Professional Documents
Culture Documents
4
Dipahami dari hadits tersebut bahwa jika seseorang shalat menghadap ke arah timur, maka
ia belum menjadi seorang muslim seutuhnya hingga ia shalat menghadap kiblat kaum
Muslimin, dan bagaimana jika mereka meninggalkan shalat secara total!?.
Dan dari Anas bin Malik ra. berkata: "bahwasanya Rasulullah saw.
apabila menyerang suatu kaum bersama kami, beliau tidak menyerbu hingga beliau
mengamati dan memperhatikan, apabila ia mendengar suara adzan, beliau
menghentikan penyerangan, jika tidak, beliau terus menyerbu mereka." (HR. Al-
Bukhari).
Dan dari Isham Al-Muzniy ra., beliau berkata: "Bahwasanya Rasulullah
saw. apabila mengutus seorang mata-mata, beliau mengatakan: "apabila kalian
melihat mesjid, atau mendengar seruan adzan, maka janganlah kalian membunuh
seseorang".
12. Shalat adalah Jalan Orang-orang Mukmin, dan Simbol Aliran Allah
yang Beruntung , dan Pengikut-Nya yang Dirahmati
5
Karena sesungguhnya syariat yang mulia menganjurkan kita untuk senantiasa memandang
siapa yang berada di atas kita dalam hal ibadah, sebagaimana yang diriwayatkan dari
Rasulullah dalam sabdanya: “Lihatlah orang yang berada di bawah kamu dalam hal keduniaan, dan
lihatlah orang di atas kamu dalam hal keagamaan” (Hadits). Dan Allah SWT. berfirman: "Dan
Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan
suara pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang yang lengah". Kemudian
Allah SWT. menegaskan tentang anjuran berdzikir serta memberi motivasi untuk senantiasa
berdzikir, yaitu lewat apresiasi yang diberikan kepada Malaikat yang senantiasa bertasbih
siang dan malam, tanpa rasa lelah. Kemudian Allah SWT. berfirman: ”Sesungguhnya orang-
orang yang ada di sisi Tuhanmu tidak merasa enggan untuk menyembah Allah dan mereka
menyucikan-Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud". Maksud dari ayat tersebut adalah
sudah sepatutnya bagi kita untuk meneladani mereka (malaikat) dalam hal pengabdian
kepada Allah dimana mereka memperoleh derajat yang tinggi dalam urusan ibadah.
Nya: "Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu
sekalian tidak mengerti tasbih mereka (Al-Isra’ [17]: 44).
Shalat juga diwajibkan atas Jin sebagaimana diwajibkan atas manusia.
Allah SWT. berfirman: “Tiadalah aku menciptakan manusia dan jin kecuali hanya
untuk menyembah kepada-Ku” (Adz-Dzâriyât [51]: 56). Syekh Islam, Ibnu
Taimiyah menjelaskan bahwa ibadah-ibadah ushul (pokok) dan furu' (cabang)
juga diwajibkan atas Jin sesuai dengan keadaan mereka, akan tetapi mereka
berbeda dengan manusia dari segi batasan-batasan dan hakikat, jadi apa yang
diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT. atas jin berbeda dengan apa
yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT. atas manusia, meskipun
mereka memiliki kesamaan dari segi jenis kewajiban perintah dan larangan,
halal dan haram.6
Malaikat juga melaksanakan shalat sebagaimana yang dijelaskan oleh
Allah dalam Al-Qur’an: "Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka
(malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari,
sedang mereka tidak jemu-jemu." (Fushshilat [41]: 38). Kemudian Allah juga
menceritakan ungkapan-ungkapan mereka di dalam Alqur’an: "dan
sesungguhnya Kami benar-benar bershaf-shaf (dalam menunaikan perintah Allah)"
(Ash-Shâffât [37]: 165).
Dan kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabatnya: "Tidakkah
kalian ingin memiliki sifat seperti sifat malaikat pada Tuhannya?", kemudian
Rasulullah menceritakan bagaimana Allah SWT. mensucikan para malaikat,
Beliau berkata: “Mereka menyempurnakan shaf pertama dan shaf-shaf berikutnya,
dan mereka merapatkan barisan” (HR. Al-Bukhari).
Allah SWT. telah memuliakan umat manusia atas umat-umat yang lain
dengan "menjadikan shaf mereka seperti shaf para malaikat", sebagaimana
yang dijelaskan dalam kitab Shahih Muslim.
