You are on page 1of 29

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN

A. Anamnesis Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawtan pada system persarafan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat. Pengkajian dneurologis dimulai saat pertemuan pertama, percakapan dengan klien dan kelurga adalah sumber yang amat penting dari data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi fungsi system persyarafan secara keseluruhan anamnesis secara umum meliputi pengumpulan informasi tentnag status kesehatan klien menyeluruh mengenai fisik, fisik, psikologi budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. Pengkajian umum neurologis meliputi identitas umum, keluhan utama riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit keluarga yang berhubungan dengan gangguan neurologis klie. Perawat perlu memahami proses pengkajian tersebut dengan baik/ 1. Identitas klien Identitiask klien mencakup nama, usia (Pada masalah disfungsi neurologis kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan afama, suku bangsa, tanggal dna jam masuk rumah sakit. 2. Keluahan utama Keluhan utama pada klien gangguan system persyarafan biasanya akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang sering didapatkan meliputi kelemahan anggota gerak sebelah badan bicara pelp tidak dapat berkomunikasi. Konvulasi kejang sakit kepala yang hebat nyeri otot, kaku duduk, sakit punggung tingkat kesadaran menurun (GCS < 15) akral dingin dan ekspresi rasa takut 3. Riwayat penyakit

Pengkajian dengan melakukan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah keperawatan lainnya yang dilaksanakan perawat adalah mengkaji riwayat kesehatan kesehatan klien Riwayat yang mendukung keluhan utama perlu dikaji agar pengkajian lebih kompherensif juga mendukung terhaap keluhan yang paling actual dirasakan klien a. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang merupakan serangkaian wawancara yang dilakukan perawat untuk menggali permasalahan klien dari timbulnya keluhan utama pada gangguan system persyarafan sampai pada saat pengkajian. Pada gangguan neurologis riawayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan meliputi adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak, lumpuh pada saat klien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti mual dan muntah bahklan kejang sampai tidak sadar di gleisah, latarfi, lelah apatis, perubahan pupil, pemakaian obat-obat sedative, antipsikotik, perangsang saraf) dan lain-lain b. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian riwayat penyakit dahulu dalam menggali permasalah yang mendukung masalah saat ini pada klien dengan deficit neurologi adalah sangat pentung. Beberapa pertanyaan yang mengarah pada riwayat penyakit dahulu dalam pengkajian neurologi adalah a) Apakah klien menggunakan obat-obat seperti analgesic, sedative, hipnotis, antipsikortik, anti depresi atau perangsang system persyarafan b) Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang, tremor pusing, vertigo, kebas atau kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan nyeti atau perubahan dalam bicara masa lalu

c) Bila klien telah mengalami salah satu gejala diatas, gali lebih detail d) Diskusikan dengan pasangan klien atau anggota keluarga dan teman klien mengenai perubahan prilaku klien akhir-akhir ini e) Perawat sebaiknya bertanya mengenai riwayat perubahan penglihatan pendengaran, penghidu, penegcapan, perabaan f) Riwayat trauma kepala, atau batang spinal, meningitis, kelainan congenital penyakit neurologism atau konseling psikiatri g) Riwayat peningkatan kadar gula darha dan tekanan darah tinggi h) Riwayat tumor baik yang ganas, maupun jinak pada system persyarafan perlu ditanyakan karena kemungkinan ada

hubungan nya dengan keluhan yang sekarang yg dapat memberikan metastasis ke system persyarafan pusat dengan segala komplikasinya c. Riwayat penyakit keluarga Anamnesis akan adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus yang memberikan hubungan dengan beberapa masalah disfungsi neurologis seperti masalah stroke haemorafik dan neuropati perifer 4. Pengkajian Psikososial Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien Pengkajian status emosiolan dan mental secara fisik lebih banyak termasuk pengkajian fungsi serebral meliputi tingkat kesadaran klien, prilaku kdan penampilan bahasa dan fungsi intelektual termasuk ingatan, pengetahuan kemampuan berpikir abstrak asosiasi dan penilaian sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam melaksanakan pengkajian lain dengan memebri pertanyaan dan tetap melakukan pengawwasan

sepanjang waktu unutk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran a. Kemampuan koping normal. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga sera masyarakat dan respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehariharinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu seperti ktakutan akan kecacatan rasa cemas, rasa ketidakmampuan utnuk melakukan aktivitas secara optimal salah gangguan citra tubuh b. Pengkajian sosiekonomispritual Oleh Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus mengkaji apakah keadaan ini member dampak pada status ekonomi klien sebab biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan individu B. Pemeriksaan Fisik Neurologis Secara Umum pemeriksaan fisik pada system persarafan terhadap area fungsi utama berikut : Pengkajian tingkat kesadaran Pengkajian fungsi serebral Pengkajian saraf kraniak Pengkajian system motorik ditujukan dan pandangan terhadap dirinya yang

Pengkajian respons reflex Pengkajian system sensorik

1. Pengkajian tingkat kesadaran Kesadaran mempunyai arti yang halus, kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen keseluruhan dari impuls aferen dapat disebut output susunan saraf pusat Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kewaspadaan yaitu aksi dan reaksi terhadap apa yang diserap bersifat sesuai dan tepat. Keadaan saat suatu aksi sama sekali tidak dibalas dengan suatu reaksi dikenal sebagai koma. Kesadaran terganggu dapat menonjolnya kedua seginya yaitu unsur tingkat dan unsure kualitasnya Apabila terjadi gangguan sehingga tingkat kesadaran menurun sampai tingkat yg terendah maka koma yang dihadapo dapat terjadi akibat neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidakberfungsi yang disebut koma diensefalik yang dapat bersifat supratentorial atau infantentorial (Priguna Sidartha, 1985) Kualitas kesadaran yang menurun tidak senantiasa menurunkan juga tingkat kesadaran. Tetapi tingkat kesadaran yang menurun senantiasa menggangu kualitas kesadaran. Oleh karena itu fungsi mental yang ditandai oleh berbagai macam kualitas kesadaran sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Istilah-istilah seperti letargi, stupor, dan semikomatosa adalah istilah yang umum digunakan dalam berbagai area. Dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 2.1. Responsivitas Tingkat Kesadaran Tingkat Responsivitas Terjaga Sadar Klinis Normal Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna ketika bangun. Letargi Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah dirangsang Stupor Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten, dapat mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata atau frase pendek. Semikomatosa Gerakan bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti Koma perintah atau berbicara koheren. Dapat berespons dengan postur secara reflex ketika distimulasi atau dapat tidak berespons pada setiap stimulus. Pada keadaan perawatan sesungguhnya, ketika waktu mengumpulkan data untuk penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas, Skala, Glasgow (Glasgow Coma Scale GCS) dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala tersebut memungkinkan pemeriksa membuat peringkat 3 respons utama klien terhadap lingkungan seperti respons membuka mata, verbal dan motorik. sederhana ketika

