You are on page 1of 16

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILU KADA PUTARAN KEDUA DI KECAMATAN HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

TAHUN 2010 (FAIZIL AZIZ-0921202060)

Pemerintah

Pusat

secara dominan

menentukan siapa yang harus terpilih dan DPRD hanya melegitimasi calon yang sudah ditentukan. Jika DPRD mengambil keputusan yang berbeda dengan arahan Pemerintah Pusat maka akan diabaikan oleh Pemerintah Pusat karena Pemerintah Pusat tidak terikat dengan hasil pemilihan DPRD. Konsekuensinya, Kepala Daerah setiap tahun memberi pertanggungjawaban kepada Presiden dan Menteri Dalam Negeri, sedangkan kepada DPRD, Kepala berakibat Daerah seorang sifatnya Kepala hanya Daerah memberikan laporan saja. Hal ini merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar kepada Pemerintah Pusat daripada kepada daerahnya sendiri. Perubahan format pemerintahan daerah setelah berlakunya UU No. 22 Tahun pengaruh persoalan konflik 1999 telah mengakhiri Pusat yang Pemerintah baru, antar

PENDAHULUAN Pemilihan Kepala Daerah atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pemilu Kada secara langsung merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan menjadi momentum politik besar yang sangat diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai pilihan tepat untuk menuju demokratisasi. Ini seiring juga dengan salah satu tujuan reformasi, yaitu untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis yang hanya bisa dicapai dengan mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Apabila kembali melihat sejarah, format Pemilu Kada pada masa malah berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No.22 Tahun 1999 proses demokratisasi dianggap sebagai hambatan dalam Pemerintah Daerah. Pada era sentralisasi (masa berlakunya UU No. 5 Tahun 1974), setiap pelaksanaan Pemilu Kada,

dominan, tetapi justru menimbulkan seperti pendukung terjadinya masing money politic (politik uang) dan masing calon. Bahkan pemilihan tidak langsung ini menimbulkan kontroversi, karena seringkali calon-calon yang 1

terpilih tidak memiliki kemampuan dan kapabilitas Berbagai untuk persoalan menjadi sekitar pemimpin daerah. pemilihan Kepala Daerah tersebut mendorong perlu adanya perubahan format Pemilu Kada, karena fakta sekitar Pemilu Kada sebelum dan setelah UU No. 22 Tahun 1999, adalah kecenderungan proses pemilihan yang dinilai mematikan proses demokratisasi. Pada pemerintah yang sentralistik di bawah UU. No. 5 Tahun 1974, hasil pemilihan secara sepihak oleh Pemerintah Pemilu Pusat Kada telah sekedar menjadikan

sistem Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD menjadi Pemilu Kada langsung oleh rakyat adalah kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Makna menimbulkan demokratis makna ganda, bisa bisa

dipilih langsung oleh rakyat serta bisa juga dipilih langsung oleh anggota legislatif sebagai Wakil rakyat. Namun dengan adanya revisi UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004 maka maksud dari dipilih di sini yakni secara demokratis dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga diharapkan terwujudnya masyarakat yang demokratisasi sesuai dengan tujuan reformasi di atas. Dalam konteks demokratisasi, masyarakat yang memiliki kesadaran berdemokrasi adalah langkah awal menuju demokrasi warga yang negara benar. yang Pembentukan

sandiwara belaka. UU. No. 22 Tahun 1999, telah memberi keleluasaan pada daerah atau kepada DPRD dalam memilih terhadap Kepala proses Daerah. politik Namun yang proses rekrutmen ini tidak kondusif demokratis di daerah, justru semakin buruk, terutama dengan praktek money politic (politik uang) dalam proses pemilihan, maupun dilihat dari kualitas dan kapabilitas Kepala Daerah terpilih. Bertolak dari pemikiran dan kenyataan tersebut maka perubahan

demokratis dilakukan secara efektif

hanya Aktualisasi sebenarnya

melalui dari civic

pendidikan education tingkat

Dalam demokrasi konstitusional, civic education yang efektif adalah suatu keharusan karena kemampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat demokratis, berpikir secara kritis, dan bertindak secara sadar dalam dunia yang plural, memerlukan empati yang memungkinkan kita mendengar dan oleh karenanya mengakomodasi pihak lain, semuanya itu memerlukan kemampuan yang memadai. Tujuan civic education menurut Benyamin (1999:6) Barber adalah dalam Branson yang partisipasi

kewarganegaraan atau civic education. terletak pada

partisipasi politik masyarakat di setiap momentum politik seperti pemilu, karena sekaligus bagi dapat kolektif yang menjadi serta rakyat segenap benar media praktik yang unsur sesuai membentuk pembelajaran berdemokrasi diharapkan kesadaran pemimpin nuraninya.

