You are on page 1of 29

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

KASUS 4 SISTEM DIGESTIF II HIPERBILIRUBINEMIA Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok Tutor mata kuliah Sistem Digestif II

Disusun oleh : KELOMPOK TUTOR 6 Dian Palupi Kusuma W Fitri aryanti Wina tresnawati Fithri Wahyuni Putri Dinny Ria Pertiwi Febi Dwi Putri Adrian Nur Prayoga Huseino Ahmad Aditya Bayukusuma Aisah Syayidah Intan Melati Tsaalist Murharroroh (220110100074) (220110100075) (220110100076) (220110100077) (220110100078) (220110100079) (220110100080) (220110100081) (220110100082) (220110100083) (220110100141) (220110100016)

Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran 2012

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas tutorial mata kuliah digestif II System. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Hiperbilirubinemia. Tak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan makalah ini, khususnya dosen kami ibu Siti Yuyun, bapak Irman Somantri serta dosen-dosen lainnya. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jatinangor, 25 Maret 2012

Kelompok 7

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Kasus Pemicu Bayi D seorang bayi laki-laki berusia 2 hari. BB 1900 gr, PB 47 cm, gravida 34 minggu, lahir melalui SC. Dirawat di ruang perinatologi dengan alasan bayi tersebut tampak ikterik/jaundice. Berdasarkan ikterometer secara subjektif berdasarkan skala kremer. Ikteri terdapat di sklera dan wajah, dada, pusat bagian bawah sampai lutut. Bayi 2 dirawat terpisah dengan ibunya. Kondisi ibu masih lemah setelah operasi. Dari pemfis terhadap bayi, tampak bayi kurang, aktif, refleks sucking lemah, menangis lemah, dari palpasi didapatkan hepar tidak teraba, ginjal teraba, S = 36,8, RR = 52, HR = 143x/menit. Hasil lab; Hb 16,7, leukosit 5300, trombosit 109.000, MCV 102,3, MCH 38,4, MCHC 37,5, gula darah sewaktu 64, gula darah puasa 71, bilirubin total 10,91, bilirubin direct 0,66 mg/dl.

SMALL GROUP DISCUSSION

STEP 1

1. Gravida : Dalam kandungan / kehamilan 2. Refleks sucking : reflek menghisap 3. Ikterik : kekuningan di mata 4. Skala kremer 5. Ikterometer : alat untuk menghitung kadar bilirubin 6. MCH, MCV, MCHC beserta rumusnya 7. Perinatologi : ruangan bayi 8. Bilirubin direct : bilirubin yang larut dalam air, dapat dikeluarkan dalam urin 9. SC : Sesio Caesaria

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

STEP 2 1. Mengapa pada bayi hepar tidak teraba? 2. Penyebab bayi kurang aktif? 3. Ginjal teraba, normal/tidak? Mengapa? 4. Penyebab lama kehamilan berbeda-beda? Penyebab dan dampaknya apa? 5. Penatalaksanaan bayi penderita Jaundice? Kenapa bayi dipisahkan dari ibunya? Prosedur yang benar seperti apa? 6. Tindakan untuk menangani reflek sucking seperti apa? 7. Pemlab normal tidak? Normalnya berapa? 8. Penyebab kekuningan? 9. Adakah hubungan penyakit ini dengan genetik? 10. Dampak kelahiran prematur? 11. Mekanisme pembentukan bilirubin sampai mengapa terjadi hiperbilirubin? 12. Fototerapi dan transfusi exchange? 13. Apakah pentingnya menangis? 14. Maksud skala kremer apa? Perhitungannya seperti apa? 15. Penyebab refleks sucking lemah? 16. Indikasi dilakukan SC?

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

STEP III 2. Karena lemah 3. Tidak, normalnya tidak teraba 4. 37 - 42 minggu 5. Fototerapi, dijemur, terapi exchange 6. dilatih untuk menghisap, kasih puting ibunya 8. Hiperbilirubin 13. tanda mulai bernapas, berarti organ pernapasan bayi berfungsi 15. Darah tinggi, sesak nafas, bayi sungsang, tulang panggul kecil, tidak mau merasakan sakit, tidak mau merubah organ

Learning Objektif No. 1, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 16. STEP V Hiperbilirubinemia Konsep Hiperbilirubinemia : Definisi Etiologi Manifestasi klinis Komplikasi Klasifikasi Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Pencegahan prognosis Aspek legal etik

Patofisiologi LO ASKEP STEP VI . Self Study STEP VII Reporting

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila icterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede, 1995) Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50% neonates cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002). Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 1997) Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.

Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bias melewati sawar darah otak. 2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubinlarut dalam air dan tidak toksik untuk otak.

2. Etiologi Etiologi hiperbilirubin antara lain : Hemolisis akibat inkompatibilitas gol. Darah ABO atau defisiensi gangguan pembuluh darah Perdarahan tertutup misalnya trauma kelahiran Inkompatibilitas Rh Hipoksia Dehidrasi Asidosis Polisitemia Prematur ASI Kelebihan produksi bilirubin Gangguan kapasitas sekresi konjugasi bilirubin dalam hati Beberapa penyakit Genetic Kurangnya enzim glukoroni transferase sehingga kadar bilirubin meningkat Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan Hipoglikemia

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:

Faktor Maternal Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik ASI

Faktor Perinatal Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

Faktor Neonatus Prematuritas Faktor genetic Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia

3. Manifestasi Klinis Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain: Pada permukaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar Letargi Kejang Tidak mau menghisap Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot Perut membuncit

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Pembesaran pada hati Feses berwarna seperti dempul Ikterus Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi : a. Gejala akut : Gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni. b. Gejala kronik : Tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis). Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.

4. Klasifikasi a. Ikterus fisiologis Timbul pada hari ke 2 atau ke 3 tampak jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10 Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z, enzim glukoronyl transferse yang belum cukup jumlahnya b. Ikterus patologis Ikterus timbu dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total >12mg%

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Peningkatan kadar bilirubin 5mg% atau lebih selama 24jam Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi enzim G6PD, sepsis)

5. Komplikasi Retardasi mental - Kerusakan neurologis Gangguan pendengaran dan penglihatan Kematian Kernikterus

6. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada bayi dengan hiperbilirubin adalah sebagai berikut: 1. Tes coomb pada tali pusat bayi baru lahir: hasil positif tes coomb indirek menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes coomb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonates. 2. 3. Golongan darah bayi dan ibu: mengidentifikasi inkompatibilitas ABO. Bilirubin total: kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,01,5mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan. 4. Protein serum total: kadar kurang dari 3,0g/dlmenandakan penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi paterm. 5. Hitung darah lengkap: hemoglobin mungkin rendah (kurang dari 14g/dl) karena hemolisis. Hematokrit mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

6.

Glukosa: kadar dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

7. 8.

Daya ikat karbon dioksida: penurunan kadar menunjukan hemolisis. Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.

9.

Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit RH.

10. Smear darah perifer: dapat menunjukan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO. 11. Tes bedke-kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

7. Penatalaksanaan Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat. a. Fototherapi Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

Pelaksanaan Terapi Sinar : 1. Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup ( maksmal 500 jam ) agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh. 2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya. ( untuk mencegah kerusakan retina ) 3. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila mungkin, agar sinar merata. 4. Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5 37 C, dam observasi suhu tiap 4- 6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter. 5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh bayi. 6. Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak. 7. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam 8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan walaupun belum 100 jam. 9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar. 10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Komplikasi terapi sinar : 1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan insesible water loss. 2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltik usus. 3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar ( berupa kulit kemerahan ) tetapi akan hilang jika terapi selesai. 4. Gangguan retina jika mata tidak ditutup. 5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin, dan berikan ektra minum. 6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan ( kemandulan ) tetaapi belum ada bukti. 7. Transfusi tukar. b. Transfusi Pengganti Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah : 1. kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg % 2. kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 1 mg % / jam 3. anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung 4. bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg % dan uji coombs positif. Transfusi pengganti digunkan untuk: 1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan serum bilirubin 4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan bilirubin

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

c. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika. 8. Pencegahan Hiperbilirubinemia dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : Pengawasan antenatal yang baik Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir Pemberian makanan yang dini Pencegahan infeksi