Pada setiap kategori respons yang terbaik mendapatkan nilai. Nilai total maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3 menandakan klien tidak memberikan respons. Nilai total 8

atau kurang menandakan adanya Koma dan jika bertahan pada waktu yang lama dapat menjadi satu predictor buruknya pemulihan fungsi.

System penilaian ini dirancang sebagai pedoman untuk mengevaluasi dengan cepat klien yang sakit kritis atau klien yang cedera sangat berat yang status kesehatannya dapat berubah dengan cepat.
Respon Motorik Terbaik Menurut Terlokalisasi Menghindar Fleksi abnormal Ekstensi Tidak ada 6 5 4 3 2 1 Tidak dapat 1 Orientasi Bingung Kata tidak dimengerti Hanya suara Tidak ada Respon verbal terbaik 5 4 3 2 1 Terhadap nyeri 2 Terhadap Panggilan 3 Membuka mata Spontan 4

2. Pengkajian Fungsi Serebral a. Status mental Status mental merupakan keadaan kejiwaan yang dimiliki seseorang. Secara ringkas prosedur pengkajian status mental klien dapat dilakukan meliputi: 1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya dengan melihat cara berpakaian klien, kerapihan, dan kebersihan diri. 2. Observasi postur, sikap, gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah dan aktifitas motorik semua ini sering memberikan informasi penting tentang klien. 3. Penilaian gaya bicara klien dan tingkat kesadaran juga diobservasi. 4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal ? 5. Apakah klien sadar dan berespons atau mengantuk dan stupor Untuk melihat lebih jauh penilaian status mental bagi perawat terdapat pada table berikut

PENILAIAN Perhatian Daya ingat

RESPONS Rentang perhatian ke depan dan ke belakang - Jangka pendek: mengingat kembali tiga item setelah 5 menit - Jangka panjang : mengingat nama depan ibunya, mengingat kembali menu makanan pagi, kejadian pada hari sebelumnya.

Perasaan (efektif) - Amati suasana hati yang tercermin pada tubuh, ekspresi tubuh - Deskripsi verbal efektif - Verbal kongruen, indicator tubuh tentang suasana hati. Bahasa - Isi dan kualitas ucapan spontan - Menyebutkan benda-benda yang umum, bagian-bagian dari suatu benda - Pengulangan kalimat - Kemampuan untuk membaca dan menjelaskan pesanpesan singkat pada surat kabar, majalah. - Kemampuan menulis secara spontan, di-dikte. Pikiran - Informasi dasar (misalnya presiden terbaru, 3 presiden terdahulu) - Pengetahuan tentang kejadian-kejadian baru. - Orientasi terhadap orang tempat dan waktu. - Menghitung : menambahkan dua angka, mengurangi 100 dengan 7. Persepsi - Menyalin gambar : persegi, tanda silang, kubus, tiga dimensi. - Menggambar bentuk jam membuat peta ruangan. - Menunjuk ke sisi kanan dan kiri tubuh. - Memperagakan : mengenakan jaket, meniup peluit, menggunakan sikat gigi.

b. Fungsi Intelektual Penilaian fungsi intelektual akan menggungkapkan banyak informasi tentang kerusakan pada otak. Fungsi intelektual mencakup kegiatan yang mencakup kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan memanfaatkan pengalama. Seluruh otak ikut serta saling berhubungan dalam mengembangkan aktivitas intelektual. Lesi serebral yang bersifat bilateral dan difusi sangat menentukan pelaksanaan intelektual umum sedangkan lesi yang bersifat fokal dapat menimbulkan aktivitas intelektual yang khusus c. Daya Pikir a) Apakah pikiran klien bersifat spontal, alamiah, jernih, relevan dan masuk akal? b) Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan dan keasykan sendiri? c) Apa yang menjadi pikiran klien? d. Status emosional Secara ringkas pengkajian status emosional klien yang dapat dilakukan perawat meliputi a) Apakah tingkah laku klien alamiah, datar peka, pemarah, cemas, apatis, atau euphoria ? b) Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal atau iramnya tidak dapat diduga dari gembira menjadi sedih selama wawancara? c) Apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-kata atau isus dari pikirannya d) Apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan komunikasi non verbal? e. Kemampuan bahasa Pengkajian fungsi serebral yang terakhir adalah kemampuan bahasa. Orang-orang dengan fungsi neurologis normal mampu

menegerti dan berkomunikasi dalam pembicaraan dan bahasa tulisan pada pengkajian ini perawat mungkin menemukan beberapa hal sebagai berikut : a) Disfasia b) Disartria c) Disfonia Table 2.4. Pengkajian Klien Disfasia / Afasia Bicara Lancar Bicara tidak lancer

(Disfasia Reseptif, Konduktif (Afasie Ekspresif atau Nominal) Menyebut nama-nama benda. Menyebutkan nama-nama benda Klien dengan afasia nominal, sulit dilakukan tetapi lebih baik konduktif atau reseptif sulit dari pada bicara spontan menyebutkan nama-nama benda

Repetisi klien dengan afasia Repetisis

mungkind

dapat

konduktif dan resptif tidak dapat dilakukan dengan usaha yang mengulangi pesan bahasa keras repetisi frasa kurang baik

Komprehensi.