bangsa tentang pentingnya memilih Barber dalam Branson

(1999:5) menjelaskan bahwa civic education adalah pendidikan nutuk mengembangkan dalam atau dan memperkuat pemerintahan otonom bahwa terlibat dan lain. yang warga dalam memenuhi Yang pada tentang

bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik di tingkat lokal, maupun nasional. Hasilnya adalah dalam masyarakat yang demokratis kemungkinan mengadakan perubahan sosial akan selalu ada, jika warga negaranya mempunyai pengetahuan, kemampuan dan kemauan untuk mewujudkannya. Partisipasi warga negara dalam masyarakat yang demokratis, harus didasarkan pada pengetahuan, refleksi kritis dan pemahaman akan hak-hak serta dan penerimaan

otonom (self government). Pemerintahan demokratis negara hanya tuntutan berarti aktif menerima orang

pemerintahannya sendiri. Mereka tidak

akhirnya cita-cita demokrasi dapat diwujudkan dengan sesungguhnya bila setiap warga negara dapat berpartisipasi dalam pemerintahannya.

tanggung jawab. Partisipasi semacam

itu

memerlukan (2) (3)

(1)

penguasaan

Sistem Pemilu Kada secara langsung ini dirasakan lebih dengan menjanjikan apabila sistem terciptanya dibandingkan demokratisasi

terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, kemampuan partisipatoris, pengembangan intelektual dan pengembangan

sebelumnya sesuai dengan UU No.5 Tahun 1974 ataupun UU No.22 Tahun 1999 karena kesempatan masyarakat untuk memilih pemimpin di daerahnya secara bebas tanpa adanya tekanan , baik luas. Pelaksanaan KPUD yang kepada Pemilu Kada langsung ini diselenggarakan oleh kemudian DPRD. bertanggungjawab berupa intimidasi ataupun

karakter atau sikap mental tertentu, dan (4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prisip fundamental demokrasi. Sebagai proses dari transformasi politik, Kepala terhadap masyarakat daerah mengharapkan akuntabel, dan peka masyarakat, pribadi Dengan agar Pemilu Kada dapat menghasilkan yang berkualitas, legitimate, kepentingan

kekerasan politik dirasakan sangat

bukan Kepala daerah yang hanya mementingkan atau kepentingan saja. golongannya

Sebagaimana tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 57 ayat 1,2 (satu, dua) tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi : Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Pemilihan Umum Daerah, menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 sebagai revisi dari UU No. 22 Tahun 1999, masyarakat diberikan kesempatan oleh negara dalam menentukan sendiri segala bentuk kebijakan baik itu menyangkut harkat maupun martabat rakyat di daerah. Masyarakat di daerah telah menjadi pelaku utama atau voter turnout (pemilih) yang menentukan sendiri Kepala daerah yang mereka inginkan.

Dengan sistem Pemilu Kada langsung ini diharapkan masyarakat dapat lebih aktif dalam berpartisipasi politik, khususnya dalam memberikan suara dalam Pemilu Kada 2010 ini, sehingga Pemilu memberikan suksesnya Kada 2010 efek pelaksanaan ini positif akan bagi

berhubungan

langsung

dalam

pelaksanaan Pemilu Kada putaran kedua tahun 2010, yaitu masyarakat umum selaku pemilih, Pemerintah Daerah, KPUD Lima Puluh Kota, Elit Politik dan Pemuka masyarakat di Kecamatan berdasarkan Harau, dan terakhir dokumen-dokumen

terlaksananya pemerintahan yang lebih baik ke depannya. BAHAN DAN METODE 1. Pendekatan Penelitian Penelitian yang peneliti lakukan ini berupaya mendeskripsikan dan menganalisis Pemilu Kada mengenai putaran partisipasi kedua di politik masyarakat dalam pelaksanaan Kecamatan Harau tahun 2010. Sesuai dengan tujuan yang dicapai, maka dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif (descriptive kualitative research). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pendapat ahli di atas adalah Grounded theory. Dalam penelitian ini data-data yang dibutuhkan peneliti diambil dari informasi orang ataupun pihak yang

berupa data tertulis yang didapat dari KPUD Lima Puluh Kota sebagai institusi pelaksana Pemilu Kada yang mana pada akhirnya data-data tersebut dikumpulkan, dianalisis sesuai dengan tahapan 2. di atas untuk kemudian disimpulkan berupa sebuah teori. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah

Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Alasan pemilihan lokasi penelitian di dasarkan sekaitan dengan tema penelitian yaitu partisipasi politik dalam Pemilu Kada, Kecamatan Harau merupakan penurunan kecamatan tingkat dengan partisipasi

masyarakat tertinggi di antara 13 kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota dan memudahkan dalam pengumpulan data serta tersedianya

fasilitas 3.

dan

kemudahan

dalam

wawancara dengan sumber informasi terpilih. 4. Rumusan Masalah bentuk masyarakat Pemilu partisipasi dalam Kada politik

transportasi. Jenis dan Sumber Data Penelitian yang akurat yang baik adalah dalam

1. Bagaimana pelaksanaan

penelitian yang di dukung dengan data sehingga perumusan masalah dan penarikan kesimpulan memiliki suatu keterkaitan yang dapat dijelaskan secara ilmiah. Dalam penelitian dan penulisan Tesis ini penulis mempergunakan jenis dan sumber data sebagai berikut: a. Data Umum (Sekunder) Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumbernya, melalui dokumendokumen atau catatan tertulis. Data yang tertulis yang bersumber pada dokumen, tentang meliputi sehingga lokasi : disebut data yang dokumenter, yaitu data atau gambaran penelitian, keadaan geografis,

putaran kedua di Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2010? 2. Apakah penyebab menurunnya partisipasi politik masyarakat dalam pelaksanaan Pemilu Kada putaran kedua di Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2010 dan apa faktor yang mempengaruhinya? HASIL DAN PEMBAHASAN Demokrasi menurut asal katanya berarti yang rakyat berkuasa. sendiri Makna segala rakyat berkuasa di sini yaitu rakyat menentukan bentuk kebijakan baik itu menyangkut harkat maupun martabat rakyat di daerah. Setiap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah harus didasari oleh keinginan rakyat atau seperti istilah yang sering kita dengar

demografi, ekonomi dan sosial budaya baik yang berupa data stastis maupun yang bersifat dinamis. b. Data Khusus (Primer) Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh FGD dari dan sumbernya, melalui

pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam Wilhem demokrasi dalam tidak menurut (Pito disukai Henning yang

ataupun paksaan dari pihak manapun. Hak-hak sipil dan kebebasan dihormati serta dijunjung tinggi. Dengan adanya Pemilu Kada langsung ini, diharapkan politik menjadi sekaligus pembelajaran

2006:185) rakyat dapat menghentikan pemerintahan dengan cara yang sama sekali tidak berdarah. Hal ini juga sejalan dengan negara demokratis dimana kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan, masa depan serta dalam menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk kepemimpinan. Anggota masyarakat secara langsung memilih wakil-wakil yang akan duduk di lembaga pemerintahan. Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama Dengan dari kata sebuah lain, demokrasi.

memberikan pemahaman politik bagi masyarakat karena sukses tidak nya pelaksanaan Pemilu Kada langsung merupakan salah satu indikator dalam menguji tingkat partisipasi politik masyarakat. Karena masyarakat bebas tanpa sendiri terwujudnya demokrasi. Partisipasi Politik Masyarakat adanya paksaan dalam demi yang menyalurkan aspirasi dan menentukan pemimpinnya pemerintahan

Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada Putaran Kedua Tahun 2010 Di Kecamatan Harau Bentuk partisipasi politik seseorang dapat dilihat dengan jelas melalui aktivitas-aktivitas politiknya, begitu juga dalam masyarakat dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan bersama oleh masyarakat di Kecamatan Harau berdasarkan

partisipasi langsung dari masyarakat dalam pelaksanaan Pemilu, Pilleg, maupun Pemilu Kada merupakan pengejewantahan dan penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah dan oleh rakyat, karena di sinilah masyarakat bebas mengeluarkan pendapatnya masing-masing tanpa adanya tekanan

pendapat Masoed (2001:47) kegiatan politik konvensional adalah bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. Bentuk non-

politik

Konvensional

dan

Non-

Konvensional. Penyebab Partisipasi Menurunnya Politik Tingkat

konvensional termasuk beberapa yang mungkin legal maupun yang illegal, penuh kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk pemberian politik, kelompok suara partisipasi (voting), politik diskusi konvensional menurut Masoed adalah kegiatan kampanye, dan

Masyarakat

Dalam Pelaksanaan Pemilu Kada Dan Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Tahun 2010 Berdasarkan pihak terkait, informasi peneliti partisipasi di oleh Kecamatan beberapa dari responden dan wawancara dengan menarik politik Harau alasan, kesimpulan bahwa tingginya tingkat penurunan masyarakat disebabkan Politik Masyarakat

membentuk dan bergabung dalam kepentingan komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif.Sedangkan bentuk partisipasi politik Nonkonvensional adalah Pengajuan petisi, Berdemonstrasi, Konfrontasi, Mogok, Tindak kekerasan politik terhadap harta-benda (perusakan, pengeboman, pembakaran), Tindakan kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan), Perang gerilya dan revolusi. Dalam pelaksanaan Pemilu Kada putaran kedua di Kecamatan Harau tahun 2010, bentuk partisipasi politik masyarakat mencakup partisipasi

diantaranya, alasan teknis, ekonomis, apatis dan pesimis, idealis, kurangnya kesadaran, dan alasan karena tidak berada di tempat. 1. Golput karena alasan teknis Golput dengan alasan teknis ini cenderung dilakukan dimana pemilih tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain: a. Umum Kesalahan Komisi Pemilihan Daerah (KPUD) dalam

pendataan nama-nama calon pemilih,

atau dapat juga dikarenakan kurangnya koordinasi dengan perangkat nagari yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. b. Kesalahan dari pihak pemilih itu sendiri, misalnya pemilih telah terdaftar, akan tetapi pada hari H yang memberikan bersangkutan untuk suara di tidak hadir Tempat berkesempatan

3. Golput karena alasan apatis dan pesimis Golput dengan alasan apatis dan pesimis ini bisa terjadi dikarenakan beberapa hal, antara lain: a. yang Sikap acuh tak acuh dan tidak ada. Akibatnya bisa pemerintah melaksanakan mereka di

percaya dengan pemerintah dan calon menjadi tidak

Pemungutan Suara (TPS) karena ada hal lain yang lebih penting. 2. Golput ekonomis. Pertimbangan ekonomis ini biasanya dihadapi oleh kelompok yang terdiri dari rakyat kecil yang bermata pencaharian pada sektor informal, dimana penghasilannya sangat terkait dengan intensitas pekerjaan, sehingga masyarakat pada kelompok ini akan merasa rugi apabila meninggalkan pekerjaan tersebut. Pekerjaan pada sektor informal ini seperti petani dan pedagang-pedagang penghasilan harian, kecil begitu yang juga mencari makan bergantung kepada karyawan dengan upah harian dan pekerja serabutan lainnya. karena pertimbangan

kebijakan-kebijakan

karenakan masyarakat tidak mau ikut berpartisipasi, begitu juga dengan para calon, masyarakat menganggap caloncalon yang ada tidak memenuhi kriteria pemimpin yang baik, tidak ada yang ideal/sempurna, dan tidak akan bisa menyalurkan aspirasi masyarakat, sehingga lebih memilih golput. b. Kebingungan banyak yang masyarakat pemilih yang di dalam menentukan pilihan. Hal ini disebabkan wajah-wajah belum mengenal pemimpinnya, selain terpampang baliho-baliho kampanye maupun iklan di media massa, terlebih lagi nyaris tidak ada calon yang memaparkan program-programnya dengan jelas. Sehingga masyarakat menjadi ragu dan lebih memilih untuk golput.

10

c.