9. Prognosis Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis disertai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

10. Aspek Legal Etik Prinsip legal dan etik untuk mengatasi pasien dengan penyakit ini: 1. Accountability Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap segala tindakan yang dilakukan. Pada kasus semua kasus, perawat bertanggung jawab atas mulai dari proses pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan hingga segala informasi mengenai asuhan keperawatan yang di lakukan, baik sebelum, saat dan pasca intervensi yaitu evaluasi. Tanggung jawab mengacu pada pelaksanaan tugas yang di kaitkan dengan peran tertentu perawat. Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya.seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan, dan masyarakat. Jika dosis medikasi salah di berikan, perawat bertanggung gugat pada klien yang menerima medikasi tersebut. Untuk melakukan tanggung gugat, perawat harus bertindak menurut kode etik professional. Jika suatu kesalahan terjadi, perawat melaporkannya dan memulai perawatan untuk mencegah trauma lebih lanjut. Tanggung jawab memicu evaluasi efektivitas perawat dalam praktik. Tanggung gugat professional memiliki tujuan sebagai berikut: Untuk mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah ada Untuk mempertahankan standar perawatan kesehatan Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi pada pihak professional perawatan kesehatan Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis

2. Confidentiality Prinsip etika dasar yang menjamin kemandirian klien. Perawat menghindari pembicaraan mengenai kondisi klien dengan siapapun yang tidak secara langsung terlibat dalam perawatan klien. Perawat selelu menjaga kerahasiaan info yang berkaitan dengan kesehatan pasien termasuk info yang tertulis, verbal dsb. Jika

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

anggota keluarganya menanggung perawatan klien perawat mungkin merasa bahwa mereka memiliki hak untuk di beri tau.

3. Respect for autonomi (penentuan pilihan) Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik Setiap individu harus memiliki kebebasan untuk memilih rencana mereka sendiri. Sebagai contoh, perawat memberikan inform consen tentang asuhan yang akan diberikan, tujuan , manfaat dan prosedur tindakan. Sehingga, perawat semestinya tidak marah saat keluarga menanyakan status kesehatan klien, karena itu merupakan kebebasan keluarga untuk mengetahui semua tindakan yang akan dilakukan. Inform consent dilakukan saat pengkajian, sebelum pengobatan, saat akan di obati dan setelah pengobatan. Penting bagi perawat juga untuk memberikan health education dalam mendukung proses penyembuhan klien.

4. Beneficience (do good) Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga Meningkatkan kesejahteraan klien dengan cara melindungi hk-hak klien. Dalam kasus, perawat dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk menentukan terapi farmakologik, nutrisi yang diberikan baik sebelum pengobatan maupun setelah pengobatan.

5. Non-malefisience (do no harm/tidak membahayakan klien) Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja. Kewajiban bagi perawat untuk tidak menimbulkan injury pada klien. Dalam kasus, perawat perlu melakukan pengkajian fisik, terapi

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

farmakologik yang benar, nutrisi dan segala tindakan selama proses pengobatan hingga setelah pengobatan

6. Justice (perlakuan adil) Prinsip keadilan menuntut perlakuan terhadap orang lain yang adil dan memberikan apa yang menjadi kebutuhanan mereka. Ketika ada sumber untuk di berikan dalam perawatan, perawat dapat mengalokasikan dalam cara pembagian yang adil umtuk setiap penerima atau bagaimana supaya kebutuhan paling besar dari apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan. Pada kasus, perawat tidak boleh membeda-bedakan pengobatan antara klien yang satu dengan yang lain, namun disesuaikan dengan kondisi klien saat ini.

7. Fidelity (Setia) Prinsip kesetiaan menyatakan bahwa perawat harus memegang janji yang di buatnya kepada klien. Jadi, ketika seseorang jujur dan memegang janji yang di buatnya, rasa percaya yang sangat penting dalam hubungan perawat-klien akan terbentuk. Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang perawat. Pada kasus , perawat harus memegang janji yang telah di bicarakan sebelumnya kepada klien.

8. Veracity (Kebenaran) Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Prinsip mengatakan yang sebenarnya mengarahkan praktisi untuk menghindari melakukan kebohongan pada klien atau menipu merekan. Pada kasus, perawat harus berkata jujur.

