desi gnati f memberi makna pada sebuah kata, dan manusi a menegakkan koneksi desi gnati f i ni seri ngkal i dal am suatu defi ni si . Itul ah sebabnya mengapa para pemi ki r abad i ni secara konstan, bahkan obsesi onal , menekankan penti ngnya untuk sel al u kembal i kepada defi ni si . Para pemi ki r sel al u mengecek untuk memasti kan, bahwa kata-kata tel ah terdefi ni si kan dengan bai k, arti nya menggunakan kata- kata secara konsi sten. 11
Pendapat John Locke tentang hal tersebut penti ng di apresi asi . Di a mengatakan bahwa seti ap orang memi l i ki kebebasan yang tak dapat di l anggar, yakni kebebasan untuk memaknai kata-kata sesuai dengan i de- i de yang i a konstruksi . Bahkan John Locke mengatakan, Sekal i pun sang kai sar Augustus Agung i a ti dak berhak memi l i ki kebebasan saya . 12 Sub bab i ni akan di akhi ri dengan sebuah pernyataan
1 0 Mi chael T. Gi bbons (ed.), Tafsi r Pol i t i k Tel aah H er meneut i s Wacana Sosi al -Pol i t i k Kont empor er , (Yogyakarta : Qal am, 2002), hl m. 138-139. 11 Noam Chomsky, Cakr awal a Bar u Kaj i an Bahasa dan Pi ki r an, (Jakarta : Logos, 2000), hl m. 33-35.
12 Kael an, Fi l asafat Bahasa masal ah dan per kembangannya, (Yogyakarta:Paradi gma, 1998 ), hl m. 61-63 Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 875 yang perl u di renungkan bersama. Persoal an bahasa ti dak bol eh di abai kan, sebab mengkaji bahasa sama dengan mempel ajari bagai mana menjadi manusi a. Sal ah satu persoal an bahasa yang perl u mendapatkan perhati an seri us adal ah kaji an mengenai hubungan antara bahasa, pi ki ran dan real i tas. Sal ah satu tokoh yang berbi cara seri us tentang masal ah tersebut adal ah Hans Georg Gadamer.
Bahasa, Pikiran dan Realitas Hubungan antara bahasa dengan pi ki ran dal am kenyataan sehari -hari seri ngkal i terasakan dengan jel as, apal agi kal au mencoba untuk memahami apa yang di katakan ol eh Hans Georg Gadamer. Ia mengatakan bahwa ada (sei n) yang dapat di pahami adal ah bahasa. Ungkapan yang di l ontarkan Gadamer tersebut i ngi n menjel askan bahwa real i tas (yang Ada) dapat di tangkap, di mengerti sejauh di bahasakan atau terbahasakan. 13
Bahasa dal am pandangan fi l suf jerman tersebut merupakan keterbukaan manusi a terhadap real i tas, ol eh karena i tu bahasa, real i tas dan pi ki ran adal ah tempat terjadi nya geschehen (peri sti wa) real i tas. Bahasa, menurut Gadamer sesungguhnya bukan merupakan tanda, dan bentuk si mbol i k ci ptaan manusi a, tetapi kata adal ah mi l i k real i tas (das sei n). Pemahaman bahasa seperti i tu jel as membawa konsekuensi , bahwa das sei n sel bst (real i tas i tu sendi ri ) yang mengkata.