Diriwayatkan oleh Hakim Bin Hizam ra. beliau berkata: “Ketika
Rasulullah SAW berada di tengah-tengah para sahabatnya, beliau berkata:
“Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?", Mereka menjawab: "Kami
6
Majmu'ul Fatâwa, Jld. I h. 133
tidak mendengar apa-apa", lalu Rasulullah berkata: “Aku mendengar langit
bergemuruh dan sudah sepantasnya bergemuruh dan tidak ada tempat sejengkal
(tangan) pun, melainkan ada malaikat yang senantiasa sujud atau berdiri (Hadits
Shahih).
Rasulullah saw. juga berkata: “Sungguh aku melihat apa yang tidak kalian
lihat, dan aku mendengar apa yang tidak kalian dengar, langit berbunyi dan sudah
sepantasnya berbunyi, tidak ada tempat kosong melebihi 4 jari-jari melainkan para
malaikat meletakan dahi mereka sujud karena Allah semata ” (Hadits Shahih).
Dan tentang peristiwa Isra', Rasulullah saw. berkata: “...Maka aku
dibawa menuju Baitul Ma’mur, dan aku bertanya pada Jibril, Jibril berkata:
"ini adalah Baitul Ma’mur dimana setiap hari 70.000 malaikat shalat di dalamnya,
dan jika mereka keluar mereka tidak akan kembali lagi ke dalamnya” (HR. Al-
Bukhari).
Dan Rasulullah SAW berkata: “Jibril turun kepadaku, dan dia mengimamiku,
lalu aku shalat bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya, kemudian aku shalat
bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya",
beliau (Rasulullah) menghitung dengan jari-jarinya sampai lima kali shalat”.
(HR. Al-Bukhari).
Dan mereka (malaikat) juga shalat bersama orang-orang mukmin,
Rasulullah saw. bersabda: “Ketika Imam mengucapkan 'amiin', mereka (malaikat)
juga mengucapkan 'amiin', karena barangsiapa yang 'amiinnya' sesuai dengan
'amiinnya' para malaikat, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Al-
Bukhari).
Dan mereka (malaikat) juga hadir pada shalat jum’at bersama orang-
orang mukmin, Rasululllah SAW bersabda: “Jika hari Jum’at tiba, di setiap
pintu-pintu mesjid terdapat malaikat, mereka menulis nama-nama orang yang
pertama datang dan yang berikutnya, dan jika Imam telah duduk mereka
mengelilingi shaf dan ikut mendengarkan dzikir” (HR. Al-Bukhari).
dijerumuskan oleh kepentingan duniawi atau terbebani oleh urusan dunia, namun ia tetap
berada dalam naungan Allah SWT., dan inilah rahasia firman Allah: "Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan
shalat" (An-Nûr [24]: 37)
8
Al-Arkan Al-Arba'ah h. 49
17. Shalat; Ketenangan, Kebahagian dan Penyejuk Hati
9
Di dalam shalat terdapat obat atas berbagai macam penyakit jiwa, seperti 'perasaan resah
dan cemas'. Allah SWT. berfirman: "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya," (Al-
Ma'ârij [70]: 19-23). Dan seperti 'perasaan bersalah'; Islam telah menawarkan obat yang
mampu menghilangkan penyakit kronis tersebut. Allah SWT. berfirman: "Dan dirikanlah
shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang senantiasa mengingat." (Hûd [11]: 114). Shalat
merupakan penebus kesalahan yang mensucikan dari berbagai dosa. Shalat juga menutupi
segala bentuk kekurangan, dimana orang-orang yang mendirikan shalat memiliki derajat
yang sama di sisi Tuhan, dan hanya taqwa yang membedakan mereka. Mereka senantiasa
mengikuti ajaran Allah yang penuh kemenangan di setiap tempat dan waktu. Mereka yang
mengatakan: "keselamatan bagi kami dan bagi hamba-hamba-Nya yang shaleh", yang
menumbuhkan dalam jiwa mereka cita-cita dan keyakinan dan senantiasa bersama para
hamba-hamba Allah yang shaleh dan para pelindung-Nya yang bertaqwa.
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat
kepada-Nya. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram." (Ar-Ra’d [13]: 27-28). Shalat dipenuhi dengan dzikir dan
penyembahan kepada Allah. Dengannya, jiwa akan menjadi lapang dan
segala kesulitan akan hilang. Maka, bagi siapa yang merenungkan firman
Allah, "Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit
disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu
dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat)" (Al-Hijr [15]: 97-
98), ia akan memperoleh nikmat tersebut.
