You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Sebagai bentuk perwujudan pengakuan dan penegakkan hak asasi manusia bagi warga negaranya, pemerintah Indonesia menuangkannya ke dalam konstitusi yang tersemat di dalam UUD 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 maupun di dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999. Kumpulan peraturan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 tersebut tersusun dengan rincian perundang-undangan yang mengerucut dan spesifik sehingga diharapkan dapat memudahkan setiap pelaksanaan dan pengawasannya. Di dalamnya juga tertuang salah satu hak asasi manusia Indonesia yang berpadanan dengan tujuan bangsa ini. Hak untuk memperoleh pendidikan. Di mana pendidikan juga merupakan bagian penting dari rangkaian aktivitas mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dapat disefinisikan sebagai daya upaya memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan, batin), pikiran (intelektual) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Dari definisi tersebut memberi kita sebuah pertunjuk yang jelas tentang apa yang menjadi tujuan akhir pendidikan. Sebuah usaha tak henti untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas. Cerdas dan berbudi pekerti luhur. Pernyataan ini juga selaras dengan pemaknaan pendidikan menurut rumusan UU Sisdiknas tahun 2003. Pendidikan diartikan sebagai sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Betapa sungguh mulia dan sentralnya peran pendidikan sebagai jembatan perwujudan Indonesia yang semakin maju dengan kualitas sumber daya manusia yang unggul. Tetapi jika kita mencermati setiap fenomena dan permasalahan yang terjadi, sepertinya penegakkan salah satu hak asasi manusia Indonesia ini hanya berjalan seadanya saja. Seakan mengesampingkan pentingnya pendidikan bagi rakyat negeri ini, para petinggi negeri terlalu sibuk dengan permasalahan yang tak kunjung usai. Mereka tak lagi memperhatikan proses pembentukan manusia Pancasila yang cerdas dan bernurani. Manusia yang bukan saja berpengetahuan tetapi juga hidup dengan akhlak mulia dan berintegritas. Banyak cara yang telah diusulkan, namun tak banyak hal yang dilakukan. Nihil, tanpa hasil dan tanpa tindak lanjut yang menyelesaikan masalah. Demikian gambaran dari semua masukan yang diberikan masyarakat untuk pemerintah. Setali tiga uang dengan dunia pendidikan. Perbaikan hanya dilakukan setelah suatu borok diketahui khalayak ramai. Tanpa itu, jangan harap ada perubahan signifikan ke arah yang lebih baik. Penekanan keberhasilan hanya dari aspek kuantitatif pada pendidikan di negeri justru telah merusak sendi-sendi kehidupan moral bangsa. Bukannya menjunjung tinggi nilai kejujuran, tetapi justru mengesampingkan kebenaran 2

bahkan memusuhinya demi asa segelintir orang yang berporos pada keinginan diri dan kebanggan semu. Pemerintah bukannya segera bertindak dengan mengubah cara pandang tetapi justru seakan hanya mengambil langkah diplomatis, menyelesaikan setiap polemik dengan janji-janji yang akan menguap seiring berjalannya waktu. Pendidikan yang mulanya sangat mulia dan luhur demi membangun manusia Indonesia yang berpengetahuan dan berbudi pekerti luhur telah berubah menjadi penghancur. Hal ini terjadi lantaran ketidaksanggupan pihak penguasa mencari akar dari setiap permasalahan dan menyelesaikannya. Dengan fakta yang terjadi di negeri ini mau tak mau menjerat setiap orang tua murid ke dalam dilematika pendidikan yang pelik. Hal ini menyebabkan mereka harus ikut berpusing diri memikirkan pendidikan terbaik dan berkualitas untuk anak-anak mereka. Bukan saja membuat anak-anak mereka

berpengetahuan, tetapi juga berakhlak mulia. Sekalipun sadar masa depan anak mereka dipertaruhkan, tetapi hanya sedikit dari para orang tua itu yang berani menunjukkan kekritisannya akan dunia pendidikan. Entah merasa jenuh dengan banyaknya masalah yang terjadi atau mungkin lelah berjibaku untuk sesuatu yang berujung pada kesia-siaan. Banyak dari orang tua murid lebih memilih untuk berdiam diri, sekalipun tidak berpasrah diri begitu saja. Dari kondisi ini terlukiskan betapa masyarakat juga menanggung beban yang seharusnya tidak mereka tanggung akibat permasalahan pendidikan yang makin ruwet di negeri ini. Anehnya, pemerintah justru makin hari seakan makin lepas tangan.