Hanya

klien Komprehensi normal (perintah yang tertulis dan verbal dapat diikuti )

dengan afasia reseptif

tidak dapat mengikuti perintah (verbal dan tertulis)

Membaca. Klien dengan lesi Tulisan, posterior dan area wernickle ditemukan menderita disleksia

disgrafia

dapat

Menulis klien afasia konduktif Hemiparesis lengan lebih sering sulit menulis (Disgrafia) terkena dari pada tungkai

sedangkan klein dengan afasia

reseptif isi tulisannya abnormal klien dengan lesi lobus frontal dominan dapat juga menderita disgrafai 3. Pengkajian Saraf Kranial Pemeriksaan saraf cranial dimuali dengan mengatur posisi klien sehingga duduk ditepi tempat tidur bila memungkinkan perhatian kepala wajah dan leher klien. Catat apakah terdapat hidrosefalus (kepala dan wajah menyerupai segitifa terbalik) atau akromegali. a. Saraf cranial I b. Saraf Kranial II a) Tes ketajaman Fisik b) Tes konfrontosi c) Pemeriksaan Fundus c. Saraf III dan IV d. Saraf Kranial V e. Saraf Kranial VII f. Saraf cranial VIII g. Saraf cranial IX dan X h. Saraf cranial XI i. Saraf cranial XII 4. Pengkajian Sistem Motorik Pemeriksaan yang teliti pada sistem motorik meliputi inspeksi umum (postur, ukuran otot, gerakan abnormal, dan kulit), fasikulasi, tonus otot, kekuatan otot, reflex koordinasi dan keseimbangan. Pada peemriksaan system sensorik nilai persepsi nyeri, temeperatur, vibrasi dan motorik halus. Inspeksi umum perawat mundur sebentar dan perhatikan adanya postur yang abnormal misalnya pada klien dengan hemiplegia akibat stroke pada

pemeriksaan ini anggita badan atas dalam posisi refleksi dan lengan

dalam posisi aduksi dan pronasi sedangkan anggota badan bawah dalam posisi ekstensi kemudian indentifikasi artrofi otot yang menunjukan adanya denervasi otot, penyakit otot primer atau kelainan atrofi. Anggota badan atas Secara umum pemeriksaan dimulai dari jabat tangan dengan klien dan perkenalan diri anda. Klein yang tidak dapat melepaskan genggaman tangannya merupakan tanda-tanda menderita miotonia, penyebab dari kelainan penyakit otot yang peling sering ini adalah distrofia miotonika. Setelah memelepaskan tangan dari genggaman klien dan setelah melakukan inspensi umum sekilas sangat penting, klien diminat melepaskan pakaianya sehingga lengan dan gelang bahu terbuka selurhnya Fasikulasi Kelainan ini merupakan kontraksi bagian-bagian kecil dari otot yang tidak regular yang tidak mempunyai pila yang ritmis. Fasikulasi dapat bersifat kasar atau halus dan terlihat pada waktu isitirahat, tetapi tidak terjadi selama gerakan volunteer. Jika tidak ditemukan fasikulasi. Ketuk otot brakiordialisis dan biseps dengan palu reflex dan amati lagi. Tindakan ini dapat menstimulasi fasikulasi. Jika fasikulasi terjadi bersama-sama dengan kelumpuhan dan atrofi maka fasikulasi menunjukan degenerasi dari LMN. Penyebab=peneyebab fasikulasi meliputi penyakit saraf mototrik, kompresi radiks motorik, neuropati mototrik (Misalnya keganasan), miopati auisita (misalnya polimiositis, tirotoksikosis) Tonus Otot Pada waktu lengan bawah digerak-gerakkan pada sendi siku secara pasif, otot-otot ekstensordan fleksor lengan membiarkan dirinya ditarik dengan sedikit tahanan wajar. Jika semua unsure saraf disingkirkan dari otot (Denervasi) maka tahanan tersebut sama sekali lenyao. Tahanan itu disebut sebagai tonus otot yang merupakan manifestari

dari resultan gaya saraf (baik motorik maupun sensorik) yang berada di otot dalam keadaan sehat Kekuatan otot Kekeuatan otot dinilai dari perbandingan antara kemampuan pemeriksa dengan kemampuan untuk melawan tahanan otot volunteer secara

penuh dari klien untuk menentukan apakah kekuata normal, maka umum klien, jenis kelamin, dan bentuk tubuh harus dipertimbangkan. Fungsi otot atau kelompok otot klien dievaluasi dengan cara menempatkan otot pada keadaan yang tidak menguntukngkan. Sebagai contoh otot kuadrisep adalah otot yang secara penuh bertanggung jawab untuk meluruskan kaki pada saat kaki dalam keadaan lurus, pengkaji sulit sekali membuat fleksi pada lutu sebaiknya jika lutut dalam keadaan fleksi dan klien diperintahkan untuk meluruskan kaki dengan diberi tahanan, maka akan menghasilkan ketidakmampuan unutk meluruskan kakinya. Walaupun kurang sensitive pembagian kekuatan otot berdasarkan tingkat dapat dijadikan panduan bagi perawat untuk melakukan penelitian 5. Pengkajian Refleks Refleks adalah respons terhadap suatu rangsang. Gerakan yang timbul disebut gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan yang bangkit untuk menyesuaikan diri baik untuk menjamin ketangkasan gerakan volunteer maupun untuk membela diri. Gerakan reflektorik tidak saja dilaksanakan oleh anggota gerak akan tetapi setiap otot lurik dapat melakukan gerakan reflektorik. Selain itu rangsangan tidak saja terdapat di permukaan tubuh, akan tetapi semua impuls perseptif dapat merangsang gerakan reflektorik, termasuk impuls panca indra. Setiap suatu rangsangan yang direspons dengan gerakan, menandakan bahwa antara daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik itu terdapat hubungan. Lintasan yang rnenghubungkan reseptor dan efektor itu.dikenal sebagai busur refleks. Reseptor di kulit mendapat perangsangan. Suatu impuls dicetuskan dan