Ketidaktahuan kapan jadwal

Kurangnya kurangnya pendidikan

kesadaran politik

pemilihan. Hal ini lebih disebabkan kurangnya peranan media atau KPPS dalam memberikan informasi tentang pelaksanaan masyarakat, kurang Pemilu sehingga Kada kepada masyarakat sosialisasi

masyarakat ini lebih disebabkan oleh masyarakat, sehingga masyarakat tidak tahu akan manfaat dan tujuan dari Pemilu Kada itu sendiri. 6. tempat Untuk alasan ini, bisa kita maklumi. Masyarakat terpaksa Alasan karena tidak berada di

mendapatkan

mengenai kapan jadwal pelaksanaan Pemilu Kada. 4. Golput karena alasan idealis Alasan menetapkan idealis pilihan untuk artinya golput,

memilih golput dikarenakan tidak berada di tempat, seperti berada di luar kota dan terikat dengan tanggung jawab baik pekerjaan, maupun dengan perguruan Meskipun masyarakat kesadaran tinggi masih yang pulang bagi ada dengan hanya mahasiswa. sebagian penuh untuk

karena memilih sekalipun tidak akan merubah keadaan. Hal ini juga bisa disebabkan oleh perasaan bosan masyarakat terhadap politik, seperti bosan dengan janji-janji muluk para calon, serta bosan karena terlalu seringnya pelaksanaan Pemilu namun tidak memberikan perubahan apa-apa bagi daerah. Alasan ini biasanya di anut oleh masyarakat yang sudah tidak percaya lagi terhadap sistem dan penguasanya. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk merubah sistem yang ada, sehingga mereka memilih untuk golput. 5. Kurangnya kesadaran masyarakat

memberikan suara pada Pemilu Kada, namun persentasenya di masyarakat sangat sedikit. Pengaruh Partisipasi Politik NonKonvensional Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat di Kecamatan Harau Diantara bentuk-bentuk partisipasi politik non-konvensional menurut Masoed di atas, identifikasi

11

lapangan menunjukkan kaitan antara partisipasi non-konvensional dengan pelaksanaan pengajuan Pemilu petisi dan Kada di Kecamatan Harau berupa kegiatan konfrontasi. Pengajuan petisi merupakan pengajuan pendapat atau poin-poin tuntutan yang telah disetujui oleh suatu pihak dua nonterhadap pihak lainnya, sedangkan konfrontasi Kedua mempertemukan partisipasi pendapat dari dua kubu yang berbeda. kegiatan konvensional tersebut terjadi pada akhir perhitungan suara Pemilu Kada putaran kedua, suara (0,54%) dimana hasil perhitungan terpaut pasangan 751 memenangkan suara dari Hasil

akhir perhitungan suara, sehingga ditindaklanjuti dengan pengajuan petisi oleh kubu Irfendi-Zadri ke pengadilan. Setelah melalui proses pengadilan yang panjang, akhirnya tetap di putuskan bahwa pasangan Alis-Asyirwan keluar sebagai pemenang Pemilu Kada di Kabupaten Lima Puluh Kota dan terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota periode 2010-2015. Berdasarkan terjadi di atas, politik kesimpulan partisipasi fenomena dapat di di yang tarik

bahwa

samping

konvensional,

partisipasi politik non-konvensional juga memberikan pengaruh yang besar dalam pelaksanaan Pemilu Kada di Kabupaten Lima Puluh Kota dalam upaya mempengaruhi Meskipun keputusan pada pemerintah.

pasangan Alis-Asyirwan yang hanya Irfendi-Zadry.

perhitungan suara tersebut menurut kubu Irfendi-Zadri terdapat indikasi kecurangan yang menyebabkan beralihnya dukungan suara pasangan Irfendi-Zadry kepada pasangan AlisAsyirwan. Merasa dirugikan, kubu Irfendi-Zadri konfrontasi pun terhadap melakukan kubu Alis-

kenyataannya kegiatan ini tidak selalu memberikan hasil sesuai yang di harapkan. KESIMPULAN Partisipasi politik masyarakat di Kecamatan Harau meliputi partisipasi politik konvensional berupa, diskusi

