You are on page 1of 19

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIDATO SISWA

KELAS VI Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Penulisan Karya Ilmiah Dosen Pengampu: Murtono, M.Pd

Disusun oleh: 1. Daviq Budiyanto 2. Narisa Ilmi 3. Destyarum Dewanti 4. Chamelia Arista 5. Windy Rosita Mayasari 2010-33-141 2010-33-142 2010-33-143 2010-33-144 2010-33-145

Semester 3 Kelas C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2011
1

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Berpidato Berbahasa pada dasarnya adalah proses interaktif, komunikatif yang menekankan pada aspek-aspek bahasa. Kemampuan memahami aspek-aspek tersebut sangat menentukan keberhasilan dalam proses komunikasi. Aspek-aspek bahasa tersebut antara lain keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Secara karakteristik keempat keterampilan itu berdiri sendiri, namun dalam penggunaan bahasa sebagai proses komunikasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa merupakan keterpaduan dari berbagai aspek. Keterampilan berbicara selalu ada dalam setiap pembelajaran. Hal tersebut membuktikan pentingnya penguasaan keterampilan berbicara salah satunya dalam berpidato. Kemampuan berbicara khususnya dalam berpidato merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk

mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S., 1988 : 17). Tujuan utama dari berpidato adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya orang yang berpidato benar-benar memahami isi pidato. Di samping itu orang yang berpidato juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar, jadi bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana cara mengemukakannya. Bagaimana

mengemukakannya, hal ini menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Yang dimaksud ucapan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan dalam memproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu posisi alat bicara, seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit pada waktu membentuk bunyi, baik vokal maupun konsonan. Untuk dapat berpidato dengan baik, orang yang berpidato selain harus memberikan kesan bahwa ia telah menguasai isi pidato yang dibicarakan, orang yang berpidato juga harus memperlihatkan keberanian, semangat, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Salah satu ragam berbicara yang sering digunakan dari dulu sampai sekarang adalah pidato. Dalam penataran-penataran, dalam peringatan-peringatan, dalam 2

seminar-seminar, dalam perayaan-perayaan, pidato sering digunakan (Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S., 1988 : 53). Seseorang yang memiliki kemampuan berpidato dalam forum-forum tersebut, biasanya mendapatkan tempat di hati para pendengarnya. Itulah sebabnya maka banyak orang yang ingin berusaha untuk memiliki ketrampilan berbicara dengan baik agar sanggup menyampaikan pidato dihadapan banyak orang dengan baik pula. 1. Pengertian Pidato Agus Supriatna (2007: 113) menyatakan bahwa, pidato adalah berbicara di muka umum yang sifatnya satu arah serta bahasa lisan yang disampaikan harus memerhatikan artikulasi serta volume suara yang jelas. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S (1988 : 53) mengemukakan bahwa pidato merupakan suatu hal yang sangat penting baik pada waktu sekarang maupun pada waktu yang akan datang, karena pidato merupakan penyampaian dan penanaman pikiran, informasi, atau gagasan dari pembicara kepada khalayak ramai. Seseorang yang berpidato dengan baik, akan mampu meyakinkan pendengarnya untuk menerima dan mematuhi pikiran, informasi, gagasan, atau pesan yang disampaikannya. Menurut (Asul Wiyanto, 2008: 8) pidato adalah berbicara didepan umum dengan cara tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Ada empat macam cara berpidato, yaitu: a. Membaca naskah Dalam hal ini, orang yang berpidato tersebut mengucapkan kata-kata persis seperti yang tertulis dalam naskah pidato, tidak dikurangi dan tidak ditambahi. b. Menghafal Dalam hal ini, orang yang berpidato menyuarakan naskah pidato yang telah dihafalkan sebelumnya, biasanya dilakukan untuk pidato pendek. Dalam pidato dengan cara menghafal naskah mempunyai resiko besar yaitu apabila tiba-tiba lupa lanjutan kata-kata yang akan diucapkan. c. Spontanitas Dalam hal ini, orang yang berpidato tidak melakukan persiapan terlebih dahulu. Pembicara tidak menyiapkan naskah, tidak membaca naskah, dan juga tidak menghafalkan naskah. Bahkan, menulis pokok-pokok isi pidato 3