Jikirim melalui serabut radiks dorsalis ke sebuah saraf di substansia grisea medula spinalis. Atas kedatangan impuls tersebut, neuron itu merangsang saraf motorik di kornu anterioq yang pada gilirannya menstimulasi serabut otot untuk berkontraksi. Reseptor serabut aferen, interneuron di substansia grisea, saraf motorik, serta aksonnya berikut otot yang dipersarafinya merupakan busur refleks yang segmental. Sebagian besar refleks spinal adalah refleks segmental. Refleks-refleks yang melibatkan kegiatan pancaindra dan kebanyakan reflex superfisial terjadi dengan perantara busur refleks segmental yang dilengkapi juga dengan iintasan suprasegmental. Refleks-refleks yang dibangkitkan dalam pemeriksaan klinis dapat bersifat refleks profunda dan refleks superfisial. Refleks profunda berarti refleks'terjadi sebagai respons atas perangsangan terhadap otot, sedangkan refleks superfisial adalah refleks vang terjadi akibat perangsangan permukaan kulit atau mukosa. Tendon rerpengaruh langsung dengan palu refleks atau secara tidak langsung melalui benturan pada ibu jari penguji yang ditempatkan merekat pada tendon. uji refleks ini nremungkinkan orang yang menguji dapat rnengkaji lengkung refleks yang tidak disadarri, yang bergantung pada adanya reseptor bagian aferen. sinaps signal, serabut eferen motorik, dan adanya beberapa pengaruh perubahan yang bervariasi pada tingkat yang lebih tinggi. a. Pemeriksaan Refleks Profunda Gerakan reflekrorik yang timbul akibat perangsangan terhadap otot dapat dilakukan dengan melakukan ketukan pada tendon, ligamentum atau periosreum. Oleh karena itu, refleks profunda disebut juga refleks tendon dan refleks periosteum. Hasil

pemeriksaan refleks tersebut merupakan informasi penting yang sangar nrenentukan. Oleh karena itu, rangsangan dan penilaian yang dilakukan harus repar. Penilaian ini selalu berarti penilaian

secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan. Respons terhadap suatu rangsang bergantung pada intensitas pengerukan. Oleh karena itu, refleks tendon atau periosteunl kecuali bagian tubuh yang dapat dibandingkan harus merupakan hasil perangsangan yang berintensitas sama. Selain itu, posisi anggota gerak yang sepadan pada saat perangsangan dilakukan harus sama. Oleh karena itu teknik untuk membangkitkan refleks tendon harus sempurna. Pokok-pokok yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut. b. Teknik Pengetukan. Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras. Gagang palu refleks dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk sedemikian rupa sehingga palu dapat diayun secara bebas. Pengetukan tidak boleh dilakukan seperti gerakan memotong atau menebas kayu, melainkan menjatuhkan secara terarah kepala palu refleks ke tendon atau periosteum (Gambar 2.1,9). Dalam hal ini, gerakan pengetukan berpangkal pada sendi pergelangan tangan. Tanganlah yang mengangkat palu refleks, bukan lengan. Kemudian tangan menjatuhkan kepala palu refleks dengan tepat ke tendon atau periosteum. Refleks tendon harus benar-benar berarti bahwa yang diketuk adalah tendon. Untuk menjamin hal itu. pengetukan hendaknya dilakukan secara tidak langsung ,yang berarti bahwa yang diketuk oleh palu refleks adalah jari pemeriksa .vang ditempatkan di tendon yang bersangkutan. Metode perkusi tidak langsung ini dilakukan jika tendon yang bersangkutan tidak ditopang pada topangan yang cukup keras. Dalam hal ini, respons terhadap pengetukan pada tendon yang tidak ditopang pada topangan yang keras adalah lemah atau kurang nyata, sehingga metode tersebut dipakai untuk merangsang refleks tendon biseps brakialis dan femoris. c. Pemeriksaan Refleks Patologis

Refleks superfisial adalah gerakan reflektorik yang timbul sebagai respons atas stimulasi terhadap kulit atau mukosa. Berbeda dengan refleks profunda, reflex supervisulal tidak saja mempunyai busur refleks yang segmental, melainkan mempunvai komponen supraspinal juga. Oleh karena itu, refleks superficial dapat menurun atau hilang jika terdapat lesi di busur refleks segmentalnya atau jika komponen supraspinal mengalami kerusakan. d. Pemeriksaan Refleks Patologis Refeks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada orang-orang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan merupakan gerakan reflektorik defensif atau postural yang jika pada orang dewasa yang sehat diatur dan ditekan oleh aktivitas susunan piramidal. Anak kecil berusia antara 4-5 tahun masih belum memiliki susunan piramidal yang bermielinisasi sempurna, sehingga aktivitas susunan piramidalnya masih belum sernpurna. Oleh karena itu, gerakan reflektorik yang dinilai sebagai refleks patologis pada orang dewasa, tidak selamanya patologis jika diiumpai pada anak-anak kecil. Akan tetapi pada orang dewasa refleks patologis selalu merupakan tanda terjadinya lesi UMN. Refleks-refleks patologis sebagian bersifat refleks profunda dan sebagian lainnva bersifat refleks superfisial. Reaksi yang diperlihatkan oleh reflex parologis itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi mendapat julukan yang bermacam-macam, karena cara

membangkitkannya berbeda-beda. e. Refleks Plantar. Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan plantar fleksi kaki dan fleksi semua jari kaki pada kebanyakan orang yang sehat. Respons yang abnormal terdiri atas ekstensi serta pengembangan jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki. Respons ini disebut respons ekstensor plantar yang lebih dikenal dengan refleks Babinski positif