Sungguh, bagi siapa yang menunaikan shalat dengan benar, ia akan
senantiasa merasa kehilangan ketika dia terlupa darinya, dan merasa ada
beban berat dititipkan padanya. Maka, saat itu dia akan berusaha menjadi
orang yang tekun, tenang dan senantiasa berharap tidak akan pernah
melalaikannya lagi. Bahkan, shalat akan menjadi penyejuk, penikmat jiwa
dan surga hatinya dan hidup damai di dunia. Tanpa shalat, ia akan merasa
sempit bagai dalam penjara dan akan merasa lapang ketika dia telah berhasil
menunaikannya. Ia akan merasakan kedamaian jiwa hingga enggan berpaling
darinya.
Para pecinta shalat mengatakan: "Kita shalat, dan merasakan ketenangan
dengan shalat", sebagaimana yang dikatakan oleh imam, suri teladan dan nabi
kita Muhammad saw. kepada muadzzin-nya Bilal ra.: "Ya Bilal! dirikanlah
shalat, damaikan kami dengannya" (Hadits Shahih).
Dan Nabi saw. bersabda, "Dan aku menjadikan shalat sebagai penyejuk
jiwaku" (Hadits Shahih). Dan tiada yang lebih indah di dalam jiwa orang yang
mencinta melebihi indahnya (kurratu ain) ketenangan jiwa".10
Oleh karena itu, shalat merupakan hal yang paling dirindukan oleh
setiap insan. Dia mempengaruhi segala bentuk cinta dalam diri manusia.
10
Bisa anda bayangkan bagaimana nikmatnya hati para pendiri shalat dan bahagianya ketika
mengetahui bahwa Allah mencintainya setiap kali ia membaca bagian ayat dari surah al-
Fatihah : "hamdanî abdî" (hambaku memujaku), "majjadanî abdî" (hambaku mengagungkanku),
hingga ketika ia memohon petunjuk menuju jalan yang lurus Allah menjawab: "hâdzâ li abdî,
wa liabdî mâ sa'alah" (ini untuk hambaku, dan bagi hambaku atas apa yang mereka minta).
Bahkan, orang-orang Musyrik pun mengakui bagaimana pengorbanan jiwa
dan hidup mereka di jalannya. Dalam sebuah hadits dikatakan: Dari Jabir ra.,
beliau berkata:"Kami memerangi salah satu kaum Juhainah bersama Rasulullah
saw., dan mereka berperang dengan sangat dahsyat".
Dan dalam hadits, mereka – orang-orang Musyrik – berkata: "Sungguh,
mereka akan mencintai shalat mereka melebihi cinta mereka terhadap anak-anak
mereka".
Dan ketika shalat menjadi penyejuk jiwa Rasulullah saw., beliau
senantiasa memperpanjang shalatnya dan bertahajjud, bahkan beliau tidak
sanggup memisahkan diri darinya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, dari Hudzaifah ra. berkata: "Suatu
malam, saya shalat bersama Rasulullah saw., Beliau memulai dengan surah Al-
Baqarah dan rukuk pada ayat ke 100 hingga selesai, dan beliau membacanya dalam
satu raka'at hingga selesai kemudian rukuk, kemudian memulai lagi dengan surah
An-Nisa dan memulai lagi dengan Al-Imran, beliau membacanya pelan-pelan.
Apabila sampai pada ayat-ayat tasbih, beliau bertasbih, apabila sampai pada ayat-ayat
doa, beliau berdoa, dan apabila sampai pada ayat-ayat perlindungan, beliau memohon
perlindungan kemudian rukuk dan berkata (Maha suci Rab-ku yang Maha Agung),
setelah rukuk beliau berdiri dan berkata (Allah Maha Mendengar setiap yang
memujinya, wahai Tuhan kami, hanya bagimu puji-pujian) kemudian berdiri cukup
lama hampir seperti rukuknya lalu kemudian sujud dan berkata (Maha Suci Rab-ku
yang Maha Tinggi) dan sujudnya hampir sama dengan berdirinya" (HR. Muslim).
Dan dalam riwayat an-Nisai: "Tiadalah beliau melewatkan satu ayat ancaman
atau pengagungan Allah kecuali berdzikir atasnya". Inilah yang kemudian
diteladani oleh para ulama salaf. Dengan shalat, jiwa mereka hanyut dalam
cinta ilahi, mengalir memenuhi jiwa hingga terlelap dari segala yang ada di
sekelilingnya.