Semua kondisi ini dibiarkan begitu saja sesuai dengan apa yang dirasa nyaman oleh segelintir pihak. Walau ada hembusan perbaikan di sana-sini dari pihak sekolah, tapi itu hanya sekedar wacana belaka. Kalaupun ada kebijakan yang dihasilkan hanyalah sebuah tindakan pencitraan tanpa tindak lanjut yang jelas. Betapa mengerikannya borok pendidikan di negeri ini. Bukan saja tak memperoleh hak asasinya, manusia Indonesia pun harus bergulat dengan kegetiran tak berujung. Menikmati pencerdasan kehidupan dari negara tampaknya hanyalah mimpi, lebih-lebih bagi mereka yang tak mampu. Bagaimana tidak, untuk menjadi orang berilmu di negeri ini tak cukup hanya menyiapkan biaya pendidikan yang tinggi di sekolah formal, tetapi juga biaya tambahan yang lain. Itupun jika memang semua biaya yang dikeluarkan berkorelasi positif dengan bertambahnya pengetahuan dan perbaikan moral yang dapat diaktualisasikan di kehidupan nyata. Yang nyata di masyarakat sekarang ini justru banyak manusia yang tampaknya berilmu tapi tak bernurani. Tak sedikit pula dari para alumni yang justru banyak mempergunakan pengetahuan dan kepandaian yang mereka peroleh hanya demi kepentingan sendiri. Bisa jadi kenyataan ini pula yang menyebabkan korupsi di negeri ini makin merejalela dan tak ada habisnya. Pencegahan seharusnya dapat dilakukan sejak awal. Kebijakan yang tidak bertanggung jawab membuat permasalahan ini makin tak terselesaikan. Tujuan awal nan mulia membangun manusia Indonesia yang cerdas berubah menjadi bencana yang akhirnya menghancurkan bangsa dan negara ini. Hampir tak 4

nampak upaya penyelesaian yang optimal. Pemerintah yang dipercaya masyarakat untuk mensejahterakan mereka haruslah menjadi pihak yang mengambil peran sentral. Kebijakan kurikulum yang berimbang antara pendidikan pengetahuan dan penanaman moral yang baik harus diterapkan dengan maksimal di sekolahsekolah. Berdasarkan uraian di atas, maka kita sebagai warga Negara Indonesia, baik pemerintah maupun masyarakat dituntut untuk memahami dan

mengembalikan esensi dan fungsi dari pendidikan itu sendiri sehingga tujuan pendidikan yang kita damba-dambakan dapat tercapai.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana esensi pendidikan ? 2. Apa tujuan pendidikan ? 3. Apa fungsi pendidikan ? 4. Bagaimana hubungan antara esensi, tujuan, dan fungsi pendidikan ?

C. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui esensi dari pendidikan. 2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan.

3. Untuk mengetahui fungsi pendidikan 4. Untuk mengetahui hubungan atara esensi, tujuan dan fungsi dari pendidikan D. Manfaat 1. Bagi pemerintah, dapat dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia sehingga tujuan dari pendidikan itu sendiri dapat tercapai. 2. Bagi penulis, sebagai bahan latihan untuk menulis dan menyusun makalah selanjutnya

BAB II PEMBAHASAN A. Esensi Pendidikan Esensi pendidikan adalah membangun manusia dengan tingkat

keterpelajaran tertentu atau berpendidikan. Manusia yang berpendidikan adalah mereka yang mampu memahami fennomena secara akurat, berpikir jernih dan bertindak secara efektif sesuai dengan tujuan dan aspirasi yang ditetapkan oleh dirinya. Orang yang berpendidikan juga menghargai orang lain terlepas dari kekuasaan dan statusnya, bertanggung jawab atas hasil atau dampak tindakan, dan menggunakan akal sehat untuk memenuhi apa yang mereka butuhkan, baik pribadi, keluarga, organisasi maupun masyarakat pada umumnya. Orang yang berpendidikan membutuhkan informasi, namun ia tidak tergantung semata pada informasi yang telah disimpan dikepalanya. Mereka memiliki kemampuan mencari informasi, menciptakan pengetahuan, dan mengembangkan keterampilan bila diperlukan. Upaya manusia atau anak didik untuk mencapai status terdidik tidak selalu memerlukan guru. Mereka yang terdidik menjadi pembelajar yang khas, dapat tumbuh dan berkembang dengan kemampuan sendiri. Mereka pun memiliki kemampuan menyerap informasi dari pihak ketiga misalnya guru. Di lembaga pendidikan formal, memang terjadi pengiriman pesan secara kontinyu, khususnya selama proses interaksi pembelajaran antara guru dan siswa. Model pengiriman