Respons patologis ini merupakan salah satu tanda yang menunjukkan terjadinya lesi di susunan piramidal. f. Gerakan Sekutu. Gerakan sekutu (associated ntouements) adalah gerakan tidak volunter dan reflekrorik yang selalu timbul pada setiap gerakan volunter. Gerakan-gerakan tersebut mengatur sikap dan mengiringi gerakan voluntet agar ketangkasan dan efektivitas gerakan volunter lebih terjamin. Dalam keadaan patologis, gerakan sekutu bisa hilang atau bangkit secara berlebihan. Gerakan sekutu lenyap pada penyakit ekstrapiramidal. Oleh karena adanya proses patologis di susunan piramidal, gerakan sekutu tidak akan ditemukan pada orang-orang sehat. Oleh karena itu, gerakan sekutu disebut gerakan sekutu abnormal atau patologis. Jika sebelurn mengalami kerusakan, gerakan sekuru fisiologis tidak hilang, akan tetapi sinkronisasinya dengan gerakan volunter hilang, sehingga gerakan volunter memperlihatkan kejanggalan. Gerakan volunter yang terganggu ini dikenal sebagai gerakan tidak koordinatif. Gerakan sekutu patologis dapat timbul pada anggota gerak yang paretic sewaktu gerakan volunter teftentu dilakukan. Dengan demikian, gerakan sekutu patologis dapat dianggap sebagai gerakan reflektorik pada anggota gerak paretic yang timbul akibat stimulasi otot-otot tertentu yang normal secara volunter. Gerakan Tidak Volunter (Involunter). Gerakan involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan kemauan, ddak dikehendaki, dan tidak bertujuan. adapun gerakan involunter yang sering dijumpai, meliputi gerakan tremotis spasmus, serta diskinesia dan distonia. Tremor. Tremor rnerupakan suatu gerarkan y'ang tidak dikehendaki dan tidak bertujuan yang terdiri atas satu seri gerakan bolak balik secara ritmik sebagai manifestasi kontraksi berselingan kelompok otot yang fungsinya berlawanan. Istilah awam ,yang terkenal adalah gemetar. Tremor dapat diklasifikasikan menurut frekuensi tremor

(tremor cepat atau lambat), menurut amplitr.rdonya (tremor halus atau kasar), merurut sikap bagian tubuh yang memperlihatkan tremor (tremor posturai, statik, dan intensional), dan seterusnya. Akan tetapi pembagian tremor dengan rujukan praktik klinik adalah sesuai dengan klasifikasi tremor menurut penyebabnya, meliputi: tremor fisiologis, tremor esensial heredofamilial tremor penyakit Parkinson, tremor iatrogenic dan tremor metabolic. Tic. 'Tic' adalah istilah Prancis yang telah sesuai dengan standar internasional. 'Tic'merupakan suatu gerakan otot involunter yang berupa kontraksi otot setempat, sejenak, namun berkali-kali, dan kadang kala selalu serupa atau berbentuk majemuk. Menurut gerakan otot involunter yang timbul. pengqolongan 'ric' diberi tambahan sesuai lokasi kontraksi otot serempat. Dengan demikian dikenal 'tic' fasialts, yang mengenai otot pror wajah, 'tic'orbikularis oris, dan'tic' orbikularis okuli. Dalam hal ini. otot yang berkontraksi secara involunter adalah otot orbikularis oris, orbikularis okuli, dan zigomatikus mayor, atau otot fasial lainnya. Spasme. Spasme adalah kejang otot setempat yang mengenai sekelompok atau beberapa kelornpok otot, yang timbul secara involunter. Adanya kejang otot disebabkan oleh gangguan otot atau karena gangguan saraf Gangguan pada sistem persarafan bisa terjadi di tingkat perifer atau di pusat. Dalam klinik dikenal keiang otot yang dinamakan (1) kram muskulorum, (2) spasme tetani, (3) spasme fasialis, (4) krisis okulogirik, (5) singultus, dan (6) spasme profesi di antaranya yang paling sering di jumpai adalah writer cramp. Kram muskulorum pada otot betis pernah dialami oleh semua orang yang telah mengeluarkan banyak tenaga, seperti berenang, lari-lari, main tennis, dan sebagainya. Pemberian garam seperti kalsium glukonat, KCI, atau NaCl dapat rnencegah timbulnya kembali kram muskulorum pada orot betis, otot latisimus dorsi, atau otot-otot jari.

Spasme tetani merupakan spasme akibat tetanus. Hipokalsemia dan alkalosis sering kali menimbulkan spasme tetanik. Spasme tetanik paling sering dijumpai pada jari-jari tangan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda trousseau. Juga pada keadaan hipoksemia otot wajah mudah mengalami kejang jika saraf diketuk-ketuk pada bagian yang berada didaerah glandula parotis. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda chevostek Krisis okulogirik terjadi apabila kedua bola mata melirik ke salah satu sisi biasanya selama beberapa menit, tetapi adakalanya dapat berlangsung sarnpai beberapa jam. Selama krisis, klien berada dalam keadaan tegang karena mendapat seperti menghadapi maut atau berhalusinasi menakutkan. Krisis okulogirik hanya timbul pada penderita Parkinson akibat efensilitas. Tetapi sekarang, banyak orang non parkinsonism mengalami kritis tersebut akibat efek obat psikotropik Spasme profesi, sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dalam melakukan pekerjaan. Bila spasme tersebut tirnbui pada otot-otot jari atau otot lengan, nutka bergantung pada pekerjaan, spasmus tersebut dapat dicabut spasmus iuru ketik, spasmus penulis, atau spasmus tukang separu,dan lain sebagainya. Diskinesia dan distonia. Diskinesia dan distonia merupakan suatu gerakan involunter yang menunjukan gerakan yang berbelit-belit dengan tonus otot meningkat dan menurun secara tidak teratur 6. Pengkajian Sistem Sensorik Sistem sensorik lebih kompleks dari sistem motorik karena model dari system sensorik mempunyai perbedaan traktus,lokasi pada medula spinalis. Pengkajian sensorik merupakan pengkajian subjektif, luas, serta membutuhkan kerja sama klien. Penguji dianjurkan mengenali penyebaran saraf perifer yang berasal dari medula spinalis. Di dalam praktik klinis, ada lima jenis sensibilitas (sensori) yang perlu diketahui perawat dan menjiadi objek pemeriksaan. Adapun kelima jenis sensasi