Diriwayatkan bahwa ketika Abdillah ibn Zubair ra. sedang shalat di
sekitar ka'bah, beliau sedang dikepung oleh pasukan Abdul Malik bin
Marwan yang menyerang dengan menggunakan manjanik (alat pelontar batu
zaman dulu) dari atas bukit Abi Kubais. Mereka ingin menundukan Abdillah
bin Zubair dan para pengikutnya. Dan ketika sebuah batu besar melesat di
antara jenggot dan lehernya, beliau tak bergeming dari tempatnya, tidak juga
nampak kecemasan atau merasa terusik, tidak juga menghentikan bacaannya,
dan tidak ada raka'at yang dia dilewatkan kecuali rukuk hingga selesai dari
shalatnya.
Bahkan beliau tetap melanjutkan shalat ketika serangan
menghujaninya, hingga burung-burung gereja kadang-kadang jatuh di atas
pundaknya dari puncak Haram. Naik turun dengan tenangnya dan beliau
mengira itu .......................................................???????
Suatu ketika, beliau rukuk, dan salah seorang dari sahabatnya
membaca ayat al-Quran, beliau tidak berdiri dari rukuknya hingga laki-laki
tersebut selesai membaca surah Al-Baqarah, Al-Imran, An-Nisa dan Al-
Maidah.
Dan diriwayatkan, suatu ketika beliau shalat di rumahnya, tiba-tiba
seekor ular besar jatuh dari atap dan melilit di perut anaknya, Hasyim. Para
wanita berteriak dan seluruh penghuni rumah kaget. Akhirnya, mereka
berkumpul dan berhasil membunuh ular tersebut dan anaknya selamat.
Sementara ibn Zubair tetap sibuk dengan shalatnya, tidak berpaling dari
shalatnya dan tidak mengetahui apa yang terjadi hingga selesai dari
shalatnya.
Dan Abu Muslim al-Khaulani –rahimahullah- adalah orang yang
bersungguh-sungguh dalam beribadah, beliau berkata: "apakah sahabat-sahabat
Muhammad saw. mengira bahwa mereka dapat berkuasa tanpa kita!?, demi Allah,
sekali-kali tidak. Kita akan mengerumuninya hingga mereka tahu bahwa mereka telah
digantikan oleh seorang laki-laki yang berada di belakang mereka".
Dan Uday bin Hatim ra. berkata: "Tiadalah masuk waktu shalat, kecuali
aku senantiasa merindukannya". Bagaimana tidak, sementara Rasulullah saw.
mengatakan: "Ada 7 golongan yang berada dalam naungan Allah di hari dimana
tidak ada naungan kecuali naungan-Nya", dan dalam hadits tersebut dikatakan:
"dan laki-laki yang hatinya selalu terikat dengan mesjid ketika ia keluar darinya
hingga kembali ke dalamnya" (Muttafaq alaih).
Maksud dari hadits tersebut adalah seseorang yang senantiasa
istiqamah dengan mesjid di setiap waktu shalat. Ia tidak shalat kecuali di
mesjid dan tidak meninggalkan mesjid hingga orang-orang datang kembali
untuk shalat di dalamnya. Yaitu orang yang hatinya senantiasa berada di
mesjid meskipun tubuhnya berada di luar mesjid. Ibarat ikan yang tidak bisa
hidup kecuali di dalam air. Apabila keluar dari air, ia tetap membutuhkan air,
baik dalam keadaan senang ataupun susah. Dan itulah makna "kurratu ain"
(penyejuk jiwa) dan "ketenangan" yang sebenarnya.
Oleh karena itu, seseorang tidak akan merasa rugi kehilangan sesuatu
setelah mati melebihi ruginya terputus dengan shalat. Abi Darda ra. berkata:
"Seandainya bukan karena tiga hal, Aku tidak akan rela hidup walau sehari;
menahan dahaga di terik panas karena Allah, sujud di pertengahan malam, dan
majlis orang-orang yang mensucikan diri dengan kata-kata yang baik sebagaimana
lezatnya buah kurma". Dan ketika Amir bin Abdu Qais ra. dihadirkan, beliau
menangis, kemudian beliau ditanya: "Apa yang membuatmu menangis?", beliau
menjawab: "Saya tidak menangis karena takut akan mati, bukan juga karena saya
menginginkan dunia, tapi saya menangis karena merindukan dahaga di terik panas
karena Allah dan mendirikan shalat di malam yang dingin".
