Professional Documents
Culture Documents
FAJAR KURNIAWAN
SURAT PERNYATAAN
RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang digunakan dapat diperiksa kebenarannya.
ABSTRAK
FAJAR KURNIAWAN. Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam
Stearat Dari Minyak Sawit. Dibimbing oleh Hartrisari Hardjomidjojo, Ani Suryani dan Meika Syahbanna Rusli. Pasokan oleokimia ke Cina, khususnya dari Indonesia dan Malaysia sangatlah besar, yakni mencapai 500 000 ton per tahun dan 90% dari jumlah tersebut berupa asam stearat (Cham & Purwoko 2004). Negara lain yang menjadi importir utama oleokimia adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat. Sektor industri ini merupakan peluang besar bagi perusahaan agroindustri berorientasi ekspor. Tetapi persaingan di dunia industri, memungkinkan setiap perusahaan berupaya untuk melakukan perbaikan secara kontinyu, sehingga produk yang dihasilkan memiliki daya saing yang tinggi. Perbaikan dapat dilakukan apabila perusahaan mampu melakukan evaluasi terhadap kinerjanya. Proses evaluasi membutuhkan modal yang besar, dan ini merupakan hambatan bagi industri di Indonesia, khususnya industri oleokimia. Sistem Penilaian Kinerja dapat dibangun dengan merancang suatu model penilaian kinerja, dengan menggunakan pendekatan sistem. Aspek yang ditinjau dalam penilaian kinerja ini, yang dikenal dengan istilah 7M1E, yaitu: Man (manusia), Money (keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode), Market (pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Interval penilaian kinerja dibuat berdasarkan justifikasi pakar dan studi literatur. Model akan memberikan penilaian dari setiap kriteria, dan menyimpulkan penilaian melalui pembobotan sederhana dari beberapa kriteria secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian berupa model penilaian kinerja industri asam stearat yang dibuat dalam suatu program aplikasi yang bernama SPIAS 1.0. Program tersebut telah diverifikasi berdasarkan annual report perusahaan, yang hasilnya menunjukkan kinerja PT. X adalah Sedang. Program ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk melakukan self-assessment dengan lebih cepat dan efisien, sehingga perusahaan mampu untuk melakukan perbaikan secara kontinyu.
ABSTRACT
FAJAR KURNIAWAN. Model Development in Performance Assesment of
Stearic cid Industry from Palm Oil. The guidance is by Hartrisari Hardjomidjojo, Ani Suryani and Meika Syahbanna Rusli. Oleochemical supply to China, especially from Indonesia and Malaysia is very big, about 500 000 ton a year, 90% of the supply is stearic acid (Cham & Purwoko). The other stearic acid importir country are Europe Union and United States of America. This sector is a big opportunity for agroindustry company, especially export oriented industry. The hard competition in this sector pushes every industry do some continuous improvement, so that the output of product has competitive quality. Continuous improvement can be realized when the companies evaluate their performances. The evaluation process needs enormous resource which is the main problem for industry in Indonesia, esspecially oleochemical industry. The performance assesment system is developed by designing an assesment model, using system approach. The object of observation in this performance assesment, i.e. man, market, money, machine, material, method, market, management & environment. The assesment interval is based on expert justification, technical standard and literature study. The model will give assesment from each criterias and conclude the assesment through simple weighting from some criterias quantitatively and qualitatively. The result of research is performance assesment model of stearic acid industry which implemented into application program called SPIAS 1.0. The program has verified base on company annual report and the result has shown that PT. X has average performance. Hopefully this program can help company to do self rapid assesment more efficient, so the company could do some continuous improvement.
RANCANG BANGUN MODEL PENILAIAN KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT
FAJAR KURNIAWAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Judul Penelitian
: Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat dari Minyak Sawit
Nama NRP
Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1975 sebagai putra pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Andi Suhandi dan Diana Yusuf. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 03 pada tahun 1987, dan lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 76 Jakarta Pusat pada tahun 1990. Pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 27 Jakarta Pusat. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Teknik Industri, di Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung, lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menulis hasilnya dalam tesis yang berjudul Rancang Bangun Model Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat dari Minyak Sawit, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama penyusunan usulan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sampai tersusunnya tesis ini. Pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA serta Dr. Ir.Meika Syahbanna Rusli, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas segala arahan, bimbingan, dan pengertiannya yang telah diberikan selama ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan pula kepada Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA, selaku penguji luar komisi pembimbing dan kepada Ketua Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) yang telah banyak memberi masukan demi perbaikan tesis ini. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Irawadi Jamaran atas kebijakannya dalam menunjang penyelesaian studi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada papa, mama, istri, putri, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman TIP angkatan 2003 yang memberikan dukungan dan masukan berarti dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberi masukan, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, karenanya dengan hati terbuka penulis menghargai kritik dan saran yang konstruktif. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat. Bogor, Februari 2006
Fajar Kurniawan
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................... v
I. PENDAHULUAN................................................................................................ A. Latar Belakang ............................................................................................... B. Tujuan Penelitian ........................................................................................... C. Manfaat Penelitian ......................................................................................... D. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. E. Pembatasan Masalah...................................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... A. Penilaian Kinerja ................ B. Sistem Penilaian Kinerja................................. C. Asam Stearat (Stearic Acid) .................. D. Teknik Pengukuran Kinerja........................................................................... E. Pendekatan Sistem.......................................................................................... F. Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)............................. III. METODE PENELITIAN................................................................................... A. Kerangka Pemikiran ............ B. Rancang Bangun Sistem Penilaian Kinerja .............. C. Tata Laksana ............. IV. PEMODELAN SISTEM .................................................................................... A. Rancang Bangun Sistem .... 1. Model Penilaian Kinerja. 1.1. Indikator Penilaian Kinerja ................................................................. 1.1.1. Penilaian Kinerja Internal ...... 1.1.1.1. Data Perusahaan .. 1.1.1.2. Penilaian Bahan Baku . 1.1.1.3. Penilaian Proses .. 1.1.1.4. Penilaian Produk Jadi .. 1.1.1.5. Penilaian Formasi Karyawan .. 1.1.2. Penilaian Kinerja Eksternal ...
1 1 2 3 3 4 5 5 6 18 22 24 24 26 26 26 30 33 33 33 42 43 44 44 45 52 54 56
1.1.2.2. Penilaian Kinerja Sosial ... 57 1.1.2.3. Penilaian Kinerja Lingkungan .... 57 1.1.3. Penilaian Kinerja Keseluruhan . 60 1.1.3.1. Penentuan Skor ... 61 1.1.3.2. Penentuan Bobot dan Penilaian Akhir ....................... 61 1.1.4. Pemilihan Pakar ....................................................................... 64 1.1.5. Perolehan Data Perusahaan ...................................................... 65 B. Konfigurasi Sistem ......................................................................................... 72 C.Implementasi Sistem ...................................................................................... 73 1. Data Flow Diagram .................................................................................. 73 2. Diagram Konteks ................................................................... 74 3. Diagram Nol ............................................................................................. 4. Diagram Rinci ........................................................................................... 5. Entity Relationship Diagram..................................................................... 6. Perancangan Basis Data............................................................................. 75 76 78 78
V. VERIFIKASI & VALIDASI .............................................................................. 79 A. Penilaian Bahan Baku . 79 B. Penilaian Proses .. 81 1. Penilaian Kinerja Setiap Stasiun Kerja........... 82 1.1. Stasiun Pemisahan Lemak .. 82 1.2. Stasiun Hidrogensi ... 83 1.3. Stasiun Distilasi ... 85 1.4. Stasiun Fraksinasi ... 86 1.5. Stasiun Beading... 87 1.6 Stasiun Penyerpihan ... 88 1.7. Stasiun Pengemasan ... 89 1.8. Kinerja Mesin . 90 2. Penilaian Kinerja Personalia .. 93 3. Penilaian Kinerja Keuangan ... 94 C. Penilaian Produk . 96 1. Penilaian Grade Produk .. 98 2. Penilaian Kualitas Produk .. 99 D. E. F. G. H. 3. Kinerja Pasar ..101 Penilaian Formasi Karyawan ... 102 Penilaian Ekonomi ....................................................................................... 104 Penilaian Sosial ............................................................................................ 107 Penilaian Lingkungan ...................................................................................109 Penilaian Akhir Kinerja Perusahaan .............................................................113
VI. PEMBAHASAN ............................................................................................... 116 A. Sistem Penilaian Kinerja.....116 B. Model...... 118 C. Pendekatan Sistem.. 124 D. Analisis Bahasa Pemrograman ..... 131 E. Rekomendasi Perbaikan 134 VII. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 138 A. Kesimpulan .....................................................................................................138 B. Saran................................................................................................138 DAFTAR PUSTAKA ............... 140 LAMPIRAN.............................................................................................................. 144
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Standar Bahan Baku yang Dipergunakan.............. 13 2. Bahan Baku dan Bahan Penolong yang Dipergunakan ............................... ........ 14 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Kasar.... ........................................ ......... 20 4. Produk Utama Industri Oleokimia ............................................................. .......... 20 5. Spesifikasi Produk Asam Stearat .............................................. ............................ 22 6. Klasifikasi Skor Penilaian Kinerja Perusahaan...................................................... 23 7. Pendapat Pakar Mengenai Jumlah Bahan Baku.................................................... 45 8. Standar Teknis Mengenai Kualitas Bahan Baku............................. ..................... 45 9. Tahapan Proses Pembuatan Asam Stearat......... 46 10. Penilaian Kriteria Proses Pemisahan Lemak...... ................................................. 46 11. Penilaian Kriteria Proses Hidrogenasi.......... 47 12. Penilaian Kriteria Proses Distilasi............ 47 13. Penilaian Kriteria Proses Fraksinasi............. 48 14. Penilaian Kriteria Proses Penyerpihan............. 49 15. Penilaian Kriteria Proses Beading............ 50 16. Penilaian Kriteria Proses Pengemasan.............. 50 17. Penilaian Kriteria Mesin........... 51 18. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Personalia...................... ................. 51 19. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Keuangan................. ....................... 52 20. Standar Teknis Mengenai Kriteria Kualitas Produk SA 1800 & 1801................. 52 21. Standar Teknis Mengenai Kriteria Kualitas Produk SA 1840.............................. 53 22. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kuantitas produk......................... ................ 53 23. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Pemasaran.............................. ...................... 54 24. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi.............................. ............. 54 25. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas.......... ........... 55 26. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik................. ........................... 55 27. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Ekonomi Eksternal........................... ............ 57
28. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Sosial Perusahaan..... ...................... 57 29. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Lingkungan...................................... 58 30. Penilaian Kriteria Kebisingan............................................................................... 58 31. Penilaian Kriteria Limbah Cair............................................................................. 59 32. Penilaian Kriteria Limbah Gas............................................................................. 60 33. Skor Penilaian Kinerja Perusahaan..................................................... ................. 61 34. Bobot Faktor Internal.................................................... ....................................... 62 35. Bobot Faktor Eksternal.......................................................................... .............. 63 36. Interval Penilaian.................................................... ............................................. 63 37. Daftar Pakar Penilaian Kinerja................................... ......................................... 64 38. Data Tahunan PT. X Tahun 2004........................................ ............................... 65 39. Data Tahunan Proses di PT. X Tahun 2004........................................................ 66 40. Data Tahunan Formasi Karyawan Departemen Produksi PT. X Tahun 2004........................................................................................................... 67 41. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas PT. X Tahun 2004... 67 42. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik....................... .................... 68 43. Limbah Hasil Industri........................................................................................... 69 44. Hasil Pengukuran Limbah Cair..................................... ...................................... 70 45. Kualitas Limbah Udara........................................................... ............................. 70 46. Hasil Pengukuran Kebisingan........................................................... ................... 71