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Patofisiologi

gen

hemopoesis

Lahir prematur Sel-sel belum matang Hemolisis

ikatan HBO ke jaringan

perfusi O2 < nutrisi metabolisme sel ATP menurun energi <<

eritrosit lisis sebelum waktunya

anemia

Membran sel pecah, Hb difagositosis oleh jaringan makrofag Hb dipecah refleks sucking lemah Asupan nutrisi << Globin Masuk ke sirkulasi Digunakan lagi heme

tdk aktif

Nutrisi kurang dari kebutuhan Fe Berikatan dengan lemak biliverdin teroksidasi Billirubin indirek berlebihan ke otak degenerasi saraf pusat Perkembangan terganggu

Berikatan dengan albumin Billirubin direk

Diabsorbsi melalui membran hati Lepas dari albumin plasma Masuk ke sirkulasi Billirubin plasma tanda2 toksisitas hipermetabolisme stress PCM gula darah Bersifat toksik ke otak Terakumulasi di jaringan

Kulit wajah, dada & sklera kuning Fototerapi Efek samping

Cahaya intensitas tinggi menembus jaringan Resiko injuri

evaporasi kehilangan cairan Kurang volume cairan

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Analisa Data

No. 1

Data DO: kulit sklera kuning, billirubin meningkat, refleks sucking lemah DS: kadar

Etiologi Bayi hiperbillirubinemia

Masalah Resiko tinggi kekurangan volume

Fototerapi

cairan

Terjadi proses evaporasi

Kehilangan cairan

Kurang volume cairan 2 DO: bayi lahir dengan BB 1900 grams DS: Metabolisme sel menurun Anemia Hemolisis Nutrisi kurang dari kebutuhan

Asupan nutrisi menurun 3 DO: kulit wajah dan dada nampak kuning DS: Kulit tampak kuning Terakumulasi di jaringan Peningkatan billirubin pada plasma Kerusakan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Learning Objektif Dampak bayi prematur :

Biasanya bb rendah

Sistem imun masih lemah

Kulit lebih tipis barier,pertahanan lebih lemah

Gagal napas (asfiksia) Belum matangnya organ tubuh, terutama paru-paru, memungkinkan bayi prematur mengalami gagal napas. Untuk mengatasinya, dokter akan melakukan resusitasi (usaha bernapas kembali dengan pernapasan buatan atau pijat dan rangsang jantung).

Gangguan otak Bila gagal napas dibiarkan saja, bukan tak mungkin akibat yang lebih serius akan dialami bayi prematur. Contohnya kerusakan pada otak yang merupakan organ tubuh yang vital.

Pembuluh darah tidak menutup Sebelum lahir, ada pembuluh darah yang digunakan bayi untuk bernapas. Pembuluh darah ini seharusnya menutup dengan sendirinya begitu bayi lahir. Namun karena lahir prematur, bisa jadi pembuluh darah tersebut tetap terbuka, sehingga menimbulkan serangkaian masalah.

Saluran cerna belum berfungsi penuh Saluran cerna yang belum matang juga akan menimbulkan dampak pada bayi prematur. Ditambah lagi refleks isap dan kemampuan menelannya yang belum

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

berfungsi dengan baik. ASI bisa diberikan melalui pipet plastik bila bayi belum kuat mengisap langsung dari ibunya. Setelah lahir, sebaiknya si bayi tidak dipuasakan terlalu lama. Idealnya, sekitar 24-72 jam pertama ia sudah mendapat tambahan nutrisi. Bila perlu, manfaatkan cairan infus. infeksi Kalau bayi cukup bulan saja berkemungkinan memiliki daya tahan tubuh yang relatif masih rendah, apalagi bayi yang lahir prematur. Salah satu masalah yang mungkin timbul adalah mudahnya terkena infeksi. Hipertensi dalam kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan perdarahan dan infeksi.

adalah morbiditas dan mortalitas tertinggi setelah

Morbiditas kesakitan pada ibu termasuk kejang eklamsia, perdarahan otak, edema paru, gagal ginjal akut dan pengumpalan/pengentalan darah di dalam pembuluh darah. Morbiditas janin termasuk pertumbuhan janin terhambat di dalam rahim , kematian janin di dalam rahim, solusio plasenta/ plasenta terlepas dari tempat melekat nya di rahim dan kelainan prematur. Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: 1. Hipertensi kronik Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg yang diukur setelah beristirahat selama 510 menit dalam posisi duduk, yang telah di diagnosis sebelum kehamilan terjadi atau hipertensi yang timbul sebelum mencapai usia kehamilan 20 minggu.