atau mengangan-angan saja pun tidak dilakukan. Jadi, pembicara berpidato benar-benar spontan. d. Menjabarkan kerangka Berpidato dengan menjabarkan kerangka ini terasa lebih komunikatif, karena si pembicara telah menyiapkan kerangka pidato yang nantinya akan disampaikan kepada pendengar. Dengan membuat kerangka, memudahkan orang yang berpidato untuk menjaga keruntutan isi pidato dan juga mempunyai kesempatan yang luas untuk mengembangkan pidatonya sesuai dengan situasi para pendengarnya. Pidato adalah berucap di depan umum untuk tujuan tertentu (Sulchan Yasin, 1995 : 179). Sedangkan menurut Dhani Antika (2011), pidato adalah suatu ucapan

dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau berbicara yang baik di depan publik atau umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak dengan tujuan tertentu. 2. Metode Berpidato Persiapan yang dilakukan pada waktu menyusun sebuah naskah untuk disampaikan secara lisan dalam bentuk pidato pada umumnya hampir sama dengan persiapan karangan tertulis. Perbedaannya terletak dalam dua hal, yaitu (1) dalam penyampaian lisan seperti pidato perlu diperhatikan gerak-gerik, sikap, hubungan langsung dengan pendengar, sementara dalam karangan tertulis hal itu tidak diperhatikan, (2) dalam penyampaian seperti pidato tidak ada kebebasan bagi pendengar untuk memilih mana yang harus didahulukan dan mana yang dapat diabaikan, melainkan pendengar harus memperhatikan seluruh uraian itu. Sedangkan dalam karanga tertulis, pembaca bebas memilih mana yang dianggapnya paling menarik dan dibacanya terlebih dahulu dan bagian lain dapat dibaca keudian atau ditunda. Ada empat macam metode dalam penyampaian pidato yang perlu diketahui, yaitu (Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S, 1988 : 65): 4

a.

Metode Impromtu (serta-merta) Metode ini dilakukan berdasarkan kebutuhan sesaat. Dalam metode impromtu, orang yang berpidato tidak melakukan persiapan sama sekali, melainkan secara serta-merta berbicara berdasarkan pengetahuannya dan kemampuannya. Pidato dengan metode impromtu ini sangat berguna dalam keadaan terpaksa atau mendesak, namun dalam kegunaannya terbatas pada waktu yang tidak terduga itu saja.

b.

Metode Menghafal Dalam pidato dengan metode menghafal ini, penyajiannya dipersiapkan dan ditulis secara lengkap terlebih dahulu, kemudian dihafalkan kata demi kata. Orang yang berpidato dengan menggunakan metode ini, cenderung menjenuhkan dan tidak menarik, karena ada kecenderungan untuk berbicara cepat-cepat dan mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya.

c.

Metode Naskah Penggunaan metode ini sering dipakai dalam pidato resmi. Pidato dengan metode naskah sifatnya agak kaku, karena apabila tidak atau kurang melakukan latihan yang cukup, akan terjadi seolah-olah tidak ada hubungan antara pembicara dengan pendengar. Selain itu, mata dan perhatian pembicara selalu ditujukan pada naskah, sehingga ia tidak bebas menatap pendengarnya.

d.

Metode Ekstemporan (tanpa persiapan naskah) Dalam penggunaan metode ini lebih direncanakan terlebih dahulu dengan cermat dan dibuat catatan-catatan yang penting yang sekaligus menjadi urutan untuk uraian yang akan disampaikan dalam berpidato. Terkadang dipersiapkan konsep berupa naskah, namun tidak dihafal kata demi kata. Catatan dan konsep naskah yang dipersiapkan hanya digunakan untuk memngingat urut-urutan topik pembicaraannya.