Asyirwan. Akan tetapi konfrontasi tersebut tidak berhasil mengubah hasil

12

politik,

kegiatan

kampanye,

dengan janji-janji para calon yang dianggap muluk-muluk, serta karena seringnya dan pelaksanaan Pemilu yang berdekatan waktu kurangnya politik pelaksanaannnya, rendahnya pendidikan

membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif dan pemberian suara (voting). Bentuk Konvensional suara (voting). di oleh Partisipasi yang Politik di dominan

kesadaran masyarakat karena masih masyarakat sehingga masyarakat tidak tahu apa manfaat dan tujuan Pemilu Kada, dan terakhir faktor seperti kuliah/bekerja di luar kota. Diskusi politik yang sering dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Harau biasanya di lingkungan kerja baik di sawah, di pasar, di sekolah dan tempat-tempat lainnya. Kegiatan ini hanya karena tertentu umumnya dibanding Sedangkan dilakukan saja, oleh masyarakat dengan untuk rendah. dengan masyarakat tertarik lebih

Kacamatan Harau adalah Pemberian Tingginya Kecamatan beberapa tingkat politik Harau aspek, penurunan masyarakat disebabkan partisipasi

diantaranya, alasan teknis, ekonomis, apatis dan pesimis, idealis, kurangnya kesadaran, dan alasan tidak berada di tempat. Alasan teknis terjadi pemilih tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), alasan ekonomis biasanya alasan oleh masyarakat yang berada pada status pekerjaan lebih rendah yang tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, alasan apatis dan pesimis dikarenakan sikap acuh tak acuh, tidak percaya dan dikarenakan pemilih bingung untuk memilih siapa dalam Pemilu Kada, alasan idealis dengan memilih golput karena bosan

tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih yang mendiskusikan perihal Pemilu Kada masyarakat

pekerjaan yang lebih rendah lebih suka mendiskusikan perihal Pemilu Kada dibanding masyarakat yang pekerjaan lebih tinggi. Sehingga dapat disimpulkan dalam diskusi politik di Kecamatan Harau, tingkat pendidikan

13

berbanding terbalik dengan tingkat pekerjaan. Hal ini sekaligus mempertegas hasil penelitian terdahulu oleh Sri (2009) yang menunjukkan bahwa faktor diskusi yang politik sangat merupakan berpengaruh Kampanye,

sebagai

pengurus

partai

politik

masyarakat Kecamatan Harau belum bisa dikatakan berpartisipasi karena minimnya anggota pemilih pengurus yang partai menjadi politik.

Masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung memilih untuk tidak bergabung dengan partai politik, begitu juga dengan masyarakat dengan status pekerjaan lebih tinggi cenderung tidak menaruh minat untuk bergabung dengan kelompok kepentingan. Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif, seperti komunikasi dengan Bupati dan Pemerintah Daerah dimana masih banyak masyarakat yang merasa takut untuk berkomunikasi dengan Pemerintah Daerah terlebih Bupati dan Wakil Bupati sebagai pejabat politik. Hal ini kemungkinan disebabkan pelaksanaan birokrasi di daerah yang cenderung berbelit-belit. Masyarakat dengan pekerjaan cenderung tingkat lebih lebih pendidikan tinggi suka dan umumnya melakukan

terhadap partisipasi politik masyarakat. Kegiatan kebanyakan masyarakat Kecamatan Harau merasa malas untuk mengikuti kegiatan kampanye yang berisi orasi visi dan misi calon-calon Kepala Daerah, masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung memilih tidak ikut kampanye di bandingkan masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih rendah, sedangkan masyarakat yang memiliki pekerjaan lebih rendah cenderung memilih ikut kampanye. Hal ini kembali mempertegas hasil penelitian terdahulu oleh Sri (2009) yang menunjukkan bahwa kegiatan kampanye merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat. Membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan seperti bergabung sebagai anggota pengurus partai politik dimana dalam kegiatan

komunikasi dengan pejabat politik dan administratif dibandingkan masyarakat

14

yang berpendidikan dan pekerjaan lebih rendah. Pemberian partisipasi suara (voting), masyarakat dimana tingginya penurunan tingkat politik Kecamatan Harau dari Pemilu Kada putaran pertama ke putaran kedua dipengaruhi oleh tingkat tingkat pendidikan dan pekerjaan pemilih. Masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung memilih untuk ikut memberikan suaranya dibanding masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih rendah, begitu juga dengan pekerjaan, masyarakat dengan status pekerjaan lebih tinggi cenderung lebih tinggi tingkat partisipasinya dengan dibandingkan masyarakat

status pekerjaan yang lebih rendah. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian terdahulu oleh Tarigan (2009) yang menjelaskan bahwa status sosial ekonomi dan kondisi sosial politik menunjukkan hubungan yang negatif terhadap partisipasi politik, pada kenyataannya di Kecamatan Harau tidaklah demikian.