13 Josef Bl ei cher, H er meneut i ka Kont empor er H er meneut i ka Sebagai M et ode, Fi l safat dan Kr i t i k, (Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 2003), hl m. 168-169 Real i tas i tu sendi ri yang mengungkapkan di ri dal am kata-kata. Manusi a dengan demi ki an ti dakl ah menci pta, atau mereka-reka kata-kata tersebut, tetapi hanya mendengarkan. Gadamer menandaskan, sebuah konsep yang mel ahi rkan pemahaman, bahwa manusi a membuat kata, dan kemudi an memberi nya makna, ti dak l ai n hanya konstruksi teori l i ngui sti k yang ti dak benar. 14
Gadamer justru berkeyaki nan, bahwa pemahaman, pi ki ran, pengal aman sebenarnya bersi fat kebahasaan. Sebuah kata pada haki katnya bukan hasi l pemi ki ran refl ekti f. D as sei n mengkata, membahasa di dal am pengal aman, pemahaman, dan pi ki ran. Al asan l ai n yang di kemukakan Gadamer, i a menemukan dal am kenyataan akti vi tas pembentukan kata terjadi tanpa kegi atan perenungan. Kata, ol eh karenanya ti dak mengungkapkan pi ki ran atau ji wa, tetapi mewakl i l i si tuasi atau real i tas yang di maksud. 15
Ti ti k tol ak dan ti ti k akhi r pembentukan kata bukan hasi l kontempl asi , tetapi das sei n yang menampakkan di ri ke dal am kata-kata. Hubungan antara das sei n dan kata begi tu mesra, sehi ngga de fact o kontempl asi dan manusi a i tu sendi ri yang mengi kuti gerak bahasa, dan kata-kata. Memandang bahasa dan kata-kata sebagai al at perenungan, dan al at kei ndi vi duan- manusi a adal ah sebuah konsep yang tampaknya perl u di pi ki rkan ul ang. Gadamer mempertegas argumentasi tentang ti dak memadai nya
14 Poespoprodjo, I nt er pr et asi , hl m. 111-112
15 Kael an, Fi l asafat Bahasa masal ah dan per kembangannya, (Yogyakarta:Paradi gma,1998), hl m. 211- 212. Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 876 pendapat yang mengatakan, bahwa bahasa adal ah al at perenungan, dengan mengatakan, bahwa bahasa ti dak dapat di pi sahkan dari pi ki ran. Bahasa juga mel i puti segal a pemahaman, pengal aman, dan pi ki ran. Seti ap manusi a yang mengi nterpretasi teks begi tu l arut bersenyawa dengan proses berpi ki r. Bahasa juga begi tu l arut berpadu dengan i nterpretasi , sehi ngga manusi a hanya akan memperol eh sedi ki t pengetahuan, manakal a manusi a berpal i ng dari apa yang di wari skan bahasa, dan hanya mau memi ki rkan bahasa sebagai bentuk. 16
Bahasa dal am pi ki ran Gadamer merupakan perantara tempat peri sti wa real i tas tersembunyi , dan di wari skan. Kebahasaan pengal aman yang di rasakan dal am kehi dupan sehari -hari menyi ratkan, bahwa pengal aman ti dak mendahul ui bahasa, tetapi pengal aman terjadi di dal am dan mel al ui bahasa. Manusi a adal ah bagi an dari bahasa, atau juga manusi a mengambi l bagi an di dal am bahasa. Manusi a secara de fact o ti dak memi l i ki dan ti dak mengendal i kan bahasa, tetapi mempel ajari dan menyesuai kan di ri pada cara-cara bahasa. 17
Persoal an yang mengi ri ngi pemahaman bahasa seperti konsep di atas, bukan terl etak pada persoal an kekakuan bahasa, tetapi karena memang das sei n sel bst yang ni scaya mengungkapkan di ri mel al ui kata-kata. Pi ki ran manusi a ni scaya di sesuai kan pada das sei n sel bst , dan manusi a membahasa juga sebagai mana tuntutan das sei n sel bst .
16 Poespoprodjo, I nt er pr et asi , hl m. 113-114 . 17 Ibi d., hl m. 115
Bahasa dal am konteks pi ki ran meni scayakan manusi a, bahwa bahasa bukan sesuatu yang membel enggu manusi a. Akan tetapi , suatu transparansi di dal am das sei n yang memungki nkan manusi a mengadakan perl uasan secara ti dak terbatas. Hal i tupun bergantung pada keterbukaan seseorang terhadap tradi si yang di wari skan bahasa. Sel uruh pemahaman tentang bahasa, real i tas dan pi ki ran di atas, sekal i l agi membawa pada pernyataan Gadamer yang terkenal , Ada yang dapat di pahami adal ah bahasa ( Sei n, das ver st anden war den kann, i st Spr ache ). 18
Akti vi tas berpi ki r yang di l akukan ol eh seti ap i ndi vi du-manusi a seti daknya dapat membantu menyel esai kan seti ap peri sti wa real i tas. Akti vi tas berpi ki r pada dasarnya membi arkan real i tas terjadi sebagai peri sti wa bahasa, karena real i tas merupakan sumber dan asal -mul a pi ki ran, wal aupun manusi a senanti asa sudah berada di dal am si tuasi i nterpretasi tertentu. Al ur berpi ki r seperti di atas membawa konsekuensi bahwa seorang pemi ki r, atau i l muwan seharusnya berfungsi untuk menjaga terjadi nya geschehen secara apa adanya. Hal i ni berarti seti ap pemi ki r atau manusi a pada umumnya keti ka berhadapan dengan real i tas bukanl ah berti ndak sebagai penguasa, tetapi menjadi pengawal real i tas. Peran tersebut akan dapat di jal ankan dengan bai k manakal a ada kesamaan asumsi , bahwa berpi ki r sesungguhnya merupakan suatu respon terhadap real i tas yang menerpa di ri manusi a seti ap saat.