inheren mendifinisikan pendidikan sebagai interaksi antara guru dan siswa, karena sifatnya membutuhkan kehadiran keduabelah pihak. Model pengiriman itu memang tidak selalu membuat referensi yang berarti bagi perbaikan kualitas orang-orang berpendidikan, meski system pendidikan yang dihasilkan sesuai dengan definisi pendidikan telah terbukti menjadi produsen yang sangat bisa diandalkan orang berpendidikan itu.

B. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan dan religi, filsafat, ideologi, dan sebagainya. Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah mencerdaskan potensi-potensi spiritual, intelektual, dan emosional setiap individu yang pada gilirannya berpengaruh terhadap masyarakat luas. Tujuan pendidikan itu bersifat dinamis, yaitu setiap zaman tujuannya bisa berubah-ubah sesuai kebutuhan pada zaman tersebut. Selain itu tujuan pendidikan juga dipengaruhi oleh kebudayaan, sehingga tujuan pendidikan akan berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan daerah setempat. Tujuan pendidikan dapat dirumuskan bahwa mengajarkan siswa bagaimana bisa berpikir, meningkatkan kualitas pikiran, dan memungkinkan dia

berpikir bagi dirinya sendiri, bukan hanya sekedar menambah beban memori otak. Perumusan tujuan pendidikan lebih bersifat imajiner ketimbang nyata. Pendidikan yang dilaksanakan tanpa tujuan akan berakhir dengan kegagalan. Secara normatif tujuan pendidikan di Indonesia diamantkan dalam Undang undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Di dalam UU ini disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warna negara yang demokratis secara bertanggung jawab. Tujuan pendidikan menurut para ahli filsafat yaitu: 1) Plato, mengatakan bahwa tujuan pendidikan sesungguhnya adalah penyadaran terhadap self knowing dan self realization kemudian inquiry dan reasoning and logic. Jadi disini tujuan pendidikan adalah memberikan penyadaran terhadap apa yang diketahuinya, kemudian pengetahuan tersebut harus direalisasikan sendiri dan selanjutnya mengadakan penelitian serta

mengetahui kausal, yaitu alasan dan alur pikirannya. 2) Aristoteles, mengatakan tujuan pendidikan adalah penyadaran terhadap self realization yaitu kekuatan efektif (virtue) kekuatan untuk menghasilkan (efficacy) dan potensi untuk mencapai kebahagiaan hidup melalui kebiasaan dan kemampuan berfikir rasional. 3) Menurut John Dewey, tujuan pendidikan adalah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga dapat berfungsi secara 9

individual

dan

berfungsi

sebagai

anggota

masyarakat

melalui

penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang bersifat aktif, ilmiah, dan masyarakat serta berdasarkan kehidupan nyata yang dapat mengembangkan jiwa, pengetahuan, rasa tanggung jawab, keterampilan, kemauan, dan kehalusan budi pekerti. Secara akademik pendidikan memiliki beberapa tujuan yaitu: 1) Mengoptimasi potensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki oleh siswa. 2) Mewariskan nilai nilai budaya dari generasi ke generasi untuk menghindari sebisa mungkin anak- anak tercabut dari akar budaya dan kehidupan berbangsa dan bernegara. 3) Mengembangkan daya adaptabilitas siswa untuk menghadapi situasi masa depan yang terus berubah, baik intensitas maupun persyaratan yang diperlukan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4) Meningkatkan dan mengembangkan tanggung jawab moral siswa, berupa kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dengan spirit atau keyakinan untu memilih dan menegakkannya. 5) Mendorong dan membawa siswa mengembangkan sikap bertanggung jwab terhadap kehidupan pribadi dan sosialnya, serta memberikan kontribusi pada aneka bentuk secara seluasnya kepada masyarakat. 6) Mendorong dan membantu siswa memahami hubungan yang seimbang antara hukum dan kebebasan pribadi dan sosial 10

