Professional Documents
Culture Documents
SOSIOLOGI, III
Husnul Muttaqin
TEORI KONFLIK
ASUMSI UTAMA
Manusia memiliki kepentingan-kepentingan asasi dan mereka berusaha merealisasikan kepentingan-kepentingannya itu Kekuasaan (power) bukanlah sekedar barang langka dan terbagi secara tak merata, sehingga merupakan sumber konflik, melainkan juga sebagai sesuatu yang bersifat memaksa (coercive). Asumsi ini menempati posisi sentral dalam perspektif teori konflik. Kekuasaan dipandang sebagai inti dari hubungan sosial. Analisa ini pada gilirannya memusatkan perhatian pada masalah distribusi sumber-sumber kekuasaan. Sebagian orang memperoleh atau menguasai sumber, sementara yang lainnya tidak memperoleh sama sekali.
Ideologi dan nilai-nilai dipandang sebagai senjata yang digunakan oleh berbagai kelompok yang berbeda untuk meraih tujuan dan kepentingan mereka masing-masing. Ideologi ini merupakan salah satu dari kepentingan kelompok
Misalnya, konflik yang mungkin terjadi antar seorang buruh kelas pekerja dan seorang mandor dalam suatu perusahaan yang diorganisir secara birokratis, mungkin bukanlah terutama cerminan kebencian pribadi antara mereka, melainkan lebih sebagai cerminan ketidaksesuaian atau oposisi antara kepentingan-kepentingan mereka seperti yang ditentukan oleh posisi mereka masing-masing dalam perusahaan itu
Dinilai mengabaikan praktik dominasi satu kelompok terhadap kelompok yang lain, bahkan dituduh berkolusi dengan kelompok dominan Anggota masyarakat terikat secara informal oleh nilai-nilai, norma-norma dan moralitas umum Hukum dan undang-undang sebagai sarana untuk meningkatkan integrasi sosial
Keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan oleh adanya tekanan atau paksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa Undang-undang itu tidak lain merupakan cara yang digunakan untuk menegakkan dan memperkokoh suatu ketentuan yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu di atas pengorbanan kelompok-kelompok lainnya
Lanjutan
Fungsionalisme Struktural Nilai dan norma adalah sarana untuk menuju konsensus. Konsensus normatif mencerminkan komitmen moral individu yang bersifat suka rela Teori Konflik Melihat nilai dan norma budaya sebagai ideologi yang mencerminkan usaha kelompok-kelompok dominan untuk membenarkan berlangsung-terusnya dominasi mereka. Apabila terdapat konsensus terhadap nilai dan norma, para ahli teori konflik akan menaruh curiga bahwa konsensus itu mencerminkan kontrol dari kelompok dominan dalam masyarakat terhadap berbagai media komunikasi (seperti lembaga pendidikan dan media massa) yang membentuk kesadaran individu dan komitmen ideologi
Perspektif Dahrendorf
Konsep Sentral
Konsep sentral teorinya adalah wewenang dan posisi. Distribusi kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda adanya perbedaan posisi dalam masyarakat. Dahrendorf menganalisa konflik dengan mengidentifikasi berbagai peranan dan kekuasaan dalam masyarakat.
ICAs
(Imperatively Coordinated Associations )
ICAs menggambarkan struktur masyarakat yang selalu terdiri dari posisi atas dan posisi bawah akibat perbedaan kekuasaan dan wewenang. Karena wewenang adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk pada wewenang akan terkena sanksi. Institusionalisasi, termasuk penciptaan ICAs, merepresentasikan organisasi pembagian peran. Organisasi ini dicirikan dengan relasi kuasa, dimana pemegang peran tertentu memiliki kekuasaan untuk menuntut kepatuhan dari yang lain. Relasi kuasa dalam ICAs ini cenderung dilegitimasi dan oleh karenanya dapat dilihat sebagai relasi otoritas dimana posisi-posisi tertentu mempunyai hak yang bersifat normatif dan dapat diterima untuk mendominasi posisi-posisi lain. Keteraturan sosial, dengan demikian, dilestarikan melalui proses penciptaan relasi otoritas dalam berbagai macam ICAs yang ada dalam semua tingkat sistem sosial.