18 Ibi d., hl m. 94 Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 877 Sel uruh urai an mengenai bahasa, real i tas dan pi ki ran dal am perspekti f Gadamer, tampaknya perl u di jel askan mel al ui contoh beri kut i ni . Keti ka Presi den Cl i nton berkuasa, i a pernah mel akukan kunjungan ke suatu desa di negara bagi an Ameri ka seri kat. Ada satu peri sti wa menari k untuk di cermati di sel a-sel a kunjungannya di suatu desa tersebut. Seorang nenek ti ba-ti ba mendekati Presi den Cl i nton, dan tanpa di duga sebel umnya, si nenek tersebut l angsung menci um pi pi Cl i nton. Mendapat ci uman spontan tersebut Cl i nton seketi ka i tu juga hanya terpaku, terperanjat, dan ti dak mel akukan reaksi apapun. Beberapa meni t kemudi an Cl i nton baru bereaksi dengan menyunggi ngkan senyum, dan memel uk sang nenek dengan penuh keharuan, dan keakraban. Pengal aman Cl i nton sesungguhnya merupakan contoh yang sangat bai k untuk mengi l ustrasi kan hubungan antara bahasa, real i tas dan pi ki ran. Keti ka Cl i nton terpaku, dan ti dak mel akukan reaksi apapun pada saat di ci um si nenek, i tul ah yang di maksudkan Gadamer, bahwa akti vi tas pertama manusi a sebenarnya adal ah mendengarkan, memahami apa kata suara real i tas (peri l aku si nenek). Cl i nton memberi kan senyum dan memel uk sang nenek, i tu juga yang di maksudkan Gadamer, bahwa kegi atan membahasa manusi a pada haki katnya untuk menjawab panggi l an raeal i tas. Ol eh karenanya akti vi tas berpi ki r, dan berkata-kata seharusnya untuk mengkatakan real i tas, sebagai mana tuntutan real i tas i tu sendi ri , yang seti ap saat menerpa di ri manusi a. Model berpi ki r objek mengarah pada subjek yang tel ah di jel askan di atas realitas terarah pada sang subjek tel ah di perkenal kan dengan sangat bai k ol eh Immanuel Kant. Revol usi pemi ki ran yang di hasi l kan Kant di sebutnya sebagai revol usi koper ni kan. Isti l ah tersebut teri nspi rasi ol eh revol usi yang di l akukan ol eh Coperni cus, suatu perubahan di bi dang astronomi , bahwa bumi l ah yang berputar mengel i l i ngi matahari dan bukan sebal i knya. Demi ki an pul a hal nya dengan Kant, i a mau memahami real i tas dengan berpangkal dari asumsi , bahwa objekl ah yang mengarahkan di ri pada si subjek, dan bukan sebal i knya seperti yang di pahami ol eh para fi l suf sebel um Kant. 19
Revol usi koper ni kan di mungki nkan terjadi dengan di temukannya 12 ant ene akal yang bi sa mewadahi segal a peri sti wa real i tas (geschehen). Itu berarti bahwa berpi ki r dengan skema objek- subjek bukanl ah hal pertama perbuatan manusi a, tetapi justru sesuatu yang menerpa di ri manusi a i tul ah sebagai hal pertamanya, keti ka real i tas mengungkapkan di ri kepada di ri manusi a. 20
Skema berpi ki r al a Kanti an i ni sebenarnya membawa konsekuensi bahwa real i tas bukanl ah hasi l pi ki ran. Akti vi tas berpi ki r ti dakl ah sal ah kal au kemudi an di katakan, bahwa sesungguhnya merupakan respon bal i k terhadap ungkapan di ri -real i tas. Kegi atan membahasa yang di l akukan manusi a juga dal am rangka