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit.......................................................................... 13 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Asam Stearat.................... 15 3. Asam Stearat.................... 19 4. Kerangka Pemikran Konseptual Rancang Bangun Penilaian Kinerja Industri Asam Lemak .................... 24 5. Sistem Pengelolaan Industri Asam Stearat........................................................... 29 6. Rancangan Sistem Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat................................ 30 7. Tahapan Penilaian Kinerja Industri Asam Stearat................................................ 33 8. Diagram Alir Penilaian Kinerja ......................................................................... 34 9. Diagram Alir Penilaian Kinerja Bahan Baku .................................................... 35 10. Diagram Alir Penilaian Kinerja Produk.............................................................. 36 11. Diagram Alir Penilaian Kinerja Proses .............................. 37 12. Diagram Alir Penilaian Kinerja Ekonomi........................................................... 39 13. Diagram Alir Penilaian Kinerja Sosial................................................................ 40 14. Diagram Alir Penilaian Kinerja Lingkungan........................................................ 41 15. Konfigurasi Model SPIAS 1.0............................................................................... 72 16. Data Flow Diagram Sistem................ 73 17. Diagram konteks.............. 74 18. Diagram no l................ 75 19. Diagram Rinci 1 (Pendataan Pekerjaan)................................................. .............. 76 20 Diagram Rinci 2 Penilaian Kinerja........................................................ ............. 77 21. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Bahan Baku....................................................... 79 22. Keluaran Hasil Akhir Penilaian Proses ................................................................ 81 23. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pemisahan Lemak.............................................. 82 24. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Hidrogenasi....................................................... 84 25. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Distilasi............................................................. 85 26. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Fraksinasi........................................................... 86
27. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Beading.. 87 28. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Penyerpihan....................................... 88 29. Hasil Penilaian Kinerja Stasiun Pengemasan.. 89 30. Hasil Penilaian Kinerja Mesin. 90 31. Hasil Penilaian Kinerja Karyawan . 93 32. Hasil Penilaian Kinerja Keuangan . 95 33. Hasil Akhir Penilaian Produk ............................................................... 97 34. Hasil Penilaian Kuantitas Produk ........ 99
35. Hasil Penilaian Kualitas Produk ...................................... ................................ 100 36. Penilaian Kinerja Pemasaran ..............101 37. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi .....................103 38. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas .................................................................... ...103 39. Hasil Penilaian Formasi Karyawan Departemen Logistik...................104 40. Penilaian Kinerja Ekonomi ............................................................... .................105 41. Hasil Penilaian Kinerja Sosial ............................................ ..................................107 42. Keluaran Hasil Penilaian Lingkungan................ 110 43. Hasil Penilaian Limbah Cair .............. 111 44. Hasil Penilaian Limbah Gas ...............112 45. Hasil Penilaian Kebisingan .................113 46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan .................. 114 47. Tampilan awal SPIAS 1.0 ................................................................................. 133
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kuesioner Penetapan Kriteria Penilaian Kinerja....................................... .........144 2. If-then Rules .................. .........................................168 3. Aliran Proses RBD Stearin .................................................................................169 4. Reaksi Hidrolisa...................... ................................................................170 5. Simbol yang Sering Digunakan Dalam Pembuatan Diagram..171 6. Entity Relationship Diagram ..... 172 7. Perancangan Basis Data ..................................................................................... 173
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sektor industri memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional. Industri nasional tumbuh 6.76% pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 diperkirakan target industri mencapai 7.7% (Kompas 2006). Ekspor non-migas Desember 2005 mencapai 6.23 miliar dolar US atau naik 19.10% dibanding bulan sebelumnya, sedangkan nilai ekspor nonmigas pada Januari-Desember 2005 mengalami kenaikan 18.55%, sementara itu berdasarkan sektornya, ekspor hasil industri pada JanuariDesember meningkat 13.28% dibanding periode yang sama pada 2004 (Suara Merdeka 2006). Kondisi ini menempatkan sektor industri menjadi sebuah sektor yang diminati saat ini, sehingga timbul persaingan yang ketat diantara industri-industri. Salah satu sektor industri yang memiliki peluang besar saat ini adalah industri asam lemak. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan permintaan dari Jepang yang mencapai US $ 17.35 Juta dengan trend kenaikan 9% per tahun. Pasokan oleokimia ke Cina, khususnya dari Indonesia dan Malaysia mencapai 500 000 ton per tahun, di mana 90% dari jumlah tersebut berupa asam stearat (Cham & Purwoko 2004). Industri ini merupakan peluang besar bagi perusahaan agroindustri berorientasi ekspor. Peluang ini didukung pula oleh luas areal kelapa sawit yang menjadi bahan baku asam lemak yang banyak terdapat di Indonesia. Luas areal perkebunan kelapa sawit yang berada di Indonesia mencapai 4.1 juta hektar dan akan terus bertambah, dengan produksi minyak sawit mentah yang mencapai 13.6 juta ton pada tahun 2005, sehingga menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit kedua terbesar setelah Malaysia (Dharmosarkoro W 2004). Sayangnya, dari sekian banyak CPO yang dihasilkan, hanya 16.6% yang dapat dimanfaatkan untuk industri oleokimia, sisanya 70% untuk minyak goreng, 3.5% untuk margarin, 4.7% untuk sabun dan 5.2% untuk produk lain (BPS 1996). Persaingan di dunia industri, memungkinkan setiap perusahaan berupaya untuk melakukan perbaikan secara kontinyu. Perbaikan dapat dilakukan apabila perusahaan mampu melakukan evaluasi terhadap kinerja. Aktivitas evaluasi dapat berjalan
dengan baik, jika perusahaan mengetahui kekurangannya saat ini, hal ini mutlak diperlukan, apalagi untuk perusahaan yang berorientasi ekspor.
Perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas, sehingga perusahaan siap menghadapi era perdagangan bebas APEC tahun 2010 dan perdagangan dunia tahun 2020 yang akan datang. Sistem Penilaian Kinerja adalah suatu panduan bagi industri untuk dapat beroperasi dengan baik, sehingga melalui penilaian kinerja, perusahan dapat mengetahui posisinya saat ini sebagai acuan untuk melakukan perbaikan manajemen. Beberapa aspek yang ditinjau dalam penilaian kinerja ini adalah: Man (manusia), Money (keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode), Market (pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Melalui penilaian kinerja ini perusahaan akan mengetahui kondisi dari ke delapan aspek tersebut, sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan untuk memenuhi semua kekurangannya. Penilaian kinerja ini akan lebih efektif apabila ditunjang oleh sistem informasi yang memadai, sehingga aktivitas penilaian kinerja dapat dilakukan lebih cepat, dan memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan analisa.
Keluaran yang direpresentasikan dalam program, berupa penilaian kuantitatif dan kualitatif dari setiap aspek yang dinilai. Sistem Penilaian Kinerja diharapkan menjadi jawaban terhadap masalah yang dihadapi oleh perusahaan dalam mengetahui kinerja yang selama ini telah dilakukan, sehingga tidak mengesampingkan aktivitas evaluasi karena keterbatasan sumber daya. Program penilaian kinerja ini dapat membantu perusahaan, khususnya untuk perusahaan berorientasi ekspor, dalam hal ini dipilih kasus dari industri asam stearat dari minyak sawit.
B. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah memperoleh rancangan model sistem penilaian kinerja dan perangkat lunak aplikatif untuk menilai kinerja industri oleokimia. Perangkat lunak ini akan dilengkapi dengan analisa sehingga hasil penilaian kinerja dapat diketahui secara langsung dari luaran sistem. Indikator yang digunakan pada sistem penilaian kinerja didasarkan pada indikator standar pengelolaan ideal pada
industri asam stearat. Keluaran dari sistem, diharapkan dapat membantu industri oleokimia, khususnya industri asam stearat, dalam melakukan penilaian kinerja, sehingga perusahaan mampu melakukan evaluasi secara cepat dan dapat menentukan rekomendasi dan strategi untuk peningkatan kinerja perusahaan. Indikator ideal yang digunakan dalam penilaian kinerja industri oleokimia, dapat pula digunakan sebagai rujukan bagi operasionalisasi industri oleokimia.
C.
Manfaat Penelitian Penelitian ini mengkaji kinerja industri oleokimia, khususnya industri asam
stearat yang menggunakan RBD Stearin sebagai bahan baku. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan pengembangan kinerja industri asam stearat di Indonesia. Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian kinerja industri asam stearat adalah : 1. Bagi produsen asam stearat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kinerja industri saat ini, sehingga berdasarkan hasil penilaian tersebut, diharapkan manajemen industri dapat mengetahui langkah-langkah yang perlu diambil untuk meningkatkan kinerjanya 2. Bagi pemerintah, hasil penilaian kinerja industri secara umum dapat dijadikan sebagai masukan dan dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan industri asam stearat di Indonesia ke depan 3. Bagi asosiasi industri, khususnya untuk APOLIN (Asosiasi Produsen
Oleochemical Indonesia), hasil penilaian kinerja ini dapat dijadikan bahan masukan untuk penyusunan program kerja dan kebijakan industri ke depan.
D. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi beberapa kegiatan, antara lain : 1. Melakukan pengamatan kondisi industri asam stearat yang ada saat ini, melalui survei lapangan dan studi literatur 2. Melakukan pemilihan indikator penilaian kinerja, dan memperoleh standar
industri asam strearat yang ideal, melalui aktivitas interview dengan para pakar dan diperkuat dengan studi literatur 3. Melakukan pemodelan sistem dan rancang bangun perangkat lunak berdasarkan indikator kinerja dan standar ideal industri asam stearat 4. Melakukan pengumpulan data input penilaian kinerja dari setiap departemen pada perusahaan yang akan diteliti 5. 6. 7. Melakukan verifikasi dan validasi model Melakukan analisis terhadap keluaran yang dihasilkan oleh model Membuat rekomendasi perbaikan untuk perusahaan.
E. Pembatasan Masalah Penilaian kinerja yang memiliki banyak aspek, dan banyak metode, akan dibatasi untuk beberapa analisis, antara lain : 1. Penilaian material akan melihat presentase material reject, prosentase asam lemak bebas, bilangan iod, warna, moisture dan impurities. 2. Penilaian kinerja dari setiap proses akan melihat sistem penilaian berdasarkan kriteria penilaian departemen kualitas yang ada di perusahaan 3. Penilaian kinerja mesin ditentukan oleh indikator yang biasanya dipergunakan di industri asam stearat, antara lain Accident Lost Time dan Allocated Down Time 4. Penilaian kinerja keuangan hanya akan melihat Return On Investment dan Net Profit Margin 5. Penilaian kinerja manusia akan melihat tingkat mangkir karyawan, keluar masuk karyawan, dan formasi karyawan di setiap departemen 6. Penilaian produk jadi akan melihat jumlah downgrade, bilangan iod dan warna 7. Penilaian pasar, hanya akan menilai market share dan efektivitas pemasaran 8. Penilaian ekonomi hanya melihat deviasi harga palm stearin FOB Malaysia, deviasi harga Palm Oil RBD CIF Rotterdam dan bea masuk 9. Penilaian sosial akan dipilih dari besarnya prosentase keuntungan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan sosial.
Berdasarkan masalah tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja berbasis informasi keuangan kurang mampu memuaskan semua pihak. Oleh sebab itu perlu dipertimbangkan untuk mengukur aspek yang lain selain aspek keuangan (Yuwono et al. 2004)
B. Sistem Penilaian Kinerja Sistem Penilaian Kinerja adalah suatu panduan bagi industri untuk dapat beroperasi dengan baik, melalui analisa hasil penilaian kinerja sehingga perusahan dapat mengetahui posisinya saat ini sebagai acuan untuk melakukan perbaikan manajemen. Konsep ini akan mendukung perusahaan untuk dapat melakukan perbaikan dari beberapa aspek yang terdiri dari Man, Money, Machine, Material, Method, Market, Management & Environment. Selain 8 aspek tersebut, ada penilaian kinerja lain yang melakukan penilaian terhadap 4 aspek, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif internal, dan perspektif pembelajaran. Penilaian kinerja inilah yang dikenal sebagai Balanced Scorecard (Yuwono et al. 2004). Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis, yang memandang unit bisnis dari empat perspektif tersebut. Perspektif keuangan menjadi tolok ukur utama yang dijelaskan oleh tolok ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai lead indicators. Yuwono et al. (2004) mengemukakan bahwa manfaat sistem penilaian kinerja adalah sebaga berikut: Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut ( reduction of waste )
Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberikan penghargaan atas prilaku yang diharapkan.