Dan dari Abi Raja', beliau berkata: "Saya tidak mendapati diriku besedih
atas suatu urusan duniawi melainkan saya bersujud di atas tanah 5 kali sehari karena
Allah semata".
Bahkan Tsabit ra. berkata: "Demi Allah, jika engkau adzan untuk seseorang
agar ia shalat di dalam kuburnya, maka adzanlah untuku".
Dan yang lain mengungkap tentang nikmat dan sejuknya jiwa ini
dengan mengingat Allah dan shalat, "Seandainya para raja dan anak-anaknya
tahu apa yang ada dalam diri kami, niscaya mereka akan menguliti kami dengan
pedang", dan yang lain mengatakan, "Setiap waktu berlalu, saya selalu berkata,
seandainya penghuni surga seperti ini, sungguh mereka berada dalam kehidupan
yang baik", dan yang lain mengatakan, "Sungguh kasihan penduduk dunia,
mereka meninggalkannya tanpa pernah merasakan nikmatnya hidup di dalamnya,
dan merasakan keindahannya", yang lain berkata, "Sesungguhnya di dunia ada
surga, barangsiapa yang belum pernah memasukinya, dia tidak akan memasuki surga
akhirat".
Hal itu tiada lain karena Allah memberikan jaminan kehidupan yang
baik hanya bagi orang-orang yang beriman kepadanya dan melakukan amal
shaleh, karena shalat merupakan penghulu semua amal shaleh, Allah SWT.
berfirman: "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan" (An-
Nahl [16]: 97).
Maka, bagi ahli Iman yang senantiasa melaksanakan amal shaleh,
mereka telah mendapatkan jaminan kehidupan yang baik di dunia serta
kenikmatan di akhirat kelak. Mereka adalah orang-orang yang memperoleh
kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.
11
Yang dimaksud dengan sunanul huda adalah jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw.
serta syariat yang ditetapkan atas umatnya. Sunnah yang dimaksud di sini bukan sunnah
dalam arti sesuatu yang boleh dilaksanakan, boleh juga ditinggalkan. Jadi, apabila
ditinggalkan dia tidak berarti sesat, bukan juga merupakan tanda-tanda nifaq. Misalnya,
shalat dhuha dan puasa sunnat. Wallahu a'lam.
Shalat memiliki keistimewaan yang tak terhingga di antara kewajiban-
kewajiban yang lain. Bahkan, Allah SWT. sendiri yang menjaganya sebagai
bentuk pengagungan atasnya, serta penghargaan atas nilainya. Dan nabi
Muhammad saw. sendiri menerima langsung amanah shalat dari Allah pada
malam Isra' tanpa melalui perantara. Shalat merupakan anugerah ilahi yang
dianugerahkan Allah kepada nabi dan kekasih-Nya Muhammad pada malam
yang agung sebagai bentuk penghargaan atas pelaksanaan ubudiyah-nya yang
tulus untuk Rabnya yang kekal abadi.
Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah melebihi hijrahnya para wali
Allah dari musuh-musuhnya, dan membuat jengkel hati mereka. Oleh karena
itu, Allah SWT. berfirman: "Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka
mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak" (An-
Nisâ’ [4]: 100). Dan Allah juga berfirman: "dan tidak (pula) menginjak suatu
tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan
sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang
demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik" (At-Tawbah [9]: 120). Dan Allah
menggambarkan kekasih-Nya Muhammad saw. dan sahabat-sahabatnya
seperti sebuah tanaman, "...tanaman itu menyenangkan hati penanam-
penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
kekuatan orang-orang mukmin)." (Al-Fath [48]: 29). Maka, membuat marah
orang-orang kafir adalah tujuan yang dituntut dan diinginkan oleh Allah
SWT. dan legitimasi Allah terhadap hal tersebut merupakan salah satu
bentuk kesempurnan ibadah.
Dan Nabi saw. mewajibkan bagi orang yang lupa dalam shalatnya
untuk sujud dua kali, beliau berkata: "Apabila shalatnya sempurna, maka kedua
sujudnya telah menghindari keangkuhan para setan." (HR. Muslim dan
selainnya), dan keduanya dinamakan al-murgamatain. Maka, bagi siapa yang
menyembah Allah untuk untuk menghindari para musuh-Nya, ia telah
memperoleh bagian yang sempurna. Dan ukuran cinta seorang hamba
kepada Rab-Nya dalam menentang musuh-musuh-Nya adalah dengan
menghindari musuh-musuh-Nya. Dan demi menghindari orang kafir, maka
berlagak sombong di antara mereka adalah sesuatu yang terpuji, di mana
kesombongan tersebut merupakan kebenaran sebuah rahasia yang hanya
diketahui oleh Allah, yaitu menghindari musuh-musuh-Nya dan
mencurahkan segala cinta dalam dirinya demi Allah semata.