19 Howard Wi l l i ams, Fi l safat Pol i t i k Kant , (Surabaya - Jakarta : JP-Press dengan DPP IMM, 2003), hl m.5-6. 20 Ri zal Mustansyi r, Fi l safat Anal i t i k Sej ar ah, Per kembangan, dan Per anan par a Tokohnya, (Jakarta : Raja Grafi ndo Persada , 1987), hl m. 29-30 Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 878 memberi kan jawaban terhadap panggi l an real i tas, sehi ngga akti vi tas berpi ki r dan berkata-kata jel as untuk meng-kata-kan real i tas. Real i tas dengan demi ki an dapat tampi l ke permukaan, dan di pahami keti ka tel ah terjadi peng-kata-an real i tas ol eh manusi a. Ti ada pi ki ran dan bahasa tanpa real i tas dan ti ada real i tas tanpa pi ki ran dan bahasa. 21
Model berpi ki r al a Kanti an, yai tu objek terarah kepada subjek, atau juga real i tas terarah kepada sang subjek. Real i tas keti ka terarah kepada sang subjek, semesti nya si subjek merespons dengan membahasakan real i tas apa adanya, sebagai mana real i tas mengungkapkan di ri kepada sang subjek. Persoal an membahasakan real i tas ol eh sang subjek seri ngkal i terjadi di storsi , antara real i tas yang mengkatakan di ri kepada subjek dengan pembahasaan si subjek sebagai jawaban terhadap pengungkapan di ri real i tas tersebut. Di storsi yang di maksud acapkal i terjadi di dal am medi a, atau tel ah terjadi pol i ti sasi medi a.
Hegemoni dan Politisasi Media Di skursus tentang medi a hampi r pasti ti dak dapat di pi sahkan dari kepenti ngan yang ada di bal i k medi a tersebut. Kepenti ngan yang menggel ayuti sepak terjang medi a pal i ng ti dak ada dua faktor, yai tu kepenti ngan ekonomi (economi c i nt er est ) dan kepenti ngan kekuasaan (power i nt er est ). Dua kepenti ngan i tul ah yang i kut menentukan i si medi a, i nformasi yang
21 Khai di r Anwar, Fungsi dan Per anan Bahasa sebuah Pengant ar , (Yogyakarta : Gadjah Mada Uni versi ty Press, 1990), hl m. 85-87
di saji kan, dan makna yang di tawarkan ol eh suatu medi a. Kuatnya cengkeraman kepenti ngan ekonomi dan kekuasaan di si nyal i r ol eh banyak pengamat tel ah menjadi kan medi a sul i t untuk bersi kap jujur, adi l , objekti f, dan terbuka. Informasi yang di suguhkan pun berpotensi meni mbul kan persoal an objekti vi tas pengetahuan yang seri us pada medi a i tu sendi ri . Kepenti ngan ekonomi dan kekuasaan pol i ti k betul -betul menentukan apakah i nformasi yang di si arkan ol eh sebuah medi a mengandung kebenaran (t r ut h), atau kebenaran pal su (pseudo-t r ut h). Apakah i nformasi yang di saji kan memuat unsur objekti vi tas, atau subjekti vi tas. Apakah komuni kasi yang coba di bangun ol eh sebuah medi a bersi fat adi l , atau berpi hak. Apakah i nformasi yang tersaji merepresentasi kan fakta, atau sebal i knya memel i nti r fakta. Apakah menggambarkan real i tas atau justru mensi mul asi real i tas. 22
Kehi dupan masyarakat keti ka bersi nggungan dengan suatu medi a sangat sul i t menghi ndar dari kepungan dua kepenti ngan utama medi a tersebut. Masyarakat seri ngkal i di (ter) posi si kan sebagai komuni tas yang pasi f, yang ti dak mempunyai kekuasaan dal am membangun, dan menentukan i nformasi di ranah publ i k (publ i c spher e) mi l i k mereka sendi ri . Medi a, di satu pi hak akan menjel ma menjadi perpanjangan tangan suatu rezi m tertentu dengan menguasai