Man (Manusia) Manusia bekerja mulai dari yang bersifat dasar sampai pada terpenuhinya kebutuhan. Setelah seseorang berada dalam dunia pekerjaan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi jalannya pekerjaan, antara lain faktor fisik, faktor sosial keorganisasian dan faktor kepribadian. Faktor-faktor ini patut diperhatikan bukan hanya karena bersifat wajar, namun juga akan menimbulkan serangkaian kerugian bila tidak diperhatikan. Sumberdaya Manusia merupakan sumber dari proses pembelajaran dan pertumbuhan. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam organisasi knowledge worker, manusia adalah sumberdaya utama, sehingga dalam pelaksanaannya perlu dilakukan penilaian (Yuwono et al. 2004). Penilaian ini berdampak terhadap budaya organisasi dan pemberian motivasi terhadap karyawan. Oleh sebab itu, hasil dari penilaian kinerja manusia biasanya akan dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, sehingga dapat mendorong perusahaan untuk menjadi sebuah organisasi pembelajar. Penilaian terhadap kinerja manusia, dapat diperoleh dari indikator berikut: a. Tingkat Mangkir Karyawan Mangkir adalah karyawan yang tidak masuk kerja. Tingkat mangkir merupakan wujud penurunan motivasi karyawan dalam bekerja. Semakin kecil
dikategorikan baik,
sebaliknya semakin besar prosentasenya, maka motivasi dikategorikan buruk. Formulasi yang biasanya dipergunakan dalam menentukan tingkat mangkir karyawan, dapat dirumuskan sebagai berikut: %..Mangkir = Jumlah Karyawan Mangkir x.100% Jumlah Karyawan x Jumlah Hari Kerja
%Mangkir
12 bulan
b. Employee Turnover Employee turnover merupakan tingkat keluar masuknya karyawan pada
perusahaan tersebut. Semakin tinggi Employee Turnovernya, mengindikasikan iklim organisasi yang kurang baik, sehingga karyawan yang bekerja tidak dapat bertahan lama berada dalam perusahaan tersebut. Indikator ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
%..Turnover =
x.100%
c. Formasi Karyawan pada Setiap Bagian Proses akan dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai, baik dilihat secara jumlah maupun berdasarkan latar belakang pendidikan dan pengalaman. Indikator ini dapat dijadikan sebagai ukuran kinerja dilihat dari aspek manusia.
Money (Uang) Penilaian kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus
berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu : Growth, Sustain, dan Harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda pula. Growth merupakan tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah.
Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya, pertumbu8han pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan. Sustain adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok ukur yang kerap dipergunakan pada tahap ini, misalnya ROI (Yuwono et al. 2004). Harvest adalah tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolok ukur, adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja. Penilaian terhadap kinerja keuangan, dapat diperoleh dari indikator rasio profitabilitas sebagai berikut: a. Return on Investment (ROI) ROI merupakan rasio provitabilitas yang biasa disebut sebagai hasil
pengambilan atas total aktiva atau laba operasi bersih terhadap total aktiva (Weston & Copeland 1995). Rasio ini mencoba mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan dan bertujuan untuk melihat kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan netto (Riyanto 1991). ROI disebut juga sebagai hasil pengembalian atas investasi. Manajemen perlu mengetahui hasil pengembalian operasi atas sumber daya yang digunakan oleh sebuah segmen. Investasi dapat dipandang layak dari aspek finansial, jika memenuhi syarat ROI > 0, dan standar yang baik untuk rasio ini adalah 6 (Munawir 1996). ROI dapat diformulasikan sebagai berikut:
10
Rasio ini biasanya disebut sebagai marjin laba atas penjualan (provit margin on sales). Rasio ini dapat dipengaruhi oleh intensitas modal dalam industri tempat perusahaan bergerak (Weston & Copeland 1995).. Perusahaan-perusahaan dalam industri yang sangat padat modal seperti baja, mobil, dan kimia mungkin mempunyai perputaran penjualan terhadap aktiva yang lebih rendah. Untuk memperoleh pengambilan atas modal atau ekuitas yang sama, diperlukan hasil pengambilan atas penjualan yang lebih tinggi. Standar yang baik untuk rasio ini adalah 4 (Munawir 1996). NPM dapat diformulasikan sebagai berikut: NPM = Laba.bersih x.100% Penjualan.bersih
Machine (Mesin) Mesin merupakan media untuk mengubah input menjadi output. Oleh sebab itu kondisi mesin harus dapat dipertahankan dengan baik. Produk yang memiliki nilai tambah adalah produk yang berkualitas, harganya terjangkau, dan tersedia pada saat konsumen membutuhkan. Ketiga kriteria tersebut dapat dicapai apabila perusahaan mampu melakukan efisiensi terhadap proses. Efisiensi dapat tercapai apabila kesiapan dan keandalan pabrik dapat dijaga dengan baik, termasuk kontinuitas proses produksi (Supandi 1983). Keberadaan mesin merupakan penunjang tercapainya ketiga kriteria tersebut. Penilaian terhadap mesin dapat dilakukan dengan melihat keandalan mesin dalam bekerja. Mesin yang sering rusak, menyebabkan pelaksanaan produksi terganggu. Indikator penilaian keadaan mesin dapat dilihat dari indikator sebagai berikut: a. Allocated Downtime adalah waktu yang dialokasikan untuk terhentinya proses produksi, dikerenakan mesin harus diperiksa, dibersihkan & diperbaiki.
11
b.
Accident Lost Time adalah waktu terhentinya kegiatan proses produksi secara tiba-tiba, dikarenakan mesin rusak atau terjadi kecelakaan.
Material (Bahan Baku) Keberadaan material menentukan kualitas dari produk yang dihasilkan. Material untuk membuat asam lemak adalah RBD Stearin yang terbuat dari minyak kelapa sawit kasar, yang sering disebut dengan CPO (Crude Palm Oil) yang diperoleh dari pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Minyak ini diperoleh dari proses
pengempaan daging buah kelapa sawit (Mesocarp). Kelapa Sawit adalah tanaman yang termasuk kedalam famili Palmae. Tanaman ini merupakan tanaman berkeping biji satu, dimana dari buah yang dihasilkan dapat diolah menjadi Minyak Inti Sawit (PKO) yang berasal dari biji sawit dan Minyak Kelapa Sawit Kasar (CPO). Minyak kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk produk pangan dan sebagai bahan baku industri non pangan. Oleokimia merupakan salah satu produk yang dihasilkan oleh minyak kelapa sawit. Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah jingga. Minyak sawit ini mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang. Proses pengolahan kelapa sawit dapat
dilakukan dengan beberapa tahapan yang terdapat pada Gambar 1. Proses diawali dengan sterilisasi dan perontokan. Sterilisasi bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzimatis guna mengurangi kerusakan bahan akibat penguraian minyak menjadi asam lemak bebas, mengumpulkan protein dalam buah supaya tidak ikut terekstrak pada waktu pengepresan, membunuh mikroba, pengawetan dan memudahkan perontokan buah. Proses ini dilakukan dengan merebus tandan buah kelapa sawit, lalu dimasukkan kedalam mesin perontok. Proses dilanjutkan dengan melakukan pengempaan dengan cara memasukkan sawit ke dalam tangki penghancur yang dibantu dengan uap air panas yang akan menghasilkan jladren. Kemudian jladren dimasukkan kedalam alat pengepres yang berbentuk silinder tegak. Pengepressan dilakukan pada tekanan sebesar 200300 kg/cm2 dengan kecepatan 5 sampai 6 kali
12
per menit. Proses perebusan untuk memecahkan struktur emulsi, memasak minyak dan memisahkan kotoran dan air dari minyak. Pendinginan selama 3 jam akan memisahkan minyak dari kotoran dan air yang terjadi akibat perbedaan jenis air antara minyak dan fasa yang lain, sehingga minyak akan terapung karena memiliki bobot jenis yang lebih kecil. Langkah selanjutnya adalah proses penjernihan yang bertujuan untuk menghilangkan warna yang tidak diinginkan dan memperpanjang masa simpan, melalui pemasakan dengan uap selama 60 menit dan didinginkan selama 60 menit. Pemanasan juga bertujuan untuk mencegah pembekuan minyak pada proses selanjutnya. Alat yang digunakan adalah Klarifikator. Proses akhir adalah proses penyaringan yang dilakukan untuk memisahkan kotoran dan air yang akan dikembalikan ke dalam tangki pengendapan, sementara minyak bersih akan dipompakan ke dalam tangki penimbun. Alat yang digunakan adalah alat penyaring sentrifugal yang dilengkapi dengan pipa uap untuk memanaskan minyak sawit agar tidak membeku. Bentuk semi solid minyak sawit mentah disebabkan oleh kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, sekitar 50% asam lemak yang ada merupakan asam lemak jenuh dengan komponen utama asam palmitat, sekitar 40% asam lemak tidak jenuh tunggal (asam oleat) dan sekitar 10% asam lemak tidak jenuh jamak (asam linoleat). Asam palmitat bentuk bebas dan bentuk terikat sebagai monopalmitin,dipalmitin dan tripalmitin memiliki titik leleh yang relatif tinggi (di atas 60oC), sehingga pada suhu ruang senyawa tersebut berbentuk padat. Penilaian kinerja berdasarkan bahan yang dipergunakan, akan mengacu kepada standar mutu bahan baku. Standar mutu merupakan hal yang penting untuk
menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa parameter yang menentukan standar mutu, yaitu : warna, Iodine Value (IV), kandungan Free Fatty Acid (FFA), Acid Value (AV), Saponification value (SV) dan kandungan moisture & impurities.