3.

Langkah-Langkah Persiapan Pidato Untuk memiliki kemampuan berpidato yang baik, diperlukan persiapan yang sebaik-baiknya dan latihan secara teratur (Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S, 1988 : 56). Bagi orang yang sudah biasa berpidato, dihadapan massa, mempersiapkan pidato dan melakukan latihan mungkin tidak diperlukan lagi,

namun bagi seseorang yang baru atau belum pernah berbicara didepan umum, hal itu sangatdiperlukan. Penyampaian informasi atau pengetahuan tersebut hendaknya dipersiapkan lebih dahulu dengan sebaik-baiknya agar uraiannya dapat lebih teratur, bahasanya lebih jelas, dan dapat dipikirkan kemungkinankemungkinan yang akan timbul dalam pelaksanaan pidato, serta bagaimana usaha yang dilakukan untuk mengatasinya. Menurut Gorys Keraf (1980: 317-318) ada tujuh langkah yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan pidato yang baik, yaitu: a. Menentukan Topik dan Tujuan Pokok atau topik tujuan pembicaraan dalam suatu pidato merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pokok atau topik pembicaraan merupakan persoalan yang dikemukakan, sedangkan tujuan pembicaraan berhubungan dengan tanggapan yang diharapkan dari para pendengar berkenaan dengan persoalan yang dikemukakan itu. Dalam hal penentuan topik pembicaraan yang akan disampaikan dalam pidato perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Topik yang dipilih hendaknya serba sdikit diketahui, dan ada kemungkinan untuk memperoleh lebih banyak keterangan untuk melengkapinya. 2) Persoalan yang disampaikan hendaknya menarik perhatian bagi pembicara sendiri. 3) Persoalan yang dibicarakan hendaknya juga menarik perhatian bagi pendengar. 4) Tingkat kesulitan persoalan yang akan dibahas hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan pendengar. 5) Persoalan yang disampaikan hendaknya dapat diselesaikan dalam waktu yang disediakan dalam berpidato. Selain topik, perlu diperhatikan pula judul pidato. Topik mengandung materi pembicaraan yang diuraikan serta objek atau aktivitas yang perlu diketahui pendengar. Sebaliknya, judul adalah etiket yang diberikan untuk

menimbulkan rasa ingin tahu terhadap persoalan yang diuraikan (Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S, 1988 : 57).

b.

Menganalisis Situasi dan Pendengar Dalam menganalisis situasi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Maksud pengunjung mendengarkan uraian. 2) Tata cara kehidupan pendengar. 3) Susunan acara. 4) Tempat berlangsunya pidato. Dengan menganalisis situasi tersebut, akan didapatkan solusi yang baik untuk menyiapkan cara-cara bagaimana pembicara harus menyesuaikan diri dalam menyampaikan uraiannya dalam menghadapi para pendengar. Ada beberapa hal yang dapat dipakai dalam menganalisis pendengar yang hars dihadapi, diantaranya: 1) Data-data umum Misalnya jumlah pendengar, usia, pekerjaan, pendidikan, dan

keanggotaan sosial atau politik. 2) Data-data khusus Data-data khusus yang perlu mendapat perhatian meliputi: a) Pengetahuan pendengar mengenai topik yang dibawakan b) Minat dan keinginan pendengar c) Sikap pendengar c. Memilih dan Menyempitkan Topik Pemilihan topik hendaknya disesuaikan dengan sifat pertemuan serta data dan informasi tentang situasi dan pendengar yang akan hadir dalam pertemuan. Persoalan atau topik yang akan disajikan hendaknya jangan terlalu luas, melainkan harus disempitkan atau dibatasi, disesuaikan dengan waktu yang sama. d. Mengumpulkan Bahan Sebelum menyusun naskah pidato terlebih dahulu pembicara harus mengumpulkan bahan yang diperlukan. Bahan itu harus berhubungan dengan persoalan yang akan dibahas. Bahan dapat diperoleh dari buku, majalah, dan surat kabar. Di samping itu bahan juga dapat diperoleh dari wawancara dengan orang yang dapat memberi informasi sehubungan dengan persoalan yang akan dibahas.

e.