Ini merupakan salah satu bentuk pengabdian -kepada Allah- yang
hanya diketahui oleh segelintir orang saja, dan barang siapa yang telah
merasakan nikmatnya, ia akan menangis pada hari-hari pertamanya.12
Dan orang-orang yang mendirikan shalat, sungguh akan membuat
para setan marah karena senantiasa menjaga dan menjalankan batasan-
batasannya, maka menghindarinya merupakan bentuk pengabdian yang lain.
Sesungguhnya setan itu sangat ingin memalingkan manusia dari
shalat13, Allah SWT. berfirman: "Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat;
maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." (Al-Ma’idah [5]: 91).
Dan alangkah marahnya setan ketika melihat seorang hamba bersujud di
hadapan Allah, ia iri padanya dan mengumumkan permusuhan atasnya.
Dari Abi Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Apabila
anak cucu Adam membaca ayat Sajadah, maka mereka sujud, dan setan pun
mengasingkan diri dan menangis sambil berkata: "celakanya aku, anak cucu Adam
12
Dari kitab Midrâj al-Sâlikin jilid I h. 226-227.
13
................................................................................................................................................???
diperintahkan untuk sujud dan mereka sujud, maka baginya surga. Dan aku
diperintahkan untuk sujud tapi aku enggan, maka bagiku neraka." (HR. Muslim).
Dan apabila setan tidak mampu memalingkan manusia dari shalatnya,
maka ia berusaha merusak atau mengurangi pahalanya. Suatu ketika, seorang
sahabat datang kepada Nabi dan berkata: "Sesungguhnya setan telah
memisahkan antara aku dan shalatku dan bacaanku menjadi kabur", lalu Rasulullah
mengatakan: "katakan pada setan itu; 'khinzib', apabila engkau merasakannya, maka
berlindunglah kepada Allah darinya dan menolehlah ke sebelah kiri tiga kali", dan ia
berkata: "dan aku melakukan hal tersebut, maka Allah menjauhkannya dariku." (HR.
Muslim).
Apabila seorang hamba mulai melaksanakan shalat, setan pun mulai
membisikan (kejahatan) padanya, dan mengalihkan perhatiannya dari Allah
dengan urusan-urusan dunia. Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya,
apabila setan mendengar seruan shalat (adzan), ia menutupinya dengan kentutnya
hingga ia tidak mendengar suara tersebut, dan apabila seruan itu selesai, setan pun
kembali membisikan (kejahatan), dan apabila ia mendengar suara iqamat, setan pergi
menjauh hingga ia tidak mendengar suaranya, dan bila seruan itu selesai, setan pun
kembali membisikan (kejahatan)." (HR. Muslim). Dan dalam sebuah riwayat,
"Apabila seseorang mengerjakan sesuatu yang berpahala, mendekatlah! hingga ia
lalai, setan kemudian berkata padanya, "ingat ini, ingat ini", dan membuat orang
tersebut lupa atas apa yang terjadi sebelumnya hingga ia nampak seperti tidak tahu
bahwa ia telah shalat".
Dan apabila setan tidak mampu memalingkan seorang hamba dari
shalatnya, ia mendatangkan pasukan dan anak buahnya dan mengerahkan
golongan dan keluarganya dengan segenap kekuatannya, dan setiap kali
hamba tersebut semakin tekun dalam mendirikan shalat, setan pun semakin
sengit menggoda –agar tersesat- orang-orang bodoh di antara mereka, "Dan
apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya
buah ejekan dan permainan." (Al-Ma’idah [5]: 58), sekali-kali mereka
memandang rendah –orang-orang mukmin-, dan terkadang mengolok-olok
dan saling menebar fitnah di antara mereka. "…Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi." (Al-Mujâdilah [58]:
19).
Ketahuilah, bahwa mendirikan shalat serta menyebarluaskannya
merupakan usaha untuk menuntun masyarakat dengan tuntunan Ilahi
sekaligus menyebarkan syiar Islam. Dengan begitu, umat Islam akan bangga
dengan keislamannya, dan membuat para musuh Islam marah dan cemas
dengan kembalinya manusia kepada Tuhannya lewat deklarasi syiar Islam.