13
Penimbangan
Uap Panas
Pengendapan
Ampas Saring Pengendapan Sludge T=90-95oC t=1 jam Cake (Serabut dan biji) Pengendapan Minyak T=90-95oC t=1 jam
Penjernihan T=90-95oC
Air NOS
Pengendapan
Kotoran Sludge
Air Pengencer
Penyaringan
Ampas Saring
Uap
CPO
Gambar 1. Proses Pengolahan Kelapa Sawit RBD Stearin adalah Stearin dari minyak sawit yang sudah memperoleh perlakuan proses refined (pemurnian), bleaching (pemucatan) dan proses
Deodorized (penghilangan bau), aliran proses pengolahan CPO menjadi RBD Stearin dapat dilihat pada Lampiran 3. Spesifikasi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan bahan baku dan bahan Tabel 2. penolong yang digunakan dapat dilihat pada
Warna Red
SV
( mg KOH / gr )
0.15
14
Cair Padat Cair Cair Cair Padat Padat Padat Padat Padat Padat Padat Padat
NaOH 44.2 ton HCl 67.5 ton Filter Aid 66.4 ton Hydrazine 8.1 ton Ca (OH)2 37.8 ton Na2CO3 17.2 ton Act. Carbon 27.0 ton Tawas 1.1 ton Kaporit 1.7 ton Pbo 8 000 ton Zno 4 000 ton Katalis Nikel ( Ni ) 64.8 ton Sumber: PT. X (2004)
Korosif Beracun Beracun Beracun Iritant Beracun Beracun Beracun Beracun Beracun Beracun Beracun
Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Impor
Tangki fiber Drum Plastik Drum Plastik Drum Plastik Karung Karung Karung Karung Karung Kaleng Kaleng Drum
Standar kualitas dan spesifikasi bahan baku inilah yang dijadikan dasar sebagai indikator penilaian kinerja berdasarkan aspek material. Method ( Metode ) Proses pengolahan RBD Stearin menjadi asam lemak, terdiri dari proses Fat Spliting / Hidrolisis, hidrogenasi, pemurnian dan fraksinasi.. Jalur utama produksi yang dipakai adalah proses hidrolisa / flat splitting, tahap pemurnian asam stearat dan tahap pemurnian gliserin. Tahap pemurnian asam stearat terdiri atas unit hidrogenasi dan unit distilasi asam lemak. Sedangkan tahap pemurnian gliserin terdiri atas unit pre treatment, unit evaporasi dan unit distilasi gliserin. Jalur produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
15
Pemisahan Lemak
Suhu 265 C Tekanan 60 Bar
Hidrogenasi
Suhu 200 C Tekanan 22 Bar
Distilasi
Suhu 190 - 200 C Tekanan 3 milibar
Pembutiran
Distilat I
Penyerpihan
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Asam Stearat Sumber: PT. X (2004) Market ( Pasar ) Penilaian terhadap kinerja pemasaran, dapat dilakukan dengan menghitung efektivitas pasar perusahaan (Susanto 2004). Di samping itu, market share (pangsa pasar) juga dapat dijadikan sebagai indikator penilaian kinerja perusahaan. Semakin
16
besar pangsa pasar dan efektivitas pasar suatu kegiatan usaha, maka semakin baik kinerja dari perusahaan tersebut. Proses Produksi Asam berikut :
a. Fat Splitting ( Pemisahan lemak ) / Hidrolisa
sebagai
Pada proses ini bahan baku minyak yaitu RBD Stearin (Stearin Kasar) direaksikan dengan air (condensate water) didalam sebuah menara pemisah (splitting tower) pada suhu 265 oC dengan tekanan 60 bar, sehingga terjadi reaksi hidrolisa antara trigliserida yang terkandung dalam RBD Stearin dengan air. Dalam reaksi hidrolisa, minyak dan lemak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Ketaren 1986). Minyak RBD Stearin atau stearin masuk pada bagian bawah tower, sedangkan air kondensat masuk dari bagian atas tower. Hasil reaksinya adalah : 1. Asam Lemak Kasar (Crude Fatty Acid), yaitu asam stearat yang masih mengandung asam lemak tak jenuh, yang keluar dari bagian atas tower 2. Glicerol yang berupa Gliserin Encer (Sweet water), yaitu gliserin yang masih banyak mengandung air dan pengotor yang keluar pada bagian bawah tower. Rumus Kimia reaksi hidrolisa dapat dilihat pada Lampiran 4.
b. Proses Hidrogenasi
Crude Fatty Acid direaksikan dengan gas Hidrogen (H2) dibantu dengan nikel katalis untuk mempercepat reaksi (Katalisator). Adapun kebutuhan gas hidrogen tersebut diperoleh dari proses elektrolisa air pada electrolizer plant. Proses hidrogenasi asam lemak ini dilakukan dalam sebuah reaktor atau autoclave yang dilengkapi dengan mixer pada suhu hingga 200 oC dan tekanan mencapai 22 bar. Setelah dilakukan filtrasi kemudian diperoleh asam lemak yang dijenuhkan (hydrogenated fatty acid) yang untuk selanjutnya dilakukan proses distilasi.
c. Distilasi Asam Lemak
Pada tahapan ini asam lemak yang dijenuhkan dilakukan proses distilasi untuk memperoleh fatty acid dengan komposisi dan kemurnian yang lebih baik. Proses ini berlangsung pada sebuah vessel (elembic) pada tekanan vacum 3 millibar
17 dan suhu 190200 oC. Distilat I pada proses distilasi ini selanjutnya dilakukan tahap flaking untuk diubah menjadi flake (serpih) kemudian disimpan dalam silo untuk seterusnya dikemas dalam karung seberat 25 kg atau 500 kg dengan berbagai tipe seperti SA 1800, SA 1801, SA 1806 dan lain-lain, yang spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 5. Residu dari proses distilasi ini sebelum ditampung dalam sebuah tangki, diuapkan terlebih dahulu dalam residu distiler sehingga diperoleh distilat II untuk diproses lagi sedangkan residunya sendiri selanjutnya di kemas.
d. Proses Fraksinasi
Proses fraksinasi asam lemak dimaksudkan untuk memisahkan komponenkomponen asam lemak yang berasal dari PKO dan CPO. Dengan fraksinasi campuran asam lemak dapat dipisahkan berdasarkan panjang rantai karbonnya menjadi bahan-bahan yang relatif murni (kemurnian > 99%). Alat utama terdiri dari satu kolom untuk menghilangkan air dan gas dan tiga kolom fraksinasi. Ketiga kolom fraksinasi dapat dirangkai dengan berbagai cara (seri, paralel dan seri paralel), sesuai dengan komposisi bahan masuk dan hasil yang dikehendaki. Dari masing-masing kolom akan keluar hasil atas (precut), hasil tengah (distilat) dan hasil bawah (sump) dengan kemurnian tertentu. Untuk menghindari kerusakan karena terlalu panas, fraksinasi harus dijalankan pada tekanan tertentu agar bahan menguap pada suhu rendah. Untuk pengoperasian kolom tersebut diperlukan alat pembantu berupa sistem vakum, alat pemanas dan alat pendingin.
Penilaian terhadap metode yang dipilih, juga memiliki indikator penilaian lain, yaitu kualitas keluaran proses, dimana setiap selesainya suatu tahapan proses, akan dilakukan audit terhadap output. Hasilnya merupakan indikator keberhasilan suatu proses. Prosentase Down Grade, yaitu prosentase jumlah produk yang harus turun kelas (Grade), karena suatu kesalahan, yang sebagian besar diakibatkan oleh proses, juga menjadi indikator keberhasilan suatu proses.
18
Manajemen Manajemen didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian pekerjaan anggota organisasi, serta pengendalian sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Aktivitas ini dapat dinilai dengan cara melihat sejauh mana program dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik. Manajemen dapat dinilai berdasarkan aspek yang lain, yaitu: manajemen keuangan, manajemen personalia, manajemen operasi, dan manajemen pemasaran. Keempat aspek tersebut masuk kedalam aspek Man, Money, Machine & Market.
Environment (Lingkungan) Penilaian terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan melihat prosentase limbah yang dihasilkan oleh industri asam lemak, dan melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pengolahan limbah. Indikator penilaian terhadap lingkungan berupa level untuk limbah cair, limbah gas dan kebisingan.
C. Asam Stearat (Stearic Acid)
Asam stearat merupakan komponen kecil dari Minyak dan lemak. Sebelum membahas asam stearat secara detail, maka perlu kiranya untuk mengetahui perihal minyak dan lemak. Lemak (lipid) adalah semua yang larut dalam pelarut non polar. Secara umum lipid diklasifikasikan menjadi 3, antara lain: a.
Trigliserida. Disebut sebagai lemak, minyak, yang merupakan gabungan dari
senyawa N c.
Lilin / Malam. Lilin merupakan gabungan dari alkohol dan asam lemak.
Senyawaaan ini terdapat dalam jumlah kecil di dalam asam lemak kasar (crude oil). Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya, mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, antara lain: lipid kompleks (lesithin,
19
cephalin), Sterol, Asam lemak bebas, pigmen dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavour produk, serta berperan dalam proses ketengikan. Lipid dalam bahan pangan dapat dipisahkan dari persenyawaan lain dengan proses ekstraksi yang menggunakan pelarut. Fraksi yang larut disebut lemak kasar, yang jika dilarutkan dengan natrium hidroksida akan membentuk sabun. Tidak semua lemak kasar dapat larut dengan NaOH, seperti Sterol, hidrokarbon dan pigmen. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa asam lemak merupakan komponen pembentuk lemak. Asam lemak dapat diklasifikasikan menjadi: a. Asam Lemak Jenuh Asam lemak ini tak memiliki ikatan rangkap, dan biasa disebut sebagai lemak (fat). Asam lemak ini akan padat pada suhu kamar, dan sebagian besar berasal dari hewani. Asam Stearat dan Asam Palmitat merupakan contoh dari asam lemak jenuh b. Asam Lemak tak Jenuh Asam lemak ini memiliki ikatan rangkap, yang biasa disebut sebagai oil. Bentuknya cair pada suhu kamar. Asam lemak ini sebagian besar terdapat dalam minyak nabati. Contohnya : Asam Linoleat dan Asam linolenat. Asam stearat merupakan salah satu contoh dari asam lemak, yang memiliki rantai hidrokarbon yang panjang, dan mengandung gugus karboksil pada satu ujungnya, dan gugus metil pada sisi yang lain. Asam stearat (CH3(CH2)16COOH), merupakan asam lemak jenuh, yang akan padat pada suhu kamar, dan tidak memiliki double bounds diantara atom karbon yang bersebelahan dengannya. Hal ini berarti rantai hidrokarbonnya fleksibel. Asam Stearat dapat terpisah pada suhu rendah (pendinginan). Gambaran molekul asam stearat dapat dilihat pada Gambar 3.
20
Adapun komposisi asam lemak dari minyak sawit kasar (CPO) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar
Jenis asam lemak Persen komposisi
Asam laurat (C12:0) Asam meristat (C14:0) Asam Palmitat (C16:0) Asam stearat (C18:0) Asam oleat (C18:1) Asam linoleat (C18:2) Asam linolenat (C18:3) Sumber : Pantzaris (1997)
Produk utama yang dihasilkan oleh industri oleokimia yang dikaji, dapat dilihat pada Tabel 4.
1 2 3 4
Produk asam stearat yang dihasilkan oleh perusahaan, harus memenuhi beberapa spesifikasi, antara lain: a. Bilangan Asam Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak (Ketaren
21
1986). Bilangan ini digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dan lemak. Dilakukan dengan cara melarutkan lemak dengan alkohol eter dan diberi indikator phenolphthalein, lalu dititrasi dengan larutan KOH 0,5 N sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap, dimana besarnya bilangan asam tergantung kemurnian dan umur minyak atau lemak tadi. Bilangan.asam = ml.KOHxN .KOHx56,1 gram.contoh
Faktor 56,1 adalah bobot molekul larutan KOH. Apabila dipergunakan NaOH untuk titrasi, maka factor tersebut menjadi 39,9. b. Bilangan Penyabunan Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram larutan alkali (KOH) yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak (Ketaren 1986). Pada proses ini tiga molekul KOH akan bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Bilangan. penyabunan = 56,1(ml.KOHxN .KOH ).(ml.HClxN .HCl ) gram.contoh
Selain menggunakan KOH dengan berat molekul 56.1, dapat pula digunakan larutan NaOH dengan berat molekul 39.9. c. Bilangan Iod Bilangan Iod adalah jumlah (gram) Iod (I2) yang diikat oleh 100 gram lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan Iod atau senyawa-senyawa iod (Ketaren 1986). Bilangan Iod ditetapkan dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau lemak (0.1-0.5 gr) dalam kloroform atau karbon tetraklorida, lalu ditambahkan halogen secara berlebihan. Bilangan ini digunakan untuk menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak. Spesifikasi produk asam stearat yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.
22
Tabel 5. Spesifikasi Produk Asam Stearat Tipe Bilangan asam (AV) 1800 1801 1806 1810 1840 1850 CAND 01 1860 1865 1890 208-213 208-213 208-214 207-214 207-212 204-209 212-217 201-209 200-208 195-205 Bilangan penyabunan (SV) 209-214 209-214 209-215 208-215 208-213 206-210 213-218 202-210 201-209 195-206 0.5 max 1.0 max 3.0 max 6.0 max 0.5 max 1.0 max 1.0 max 1.0 max 1.0 max 1.5 max Bilangan Iod (IV) Warna red / Kandungan yellow (maks) 1.5/0.3 2.0/0.5 1.5/5.0 10/2.0 2.0/0.5 2.0/0.5 2.0/0.5 3.0/0.5 3.0/0.5 5.0/1.0 30-38 30-38 30-40 40-45 47-52 57-62 62-68 90 min C18
D.
Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam melakukan pengukuran kinerja. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja industri secara cepat adalah teknik studi kapabilitas jangka pendek (short term capability study. Studi ini berguna untuk mempelajari kondisi suatu proses seiring berjalannya waktu apakah tetap akurat dan tetap berada dalam spesifikasi (standar) yang telah ditentukan (Alsup & Watson. 1993). Salah satu parameter sederhana yang sering digunakan dalam studi kapabilitas jangka pendek adalah akurasi (Alsup dan Watson, 1993). Akurasi adalah kedekatan nilai pengukuran terhadap nilai standar (PBM-SIG. 1995). Aurasi juga didefinisikan sebagai perbedaan antara rata-rata data aktual (average) dengan nilai standar (Alsup & Watson, 1993). Akurasi dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
23
Accuracy = Average TrueValue
Selanjutnya nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability). Dalam praktek rentang nilai akseptabiltas bervariasi antara 0.01 % sampai dengan 10 % (Besterfield 1990). Jika akurasi masih berada dalam rentang standar maka nilai variasi diterima, dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai standar maka nilai variasi tidak diterima Teknik lain yang digunakan untuk memperoleh bobot sebagai acuan untuk penilaian akhir adalah teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Teknik ini dilakukan dengan cara manipulasi matriks. Matriks yang diperoleh digunakan untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen pada prosedur sebagai berikut (Marimin 2004) : 1. 2.
3.
Kuadratkan matriks tersebut Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi Hentikan proses ini, jika perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturutturut lebih kecil dari suatu nilai base tertentu. Berdasarkan nilai eigen yang diperoleh, maka akan diketahui bobot dari masing-
masing kriteria yang sesuai dengan besar pengaruhnya. Metode lain yang dapat dipergunakan adalah pembobotan biasa. Setiap kriteria diberikan bobot yang besarnya tergantung kepada hasil penilaian pakar mengenai pengaruh setiap kriteria terhadap penilaian proses. Pada skala penilaian si penilai memberi angka pada suatu kontinum dimana individu atau objek akan ditempatkan, dan sebaiknya penilai hendaklah orang-orang yang mengetahui bidang yang dinilai (Nazir 1988). Skor yang diperoleh untuk setiap kriteria akan dikalikan dengan bobot, dimana hasilnya akan diinterpretasikan kedalam interval penilaian yang telah ditentukan sebelumnya. Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak yang sama pada pengukuran interval yang memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yag diukur (Nazir 1988).
24
E. Pendekatan Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks (Marimin 2004). Pendekatan sistem muncul karena
adanya kenyataan yang mendasar dari persoalan aktual yaitu kompleksitas, dimana unitnya adalah keragaman. Keragaman yang begitu besar tidak dapat dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Oleh karena itu teori sistem menyatakan bahwa kesisteman adalah meta konsep, dimana formalitas dan proses dari keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan (Eriyatno 1999). Pendekatan sistem merupakan suatu kerangka berfikir yang berusaha mencari perpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh. Menurut Simatupang (1994), sistem mencakup lima unsur utama yaitu : (1) Elemen-elemen (2) Interaksi antar elemen (3) Adanya suatu faktor yang mengikat elemen-elemen menjadi satu kesatuan (4) Adanya tujuan bersama
(5)
Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa model, implementasi rancangan, dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses
tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui apakah hasil dari masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Karakteristik
25
a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan. b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda. c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan tersebut terdiri dari tujuh tehapan (Marimin 2004): 1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan) 2. Mendefinisikan persoalan 3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras 4. Menggunakan model 5. Memelihara sistem.
III. METODOLOGI
A. Kerangka Pemikiran Berdasarkan gambaran industri oleokimia saat ini, dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kinerja industri tersebut, mengingat peluang pasar untuk sektor industri ini masih terbuka lebar. Industri oleokimia menghadapi berbagai masalah, baik
eksternal yang berkenaan dengan kebijakan ekspor, misalnya tarif bea masuk yang terlalu tinggi akan berakibat pada menurunnya harga asam stearat dibawah harga normal 500 US dolar per ton (Tempo 2004). Selain itu terdapat pula masalah internal, yaitu teknis produksi yang berkaitan dengan rendahnya tingkat produktivitas, dan masalah manajemen yang berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan industri, misalnya saat ini banyak industri asam stearat yang menghasilkan produk reject, sementara itu mereka harus mengeluarkan biaya yang besar untuk melakukan recycle terhadap produk reject tersebut. Upaya-upaya peningkatan kinerja tersebut bermuara pada cara memperbaiki dan meningkatkan produktivitas serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan industri oleokimia.
B. Rancang Bangun Sistem Penilaian Kinerja Metode yang digunakan dalam rancang bangun sistem penilaian kinerja industri asam stearat, melalui pendekatan sistem. Tahapan dalam pendekatan sistem, yang meliputi (1) analisis faktor kondisi ideal, (2) penetapan indikator penilaian kinerja, (3) rancang bangun model, (4) validasi model, (5) penerapan penilaian kinerja, dan (6) penyusunan rekomendasi perbaikan. Analisis Faktor Kondisi Ideal Industri Asam Lemak Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang menunjang kondisi ideal dari industri oleokimia, khususnya Asam Stearat, melalui deskripsi tujuan, kebutuhan pengguna data, pengumpulan data dan informasi mengenai kelayakan perusahaan. Analisis ini akan mencari secara selektif apa saja yang dibutuhkan dari masingmasing pelaku yang terlibat dalam sistem. Analisis dilakukan melalui studi pustaka,
27
penelitian langsung, maupun wawancara dengan para pakar terkait. Melalui analisis ini akan diperoleh data berkenaan dengan kondisi-kondisi yang dianggap paling menentukan keberhasilan dari aktivitas produksi asam stearat. Kerangka pemikiran konseptual rancang bangun penilaian kinerja industri asam stearat dapat dilihat pada Gambar 4.
MULAI
Tid a k V a lid a s i
P e n g u m p u la n D a ta K o n d is i S a a t In i
Ya P e n ila ia n K in e rja
Rekom endasi
SELESAI
Gambar 4.
Kerangka pemikiran konseptual Rancang Bangun Penilaian Kinerja Industri Asam Lemak
28
Penetapan Indikator Penilaian Kinerja Indikator penilaian kinerja ditetapkan berdasarkan hasil analisis faktor ideal industri asam lemak dan identifikasi sistem penilaian. Penelitian akan melihat faktorfaktor untuk aspek manusia, finansial, mesin, bahan baku, metode, pasar, manajemen dan lingkungan Variabel penetapan nilai didasarkan kepada studi literatur dan pendapat para pakar yang terkait dengan delapan aspek penilaian kinerja. Melalui aktivitas ini, diharapkan dapat memperoleh output indikator penilaian kinerja
perusahaan secara lengkap yang melihat kedelapan aspek penilaian 7M1E, yang dapat dijadikan dasar untuk membuat perumusan model penilaian kinerja.
Perumusan Model Penilaian Kinerja Pemodelan sistem merupakan tahapan untuk memperoleh korelasi antara masukan dan keluaran sistem, melalui proses pemahaman sistem yang sudah ada, dan memanfaatkan informasi yang diperoleh untuk membuat model yang akan dirancang, sehingga diharapkan sistem yang dibuat, benar-banar merepresentasikan kondisi yang sesungguhnya.
Validasi Sistem Penilaian Kinerja Validasi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi industri dengan cara membandingkan aktivitas penyeleggaraan industri terhadap model yang dibuat. Validasi akan dilaksanakan pada industri asam stearat. Dalam penelitian ini
diupayakan adanya validasi dengan data primer yang dilakukan pada industri asam stearat.
Penilaian Kinerja Penilaian merupakan aktivitas implementasi sistem, dimana sistem yang sudah dibuat, akan diuji cobakan pada data annual report yang diperoleh dari perusahaan. Output dari penilaian ini adalah hasil dari proses data, sehingga dapat menilai kinerja perusahaan berdasarkan aspek manusia, finansial, mesin, bahan baku, metode, pasar, manajemen dan lingkungan.
29
Penyusunan Rekomendasi Perbaikan Rekomendasi perbaikan didasarkan pada output penilaian. Rekomendasi dibuat untuk mengatasi kesenjangan antara model dan data operasional di industri. Faktor eksternal yang terdiri dari faktor ekonomi, soaial dan lingkungan menjadi indikator penting dalam penilaian. Disamping itu juga penilaian dapat menelusuri faktor internal industri asam stearat . Berdasarkan penelusuran inilah dapat diketahui titik kritis yang menyebabkan rendahnya kinerja industri asam stearat. Rekomendasi akan diberikan kepada variabel kritis hasil penilaian kinerja, sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja industri tersebut. Pengelolaan industri asam stearat dapat dikelompokkan menjadi dua subsistem, yaitu lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan internal industri adalah pabrikasi, keuangan, formasi SDM, dan pemasaran. Aspek pabrikasi, terdiri dari beberapa tahapan stasiun kerja, yaitu stasiun bahan baku, pemisahan lemak, hidrogenasi, distilasi, fraksinasi, beading, penyerpihan, pengemasan dan analisa kualitas produk. Seluruh subsistem tersebut akan saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Lingkungan eksternal industri, terdiri dari ekonomi, sosial dan kebijakan lingkungan. Sistem pengelolaan industri dapat dilihat pada Gambar 5.
PROSES
LING KUNG AN
Penyusunan sistem penilaian kinerja industri, modelnya disusun dengan menggunakan standar yang mungkin dicapai oleh sebagian besar industri asam
30
Kesenjangan antara data primer dengan standar ideal yang digunakan akan menentukan posisi perusahaan dalam penilaian kinerja. Berdasarkan kesenjangan komponen tersebut, maka dapat dikemukakan rekomendasi untuk perbaikan kinerja industri asam stearat. Rancangan sistem penilaian kinerja industri asam stearat dapat dilihat pada gambar 6, yang menunjukkan aspek yang menjadi kriteria penilaian kinerja perusahaan, dimana aspek yang berada dalam segitiga , merupakan aspek internal, sementara itu aspek yang berada pada ketiga sudutnya, merupakan aspek eksternal penilaian kinerja. Rancangan sistem penilaian kinerja industri asam stearat ini dapat dilihat pada Gambar 6.
EKONOMI
PASAR
MATERIAL
LINGKUNGAN
SOSIAL
C. Tata Laksana 1.Pengumpulan Data Data untuk penelitian ini diperoleh dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui : Wawancara : Mewawancarai orang yang dikategorikan sebagai pakar, baik pakar internal maupun eksternal Pengamatan ke lokasi kegiatan industri, sehingga diperoleh laporan tahunan
perusahaan, yang diperoleh dari setiap departemen yang ada di perusahaan tersebut.
31
Data sekunder adalah data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Studi literatur dan visualisasi sebagai pendukung teori dari penelitian yang dilakukan. Tujuan dari studi pustaka adalah untuk memberikan kerangka berpikir, berupa teori-teori atau kajian-kajian ilmiah, yang diperlukan didalam pelaksanaan penelitian, sehingga diperoleh pegangan atau landasan ilmiah yang berguna sebagai bahan referensi ataupun juga sebagai titik tolak pembanding terhadap hasil dari penelitian. 2. Perancangan Sistem Perancangan sistem dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain : a. Perancangan Model Tahapan ini dilakukan dengan menguraikan proses penilaian kinerja, dimulai dari penentuan variabel, sampai kepada cara untuk memperoleh kesimpulan akhir dari setiap variabel tersebut. Pada tahapan ini digunakan Flowchart System untuk mempermudah merepresentasikan suatu sistem nyata kedalam model penilaian kinerja. b. Perancangan Input Perancangan input dilakukan dengan mengklasifikasikan data yang akan dijadikan masukan sistem, disamping itu juga penulis akan membuat rancangan form yang akan dijadikan media untuk input data. c. Perancangan Output Perancangan yang dilakukan terhadap tampilan yang akan diperoleh pengguna, baik di layar monitor maupun hasil copy. d. Perancangan teknologi Pemilihan teknologi, dapat berupa pemilihan perangkat keras, maupun perangkat lunak. Perangkat lunak yang digunakan dalam membuat sistem penilaian kinerja adalah Microsoft Visual Basic 6.0, Microsoft Access, Paint dan Crystal Report. e. Perancangan Basis Data Perancangan ini dilakukan untuk menyusun sistem penyimpanan data, dalam hal ini data disimpan dengan bantuan aplikasi Microsoft Access.