itu adalah: 1) Sensasi kbusus atar sensasi pancaindra, seperti sensasi penciuman atau sensasi olfaktorik, sensasi visual, perasaan auditorik, pengecapan gustatorik, dan sebagainya. 2) Sensasi eksteroseptif atau sensasi protopatik. a. Sensasi raba Hilangnya sensasi raba disebut anestesia. Menurunnya sensasi raba dikenal sebagai hipestesia. Sensasi raba secara berlebihan disebut hiperestesia. b. Sensasi nyeri Hilangnya sensasi nyeri disebut aralgesla. Berkurangnya sensasi nyeri disebut hipalgesia. Sensasi nyeri secara berlebihan disebur hiperalgesia. c. Sensasi suhu Hilangnya sensasi suhu disebut termoanetesia, berkurangnya sensasi suhu disebut termohipestesia, terasanya sensasi suhu secara berlebihan disebut termohiperestesia d. Sensasi abnormal di permukaan rubuh Kesemutan disebut juga parestesia. Nyeri-panas-dingin yang terus menerus disebut sebagai disestesia-hiperpasia. 3) Sensasi propriosefsi,yaitu sensasi gerak, getar, sikap, dan tekan. Perasaan eksteroseptif dan proprioseptif sering diklasifikasikan juga sebagai somastesia, yaitu sensasi yang bangkit akibat rangsangan sensasi di jaringan yang berasal dari somatopleura. Sensasi gerak dikenal juga sebagai kinestesia, sensasi sikap dikenal juga sebagai state tesia sensasi getar dikenal juga sebagai palestesra, sensasi tekan dikenal juga sebagai barestesia. 4) Sensasi interoseptif atau uiseroestesia, yaitu sensasi yang bangkit akibat rangsang sensasi di iaringan yang berasal dari viseropleura (usus, paru, limpa, dan sebagainya). 5) Sensasi diskriminatif atau sensasi multintodalitas, yaitu sensasi yang

sekaligus memberikan pengenalan secara banding. Penurunan sensorik yangada merupakan akibat dari neuropati perifer dan sesuai dengan keadaan anatomi yang rerganggu. Kerusakan otak akibar lesi yang luas mencakup hilangnya sensasi, yang mempengaruhi seluruh sisi tubuh lain neuropati berhubungan dengan penggunaan alkohol dengan penyebaran seperti sarung tangan dan kaos kaki. Pengkajian sistem sensori mencakup tes sensasi raba, nyeri superfisial, ian posisi rasa (propriosepsi). Keseluruhan pengkaiian sensori dilakukan dengan mata klien terturup. jikaa sama klien didukung dengan petuniuk sederhana dan dengan menenangkan klien bahwa penguji tidak menyakiti dan mengejutkan klien. Sensasi taktil dikaji dengan menventuh lembut gumpalan kapas pada masing-masing sisi tubuh. Sensitivitas ekstremitas bagian proksimal dibandingkan dengan bagian distal. Sensasi nyeri dan suhu ditransmisikan bersama di bagian lateral medulla spinalis. Sehingga, tidak perlu menguji sensasi suhu dalam keadaan ini. Nyeri superfisial dapat dikaji dengan menentukan sensitivitas klien terhadap objek yang tajam. Klien diinstruksikan memejamkan mata dan membedakan antara ujung yang tajam dan tumpul dengan menggunakan lidi kapas yang dipatahkan arau spatel lidah. Demi keamanan, hindari penggunaan peniti karena dapat mcnrsak integritas kulit. Kedua sisi objek tajanm dan tumpul digunakan dengan inrensitas yang salah pada semua pelaksanaan dan kedua sisi diuji dengan simetris C. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik pada sistem persarafan dilakukan untuk

melengkapi pengkajian setelah melakukan pengkajian umum dan perneriksaan fisik system persarafan. Perkembangan teknologi ,yang begitu cepat dengan semakin modernnya jenis-jenis alat pemeriksaan dalam penegakan diagnosis perlu disikapi oleh perarwat dengan turut mengenal jenis pemeriksaan terbaru dan menilai seberapa jauh implikasi keperawatan yang akan diberikan pada klien' Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik untuk menilai gangguan pada system persarafan memerlukan

persiapan dan memberikan implikasi keperawatan yang perlu dipersiapkan oleh perawat. Perarvat harus mempertimbangkan kondisi klien dengan perlunya jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan untuk penegakan diagnostik sistem persarafan tersebut, meliputi foto rontgen, CT Scan, PET, MRI, angiografi serebral, EEG, mielografi, elekrroensefalografi, lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal, serta pemeriksaan laboratorium klinik, 1. Foto Rontgien Foto rontgen polos tengkorak dan medula spinalis sering kali digunakan untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya, terurama dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain itu, foto rontgen polos mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil foro rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL (space occupring lesion) Adanya udara dalam tulang tengkorak juga merupakan suatu indikasi adanya fraktur kepala terbuka, seperti fraktur tengkorak frontal atau basilar, yang mungkin tidak tampak secara jelas dari luar. Foto rontgen polos kepala juga dapat memperlihatkan adanya infeksi atau neoplasma yang ditandai oleh perubahan kepadatan tulang atau kalsifikasi inrrakranial lainnya. Prosedur pembuatan foto polos kepala dan medula spinalis mengharuskan klien dalam yang cermat dan secara relatif tidak menimbulkan nyeri. Peran perawat mencakup pemantauan klien dan peralatan yang digunakan selama prosedur dan selalu waspada terhadap komplikasiyang berhubungan dengan posisi klien dan lamanya prosedur. Pemeriksaan foto rontgen di tempat lainnya iuga diperlukan jika terdapat kelainan pada pemeriksaan fisik, seperti adanya masalah pada system pernapasan, yang memerlukan Pemeriksaan rontgen torak atau jika ada trauma pada ekstremitas, pemeriksaan foto rontgen di lokasi tempat trauma harus dilakukan.