2. Preeklamasia-eklamasia Peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat badan ibu yang cepat akibat membengkakdan pada pemeriksaan laboratorium di jumpai protein dalam air seni. eklamasia : disertai dengan kejang

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

3. Preeklamasia superimposed pada hipertensi kronik Preeklamasia yang terjadi pada perempuan yang telah menderita hipertensi sebelum hamil.

4. Hipertensi gestasional Hipertensi pada kehamilan yang timbul pada trimester akhir kehamilan, namun tanpa disertai gejala dan tanda preeklamasia, bersifat sementara dan tekanan darah kembali normal setelah melahirkan (post partum). kehamilan Normal Rumusan yg baku dalam ilmu kebidanan yaitu rumus Naegele yg sudah dijelaskan oleh TS Inge, berdasarkan siklus haid yg 28 hari, rumus ini dapat dikembangkan sesuai siklus haid sang wanita, bila misalnya siklus 35 hari maka rumus dasar +7-3, diganti +14-3, bila 30 hari +9-3 dst. Usia kehamilan normal adalah 40 minggu = 280 hari = 9 bulan 10 hari spt kebiasaan orang awam. Disebut matur atau cukup bulan adalah diantara rentang 37 - 42 minggu , bila kurang 37 mg disebut prematur atau kurang bulan , bila lebih 42 mg disebut post-matur atau serotinus.

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

ASUHAN KEPERAWATAN I. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Gravida Alamat Agama Pekerjaan Pendidikan Tanggal masuk dirawat Tanggal pengkajian Diagnosa medis : Bayi D : 2 hari : Laki-laki : 34 minggu, lahir melalui SC ::::::: Hiperbilirubinemia

b. Riwayat kesehatan 1. Riwayat kehamilan : bayi D dilahirkan dengan usia kehamilan 34 minggu, lahir melalui SC, dengan berat badan 1900 gram dan tinggi badan 47 cm. 2. Riwayat persalinan : bayi D dilahirkan secara SC pada usia kehamilan 34 minggu. 3. Riwayat post natal : bayi nampak ikterik di sklera mata dan wajah, dada pusat bagian bawah sampai lutut. 4. Riwayat kesehatan sekarang : P:Q:R:S:T:-

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

5. Riwayat masa lalu

:-

6. Riwayat kesehatan keluarga : 7. Psikologi 8. Lingkungan 9. Sosial budaya 10. Biologis 11. Pola hidup c. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum Tanda Tanda Vital: Suhu 36,8 , RR 52, HR 143x/menit Inspeksi : :::::-

Tampak ikterik terdapat di sklera mata dan wajah, dada-pusat bagian bawah sampai lutut Palpasi :

Hepar tidak teraba dan ginjal teraba Perkusi Auskultasi ::

Heart rate 143x/menit 2. Kepala 3. Leher 4. Dada 5. Abdomen 6. Ekstremitas : pada sklera dan wajah tampak ikterik :: tampak ikterik : tampak ikterik :-

d. Pemeriksaan penunjang : Hasil pemeriksaan lab :

Hb neonatus : 16,7 (normal : 14-27 gram/dL) Leukosit : 5300 (normal : 9000 30.000/mm) Trombosit 109.000 (normal :140.000 450.000/mm) MCV (Mean Corpuscular volume) : 102,3 (normal : 80-98 femoliter) MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) : 38,4 (normal : 27-31 femoliter)

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

e. Terapi

MCHC (Mean Corpuscular haemoglobin concentrate) : 37,5 (normal : 3237 femoliter) Biliruin direct : 0,66 mg/dL (normal : 0,1 - 0,4 mg/dL) Bilirubin indirect : - (normal : 0,3 1,1 mg/dL) Gula darah puasa bayi baru lahir : 71 (normal : 30-80 mg/dL) :-

2. Diagnosa Keperawatan Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan yang tidak tampak secara kasat mata serta dehidrasi akibat fototerapi. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan d.d. reflect sucking yang lemah. Kerusakan integritas kulit b.d. joundice d.d. kulit di sekitar daerah wajah dan dada tampak kuning.