32
f. Perancangan Pemeliharaan Perangkat lunak yang dihasilkan, tentunya harus dapat digunakan untuk waktu yang panjang, hanya saja ada kendala yang dihadapi, yaitu perubahan variabel penilaian setap waktu , sesuai dengan perkembangan industri dan pengembangan metode. Keluaran dari kegiatan penelitian adalah suatu model penilaian kinerja industri asam stearat yang dimanifestasikan dalam suatu program aplikasi dengan menggunakan program Visual Basic 6.0, Microsoft Access & Cristal Report. Program ini dipilih karena compatible dengan aplikasi Windows, sehingga dapat dipergunakan dengan mudah.
3. Validasi Sistem dan Rekomendasi Tahapan ini dilakukan dengan melakukan uji coba perangkat lunak yang telah dibuat untuk industri asam stearat, berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan. Dalam penelitian ini dilakukan validasi data primer yang dilakukan pada salah satu industri asam stearat yang ada di pulau jawa. Keluaran yang diharapkan dari validasi adalah perbandingan antara kondisi perusahaan terhadap model yang dirancang. Apabila diperoleh penyimpangan antara data perusahaan dan standar ideal model, maka hal inilah yang menjadi variabel kritis untuk membuat rekomendasi perbaikan guna meningkatkan kinerja industri secara signifikan.
4. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Desember 2004 sampai Juli 2005. Tempat penelitian dilakukan di Industri Oleokimia, khususnya Asam Stearat, yang berada di Jabotabek.
1. Model Penilaian Kinerja Penilaian kinerja industri asam stearat didasarkan kepada 3 penilaian kinerja, antara lain : a. Penilaian internal b. Penilaian eksternal c. Penilaian keseluruhan. Tahapan penilaian kinerja secara umum, dapat dilihat pada Gambar 7.
BAHAN BAKU PENILAIAN KINERJA KESELURUHAN PENILAIAN KINERJA EKSTERNAL PROSES (Metode, Mesin, Manusia, Keuangan, Manajemen )
LINGKUNGAN
SOSIAL
EKONOMI
KINERJA PERUSAHAAN
34 Model penilaian kinerja dapat digambarkan melalui diagram alir, dari setiap tahapan yang dilalui. Penggunaan simbol didasarkan kepada standar simbol yang digunakan dalam pembuatan diagram yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Tahapan seluruh penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 8.
MULAI
DATABASE PERUSAHAAN
PENILAIAN KINERJA BAHAN BAKU PENILAIAN KINERJA PROSES PENILAIAN KINERJA PRODUK PENILAIAN KINERJA FORMASI KARYAWAN PENILAIAN KINERJA INTERNAL PENILAIAN KINERJA SOSIAL PENILAIAN KINERJA EKONOMI PENILAIAN KINERJA LINGKUNGAN PENILAIAN KINERJA EKSTERNAL PENILAIAN KINERJA AKHIR SELESAI
35 Penilaian internal adalah penilaian terhadap kondisi yang mempengaruhi kinerja perusahaan yang bersumber dari dalam perusahaan itu sendiri. Penilaian internal, terdiri dari beberapa tahapan, antara lain : a. Database perusahaan Tahapan ini bukan merupakan penilaian , akan tetapi hanya memasukkan data tahun, nama, dan lokasi dari industri yang akan dinilai. Data ini akan dijadikan acuan dalam melakukan penilaian dari setiap tahapan yang akan dilalui. b. Penilaian Bahan Baku Penilaian terhadap kualitas bahan baku yang akan diproses. Penilaian dilakukan terhadap kualitas dan kuantitas bahan baku. Hal ini perlu dilakukan, mengingat grade produk asam stearat yang merupakan keluaran proses, sangat ditentukan oleh keberadaan bahan baku yang diterima oleh perusahaan. Diagram alir penilaian bahan baku dapat dilihat pada Gambar 9.
MULAI
- FREE FATTY ACID - IODIUM VALUE - WARNA - MOISTURE - IMPURITIES - JUMLAH TOTAL MATERIAL - JUMLAH MTRL REJECT
SELESAI
36 c. Penilaian Proses Penilaian ini berupa hasil audit terhadap output yang dihasilkan dari setiap tahapan proses, beserta penilaian terhadap jumlah sumber daya manusia dari setiap tahapan tersebut, disamping itu ada beberapa hal lain yang dinilai dalam proses, yaitu kemampuan manajemen perusahaan dalam memberikan dukungan terhadap kelancaran proses, antara lain : Manajemen personalia dan manajemen operasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada penilaian proses ini terdapat beberapa tahapan penilaian, antara lain : penilaian stasiun kerja, mesin, personalia dan keuangan. Diagram alir penilaian kinerja proses dapat dilihat pada Gambar 11. d. Penilaian Produk Penilaian terhadap kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Penilaian terhadap produk dapat dilakukan dengan melihat jumlah output produk yang memiliki grade tertinggi dan market share produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Diagram alir penilaian kinerja produk dapat dilihat pada Gambar 10.
M U LAI
P EN ILA IA N K IN ER JA P RO DU K
SE LE S AI
37
MULAI
BILANGAN IODIN
WARNA
SERPIHAN
1 1
2 2
38
PENGEPAKAN
SELESAI
FORMASI KARYAWAN
TK MANGKIR & TURNOVER
3 3
39 Penilaian eksternal adalah penilaian terhadap kondisi yang mempengaruhi kinerja perusahaan yang bersumber dari luar perusahaan itu sendiri. Penilaian eksternal, terdiri dari beberapa tahapan, antara lain : a. Penilaian Ekonomi Penilaian ini dilakukan terhadap harga bahan baku dan harga produk di pasar internasional, terhadap harga perolehan perusahaan. Penilaian dilakukan terhadap deviasi harga tersebut. Bagan penilaian terhadap ekonomi dapat dilihat pada Gambar 12.
MULAI
- HARGA PALM STEARIN INT - HARGA PALM OIL RBD INT - PROSENTASE BEA MASUK
SELESAI
40
b. Penilaian Sosial Penilaian ini dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam memberikan kontribusi terhadap kondisi sosial di sekitar kawasan industri. Hal ini merupakan kewajiban perusahaan bagi lingkungan sosial, yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Bagan penilaian terhadap sosial dapat dilihat pada Gambar 13.
MULAI
SELESAI
41 c. Penilaian Lingkungan Proses produksi disamping meghasilkan produk, juga menyisakan limbah dan kebisingan. Hal ini akan berdampak terhadap lingkungan yang ada di sekitar industri. Tahapan ini dilakukan melalui penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam mengelola limbah dan kebisingan, sehingga memperkecil dampak yang terjadi terhadap keberadaan lingkungan disekitarnya. Diagram alir penilaian kinerja lingkungan dapat dilihat pada Gambar 14.
MULAI
SELESAI
merepresentasikan kondisi setiap aspek yang dinilai. Penilaian kinerja perusahaan secara keseluruhan, dapat dikategorikan menjadi 3 predikat, seperti terlihat pada Tabel 6. Penilaian dilakukan setelah diperoleh hasil penilaian secara kualitatif dan kuantitatif dari masing-masing aspek penilaian. Tabel 6. Klasifikasi Skor Penilaian Kinerja Perusahaan No 1 2 3 Predikat Baik Sedang Kurang Baik
Penilaian dikatakan Baik apabila input data kriteria penilaian sama dengan standar yang telah ditetapkan. Penilaian Sedang apabila data yang diperoleh berada dalam batas kritis standar ideal dan masih berada dalam batas toleransi, sementara itu penilaian Kurang Baik akan diberikan jika data yang diperoleh berada diluar batas toleransi yang telah ditetapkan. Persentase variasi yang digunakan adalah 10 %. Nilai 10 % merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Oleh sebab itu, jika data yang tersedia berada diluar batas toleransi 10 %, maka hasil penilaiannya adalah Kurang Baik. Ada beberapa penilaian yang hanya menetapkan 2 predikat, yaitu Baik dan Kurang Baik. Hal ini dilakukan apabila perusahaan menetapkan suaian sesak atau standar dengan toleransi sekecil mungkin pada proses penilaian tersebut, hal ini dapat dilihat pada penilaian stasiun distilasi dan fraksinasi. Penilaian untuk keseluruhan kinerja perusahaan, merupakan penjumlahan dari setiap aspek penilaian kinerja, dimana hasil penjumlahan tersebut dapat merepresentasikan kinerja perusahaan selama kurun waktu satu tahun aktivitas usaha.
1.1. Indikator Penilaian Kinerja Aspek penilaian kinerja, terdiri dari delapan aspek yang disebut sebagai 7M1E, yang terdiri dari 8 aspek penilaian, yaitu Man (manusia), Money
43 (keuangan), Machine (mesin), Material (bahan baku), Method (metode), Market (pasar), Management (manajemen) & Environment (lingkungan). Proses penilaian kinerja, memang tidak digambarkan secara utuh kedalam 8 aspek tersebut, akan tetapi diklasifikasikan menjadi beberapa tahapan. Teknis penilaian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu : Penilaian Internal, Eksternal dan penilaian secara keseluruhan. Aspek yang dinilai dapat dilihat pada Gambar 6, pada bab sebelumnya. Aspek manusia, keuangan, mesin, material, metode, pasar dan manajemen, masuk kedalam penilaian internal. Sementara itu lingkungan, masuk ke dalam penilaian eksternal. Setiap aspek yang dinilai memiliki kriteria penilaian tersendiri, dimana nilai akhir dari aspek tersebut merupakan penjumlahan dari skor yang ditunjukkan oleh setiap kriteria. Untuk melihat kriteria penilaian setiap aspek, perlu ulasan secara detail berdasarkan setiap tahap penilaian.
1.1.1. Penilaian Kinerja Internal Penilaian kinerja internal, adalah penilaian kinerja terhadap seluruh faktor yang berada dalam ruang lingkup kegiatan industri secara interen. Penilaian ini akan memberikan masukan bagi industri, sehingga mampu memperbaiki kondisinya secara kedalam. Penilaian kinerja internal terdiri dari beberapa tahapan penilaian yang harus dilalui, antara lain : a. Penilaian Bahan Baku b. Penilaian Proses c. Penilaian Produk Jadi d. Penilaian Formasi Karyawan Pembahasan secara detail, perlu dilakukan, berkenaan dengan penilaian kinerja internal industri asam stearat. Penilaian proses dilakukan dengan menilai kinerja setiap stasiun kerja, mesin, dan kinerja personalia. Khusus untuk formasi karyawan, hanya dibatasi pada penilaian kinerja departemen produksi, pengendalian kualitas dan departemen logistik.
44
1.1.1.1.Data Perusahaan Pada tahapan ini tidak ada proses penilaian, yang ada hanya input data perusahaan yang akan dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penilaian kinerja untuk tahapan berikutnya. Data yang dimasukkan, antara lain : a. Nama Perusahaan Industri b. Tahun yang akan dijadikan dasar untuk melakukan penilaian c. Lokasi Perusahaan d. Kapasitas Produksi per tahun Tahapan penilaian tidak dapat dilakukan apabila pengguna program tidak memasukkan data perusahaan yang akan dinilai.