Membuat Kerangka Uraian Kerangka uraian yang dibuat sebaiknya terperinci dan tersusun dengan baik.

f.

Menguraikan Secara Mendetail Uraian atau naskah disusun berdasarkan kerangka yang telah dibuat sebelumnya. Dengan kerangka yang terinci dan tersusun dengan baik, penyusunan naskah diharapkan tidak akan mengalami kesulitan yang berarti. Dalam penyusunan naskah hendaknya dipergunakan kata-kata yang tepat, penggunaan kalimat yang efektif, pemakaian istilah-istilah dan gaya bahasa yang dikehendaki sehingga dapat memperjelas uraian.

g.

Melatih dengan Suara Nyaring Sebelum menyampaikan pidato dihadapan umum hendaknya orang yang berpidato tersebut terlebih dahulu melakukan latihan membaca naskah, agar pada waktunya nanti dapat melakukan pidato dengan lancar.

4.

Tata Krama Pidato Berpidato dihadapan umum merupakan suatu kehormatan. Berhasil atau tidaknya pidato ditentukan oleh tata krama dalam berpidato. Tata krama berpidato dihadapan umum, diantaranya (Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S, 1988 : 54) : a. Jika berpidato dihadapan umum, hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Berpakaian dengan rapi dan bersih 2) Menggunakan kata-kata yang sopan 3) Diselingi dnegan humor, namun humor itu harus sopan agar tidak membosankan pendengar. b. Jika berpidato didepan sebagian besar wanita dan yang berpidato pria, hendaknya lebih memperhatikan kata-kata yang digunakan sehingga tidak menyinggung perasaan. c. Jika berpidato dihadapan orang-orang terkemuka, hendaknya mempersiapkan diri dengan sempurna. Dengan demikian keyakinan akan tumbuh dan tidak merasa rendah diri. d. Jika berpidato dihadapan sesama golongan, harus dapat terbuka danterus terang dan dapat agak santai, namun tidak melupakan tata krama. e. Jika yang mendngarkan pidato itu pelajar, harus mampu meyakinkan mereka dengan argumentasi-argumentasi yang logis. 8

f.

Jika berpidato di depan pemeluk suatu agama, harus dapat menjaga ucapan yang dapat menyinggung martabat suatu agama.

g.

Jika yang mendengarkan pidato itu masyarakat desa, ebaiknya menggunakan kata-kata atau kalimat yang sederhana, sehingga pidato dapat lebih mudah dimengerti.

5.

Syarat Keberhasilan Pidato Agar berhasil dalam berpidato, di samping dapat menguasai massa atau pendengar, masih diperlukan hal-hal berikut (Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S, 1988 : 55): a. Orang yang berpidato dituntut bermoral. Jika pembicara bermoral tidak baik dan diketahui oleh pendengar, maka pendengar akan mencemooh. Sedangkan jika pembicara bermoral baik dan jujur, akan sangat berkesan bagi pendengar. b. Pembicara hendaknya sehat jasmani dan rohani. Pembicara yang sehat jasmani dan rohani akan mempengaruhi

penampilannya sehingga dapat bersemangat, gagah, dan simpatik. c. Sarana yang diperlukan hendaknya cukup menunjang. Dalam hal ini, misalnya publikasi, jika pidato disampaikan di hadapan massa, pengeras suara yang memadai, waktu dan tempat yang sesuai. d. Jika berpidato di hadapan massa, harus diperhatikan: volume suara, tingkat pengetahuan massa, keadaan sosial, kebiasaan, adat-istiadat, dan agama, waktu berbicara yang tidak begitu lama, pembicara harus sabar dan menyesuaikan gayanya dengan pendengar.