Buku-buku Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Rineka Cipta. Jakarta. Branson, MS. dan Syafuddin. 1999. Belajar Civic Education dari Amerika. Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS). Yogyakarta. Budiardjo, Miriam. 2004. Dasar-dasar Ilmu Politik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. _______________. 1998. Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta; Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Maran, Rafael Raga. 2007. Pengantar Sosiologi Politik. Asdi Mahasatya. Jakarta. Masoed, Mohtar dan MacAndrews. 2001. Perbandingan Sistem Politik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Moleong, Lexy J, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Muluk, MR Khairul. 2007. Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah Kajian Dengan Pendekatan Berfikir Sistem). Bayu Media Malang. Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Pamudji, S. 1995. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

15

Pasolong, Harbani. 2008. Kepemimpinan Birokrasi. Alfa Beta. Bandung. Pito, Toni Antonius, dkk. 2006. Mengenal Teori-teori Politik. Nuansa. Bandung. Powell, G. Bingham, jr. 1994. Contemporary Democracies. Harvard University Press. London. Rush, Michael dan Althoff, Philip. 1997. Pengantar Sosiologi Politik. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Salam, Dharma S. 2007. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Djambatan. Jakarta. Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Perilaku politik. IKIP Semarang Press. Semarang. Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. PT Refika Aditama. Bandung. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administratif. Alfabeta. Bandung. Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Woshinsky, Oliver H. 1995. Culture and Politics. Prentice Hall International (UK) Limited. London. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Permendagri No. 9 tahun 2005 tentang Peranan Pemerintah Daerah dalam Pilkada Peraturan Komisi Pemilihan Umum No.69 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Kampanye Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lima Puluh Kota No. 05/Kpts/KPU-Kab003.435058/2010 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2010. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lima Puluh Kota No. 66/Kpts/KPU-Kab003.435058/2010 tentang Penetapan Calon Terpilih Dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2010. Karya Tulis

16

Arianto, Bismar. 2011. Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1 Gunawan, Hendri. 2010. Partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Kecamatan Guguak Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 (studi kasus di Nagari Guguak VIII Koto). Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik. Bukittinggi. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Komisi Pemilihan Umum. Suara KPU edisi Agustus 2011. Komisi Pemilihan Umum. Suara KPU edisi Mei 2011. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lima Puluh Kota. Laporan Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat Tahun 2010. Oktaverina, Melli. 2011. Partisipasi masyarakat kecamatan Mungka dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2010. Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik. Bukittinggi. Tarigan, Marlini. 2009. Partisipasi Politik Masyarakat Kabupaten Temanggung Dalam Pelaksanaan Pilkada Tahun 2008. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang. Wijaya, SH Baskara. 2009. Partisipasi Politik Masyarakat Pedesaan Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah Tahun 2008. Tesis Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Website

Barber, Benyamin. 1992. Belajar Civic Education dari Amerika. Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS). Yogyakarta.
www.freewebs.com/yuhanqren/men genal%20Civic%20Education.doc

http://www.kpu.go.id/index.php?option=c om_content&task=view&id=6593

diunduh pada 20 September 2011.

dari situs resmi KPU diunduh pada 16 Desember 2011. http://miftachr.blog.uns.ac.id/ diunduh pada 21 Desember 2011.
http://www.anneahira.com/definisikomunikasi-politik.htm diunduh

pada 21 Desember 2011. Setiadi, Wicipto. 2010. Peran Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemilu yang Aspiratif dan Demokratis.
http://www.djpp.depkumham.go.id/ htn-dan-puu/507-peran-partaipolitik-dalam-penyelenggaraanpemilu-yang-aspiratif-dandemokratis.html diunduh pada 16

Desember 2011. Suharno. Bentuk-bentuk politik

Partisipasi

http://www.id,shvoong.com/lawand-politics/politicalphilosphy/2250830-bentuk-bentukpartisipasi-politik/ diunduh pada

17 Januari 2012.

You might also like