1.1.1.2. Penilaian Bahan Baku Penilaian ini perlu dilakukan karena mutu Asam Stearat sangat tergantung kepada Bahan Baku, yaitu RBD Stearin sebagai inputnya. Apabila inputnya memiliki kualitas yang baik, maka akan diperoleh asam stearat dengan grade tertinggi. Penilaian terhadap bahan baku dilakukan terhadap 2 kriteria penilaian, yaitu : a. Penilaian Kualitas Bahan Baku b. Penilaian Kuantitas Bahan Baku Penilaian kualitas material dapat dibagi menjadi berberapa sub kriteria, yang akan menentukan penilaian dari kriteria tersebut. Apabila kualitas dan jumlah material sudah dapat menghasilkan penilaian kualitatif, maka dapat diperoleh penilaian material secara keseluruhan. Prosentase jumlah material reject dapat diperoleh dari formulasi di bawah ini. Jumlah Meterial Reject Prosentase Jumlah Material Reject = Jumlah Total Material Formulasi tersebut dibuat berdasarkan akuisisi pakar yang ada dalam perusahaan, untuk menilai jumlah menilai prosentase jumlah material yang memiliki kualitas kurang baik (reject). Pendapat pakar mengenai jumlah dan standar teknis kualitas bahan baku dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. x 100%
45 Tabel 7. Pendapat Pakar Mengenai Jumlah Bahan Baku Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Prosentase Jumlah Baik : X < 0.50 Material Reject (%) Sedang : 0.50 X < 0.55 Kurang Baik : X 0.55
Tabel 8. Standar Teknis Kualitas Bahan Baku Kriteria Free Fatty Acid / FFA (%) Iodium Value / IV (gr I2/100 gr) Warna (red) Moisture (%) Impurities (%) Standar Teknis Baik : X 0.22 Sedang : 0.22 < X 0.24 Kurang Baik : X > 0.24 Baik : X 32 Sedang : 21.8 X < 32 Kurang Baik : X < 28.8 Baik : X3 Sedang : 3 < X 3.3 Kurang Baik : X > 3.3 Baik : X 0.10 Sedang : 0.10 < X 0.11 Kurang Baik : X > 0.11 Baik : X 0.03 Sedang : 0.03 < X 0.04 Kurang Baik : X > 0.04
1.1.1.3.Penilaian Proses Penilaian terhadap proses dilakukan melalui beberapa tahapan penilaian, antara lain : a. Penilaian Stasiun Kerja b. Penilaian Mesin c. Penilaian Personalia d. Penilaian Keuangan Penilaian Stasiun kerja didasarkan pada urutan proses pengolahan asam stearat, mulai dari proses pemisahan lemak sampai kepada proses pengemasan. Kriteria penilaian dapat dilihat pada Tabel 9.
46 Tabel 9. Tahapan Proses Pembuatan Asam Stearat Tahapan Proses 1 2 3 4 5 6 7 Stasion Kerja Hidrolisis Hidrogenasi Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan Pengemasan Mesin Splitting Tower Reactor & Mixer Vessel (Elembic) Fraksinator Spray Tower Flaker Silo & Conveyor
Penilaian terhadap proses hidrolisis dapat dilakukan berdasarkan Acid Value (AV), Sapponification Value (SV), dan Splitting Ratio. Kriteria tersebut diambil dari standar teknis yang ada di industri asam stearat, dan batasannya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Penilaian Kriteria Proses Pemisahan Lemak Kriteria AV (mg KOH) Standar Teknis Baik : X 222 Sedang : 202 X < 222 Kurang Baik : X < 202 Baik : X 231 Sedang : 210 X < 231 Kurang Baik : X < 210 Baik : X 96 Sedang : 86.4 < X < 96 Kurang Baik : X 86.4
SV (mg KOH)
Splitting Ratio merupakan parameter penting untuk mengukur kinerja splitting plant, dan dapat ditentukan berdasarkan formulasi berikut :
Split.Ratio =
AV x.100% SV
Penilaian terhadap proses hidrogenasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang terdapat pada Tabel 11.
Penilaian terhadap proses Distilasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang terdapat pada Tabel 12. Kriteria tersebut diambil dari standar teknis yang ada di industri asam stearat. Pada penilaian kinerja ini, akan dipilih asam stearat dengan kualitas terbaik, yaitu SA 1800, sehingga kriteria yang dipilih untuk penilaian proses distilasi, diambil dari spesifikasi SA 1800. Tabel 12. Penilaian Kriteria Proses Distilasi
Kriteria AV (mg KOH) Standar Teknis Baik : 208 X 213 Sedang : 207.5 X < 208 dan 213 < X 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5 Baik : 209 X 214 Sedang : 208.5 X < 209 dan 214 < X 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5 Baik : X 0.50 Sedang : 0.5 < X 0.55 Kurang Baik : X > 0,55 Baik : X 1,50 Sedang : 1.50 < X 1.65 Kurang Baik : X > 1.65 Baik : X 0.30 Sedang : 0.30 < X 0.33 Kurang Baik : X > 0,33 Baik : 54 55 Sedang : 53.9 X < 54 dan 55 < X 55.1 Kurang Baik : X < 53.9 dan X > 55.1
Penilaian terhadap proses Fraksinasi dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang terdapat pada Tabel 13. Pada penilaian kinerja ini, akan dipilih Asam Stearat yang melalui proses fraksinasi, yaitu SA 1840.
48
Standar Teknis Baik : 207 X 212 Sedang : 208.5 X< 209 dan 14 < X 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5 Baik : 208 X 213 Sedang : 207.5 X< 208 dan 213 < X 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5 Baik : X 0.50 Sedang : 0.5 < X 0.55 Kurang Baik : X > 0,55 Baik : X 2.0 Sedang : 2.0 < X 2.2 Kurang Baik : X > 2.2 Baik : X 0.50 Sedang : 0.5 < X 0.55 Kurang Baik : X > 0,55 Baik : 55 X 56 Sedang : 54.9 X < 55 dan 56 < X 56.1 Kurang Baik : X < 54.9 dan X > 56.1
FA Distribution (WT %)
C18:1
Baik : X 2.0 Sedang : 2.0 < X 2.2 Kurang Baik : X > 2.2 Baik : 50 X 55 Sedang : 49.5 X < 50 dan 55 < X 55.5 Kurang Baik : X < 49.5 dan X > 55.5 Baik : 40 X 45 Sedang : 39.5 X< 40 dan 45 < X 45.5 Kurang Baik : X < 39.5 dan X > 45.5 Baik : X 1.0 Sedang : 1 < X 1.1 Kurang Baik : X > 1.1
Penilaian terhadap proses penyerpihan dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang terdapat pada Tabel 14.
Produk
Kriteria
Standar Teknis
SA 1800 SA 1801
AV (mg KOH) SV (mg KOH) IV ( gr I2/100 ) Warna Yellow Warna Red Titer (oC)
Baik : 208 X 213 Sedang : 207.5 X < 208 dan 213 < X 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5 Baik : 209 X 214 Sedang : 208.5 X < 209 dan 214 < X 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5 Baik : X 1.0 Sedang : 1 < X 1.1 Kurang Baik : X > 1.1 Baik : X 2.0 Sedang : 2.0 < X 2.2 Kurang Baik : X > 2.2 Baik : X 0.50 Sedang : 0.5 < X 0.55 Kurang Baik : X > 0,55 Baik : 54 X 55 Sedang : 53.9 X < 54 dan 55 < X 55.1 Kurang Baik : X < 53.9 dan X > 55.1 Baik : 207 X 212 Sedang : 208.5 X < 209 dan 214 < X 214.5 Kurang Baik : X < 208.5 dan X > 214.5 Baik : 208 X 213 Sedang : 207.5 X< 208 dan 213 < X 213.5 Kurang Baik : X < 207.5 dan X > 213.5 Baik : X 0.50 Sedang : 0.5 < X 0.55 Kurang Baik : X > 0,55 Baik : X 2.0 Sedang : 2.0 < X 2.2 Kurang Baik : X > 2.2 Baik : X 0.50 Sedang : 0.5 < X 0.55 Kurang Baik : X > 0,55 Baik : 55 X 56 Sedang : 54.9 X < 55 dan 56 < X 56.1 Kurang Baik : X < 54.9 dan X > 56.1
SA 1840
AV (mg KOH) SV (mg KOH) IV ( gr I2/100 ) Warna Yellow Warna Red Titer (oC)
50 Penilaian terhadap proses Beading dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang terdapat pada Tabel 15. Tabel 15. Penilaian Kriteria Proses Beading
Kriteria Warna Yellow Standar Teknis Baik : X 2.0 Sedang : 2.0 < X 2.2 Kurang Baik : X > 2.2 Baik : X 0.50 Sedang : 0.5 < X 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Warna Red
Penilaian terhadap proses Pengepakan dapat dilakukan berdasarkan Kriteria yang terdapat pada Tabel 16. Tabel 16. Penilaian Kriteria Proses Pengemasan
Kriteria Standar Teknis
Prosentase Jumlah Penutupan Baik : X 3.0 Karung Reject (%) Sedang : 3.0 < X 3.3 Kurang Baik : X > 3.3 Prosentase Jumlah Marking Baik : X 3.0 Karung Reject (%) Sedang : 3.0 < X 3.3 Kurang Baik : X > 3.3 Prosentase tersebut dapat diukur berdasarkan formulasi dibawah ini. Data diperoleh berdasarkan jumlah karung yang dihasilkan selama satu tahun.
Jumlah.Penutupan.Karung . Re ject x.100% Jumlah.Total .Karung
Pr osentase.Jumlah.Penutupan.Karung . Re ject =
Pr osentase.Jumlah.Karung . Re ject =
Penilaian setiap stasiun kerja hanya menggunakan indikator kualitas output setiap proses yang dilaluinya. Oleh sebab itu perlu ada penilaian lain, yaitu mesin. Hal ini perlu dilakukan mengingat mesin sebagai alat utama keberhasilan suatu proses
51 produksi. Penilaian kriteria mesin dapat dilihat pada Tabel 17. Allocated Downtime adalah waktu yang dialokasikan untuk terhentinya proses produksi, dikerenakan mesin harus diperiksa, dibersihkan & diperbaiki dan Accident Lost Time adalah waktu terhentinya kegiatan proses produksi secara tiba-tiba, dikarenakan mesin rusak atau terjadi kecelakaan. Tabel 17. Penilaian Kriteria Mesin
Kriteria Allocated Downtime (jam) Akuisisi Pendapat Pakar Baik : X < 600 Sedang : 600 X 660 Kurang Baik : X > 660 Baik : X < 96 Sedang : 96 X 105 Kurang Baik : X > 105
Penilaian kinerja personalia, didasarkan kepada tingkat mangkir dan keluar masuk karyawan. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana perusahaan, khususnya bagian produksi, dapat memotivasi karyawannya untuk bekerja dan memberikan rasa nyaman dan aman dalam bekerja. Jika prosentase tingkat mangkir dan keluar masuk karyawan semakin kecil, maka kinerja personalia akan semakin baik. Kriteria Penilaian dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Personalia
Akuisisi Pendapat Pakar Baik : 0.9 Sedang : 0.9 X 1 Kurang Baik : > 1 Baik : 13 Sedang : 13 < X 14.3 Kurang Baik : > 14.3
Penilaian kinerja keuangan dibuat berdasarkan Net Provit Margin dan Return On Investment. Akuisisi pendapat pakar dapat dilihat pada Tabel 19.