B. Hakikat Cooperative Learning Model 1. Cooperative Learning Model Pembelajaran menurut Gagne (dalam Isjoni, 2010: 50) an active process and suggests that theacing involves facilitating active mental process by students, bahwa dalam proses pembeljaran siswa berada dalam posisi proses mental yang aktif, dan guru berfungsi mengkondisikan terjadinya pembelajaran. Dalam penerapannya model pembelajarannya yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan siswa. Untuk model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. 9

Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (dalam Isjoni, 2010: 50) adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan member petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Dalam penerapannya model pembelajaran ini harus sesuai dengan kebutuhan siswa. Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan berganti dengan model yang lebih modern. Sejalan dengan

pendekatan konstruktifisme dalam pembelajaran, Salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Pada model cooperative learning siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi dan Senduk dalam Made Wena, 2003: 189). Menurut Lie (dalam Made Wena, 2003: 189) pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. Sedangkan Abdurrahman dan Bintoro (dalam Made Wena, 2003: 190) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Selain itu menurut Made Wena (2003: 190) pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar yang lainnya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah sebuah pembelajaran yang terancang secara sadar dan sistematis yang mengutamakan kerjasama anatara siswa dengan siswa 10

sehingga menciptakan interaksi antar teman sebayanya, yang mana dalam hal ini sumber belajar tidak hanya dari dan bahan ajar, melainkan teman sebaya, dan guru sebagai fasilitator. 2. Student Teams Achievement Division (STAD) Pembelajaran kooperatif model STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas John Hopkin USA. Menurut Trianto (2007:52) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe cooperative yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Tipe ini merupakan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi,kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Menurut Made Wena (2009:192) secara umum cara penerapan model STAD di kelas adalah sebagai berikut: a. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok. b. Tiap kelompok siswa terdiri atas 4-5 orang yang bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan, jenis kelamin, budaya, dan sebagainya. c. Tiap kelompok diberi bahan ajar dan tugas-tugas pembelajaran yang harus dikerjakan. d. Tiap kelompok didorong untuk mempelajari bahan ajar dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran melalui diskusi kelompok. e. Selama proses pembelajaran secara kelompok guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. f. Tiap minggu atau dua minggu, guru melaksanakan evaluasi, baik secara individu maupun kelompok untuk mengetahui kemajuan belajar siswa. g. Bagi siswa dan kelompok siswa yang memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna diberi penghargaan. Demikian pula jika semua kelompok memperoleh nilai hasil belajar yang sempurna maka semua kelompok tersebut wajib diberi penghargaan.

11

Selain itu pandangan STAD (Student Teams Achievement Division) menurut Isjoni (2010:51) yakni guru memulai pelajaran dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Mengenai teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan secara klasikal ataupun melalui audiovisual. Lamanya presentasi dan beberapa kali harus dipresentasikan bergantung pada kekomplekan materi yang akan dibahas. Slavin (dalam Trianto, 2007:52) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian peserta didik bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh peserta didik diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu. Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain: a. Perangkat pembelajaran Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajaran, yang meliputi rencana pembelajaran (RP), buku siswa, lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembar jawabannya. Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan hal-hal sebagai berikut : 1) Mengembanagkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok 2) Menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan hafalan. 3) Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol

pemahaman siswa. 4) Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah, dan

12

5) Beralih kepada materi selanjutnya apabila sisawa telah memahami peramasalahan yang ada b. Membentuk kelompok kooperatif Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila dimemungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Menurut Trianto (2007: 52) apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu : 1) Siswa daalam kelas terlebih dahulu ranking, sesuai prestasinya. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemampuan sains fisiknya dan digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok. 2) Menentukan tiga kelompok dalam kelas, yaitu kelas kelompok atas, kelompok menengah, dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah. c. Menentukan skor awal Skor awal yang dapat digunakan dlam kelas kooperatif adalah berubah setelah ada kuis, misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal. d. Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif. e. Kerja kelompok Untuk mengetahui adanya hamabatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal itu bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok. Hal itu bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.