22 Yasraf Ami r Pi l i ang, Posr eal i t as: Real i t as Kebudayaan dal am Er a Posmet afi si ka, (Yogyakarta : Jal asutra, 2004), hl m. 133-134 . Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 879 ruang publ i k. Hal i ni akan terjadi keti ka ranah publ i k di kuasai ol eh pol i ti k i nformasi , atau pol i ti sasi i nformasi , yang menjadi kan i nformasi sebagai al at kekuasaan pol i ti k. Medi a, di l ai n pi hak keti ka di kuasai ol eh kekuatan ekonomi , medi a akan menjadi al at kepenti ngan mencari keuntungan yang sebesar- besarnya, dengan cara mengekspl oi tasi ruang publ i k, sebagai satu pri nsi p dasar dari kapi tal i sme. Medi a sebagai sebuah di scour se tentu akan membahas pul a bahasa yang di gunakan di dal amnya, pengetahuan yang mel andasi nya, serta bentuk kepenti ngan, dan kekuasaan yang bermai n di bal i k bahasa, dan pengetahuan tersebut. Penel aahan medi a, dengan demi ki an berarti akan menguak pul a i deol ogi yang membentuknya, dan pada gi l i rannya mempengaruhi bahasa (gaya, ungkapan, kosakata, tanda) yang di gunakan, dan pengetahuan (keadi l an, kebenaran, real i tas) yang di hasi l kannya. 23
Wacana mengenai medi a dal am konteks kepenti ngan yang mengi ri ngi nya, susah mel epaskan di ri dari berbagai paradoks pengetahuan yang di hasi l kannya. Paradoks-paradoks tersebut acapkal i bermuara pada persoal an objekti vi tas - subjekti vi tas, kebenaran -kepal suan, real i tas - si mul akra, fakta - rekayasa, transparansi - kekaburan, kejujuran - kepal suan, keadi l an - keberpi hakan. Berbagai paradoks pengetahuan i ni muncul keti ka medi a menjadi bagi an dari sebuah si stem i deol ogi , (i deol ogi ekonomi ataupun pol i ti k) dan si stem kekuasaan. Kedua si stem i tul ah yang sangat menentukan arah perkembangan
23 Ibi d., hl m. 134 suatu medi a, yang acapkal i mengabai kan kepenti ngan publ i k yang l ebi h l uas. Medi a dengan berbagai macam bentuk yang di tawarkan sesungguhnya grafi k perkembangannya di kendal i kan ol eh dua kepenti ngan utama di atas (kepenti ngan ekonomi dan pol i ti k). Dua kepenti ngan tersebut tel ah mengubur dal am-dal am makna objekti vi tas, kebenaran, keadi l an. Untai an makna sebagai bagi an kepenti ngan publ i k tel ah di kal ahkan ol eh subjekti vi tas, kesemuan, dan permai nan bahasa (l anguage game). Medi a bol eh jadi mencoba untuk merepresentasi kan peri sti wa secara objekti f, jujur, adi l , transparan. Akan tetapi , berbagai bentuk tekanan dan kepenti ngan i deol ogi s tersebut di atas, tel ah menyebabkan medi a terperangkap ke dal am pol i ti sasi medi a (subjekti vi tas, kepal suan, keti dakadi l an, dan keberpi hakan). 24
Konsep Hegemoni Pembahasan mengenai pol i ti k medi a, atau pol i ti sasi medi a terkai t erat dengan konsep dasar i deol ogi yang mewarnai suatu medi a, terutama konsep hegemoni . Hegemoni dal am pengerti an tradi si onal , memi l i ki arti sebagai si stem kekuasaan, atau domi nasi pol i ti k. Isti l ah tersebut dal am tradi si Marxi sme di perl uas ke arah pengerti an hubungan kekuasaan di antara kel as- kel as sosi al , khususnya kel as berkuasa (r ul i ng cl ass). Pemahaman dan penerapan konsep hegemoni tampak jel as bahwa,baik dalam Marxisme maupun tradisi sebelumnyaistil ah tersebut