2. Computed Temography Computed tomography (CT) merupakan suatu teknik diagnostik dengan digunakan sinar sempit dari sinar-x untuk memindai kepala dalam lapisan berurutan. Bayangan yang dihasilkan memberi gambaran potongan melintang dari otak, dengan membandingkan perbedaan jaringan padat pada tulang kepala, korteks, struktur subkortikal, dan ventrikel. Gambaran yang jelas masing-masing bagian atau "irisan" otak, pada bayangan akhir merupakan proporsi dari derajar sinar-x diabsorpsi. Bayangan ditunjukkan pada osiloskop atau monitor TV dan difoto. Lesi pada otak terlihat sebagai variasi kepadatan jaringan yang berbeda dari jaringan otak normal sekitarnya. Jaringan abnormal sebagai indikasi kemungkinan adanya masa tumor, infark otak perpindahan ventrikel, dan atrofi kortikal. CT scan keseluruhan tubuh memberikan gambaran bagian dari medulla spinalis. Pennyuntikan zat kontras iodin ke dalam ruang subaraknoid melalui fungsi dapat memperbaiki visualisasi isispinaldan intrakranial sebagai prosedur diagnostik untuk mendiagnosis hernia diskus lumbal. CT scan selalu dilakukan pertama tanpa zat kontras dan jika dengan zat kontras. maka zar kontras dimasukkan melalui intravena. Klien berbaring ditas meja yang dapat disesuaikan dengan kepala pada posisi terfiksasi, sementara pemindaian berputar di sekitar kepala klien, (klien diam sebagai pusat dan mesin, yang berputar sekitar pusat, yang menghasilkan gambaran potongan melintang) Klien harus dibaringkan dengan kepala pada posisi yang sangat mantap dan dengan hati-hati unruk tidak bicara dan menggerakkan wajah, karena gerakan kepala menyebabkan penyimpangan pada bayangan. CT scan dilakukan noninvasif, tidak nyeri, dan memiliki derajat sensitivitas untuk mendeteksi lesi atau luka. Kemudian jenis pemindaian yang baru berkembang dan semakin banyaknya orang-

orang yang berpengalaman menginterpretasi hasil pemindaian CT sehingga iumlah penyakit dan cedera yang lain dapat didiagnosis serta kebutuhan prosedur diagnostik invasif berkurang. 3. PET Possitron emissiontomograplry PET) adalah teknik pencitraan nuklir berdasarkan komputer yangdapat menghasilkan bayangan fungsi organ secara aktual. Klien menghirup gas radioaktif atau diinjeksi dengan zat radioaktif yang memberikan partikel bermuatan positif. Bila positron ini berkombinasi dengan elektronelektron bermuatan negatif

(normalnya didapat dalam sel-sel tubuh), resultan sinar gama dapat dideteksi oleh alat pemindai. Dalam alat-alat pemindai, detektor tersusun dalam sebuah cincin dan seri-seri yang dihasilkan berupa gambar dua dimensi pada berbagai tingkatan otak. Informasi ini terintegrasi oleh komputer dan memberikan sebuah komposisi bayangan kerja otak. 4. MRI Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan medan magnetik untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto magnetic (nukleus hidrogen) di dalam tubuh seperti magnet-magnet kecil di dalam medan magnet. Setelah pemberian getaran

radiofrekuensi, foto memancarkan Sinyal-sinyal, yang diubah menjadi bayangan. MRI mempunyai potensial untuk mengidentifikasi keadaan abnormalserebral dengan mudah dan lebih jelas dari tes diagnostik lainnva. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan kimia dalam sel, juga memberikan informasi kepada dokter dalam memantau respons tumor terhadap pengobatan. Pemindaian MRI tidak

menyebabkan radiasi ion. Pemindaian MRI memberikan gambaran grafik dari struktur tulang, cairan, dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu seseorang mendiagnosis tumor yang kecil atau sindrom infrak dini.

Implikasi Keperawatan 1) Pemeriksaan ini merupakan kontraindikasi pada klien yang sebelumnya menjalani tindakan pembedahan yaitu tertanam klip hemostatik atau aneurisme. Medan magnet yang sangat kuat menyebabkan klip seperti ini berubah posisinya, sehingga membuat klien berisiko mengalami hemoragik atau perdarahan. 2) Beritahukan kepada klien bahwa prosedur tersebut sangat bising. 3) Lakukan tindakan kewaspadaan bila klien nrengalami klaustrofobi. 4) Kontraindikasi lainnya pada klien dengan pemakaian benda logam dalam tubuh seperti alat pacu jantung, katup jantung buatan, fragmen bullet, pinortopedik, alat intrauterin. 5) Klien (dan setiap pemberi asuhan keperawatan di ruang tersebut) harus menyingkirkan semua benda-benda dengan karakteristik magnetic 1 misalnya gunting, stestoskop). 6) Sebelum klien dimasukkan ke dalam ruang MRI, semua bendabenda Logam (anting, cincin kawin, jam tangan, jepitan rambut, dan lain-lain) dilepaskan, demikian pula kartu kredit (medan magnet dapat menghapus data dalam kartu kredit). 7) Benda-benda ini harus dibuka. Benda tersebut bila dibiarkan terpasang dapat menyebabkan gangguan fungsi, dapat keluar atau menjadi panas karena mengabsorpsi energi. 5. Angiografi Serebral Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan menggunakan sinar-x terdap sirkulasi serebral setelah zat kontras disuntikkan ke dalam arteri yang angiografi serebral adalah alat yang digunakan untuk menyelidiki penyakit menular, aneurisma, dan malformasi arteriovena. Hal ini sering dilakukan sebelum klien menjalani kraniotomi sehingga arteri dan vena serebral terlihat untuk dan menentukan letak, ukuran, dan proses patologis. Digunakan untuk rnengkaji keadaan yang baik dan adekuarnya sirkulasiserebral' Angiografi merupakan pilihan

terakhir iika dengan pemeriksaan CT scan dan MRI, didiagnosis masih belum bisa ditegakkan Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukan kateter: melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk menuju pembuluh darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan dengan tusukan langsung pada arteri karotis atau arteri vertebral atau dengan suntikan mundur ke dalam arteri brakialis dengan zat kontras. Metode pemeriksaan dengan memasukkan zat warna kontras ke struktur sirkulasi serebral. Jaras pembuluh diperiksa untuk mengetahui kepatenan, penyempitan, oklusi, dan abnormalitas struktur