Dari Aisyah ra., berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Tiadalah orang-
orang Yahudi iri kepadamu melainkan mereka iri terhadap kedamaian dan
ketentraman kalian." (Hadits Shahih).
Bagaimana tidak, sementara mereka mengumandangkan adzan,
membangun mesjid dan mereka shalat dengan tertib. Rukuk, sujud dalam
keadaan khusyuk!?.
Filosof Prancis, Renan mengatakan: "Tak ada satu mesjid pun yang aku
singgahi melainkan aku selalu diguncang oleh suatu perasaan hangat". Atau
dengan kata lain, "namun sayang, aku bukan seorang Muslim".
14
Contoh lain adalah apa yang terjadi pada syekh "Hasan at-Thawil", cendekiawan Azhar
yang terkenal dengan ketawadhuan, penampilan dan cara berpakaiannya hingga ia nampak
layaknya orang biasa yang lain. Suatu ketika, beliau dipanggil untuk menghadap Khudiyo di
istana Abidin. Beliau datang menghadap dengan penampilan khasnya tanpa mempedulikan
pakaiannya yang nampak biasa, seolah-olah beliau akan bertemu dengan orang biasa. Ketika
beliau bertemu dengan pembesar istana, ia diminta untuk mengganti pakaiannya. Beliau
berteriak dengan penuh harga diri dan berkata: "demi Allah, aku tidak akan menggantinya!!
setiap hari aku memakainya untuk bertemu dengan Tuhanku, apakah dengan Khudiyo tidak bisa!?.
ini!". Kemudian Sultan mengisyaratkan untuk menghancurkan kedai
tersebut. Dan aku kemudian bertanya kepada Syekh ketika beliau pulang,
dan berita tersebut telah tersebar, "wahai Tuanku, apa yang terjadi?" Beliau
menjawab: "wahai anakku, aku melihatnya dalam kebesaran itu, dan aku ingin
mengingatkannya agar supaya tidak sombong dan meyakiti dirinya sendiri", lalu
aku berkata: "wahai Tuanku! Apa kelemahannya? Beliau menjawab: "wahai
anakku, demi Allah aku menghadirkan keagungan Allah dan sultan berlutut di
hadapanku seperti seekor kucing".
Sejarah dakwah dan keteguhan hati, iman dan akidah senantiasa
hidup, terlahir kembali di setiap masa dan liku-liku perjalanan. Syekh
Muhammad bin Mubarak al-Karmany, seorang pengarang India
menceritakan sebuah kisah teladan;
"Sultan Muhammad Tugluk meminta Syekh Qatbuddin al-Munawwar
datang ke Delhi untuk dimintai keterangan atas tidak hadirnya beliau untuk
memberi penghormatan kepada Raja. Dan ketika ia datang ke (Balath) dan
masuk ke dalam kantor, ia melihat para pemimpin, menteri dan hakim serta
para pengawal (Balath) berdiri terpaku, lengkap dengan senjata di tempat
yang membuat hati terhenyak. Beliau datang bersama anaknya, Nuruddin. Ia
masih muda dan belum pernah berkunjung ke (Balath) Raja seumur
hidupnya, ia ketakutan melihat pemandangan tersebut. Syekh Qatbuddin
kemudian memanggil anaknya dengan suara tinggi: "wahai anakku, kebesaran
hanya milik Allah!, Nuruddin berkata: "Aku merasakan kekuatan aneh dalam
diriku setelah mendengar panggilan ini, rasa takutku pun hilang dan mereka nampak
seperti sepotong domba atau kambing".
Dalam melaksanakan shalat, seseorang harus menunaikannya dengan
perlahan-lahan, dimulai dengan berdiri lalu rukuk kemudian sujud, yaitu
dalam keadaan tenang. Tidak langsung sujud setelah rukuk, tapi berhenti
sejenak lalu sujud dengan tenang agar ia benar-benar merasakan khusyuk
dalam jiwa, serta kerendahan dalam hati.