24 Ibi d., hl m. 135. Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 880 di gunakan untuk menjel askan fenomena kekuasaan pol i ti k. 25
Antonio Gramsci seorang pemikir Italia mengembangkan pengerti an hegemoni secara l ebi h l uas dan mendal am. Kata hegemoni dal am perspekti f Gramsci ti dak hanya di gunakan untuk menjel askan rel asi antar kel as pol i ti k (r ul i ng cl ass), tetapi juga mengungkapkan rel asi sosi al yang l ebi h l uas, termasuk rel asi komuni kasi dan medi a. Konsep hegemoni di sampi ng menjel askan domi nasi pol i ti k l ewat kekuatan, tetapi yang l ebi h penti ng mel al ui kepemi mpi nan i ntel ektual dan moral . 26
Gramsci berpendapat bahwa domi nasi kekuasaan di perjuangkan di sampi ng dengan kekuatan senjata, juga mel al ui peneri maan publ i k. Peneri maan publ i k yang di maksud Gramsci , yai tu di teri manya i de kel as berkuasa ol eh masyarakat l uas, yang di ekspresi kan mel al ui apa yang di sebut sebagai mekanisme opini publikkhususnya l ewat medi a massa (koran, tel evi si dan sebagai nya). 27
Pembentukan opi ni publ i k, ol eh sebab i tu merupakan hal yang sangat sentral dal am pri nsi p hegemoni , yang memerl ukan medi asi berupa ruang publ i k. Dal am kai tannya dengan penci ptaan ruang publ i k i ni , Gramsci menganggap penti ng adanya i nsti tusi , yang berperan dal am mengembangkan dan menyebarl uaskan hegemoni
25 John C. Rai nes, M ar x Tent ang Agama, (Jakarta : Teraju, 2003), hl m. xxvi i -xxvi i i
26 Peter Bei l harz, Teor i -Teor i Sosi al Obser vasi Kr i t i s t er hadap Par a Fi l osof Ter kemuka, (Yogyakarta : Pustaka Pel ajar, 2002), hl m. 205-206. 27 Ibi d., hl m. 207 i deol ogi . Gramsci menyebut i nsti tusi dan strukturnya sebagai al at hegemoni , seperti sekol ah, masji d, gereja, medi a massa. Sesuai dengan namanya, al at hegemoni i ni dapat di gunakan untuk mensosi al i sasi kan dan mempertahankan i de-i de, atau i deol ogi hegemoni k. 28
Media massa sebagai sebuah bagi an dari ruang publ i k, yang di dal amnya bahasa dan si mbol -si mbol diproduksi dan disebarluaskantidak di l i hat ol eh Gramsci sebagai sebuah al at hegemoni yang bersi fat pasi f semata. Medi a massa membentuk sebuah ruang tempat berl angsungnya perang bahasa, atau perang si mbol untuk memperebutkan peneri maan publ i k atas gagasan i deol ogi s yang di perjuangkan. Suatu i de hegemoni k pasti akan mendapatkan tantangan dari berbagai hegemoni tandi ngan l ai nnya. 29
Dal am upaya memperebutkan peneri maan publ i k, kekuatan bahasa dan kekuatan si mbol mempunyai peranan yang sangat penti ng di dal am pri nsi p hegemoni . Gramsci mel i hat bahwa, makna (meani ng) dan ni l ai (val ue) domi nan yang di hasi l kan (l ewat berbagai medi a), sangat menentukan pembentukan proses domi nasi sosi al i tu sendi ri . Meski pun demi ki an di dal am pri nsi p hegemoni , bahasa, makna, dan ni l ai domi nan tersebut ti dak pernah berada dal am kondi si stabi l . Ia sel al u di pertanyakan, di gugat, di tentang dan
28 Ami r Pi l i ang, Posr eal i t as, hl m. 136. 29 Peter Bei l harz, Teor i -Teor i Sosi al obser vasi kr i t i s t er hadap par a fi l osof t er kemuka, (Yogyakarta : Pustaka Pel ajar, 2002), hl m. 203.
Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 881 di l awan l ewat berbagai bentuk perjuangan pol i ti k pertandaan. 30
Pri nsi p hegemoni , dengan demi ki an, di bangun di atas sebuah l andasan demokrasi yang terbentuk antara kel ompok berkuasa, dan kel ompok yang di kuasai , sehi ngga terci ptal ah sebuah masyarakat si pi l . Pandangan hi dup kel as yang di kuasai , di dal am masyarakat si pi l tersebut, bukanl ah pandangan hi dup kel as hegemoni yang di paksakan secara pasi f (coer si ve). Akan tetapi , merupakan arti kul asi dari berbagai pandangan hi dup yang ada dari berbagai kel ompok sosi al , kemudi an di satukan ol eh sebuah pri nsi p arti kul asi , yang konduktornya adal ah kel as hegemoni . Pri nsi p hegemoni yang berl andaskan pada masyarakat si pi l yang demokrati s, ti dak pernah berhenti membentuk di ri nya. Hal i ni di sebabkan karena berbagai kel ompok sosi al yang tersubordi nasi secara konti nyu, menol ak l uki san di ri mereka yang di gambarkan ol eh i deol ogi domi nan. Tujuannya sudah pasti terbayang, bahwa kel as hegemoni mengi ngi nkan agar sel al u dapat memenangkan peneri maan publ i k. Media massasebagai bagian dari alat hegemonidengan bercermin pada konsep hegemoni tersebut di atas, membentuk sebuah ruang bersama dengan alat hegemoni tandinganyang di dal amnya terjadi perebutan hegemoni yang ti ada henti , dengan gagasan i deol ogi di menangkan, di tentang, atau di rubah dal am sebuah proses persai ngan yang demokrati s. Itu berarti medi a
30 Ri si eri Frondi zi , Pengant ar Fi l safat N i l ai , (Yogyakarta : Pustaka Pel ajar, 2001), hl m. 129
mempunyai tugas untuk sel al u menyerap, dan mengarti kul asi kan berbagai kepenti ngan, dan i deol ogi l ai n yang ada di dal am masyarakat, agar medi a mendapatkan peneri maan publ i k yang l ebi h l uas. Ji ka ti dak, medi a akan di anggap sebagai al at kekuasaan semata, bukan sebagai al at hegemoni yang demokrati s. Proses perebutan hegemoni secara demokrati s, khususnya l ewat medi a, seperti yang di katakan Gramsci , tampaknya akan menjadi sebuah si tuasi i deal , bi sa pul a utopi s. Apa yang di bayangkan Gramsci dal am kenyataannya sul i t untuk di capai di dal am pol i ti k medi a, dan pol i ti k i nformasi tanpa menggunakan pemaksaan atau kekerasan. Seti daknya pemaksaan atau kekerasan (berupa tri k, rekayasa) yang hal us dan tak tampak, yang di sebut kekerasan si mbol i k.
Kekerasan Simbolik Kepenti ngan i deol ogi s medi a muncul keti ka segal a i nformasi yang di sampai kan medi a (duni a representasi ), tatkal a di kai tkan dengan kenyataan sosi al (duni a nyata), memuncul kan berbagai probl emati ka i deol ogi s dal am kehi dupan sosi al dan budaya. Pertanyaan yang perl u di ajukan sehubungan dengan pernyataan di atas, apakah medi a merupakan cermi n atau refl eksi dari real i tas ? Atau, apakah medi a menjadi cermi n dari separuh real i tas, dan menjadi topeng bagi separuh real i tas l ai nnya ? Apakah medi a mel uki skan real i tas, atau sebal i knya mendi storsi real i tas ? Medi a keti ka di kendal i kan ol eh berbagai kepenti ngan i deol ogi s di bal i knya, maka medi a seri ngkal i Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 882 di posi si kan sebagai perumus real i tas sesuai dengan i deol ogi yang mewarnai nya. Beroperasi nya i deol ogi di bal i k medi a, ti dak dapat di pi sahkan dari mekani sme ketersembunyi an dan keti daksadaran, yang merupakan keberhasi l an dari suatu i deol ogi . Dengan perkataan l ai n sebuah i deol ogi i tu menyusup, dan menanamkan pengaruhnya vi a medi a secara tersembunyi , dan i deol ogi merubah pandangan seti ap orang secara ti dak sadar. Berbagai mekani sme beroperasi nya i deol ogi di dal am medi a, dapat di petakan sebagai beri kut: Pertama, mekani sme oposi si bi ner, yai tu mekani sme penci ptaan di stri busi makna si mbol i k berdasarkan si stem kategori pasangan, yang bersi fat pol ari sti k dan kaku. Seti ap hal di general i si r dan di redusi r sedemi ki an rupa, sehi ngga hanya dapat berada pada satu kutub (makna si mbol i k) yang ekstri m, atau pada kutub ekstri m yang l ai n. Pi l i han tanda, kode, makna, dan bahasa ti dak akan pernah ada. Yang ada hanya pi l i han hi tam-puti h. 31
