You are on page 1of 6

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang Pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA, bila ditinjau dari segi usianya, sedang mengalami periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini sering digambarkan sebagai storm and drang period (topandanbadai). Dalam periode ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan masalah ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari jati diri dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satunya yaitu tawuran. Tawuran, mungkin kata tersebut sering kita dengar dan baca di berbagai media masa. Bahkan saatinibeberapastasiuntelevisimembuatdanmenyiarkan program khusus yang menyiarkan berita-berita aksi kekerasan. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi dimana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di komplek-komplek perumahan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (caci makidan bully) maupun kekerasan fisik (memukul, menendang, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar merupakan hal yang sudah sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap hal yang biasa. Dewasa ini, pelaku-pelaku aksi kekerasan sudah mulai dilakukan oleh pelajar tingkat SLTP. Hal ini sangatlah memprihatinkan untuk kita semua. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Di sini penulis akan memberikan beberapa contoh dari berita tawuran antar pelajar yang baru terjadi beberapa hari yang lalu.

Di Jakarta pada tanggal 26 September 2012 terjadi tawuran antar pelajar di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan yang melibatkan SMA Negeri 6 Jakarta dan SMA Negeri 70 Jakarta yang menewaskan Alawy Yusianto Putra (15) siswa kelas X SMA Negeri 6 Jakarta. 2 hari setelah kejadian tersebut, terjadi tawuran antar pelajar di Jalan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan melibatkan SMA Kartika Zeni dengan SMA Yayasan Karya 66 yang menewaskan satu pelajar. Tawuran pelajar secara kuantitas sebenarnya boleh dikatakan kecil. Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta Raya mencatat, pelajar yang terlibat tawuran hanya sekitar 1.369 orang atau sekitar 0,08 persen dari keseluruhan siswa yang jumlahnya mencapai 1.685.084 orang. Namun daris egi isu, korban, dan dampaknya, tawuran tidak bisa dianggap enteng. Jumlah korban tewas akibat tawuran pelajar, sejak 1999 hingga kini yang tercatat mencapai 26 orang. Ini belum termasuk yang luka berat dan ringan. Secara sosial, tawuran juga telah meresahkan masyarakat dan secara material banyak fasilitas umum yang rusak, seperti pembakaran atau pelemparan bus umum. Berdasarkan uraian diatas penulis bermaksud mencari jalan keluar untuk mengurangi dan mengatasi masalah tawuran antar pelajar.

2. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mencari jalan keluar untuk mengurangi dan mengatasi masalah tawuran antar kelompok pelajar yang sampai sekarang masih marak terjadi khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Diharapkan dari tulisan makalah ini menemukan jalan keluar yang efektif sehingga bisa mengurangi kuantitas tawuran antar kelompok pelajar.

3. Sasaran Sasaran dari penulisan makalah ini adalah pelajar itu sendiri baik yang terlibat tawuran maupun yang tidak terlibat tawuran, penyelenggara pendidikan, serta pihak yang berwajib.

BAB II PERMASALAHAN Analisis permasalahan perilaku sosial tawuran antara kelompok pelajar dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi lingkungan internal maupun eksternal dilihat dari aspek :

1. Kekuatan (Strength) 1. Ingin disegani oleh siswa lain. 2. Membela nama baiks ekolah 3. Tidak ingin dianggap tidak mempunyai keberanian 4. Mendapat kepuasan saat lawan menderita, terluka, dan tewas 2. Kelemahan (Weakness) 1. Kurangnya perhatian orang tua 2. Lemahnya pemahaman agama 3. Pencarian jati diri yang tidak jelas 4. Pengaruh tindak kekerasan di berbagai media 3. Peluang (Opportunity) 1. Intervensi dari senior kepada juniornya 2. Terbentuknya sebuah kelompok/geng di dalam sekolah 3. Meniru nilai-nilai budaya preman 4. Tidak ada tempat dan kegiatan untuk menyalurkan kreativitas 4. Tantangan/Hambatan (Threats) 1. Tertangkap pihak kepolisian 2. Terluka dan terbunuh 3. Di keluarkan (Drop Out) dari sekolah 4. Susah mendapatkan sekolah baru

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan 1) Setiap tawuran selalu ada profokator yang menghasut atau mengintervensi para pengikutnya untuk membantu menyerang sekolompok pelajar dari sekolah lain. 2) Tawuran antar pelajar semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng atau kelompok di dalam dan luar sekolah. 3) Faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran antar pelajar tidak hanya datang dari pelajar itu sendiri, melainkan juga karena faktor keluarga, sekolah dan lingkungan. 4) Biasanya tawuran di awali dari permusuhan siswa antar sekolah yang disebabkan oleh masalah yang sepele dengan dipicu dendam dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi. 2. Rekomendasi 1) Dengan memandang masa remaja merupakan storm and drang period (topandanbadai) dimana timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Maka pelajar itu sendiri perlu mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti mengikuti kegiatan kursus, berolahraga, mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, dll. 2) Peran keluarga dalam melakukan pencegahan terjadinya tawuran : a. Mengasuh anak dengan baik Penuh kasih sayang Penanaman disiplin yang baik Mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk Mengembangkan kemandirian anak Mengembangkan harga diri anak

b. Menciptakan suasana yang hangat dan bersahabat, sehingga anak selalu rindu pulang ke rumah. c. Meluangkan waktu untuk kebersamaan d. Memperkuat kehidupan beragama, memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan seharihari. e. Melakukan pembatasan dalam menonton film yang mengandung adegan kekerasan 3) Peran sekolah dalam melakukan pencegahan terjadinya tawuran: a. Menyelenggarakan kurikulum pendidikan yang baik dengan

mengembangkan secara seimbang potensi berpikir, berestetika dan berkeyakinan kepada Tuhan. b. Pengadaan ruang kegiatan olahraga sebagai wadah untuk menyalurkan kreativitas. c. Menyelenggarakan kompetisi atau pertandingan antar sekolah sebagai wadah untuk menyalurkan energy dan keberanian. 4) Peran LSM dan aparat kepolisian : a. Mengadakan penyuluhan di setiap sekolah mengenai dampak tawuran serta upaya yang harus dilakukan dalam pencegahannya. b. Menempatkan petugas kepolisian di setiap daerah yang rawan tawuran. c. Melakukan razia terhadap siswa yang membawa senjata tajam.

Referensi

http://www.masbow.com/2008/05/tawuran-pelajar-ditinjau-dengan.html http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/258-tawuran-pelajar-memprihatinkandunia-pendidikan.html http://megapolitan.kompas.com/read/2012/10/01/18062186/Ini.Pemicu.Tawuran.SMA.6.dan.SM A.70 http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/27/02061674/Psikolog.Doktrin.Senior.Jadi.Pemicu .Tawuran http://metro.sindonews.com/read/2012/09/27/31/675215/geng-di-sekolah-pemicu-tawuran http://edukasi.kompas.com/read/2012/10/02/11592356/Kompleksitas.Tawuran.Pelajar http://www.beritasatu.com/megapolitan/74213-tawuran-marak-akibat-pendidikan-lebihutamakan-otak.html http://ml.scribd.com/doc/47319173/Makalah-Tawuran

You might also like