Begitu pula, ungkapan pengagungan diucapkan dengan perlahan-
lahan. Dalam rukuknya ia mengucapkan: "subhana rabbial adzim", dan dalam
sujud, ia mengucapkan: "subhana rabbial a'la" dan ketika ia telah mencapai
ketenangan dan kerendahan hati, serta meletakkan anggota tubuh paling
mulia – wajah - di atas sesuatu yang paling rendah, - yaitu tanah tempat
berpijaknya telapak kaki yang merupakan perumpamaan paling rendah dan
hina -, ia mengucapkan kata paling mulia yang mengungkap keagungan dan
kekuasaan Allah; "subhana rabbial a'la". Saat itu, keindahan lingkungan dan
tempat menyatu dengan keindahan penjelasan dan pernyataan. Dan di antara
dua sujud diselingi dengan duduk sejenak untuk kemudian memulai sujud
kembali agar supaya kita tersadar dari kelalaian dan kembali merasakan
kenikmatan baru.
"Sujud yang khusyuk dan tenang, yang menggoncang seluruh alam"
Dan ketika sujud, ia telah memutus segala bentuk tradisi. Yaitu, tradisi
yang ditetapkan oleh masyarakat, adat istiadat dan adab. Ia sujud karena
Allah, perasaan bangga membasahi wajahnya, melumuri dahinya dan
menguatkan hatinya, menuntun jiwanya menuju hakikatnya. Tidak ada
penghalang untuk khusyuk, dan tak ada teguran atas segala tetes air mata.
Ruang jiwa begitu berharga membanjiri seluruh hati. Oleh karena itu, para
sahabat ra. berkata: "dalam diri mereka ada suara seperti suara dengungan periuk
dalam tangis". Dan Amr bin Ash menceritakan bahwa Rasulullah saw.
melaksanakan shalat kusuf, ia berkata: "dan kemudian Rasulullah meniup-niup
di akhir sujudnya dan berkata, uff.. uff.., lalu berkata :" wahai Tuhanku, bukan
engkau berjanji kepadaku tidak akan menyiksa mereka dan aku ada di antara mereka,
bukankah engkau berjanji tidak akan menyiksa mereka dan mereka memohon
ampun", dalam riwayat lain: "ketika beliau meniup-niup, beliau menangis".
Hamba yang bersujud adalah orang yang paling dekat dan paling
dicintai oleh Allah. Dalam sebuah hadits shahih dikatakan, "hamba yang
paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa".
Maka seorang hamba harus memanfaatkan kesempatan berharga tersebut
dengan menabur keteduhan hati lewat aliran doa dan penghambaan dan
berkata, "aku memohon kepadamu dengan permohonan orang yang tak berpunya,
dan dengan permohonan orang yang penuh dosa lagi hina, yang memohon dengan
penuh ketakutan dan keresahan, yaitu doa orang yang tunduk patuh padamu, yang
air matanya mengalir deras dan tubuhnya penuh hina".
Inilah sujud yang mampu menggetarkan gunung dan bumi, yang
mampu mengguncang hati para pembangkang yang keras kepala. Dan dalam
sejarah, liku-liku serta perjuangan umat, tersimpan banyak hal serta cerita-
cerita aneh.
Shalat yang sebenarnya menentang segala bentuk penyembahan
kepada selain Allah, perbudakan manusia serta kehidupan Jahiliah.
Dan salah satu bentuk shalat yang khusyuk dan ikhlas adalah seorang
muslim yang senantiasa menjaga ruh, hakikat, tata cara dan waktu-waktu
shalat, ia tidak sejalan dengan ibadah yang mempersekutukan Allah - seperti;
syirik, penyembah berhala dan khurafat – dan pengabdian kepada selain
Allah, - seperti; pengagungan para pemimpin dan penguasa, atau para
pemilik kekuatan atau kekayaan – dan tidak meyakini bahwa mereka mampu
memberi manfaat dan mudharat, atau selalu merayu dan mencari perhatian
dengan pelbagai cara serta setia bersama mereka dalam kedzaliman dan
kejahatan. Atau bahkan mengajak untuk mengikuti keyakinan dan suara hati
seperti pada zaman sistem kerajaan pertama dahulu dan zaman "kebebasan"
dan demokrasi saat ini.
Dengan seluruh rukun shalat, serta ucapan-ucapan seorang hamba
dalam shalat yang kemudian diyakini dan diikrarkan dalam jiwa, sungguh
telah menafikan dan menentang semua pernyataan tersebut. Dengan kata
pembuka dalam shalat, yaitu "Allahu Akbar", semuanya terbantahkan. dan
firman Allah "alhamdulillahi rabbil alamin" menyatakan bahwa tidak Tuhan
selainnya, dan hanya bagi-Nya segala pujian.