7) Mendorong dan mengembangan rasa harga diri , kemandirian hidup, kejujuran dalam bekerja, dan integritas. 8) Mendoorng dan mengembangkan kemampuan siswa untuk melanjutkan studi termasuk merancang minat gemar belajar demi pengembangan pribadi. 9) Mendorong dan mengembangkan dimensi fisik , mental, dan disiplin bagi siswa untuk menghadapi dinamikakerja yang serta menuntut persyaratan fisik dan ketepatan waktu. 10) Mengembangkan proses berpikir secara teratur pada diri siswa 11) Mengembangkan kapasitas diri sebagai makhluk tuhan yang akan menjadi pengemban amanah di muka bumi ini. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan berbagai jenis pelayanan pendidikan yang meliputi : a. Pendidikan moral spiritual agar manusia memiliki akhlak yang tinggi sehingga dapat mengasihi Pencipta dan sesama manusia serta memiliki rohani yang sehat. b. Pendidikan sosial dan patriotisme agar manusia mampu mengemban tanggung jawab dalam kehidupan bersama dan dalam kehidupan bernegara. c. Pendidikan intelektual agar manusia memiliki kecerdasan yang menjadi bekal untuk mengatasi berbagai permasalahan kehidupan pribadi dan bangsanya. d. Pendidikan ketrampilan agar manusia memiliki jasmani yang sehat sehingga dapat belajar dan bekerja secara efektif.

11

Tujuan pendidikan umumnya bersifat universal, baik tujuan pendidikan umum maupun tujuan pendidikan kejuruan. Biasanya mengikuti alur tujuan pendidikan pada umumnya hanya titik tekannya berbeda.

C. Fungsi Pendidikan Pendidikan membawa misi mulia sebagai proses kemanusiaan dan pemanusiaan baik alami maupun buatan. Di Indonesia, pendidikan nasional dikonsepsikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tertuang nyata dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan produk hukum lainnya. Fungsi pendidikan sesungguhnya adalah membangun manusia yang beriman, cerdas, kompetitif, dan bermartabat. Beriman, mengandung makna bahwa manusia mengakui adanya eksistensi Tuhan dan mengikuti ajaran dan menjauhi larangannya. Kecerdasan spiritual yang dimiliki siswa tercermin dari keimanan, ketakwaan, akhlak mulia, budi pekerti luhur, altruis (semangat membantu orang lain secara cuma-cuma), motivasi tinggi, optimis, dan kepribadian unggul. Kecerdasan emosional dan spiritual tercermin dari sensitivitas dan apresiasi akan kehalusan dan keindahan seni budaya; keaktualisasi diri melalui interaksi sosial yang membina dan memupuk hubungan timbal balik, demokratis, empatik, simpatik, menjunjung tinggi HAM, ceria dan percaya diri, menghargaai kebhinekaan, berwawasan kebangsaan, serta kesadaran

12

akan hak dan kewajiban. Kecerdasan intelektual tercermin dari kompetensi dan kemandirian dalam bidang IPTEKS, serta insan intelektual yang kritis, keratif dan imajinatif. Cerdas secara kinestetik berkaitan dengan sosok pribadi sebagai insan yang sehat, bugar, berdaya tahan, sigap, terampil, dan trengginas atau cekatan, serta insan adiraga. Merujuk pada uraian diatas, untuk mencapai tujuan dan fungsi pendidikan nasional kita, harus dilaksanakan dengan prinsip prinsip tertentu, yaitu: (1) demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia , nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa; (2) sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna; (3) sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung secara hayat; (4) memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses

pembelajaran; (5) mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, dan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Hal ini penting untuk mewujudkan kinerja pendidikan yang sesungguhnya yaitu mengoptimalkan peserta didik agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya.