Konflik Kepentingan
Masing-masing golongan dalam masyarakat dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung di antara golongan-golongan itu Pertentangan terjadi karena golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo, sedangkan golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan. Karena itu, kekuasaan yang sah selalu berada dalam keadaan terancam bahaya dari golongan yang anti status quo
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu atas dua tipe: kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (interest group). Kelompok semu (quasi group) merupakan kumpulan para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama Sedangkan kelompok kepentingan (interest group) yang terdiri dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata munculnya konflik dalam masyarakat
Teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan perubahan sosial. Konflik memimpin ke arah perubahan sosial. Dalam situasi konflik, pihak-pihak yang terlibat konflik melakukan tindakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau konfliknya hebat maka yang terjadi adalah perubahan sosial secara radikal. Jika konfliknya disertai kekerasan maka perubahan struktur akan efektif. Dahrendorf melihat masyarakat selalu berada dalam situasi konflik dengan mengabaikan norma-norma dan nilai yang berlaku umum yang menjamin terciptanya keseimbangan dalam masyarakat
Semakin banyak anggota dari quasi group dalam ICAs dapat menjadi sadar dengan kepentingan-kepentingan obyektifnya dan kemudian membentuk kelompok konflik, maka kemungkinan terjadinya konflik semakin besar Semakin banyak kondisi teknis, politis dan sosial dari sebuah organisasi ditemukan maka intensitas konflik akan semakin besar. Semakin banyak distribusi kekuasaan dan kelebihan-kelebihan lain diantara pihak-pihak yang terlibat konflik, maka intensitas konflik akan semakin besar. Semakin kurang mobilitas (perpindahan kelompok) antara kelompok penguasa dan yang dikuasai, maka konflik akan semakin intens. Semakin berkurang kemampuan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk membangun kesepakatan bersama, maka kekerasan dalam konflik akan semakin besar. Semakin intens sebuah konflik, maka semakin besar perubahan dan reorganisasi akan terjadi Semakin banyak kekerasan dalam konflik, maka semakin besar pula tingkat perubahan dan reorganisasi struktural
Teori Pertukaran
Teori Pertukaran berakar pada sosiologi behavioris. Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap perilaku aktor. Sosiologi perilaku menyatakan bahwa akibat masa lalu perilaku tertentu menentukan perilaku masa kini. Dalam teori pertukaran, dua orang individu yang mengadakan interaksi akan selalu mementingkan keuntungan dan meminimalkan kerugian. Atau juga sering disebut memaksimalkan profit dan meminimalkan loss.
Proposisi sukses (The Success Proposition) Proposisi Stimulus (The Stimulus Proposition) Proposisi Nilai (The Value Proposition) Proposisi Deprivasi-Kejemuan (The Deprivation-Satiation Proposition) Proposisi Restu-agresi (The ApprovalAggression Proposition) Proposisi Rasionalitas (The Rationality Proposition)
Dalam tiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka kian kerap ia akan melakukan tindakan itu Ada beberapa hal yang ditetapkan Homans mengenai proposisi sukses.
Pertama, meski umumnya benar bahwa makin sering hadiah diterima, maka makin sering tindakan dilakukan, namun hal ini tidak dapat berlangsung tanpa batas. Di saat tertentu, individu benar-benar tidak dapat bertindak seperti itu sesering mungkin. Kedua, makin pendek jarak waktu antara perilaku dan hadiah, makin besar kemungkinan orang mengulangi perilaku. Ketiga, pemberian hadiah secara intermiten lebih besar kemungkinannya menimbulkan perulangan perilaku daripada pemberian hadiah secara teratur. Hadiah yang teratur menimbulkan kebosanan dan kejenuhan, sedangkan hadiah dalam jarak waktu yang tidak teratur (seperti dalam perjudian) sangat mungkin menimbulkan perulangan perilaku
Disarikan dari Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jil 2