Rencana Asuhan Keperawatan 1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan yang tidak tampak secara kasat mata serta dehidrasi akibat fototerapi.

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam klien menunjukan keadaan hidrasi tubuh yang adekuat dengan kriteria hasil: turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tanda-tanda vital normal. Tindakan Mandiri Pantau masukan dan haluaran cairan ; timbang BB bayi 2x sehari. Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat menyebabkan dehidrasi. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (penurunan haluaran urine, fontanel Merupakan indikasi terjadinya dehidrasi. Intervensi

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

tertekan, kulit hangat atau kering dengan turgor buruk dan mata cekung). Pertahankan warna dan frekuensi defekasi & urine. Feses yang encer meningkatkan resiko kehilangan cairan akibat pengeluaran cairan berlebih. Tingkatkan masukan cairan peroral sedikitnya 25%. Beri air diantara menyusui atau memberi susu botol. Pantau turgor kulit. Merupakan indikator adanya kekurangan cairan tubuh. Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi. Ungin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat. Meningkatkan input cairan.

2. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kelemahan d.d. reflect sucking yang lemah.

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam status nutrisi klien baik dengan kriteria hasil: pasien mennjukan berat badan stabil atau penambahan BB progresif ke arah tujuan dengan normalisasi nilai lab dan bebas dari tanda malnutrisi. Intervensi Mandiri Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energi; kondisi kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan untuk makan/anoreksia. Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan. Membuat data dasar, membnatu dalam memantau keefektifan aturan terapeutik. Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/ dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi. Rasional

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.

Mengidentifikasi ketidakseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan masukan aktual.

Kolaborasi pemberian cairan parenteral sesuai dengan indikasi.

Pemberian cairan memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat.

3. Kerusakan integritas kulit b.d. joundice d.d. kulit di sekitar daerah wajah dan dada tampak kuning.

Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam keadaan ulit bayi membaik dengan kriteria hasil: kadar billirubin dalam batas normal, keadaan kulit bayi normal. Intevensi Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam. Monitor keadaan bilirubin direct dan indirect, laporkan pada data obyekitf jika ada kelainan. Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi, lakukan massage dan monitor keadaan kulit. Jaga kebersihan dan kelembaban kulit. Area lembab, terkontaminasi merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogen. Rasional Mengetahui keadaan umum kulit pasien Kadar billirubin dalam tubuh bayi menentukan warna kekuningan pada bayi. Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit.

Hiperbilirubinemia

SISTEM DIGESTIF II

Tutor 7

Daftar Pustaka Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20. Vol. 2. 2007. Jakarta : EGC Behrman, Richard E. 2010. Esensi Pediatri Nelson. Ed. 4. Jakarta EGC Biddulph, Jhon & Jhon Stace. 1999. Child Health For Health Extention Officers and Nurses in Papua New Guinea. Ed. 4. Yogyakarta : Gadjah mada University Press Brough, Helen. 2008. Rujukan Cepat pediatri & Kesehatan Anak. Jakarta : EGC Carwin, Elizabeth.2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus : Rujukan Cepat. Jakarta : EGC Marylin E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedoketran EGC. Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta. Schwartz, M. William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC Silbernagl, Stefan et.al. 2000. Color Atlas of Patophysiology. New York : Thieme. Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar keperawatan Pediatri Wong. Ed.6. vol.2. Jakarta : EGC http://www.scribd.com/doc/75871501/askep-hiperbilirubinemia-pada-bayi http://asusio.wordpress.com/asuhan-keperawatan/askep-pada-kasus-bayi-hiperbilirubinemia/ http://banusmadur-nauk.blogspot.com/2011/04/askep-hyperbilirubyn.html http://dedysubandi.multiply.com/journal/item/77?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fit em

Hiperbilirubinemia

You might also like