13

Setiap siswa diberi lembaran tugas sebagai bahan yang akan dipelajari dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang akan dibahs, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok (Isjoni, 2010: 51). Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini berdasarkan pada langkah kooperatif yang terdiri atas 6 langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran ini seperti tersajikan dalam tabel. Fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran Kegiatan Guru

tersebut dan memotivasi siswa belajar Fase 2 Menyajikan atau menyampaikan informasi Menyampaian informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan. Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secra efisien.

kelompok belajar

Fase 4 Membimbing kelompok

Membimbing

kelompok-kelompok

bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi

belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil

14

kerjanya. Fase 6 Memberikan penghargaan Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan tersebut. a. Menghitung skor individu Menurut Slavin (dalam Trianto, 2007:55) untuk memberikan perkembangan individu dihitung seperti di bawah ini : Nilai Tes Lebih dari 10 poin di bawah skor awal .......... 10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor awal .......... Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal .......... Lebih dari 10 poin diatas skor awal .......... Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal ........... ) 30 poin 30 poin 20 poin Skor Perkembangan 0 poin 10 poin

b.

Menghitung skor kelompok Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel di bawah ini : Tingkat penghargaan kelompok Rata-rata Tim Tim Baik Tim Hebat 15 Predikat

Tim Super

c.

Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan predikatnya. Dari tinjauan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD ini

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitannya dengan

pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat pada fase 2 dari fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu adanya penyajian informasi atau materi pelajaran. Perbedaan model ini dengan model konvensional terletak pada angka pemberian penghargaan pada kelompok. Slavin, 1994 (dalam Diane Lapp, 1989:2) memiliki pandangan tentang proses pembelajaran dengan model STAD bahwa guru menyajikan pelajaran pada topik tertentu, dan kemudian siswa bekerja dalam empat tim anggota belajar untuk menguasai materi, kemudian dengan membahas konsep-konsep,

pengeboran satu sama lain pada item lembar kerja, atau bekerja masalah secara terpisah, membandingkan jawaban, dan mendiskusikan perbedaan. Selanjutnya waktu tim studi, siswa mengambil kuis individu, dan tim bisa mendapatkan penghargaan berdasarkan skor rata-rata semua anggota tim. Herdian (2009) menyatakan bahwa Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri lima komponen utama, yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan dan penghargaan kelompok. Selain itu STAD juga terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang teratur. Lima komponen utama pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: 16

a. Penyajian kelas. b. Belajar kelompok. c. Kuis. d. Skor Perkembangan. e. Penghargaan kelompok. Berikut ini uraian selengkapnya dari pembelajaran kooperatif tipe StudentTeams Achievement Division (STAD): a. Pengajaran Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian materi pelajaran. 1) Pembukaan a) Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain. b) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut. c) Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak. 2) Pengembangan a) Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. b) Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah

memahami makna bukan hapalan. c) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan. d) Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah. 17

e) Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok masalahnya. 3) Latihan Terbimbing a) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan. b) Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal. Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin. c) Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung diberikan umpan balik. b. Belajar Kelompok Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok. Pada saat pertama kali guru menggunakan pembelajaran kooperatif, guru juga perlu memberikan bantuan dengan cara menjelaskan perintah, mereview konsep atau menjawab pertanyaan. Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai berikut : 1) Mintalah anggota kelompok memindahkan meja / bangku mereka bersama-sama dan pindah kemeja kelompok. 2) Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok. 3) Bagikan lembar kegiatan siswa. 4) Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling

18

bergantian memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu. 5) Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya

menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru. 6) Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya. c. Kuis Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok. d. Penghargaan Kelompok Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya.

19

You might also like