13

a. Fungsi Pendidikan dalam Keluarga Keluarga adalah lingkungan di mana terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.1 Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut. Fungsi yang dijalankan keluarga adalah : 1) Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak. 2) Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 3) Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman. 4) Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. 5) Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga

14

menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia. 6) Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga. 7) Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya. 8) Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya. 9) Memberikan kasih sayang, perhatian,dan rasa aman diaantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam seorang individu meraih cita-citanya. Karena keluarga memberikan motivasi agar seorang individu berpikir dan mempertimbangkan apa yang akan ia capai di masa depan. Kemudian seorang individu tersebut memikirkan bagaimana cara agar mencapai cita-citanya. Maka keluarga akan menyalurkan keinginan tersebut dengan cara menyekolahkannya, karena pada dasarnya pendidikan adalah salah satu sarana untuk mencapai cita-cita sebagai sarana formal. Lepas dari pendidikan formal, keluarga memiliki peran dalam pendidikan nonformal. Keluarga turut mengambil peran besar dalam mendidik anak agar dapat berkembang dalam segi mental. Misalnya, dari segi 15

kedewasaan. Kedewasaan seorang individu tidaklah secara murni dari individu itu sendiri, melainkan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Salah satunya adalah keluarga. Dewasa adalah sebuah proses yang akan terus dialami seseorang hingga ia mengalami kematian. Dewasa berarti juga bertanggung jawab terhadap kewajiban. b. Fungsi Pendidikan Dalam Masyarakat Sebagian besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kunci dalam mencapai tujuan sosial Pemerintah bersama orang tua telah menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan sceara besar-besaran untuk kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada orang tua, kepada pemimpin kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada individu masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

16

Berbicara tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam pendapat, di bawah ini disajikan tiga pendapat tentang fungsi pendidikan dalam masyarakat. 1) Wuradji (1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: (1) Fungsi sosialisasi, (2) Fungsi kontrol sosial, (3) Fungsi pelestarian budaya Masyarakat, (4) Fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja, (5) Fungsi seleksi dan alokasi, (6) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial, (7) Fungsi reproduksi budaya, (8) Fungsi difusi kultural, (9) Fungsi peningkatan sosial, dan (10) Fungsi modifikasi sosial. 2) Jeane H. Ballantine (1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut: (1) fungsi sosialisasi, (2) fungsi seleksi, latihan dan alokasi, (3) fungsi inovasi dan perubahan sosial, (4) fungsi pengembangan pribadi dan sosial 3) Meta Spencer dan Alec Inkeles (1982) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut: (1) memindahkan nilainilai budaya, (2) nilai-nilai pengajaran, (3) peningkatan mobilitas sosial, (4) fungsi stratifikasi, (5) latihan jabatan, (6) mengembangkan dan memantapkan hubungan hubungan sosial (7) membentuk semangat kebangsaan, (8) pengasuh bayi. Dari tiga pendapat tersebut di atas, tidak ada perbedaan tetapi saling melengkapi antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lain. 17

1) Fungsi Sosialisasi. Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak apabila telah menjadi warga negara penuh, memenuhi kewajibankewajiban negara, memiliki jiwa patriotik dan memiliki kesadaran berwarga negara. Semua ajaran dan pembiasaan tersebut pada permulaannya berlangsung melalui proses emosional, bukan proses kognitif. Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model dan dianggap dapat mengemban amanat orang tua (keluarga dan masyarakat) agar anak-anak- memahami dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam hubungan ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum 18

of virture). Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old viture), atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan patuh kepada pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi, menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling berkompeten adalah lembaga pendidikan. Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upaya-upaya mengalihkan nilai-nilai budaya masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang menjadi way of life masyarakat dan bangsanya. Untuk memenuhi fungsi dan tugasnya tersebut sekolah menetapkan program dan kurikulum pendidikan, beserta metode dan tekniknya secara paedagogis, agar proses transmisi nilai-nilai tersebut berjalan lancar dan mulus. 2) Fungsi kontrol sosial Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk melakukan mekanisme kontrol sosial. Durheim menjelaskan bahwa petididikan moral dapat dipergunakan untuk menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang 19

merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial. Melalui pendidikan semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota masyarakat ia juga dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial yang berlaku. Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial

mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi sebagiai masyarakat. Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah. 3) Fungsi pelestarian budaya masyarakat. Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budayabudaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, 20

kesenian daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya. Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional. Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu. Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya. 4) Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja. Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang 21