Mesi n-mesi n bi ner i ni , bi asanya di gunakan ol eh sebuah si stem kekuasaan yang represi f dan total i ter. Tujuannya menci ptakan segmentasi kul tural secara kaku, dengan berbagai cara. Mesi n bi ner i ni memproduksi berbagai oposi si bi ner. Oposi si bi ner kel as sosi al (penguasa- rakyat); oposi si bi ner seks (wani ta-pri a); oposi si bi ner i deol ogi (pancasi l a- anti pancasi l a); oposi si bi ner ras (kul i t puti h-kul i t hi tam); dan sebagai nya. 32
Mesi n-mesi n bi ner i ni dul u di terapkan dal am si stem pol i ti k medi a,
31 Ami r Pi l i ang, Posr eal i t as, hl m. 138 32 Ibi d., hl m. 139. dan pol i ti k i nformasi orde baru. Mi sal nya pancasi l a - anti pancasi l a; pembangunan - anti pembangunan; komponen bangsa - kel ompok ti dak bertanggung jawab; nasi onal i s - si sa-si sa G 30 S PKI; demokrati s - fundamental i s; negara kesatuan - organi sasi tanpa bentuk; aparat negara - gerakan pengacau keamanan. Kedua, mesi n-mesi n oposi si bi ner menghasi l kan resi du berupa mekani sme paral ogi sme, dan kekerasan si mbol i k di dal am medi a. Hal i ni di sebabkan kel as domi nan sel al u mengi denti fi kasi di ri mereka sebagai mul i a, bai k, benar. Sementara orang-orang yang di kuasai atau di musuhi sebagai buruk, jahat, bersal ah, subversi f, kri mi nal . Kecenderungan pembenaran di ri sendi ri semacam i ni keti ka di arti kul asi kan di dal am medi a, mel ahi rkan sebuah medi a yang dal am teori pol i ti k i nformasi di sebut sebagai kekerasan simbolik. Sebuah bentuk kekerasan yang hal us dan tak tampak, yang menyembunyi kan suatu pemaksaan domi nasi . 33
Kekerasan si mbol i k ti dak saja di l i hat sebagai bentuk domi nasi bahasa vi a medi a, tetapi suatu bentuk domi nasi yang ti dak di akui ol eh publ i k, meski pun secara de fact o di akui secara l egi t i mat e. Mekani sme kekerasan si mbol i k memuncul kan rel asi komuni kasi yang sal i ng bertautan dengan rel asi kekuasaan. Hegemoni sebuah si stem kekuasaan di pertahankan dengan mendomi nasi produksi , dan i nterpretasi terhadap medi a, bahasa, dan makna yang beroperasi di dal amnnya. Babak akhi r dari i tu semua adal ah menci ptakan
33 Ibi d., hl m. 139-140
Bahasa Dan Hegemoni Kekuasaan Ainur Rahman Hidayat KARSA, Vol. IX No. 1 April 2006 883 pertandaan, dan pemaknaan yang serba tunggal . Kekerasan, tri k dan rekayasa dal am suatu medi a acapkal i berl angsung secara sembunyi , dan memang jarang tampi l di permukaan, sehi ngga publ i k ti dak merasakannya sebagai sebuah kekerasan si mbol i k.
Penutup Bahasa merupakan keterbukaan manusi a terhadap real i tas, ol eh karena i tu hal pertama perbuatan manusi a adal ah memahami apa kata real i tas. Kegi atan membahasa yang di l akukan manusi a sesungguhnya dal am rangka merespons panggi l an real i tas, sehi ngga akti vi tas berpi ki r, dan berkata-kata jel as untuk meng-kata-kan real i tas. Medi a sebagai sal ah satu wahana meng-kata-kan real i tas secara objekti f, jujur, adi l , transparan, acapkal i terbentur ol eh berbagai bentuk tekanan, dan kepenti ngan i deol ogi s. Hal i ni menyebabkan medi a terperangkap ke dal am pol i ti sasi medi a (subjekti vi tas, kepal suan, keti dakadi l an, dan keberpi hakan). Domi nasi kekuasaan di perjuangkan di sampi ng dengan kekuatan senjata, juga mel al ui peneri maan publ i k. Kekuatan bahasa dan kekuatan si mbol dal am pri nsi p hegemoni vi a medi a mempunyai peranan yang sangat penti ng dal am upaya memperebutkan peneri maan publ i k. Bentuk domi nasi bahasa vi a medi a i tul ah yang memuncul kan kekerasan si mbol i k yang seri ngkal i ti dak di sadari ol eh publ i k, tetapi justru, de fact o di akui secara l egi t i mat e. Hegemoni sebuah si stem kekuasaan, ol eh karenanya di pertahankan dengan menci ptakan pertandaan, dan pemaknaan yang serba tunggal . Wa Allh alam bi al-sawb