(aneurisma), pergeseran pembuluh (tumor dan edema), dan perubahan aliran darah (tumor, malformasi AV). 6. Mielogram Mielogram adalah sinar-x yang digunakan untuk melihat ruang subarknoid spinal dengan menyuntikkan zat kontras atau udara ke ruang subaraknoid spinal ' melalui fungsi spinal. Mielogram menggambarkan ruang subaraknoid spinal dan menunjukkan

adanyapenyimpangan medula spinalis dan sakus dural spinal yang disebabkan oleh tumor, kista, hernia diskus vertebral, atau lesi lain. Implikasi keperawatan Banyak klien mempunyai kesalahpahaman tentang prosedur ini, perawat harus dapat menjarvab pertanyaan dan mengklarifikasi penjelasan yang diberikan dokter. Klien harus diberi tahu bahwa meja sinar-x dapat dimiringkan dalam beberapa variasi posisi selama tindakan. Makanan yang dapat dimakan sebelum prosedur berupa

makanan normal. Sedatif dapat dipertimbangkan untuk membantu klien menjalani pengujian yang cukup lama. 7. Elektroensefalografi Elektroensefalografi (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di otak, dengan meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau dengan menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini

memberikan pengkajian fisiologis aktivitas serebral. EEG adalah uji yang bermanfaat untuk mendiagnosis gangguan kejang seperti epilepsi dan merupakan prosedur pemindaian untuk klien koma arau mengalami sindrom otak organik. EEG juga bertindak sebagai indikator kematian otak. Tumor, abses, jaringan parut otak, bekuan darah, dan infeksi dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. 8. Lumbal Fungsi Dan Pemeriksaan Cairan Serebrospinal Lumbal pungsi dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam ruang subaraknoid untuk mengeluarkan CSS yang berfungsi untuk diagnostik atau pengobatan. Tujuan memperoleh CSS adalah menguji, mengukur, dan menurunkan tekanan CSS: menentukan ada atau tidak adanya darah di dalam CSS mendeteksi sumbatan subarakanoid spinal dan pemberian antibiotik intratekal yaitu ke dalam kanal spinal pada kasus infeksi. Jarum biasanya dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid di antara tulang belakang area lumbal ketiga dan keempat atau antara lumbal keempat dan kelima Oleh karena medula spinalis terbagi dalam sebuah berkas saraf pada tulang belakang bagian lumbal yang pertama, iarum ditusukkan di bawah tingkat ketiga tulang belakang daerah lumbal, untuk mencegah medula spinalis tertusuk Lumbal pungsi yang berhasil. memerlukan klien dalam keadaan rileks. kecemasan yang memrbuat klien tegang dan peningkatan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada saat hasil identifikasi. Jarak normal tekanan cairan spinal dengan posisi rekumben adalah 70 sampai 200 mmHr tekanan sampai 200 mmH. dikatakan abnormal. Lumbal pungsi sangar berbahaya jika dilakukan pada lesi intrakranial, karena tekanan intracranial ditentukan melalui pengeluaran CSS, herniasi otak akan sampai tentorium dan foramen magnum normalnya, tekanan CSS meningkat dengan cepat akibat penenkanan pada vena jugularis dan menurun cepat sampai normal jika penekanan dikurangi.

Penurunan tekanan merupakan indikasi adanya hambatan sebagian perubahan penekanan sebuah lesi pada jalur subarakhnoid spinal. Jika tidak ada perubahan tekanan, hal ini merupakan indikasi adanya hambatan total. Tes ini digunakan jika dicurigai ada lesi intrakranial. Implikasi Keperawatan Tes Ini merupakan kontraindikasi pada klien dengan dugaan peningkatan tekanan intrakranial karena reduksi mendadak tekanan dari bawah dapat menyebabkan struktur otak, menyebabkan kematian. Dalam mempersiapkan pemeriksaan ini, baringkan klien dengan posisi miring, dan lutut serta kepala fleksi. Jelaskan kepada klien bahwa sebagian tekanan mungkin teraba bersamaan dengan jarum yg dimasukan dan jangan bergerak atau batuk mendadak. Setelah prosedur ini, pertahankan klien tetap berbaring datar selama 8 sampai 10 jam untuk mencegah sakit kepala dan dianjurkan untuk memperbanyak asupan cairan 9. Pemeriksaan Laboratorium Klinik Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan hal yang rutin untuk dilaksanakan sebagai media utuk menonton reaksi pengobatan dan dampak klinis yang memerlukan penanganan lanjut. Tujuan

pemeriksaan laboratorium klinik .sebagai berikut. 1) Membantu menegakkan diagnosis berbagai macam penyakit serebral. 2) Melakukan kontrol untuk klien yang mempunyai risiko tinggi mengalami penyakit serebral (misalnya pemeriksaan kolesterol darah). 3) Mengukur abnormalitas kimia darah yang dapat memengaruhi prognosis klien gangguan serebral. 4) Mengkaii derajat proses inflamasi. 5) Mengkaji kadar serum obat. 6) Mengkaii efek pengobatan (misalnya efek diuretik osmotik seperti manitol).

7) Menetapkan data dasar klien sebelum intervensi terapeutik. 8) Skrining terhadap setiap abnormalitas. Oleh karena terdapat berbagai metode pengukuran yang berbeda, maka nilai normal dapat berbeda antara satu tes laboratorium dengan tes lainnya. 9) Menentukan hal-hal yang dapat memengaruhi upaya intervensi (misalnya diabetes melitus, gangguan keseimbangan elektrolit).

You might also like