keahlian yang ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial. 5) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial. Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial mempunyai fungsi (1) melakukan reproduksi budaya, (2) difusi budaya, (3) mengembangkan analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional, (4) melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional, dan (5) melakukan perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional ketinggalan. Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka yang telah

meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama 22

diarahkan untuk mempenoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran penemuan baru lainnya. D. Hubungan Esensi, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Tujuan dan fungsi pendidikan seseringnya sulit dibedakan, bahkan dikacaukan. Kata tujuan merujuk pada hasil, sedangkan fungsi merujuk pada proses pendidikan itu. Fungsi merujuk pada hasil lain yang mungkin terjadi sebagai sampingan atau konsekuensi dari proses pendidikan itu. Fungsi pun bisa bermakna efek samping yang muncul dari sebuah proses pendidikan. Kata tujuan bermakna penyengajaan, sementara fungsi lebih bermakna efek alami yang ditimbulkan dari sebuah proses untuk mencapai tujuan itu. Dengan tercapainya tujuan dan berfungsinya pendidikan, maka esensi dari pendidikan tersebut secara otomatis dapat terwujud. Esensi dari pendidikan merupakan usaha untuk memajukan dan mengembangkan kecerdasan, kepribadian, dan fisik peserta didik. Dengan demikian keberhasilan suatu proses pendidikan sangat tergantung pada sejauh mana berkembangnya kecerdasan, kepribadian dan fisik tersebut dapat dicapai

23

bersama-sama.

Tinggi

dan

rendahnya

perkembangan

dan

pertumbuhan

kecerdasan, kepribadian dan fisik tersebut sangatlah menentukan tingkat keberhasilan proses pendidikan bagi peserta didik, di sisi lainnya kebersamaan berkembang dan bertumbuhnya ketiga faktor tersebut juga menjadi faktor penentu.

24

BAB III PENUTUP A. Simpulan 1. Esensi pendidikan adalah membangun manusia dengan tingkat keterpelajaran tertentu atau berpendidikan. 2. Tujuan pendidikan dapat dirumuskan bahwa mengajarkan siswa bagaimana bisa berpikir, meningkatkan kualitas pikiran, dan memungkinkan dia berpikir bagi dirinya sendiri, bukan hanya sekedar menambah beban memori otak 3. Fungsi pendidikan sesungguhnya adalah membangun manusi yang beriman, cerdas, kompetitif, dan bermartabat. Beriman, mengandung makna bahwa manusia mengakui adanya eksistensi Tuhan dan mengikuti ajaran dan menjauhi larangannya. 4. Antara esensi, tujuan dan fungsi pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Esensi dari kata tujuan yaitu berkaitan dengan akhir sebuah proses atau capaian yang diperoleh dari proses pendidikan itu atau bermakna penyengajaan sedangkan kata fungsi merujuk pada hasil lain yang mungkin terjadi sebagai sampingan atau konsekuensi dari proses pendidikan itu. Fungsi pun bisa bermakna efek samping yang muncul dari sebuah proses pendidikan atau lebih bermakna efek alami yang ditimbulkan dari sebuah proses untuk mencapai tujuan itu. Dengan

25

tercapainya tujuan dan berfungsinya pendidikan yang sesuai harapan, maka esensi dari pendidikan tersebut secara otomatis dapat terwujud.

B. Saran Hendaknya esensi, tujuan dan fungsi pendidikan perlu kita pahami maknanya dan diaplikasikan sehingga cita-cita untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas, cerdas dan berbudi pekerti luhur dan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur dapat terwujud.

26

DAFTAR PUSTAKA

Buchori, Mochtar, 1994. Spektrum Problematika Pendidikan Indonesia. Yogyakarta: PT Tiara Wacana,. Mudyoharjo, Redjo, 2001. Pengantar Pendidikan ; Sebuah Study Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya Dan Pendidikan Di Indonesia. Jakarta: Radja Grafindo Persada, Danim, S, 2011. Pengantar Kependidikan (Landasan, Teori dan 234 Metafora Pendidikan). Afabeta. Bandung. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/12/fungsi-pendidikan-dalam-keluargamasyarakat/ http://kajianpsikologi.guru-indonesia.net/artikel_detail-19890.html.

27

You might also like