: : : : : :
Produk jadi dapat dinilai berdasarkan kriteria : a. Kualitas produk b. Kuantitas Grade Produk c. Pemasaran produk Kualitas produk dinilai berdasarkan Iodium Value dan warna produk. Standar yang dijadikan acuan adalah standar SA 1800 dan SA1801. Kriteria tersebut diambil dari standar teknis yang ada di departemen pengendalian kualitas di perusahaan industri asam stearat. Adapun penilaian kriteria produk SA 1800 dan 1801 tersebut dapat dilihat pada Tabel 20. Sementara itu penilaian produk untuk SA1840 dapat dilihat pada Tabel 21, dan kriteria kuantitas produk dapat dilihat pada Tabel 22. Penilaian terhadap kuantitas produk dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan produk yang berkualitas, jika dilihat dari sisi jumlahnya. Tabel 20. Standar Teknis Kriteria Kualitas Produk SA 1800 & 1801
Kriteria Iodine Value Standar Teknis Baik : X 1.0 Sedang : 1.0 < X 1.1 Kurang Baik : X > 1.1 Baik : X 2.0 Sedang : 2.0 < X 2.2 Kurang Baik : X > 2.2 Baik : X 0.50 Sedang : 0.5 < X 0.55 Kurang Baik : X > 0,55
Yellow Red
Baik : Sedang : Kurang Baik : Baik : Sedang : Kurang Baik : Baik : Sedang : Kurang Baik :
X 0.50 0.50 < X 0.55 X > 0.55 X 2.0 2.0 < X 2.2 X > 2.2 X 0.50 0.50 < X 0.55 X > 0.55
Down Grade adalah produk yang harus turun grade, karena kualitasnya tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Perusahaan dikatakan berhasil, jika mampu menghasilkan produk dengan standar kualitas dari grade yang diharapkan. Prosentase produk Down Grade ditentukan berdasarkan jumlah produk Down Grade selama 1 tahun dan jumlah total produk, dimana keduanya berada dalam satuan ton, seperti tertera pada formulasi berikut ini :
Jumlah. Pr oduk .Down.Grade x.100% Jumlah.Total. Pr oduk
Aspek penilaian yang lain adalah aktivitas pemasaran dan peluang pasar produk. Penilaian ini dibagi menjadi 2 kriteria, antara lain : a. Efektivitas pemasaran Produk b. Market Share. Penilaian kedua aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 23, dimana kriteria penilaian dibuat berdasarkan akuisisi pendapat pakar.
Formasi Karyawan dilakukan untuk melihat seberapa jauh efektivitas penggunaan Sumber Daya Manusia setiap stasiun kerja. Formasi karyawan untuk proses dapat dibagi menjadi 3 Departemen, antara lain : a. Departemen Produksi b. Departemen Pengendalian Kualitas c. Departemen Logistik Jumlah personil dinilai bersdasarkan jumlah orang dalam 1 shift. Hal ini dipilih, mengingat dalam industri pengolahan asam stearat, biasanya terdiri dari 3 shift kerja. Penilaian formasi karyawan departemen produksi, pengendalian kualitas dan logistik, dapat dilihat pada Tabel 24, 25 dan 26. Tabel 24. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Produksi
Posisi Stasiun
Jml Ideal ( Orang)
Akuisisi Pakar
Seluruh stasiun Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi Beading & Penyerpihan Fraksinasi Pemisahan Lemak Hidrogenasi Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan
1 1 1 1 3 2 1 2 4 1
Baik Sedang
: X=4 : 4<X5 3X<4 Kurang Baik : X < 3 X>5 : X = 13 : 13 < X 15 12 X < 13 Kurang Baik : X< 12 X > 15 )* Jumlah karyawan untuk 1 shift Baik Sedang
Operator
Akuisisi Pakar
Seluruh Bagian Quality Inspection Quality Control Quality Inspection Quality Control Quality Inspection Quality Control Quality Control
1 1 1 1 1 5 10 5
Baik Sedang
Baik Sedang
Akuisisi Pakar
Seluruh Bagian Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi
1 1 1 1 1 4 5
Baik Sedang
Baik Sedang
: X=9 : 9 < X 10 8X<9 Kurang Baik : X < 8 X > 10 )* Jumlah karyawan untuk 1 shift
56
Penilaian ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian penilaian kinerja, antara lain : a. Penilaian Kinerja Ekonomi b. Penilaian Kinerja Sosial c. Penilaian Kinerja Lingkungan.
Penilaian kinerja ekonomi, didasarkan kepada harga pasar internasional untuk bahan baku dan harga produk itu sendiri. Penilaian didasarkan kepada deviasi antara harga yang diperoleh perusahaan terhadap harga pasar internasional. Menurut pakar deviasi yang diizinkan adalah 10 %. Untuk menghitung Deviasi harga dapat dilihat pada formulasi berikut :
.H arg a.Palm.Stearin.FOB.Malaysia. .H arg a.Palm.Stearin.Perusahaan. H arg a.Palm.Stearin.FOB.Malaysia
.H arg a.Palm.Oil.RBD.CIF .Rotterdam. .H arg a.Palm.oil.RBD.Perusahaan. H arg a.Palm.Oil.RBD.CIF .Rotterdam
x.100%
x.100%
Pendapat pakar mengenai kriteria ekonomi eksternal dapat dilihat pada Tabel 27. Dipilih berdasarkan pendapat pakar, karena batasan standar ideal pada kriteria penilaian ekonomi akan terus berubah, seiring dengan waktu. Tabel 27. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Ekonomi Eksternal
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar Deviasi harga Palm Stearin FOB Baik : X 10 Malaysia (%) Sedang : 10 < X 11 Kurang Baik : X > 11 Deviasi harga Palm Oil RBD CIF Baik : X 10 Rotterdam (%) Sedang : 10 < X 11 Kurang Baik : X > 11 Bea Masuk (%) Baik : X 11 Sedang : 11 < X 12.1 Kurang Baik : X > 12.1
57
Penilaian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kontribusi perusahaan terhadap kondisi social masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri. Hal ini perlu dilakukan, mengingat kemajuan pemikiran masyarakat, terkadang dapat mempengaruhi hubungan antara perusahaan dengan kondisi masyarakat sekitar, misalnya menimbulkan konflik. Konflik tersebut jelas akan mengganggu pekerjaan yang dilakukan perusahaan, sehingga berdampak terhadap output produk. Oleh sebab itu, sebaiknya perusahaan mengeluarkan biaya untuk kepentingan masyarakat, sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan aturan ini, yang disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR), yang besarnya minimal 3% dari keuntungan yang diperoleh perusahaan. Nilai inilah yang dijadikan kriteria penilaian kinerja sosial perusahaan yang dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Sosial Perusahaan
Kriteria Biaya CSR (%) Akuisisi Pendapat Pakar Baik : X3 Sedang : 2.7 < X 2.7 Kurang Baik : X < 2.7
Biaya CSR dapat dihitung berdasarkan formulasi berikut : % Biaya.CSR = Biaya.CSR x.100% Pr ovit.Perusahaan
Penilaian terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan 3 kriteria, yaitu penilaian limbah cair, gas dan kebisingan. Pada penilaian lingkungan, setiap kriteria memiliki sub kriteria. Sub kriteria hanya memberikan output Baik dan Buruk, sehingga kategori Sedang ditiadakan, karena berdasarkan usulan pakar penilaian hanya mengacu kepada 2 hal, yaitu : sampel berada dalam Nilai Ambang Batas
58 (NAB) atau berada diluar Nilai Ambang Batas. Pendapat pakar mengenai kriteria kinerja lingkungan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Pendapat Pakar Mengenai Kriteria Kinerja Lingkungan
Kriteria Akuisisi Pendapat Pakar
Baik Sedang Kurang Baik Baik Sedang Kurang Baik Baik Sedang Kurang Baik
: X > 0.82 : 0.65 < X 0.82 : X 0.65 : X > 0.73 : 0.58 < X 0.73 : X 0.58 : X > 0.77 : 0.60 < X 0.77 : X 0.60
Penilaian lingkungan juga dilakukan terhadap gangguan, yaitu kebisingan, yang dapat dilihat pada tabel 30. Kebisingan terhadap lingkungan perlu dipertimbangkan untuk menunjang kenyamanan dalam bekerja bagi karyawan, serta kenyamanan lingkungan yang berada di sekitar industri. Penilaian terhadap limbah cair juga dilakukan, dimana kriteria penilaian dibuat berdasarkan standar nilai ambang batas yang ada pada rencangan pengelolaaan lingkungan perusahaan. Tabel 31 berisi penilaian kriteria limbah cair yang terdiri dari beberapa sub kriteria, antara lain : sifat fisika limbah cair, sifat kimia limbah cair dan kandungan logam. Dari semua limbah cair yang dihasilkan, limbah kimialah yang paling berpengaruh terhadap keberadaan lingkungan. Tabel 30. Penilaian Kriteria Kebisingan
No 1 Sub Kriteria Ruang Genset (db / desible) Standar Teknis Baik : X < 85 Sedang : 85 X 87 Kurang Baik : X > 87 Baik : X < 50 Sedang : 50 X 60 Kurang Baik : X > 60
60 Penilaian terhadap limbah gas dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Penilaian Kriteria Limbah Gas
No Sub Kriteria Standar Teknis
1 2 3 4 5 6 7
Sulfur Dioksida (g/l) Karbon Monoksida (g/l) Oksida Nitrogen (g/l) Oksida (ppm) Debu (mg/l) Timah Hitam
Amonia (g/l)
Baik Sedang Kurang Baik Baik Sedang Kurang Baik Baik Sedang Kurang Baik Baik Sedang Kurang Baik Baik Sedang Kurang Baik Baik Sedang Kurang Baik Baik Sedang Kurang Baik
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
X 265 265 < X 291.5 X > 291.5 X 10 000 10 000 < X 11 000 X > 11 000 X 100 100 < X 110 X > 110 X 0.080 0.080 < X 0.088 X > 0.088 X 0.26 0.26 < X 0.29 X > 0,29 X 1.50 1.50 < X 1.65 X > 1.65 X 1 360 1 360 < X 1 496 > 1 496
Keluaran program berupa penilaian dari setiap aspek, dimana hasil tersebut baru dapat diperoleh, jika kriteria dapat ditentukan nilainya.
Penilaian Kinerja keseluruhan akan diperoleh apabila Kinerja dari setiap Kriteria sudah diketahui hasilnya. Proses untuk memperoleh hasil penilaian kriteria dapat ditentukan berdasarkan pembobotan, jika parameter penilaian banyak. Apabila parameter penilaian sedikit, dapat dilakukan pembuatan kaidah if-then.
61
Aspek penilaian kinerja yang memiliki banyak kriteria, akan diberikan skor, guna memperoleh nilai akhir dari aspek tersebut. Skor ditentukan berdasarkan akuisisi pakar dan pandangannya terhadap pengaruh kriteria tersebut terhadap penilaian aspek. Hal ini terjadi pada saat melakukan penilaian terhadap proses, yang memiliki banyak kriteria, sementara hasil akhir yang diharapkan hanya satu penilaian. Skor penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Skor Penilaian Kinerja Perusahaan
No Penilaian 1 Baik 2 Sedang 3 Kurang Baik Skor 100 70 40
Untuk menentukan apakah suatu variabel memiliki nilai Baik, Sedang atau Kurang Baik, diperoleh berdasarkan interval nilai yang ditentukan oleh para pakar, akan tetapi jika pakar tidak memiliki informasi mengenai interval penilaian, maka penentuan interval tersebut dibuat berdasarkan parameter tingkat akurasi, dengan menggunakan persentase variasi 10 %. perhitungan dapat dilihat pada bab 2. Nilai 10 % merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Formulasi
Skor ditetapkan untuk memberikan bobot terhadap kriteria, yang akan berpengaruh terhadap penilaian aspek kinerja dan penilaian kinerja perusahaan secara menyeluruh. Bobot didasarkan kepada pendapat pakar, yang berupa daftar isian kuisioner. Hasil kuesioner akan diolah kembali dengan menggunakan pairwise comparisons (perbandingan berpasangan). Metode ini dipilih, jika pakar tidak membuat bobot penilaian secara utuh, misalnya untuk memperoleh nilai akhir penilaian produk terdapat 3 kriteria penilaian, yaitu kualitas, pemasaran dan grade
62 produk, maka untuk mendapatkan satu penilaian dari ketiga kriteria tersebut harus dibuat bobot masing-masing kriteria. Bobot dibuat berdasarkan seberapa besar pengaruh kriteria tersebut terhadap variabel penilaian. Bentuk kuesioner dan penilaian dapat dilihat pada lampiran. Penilaian secara keseluruhan didasarkan pada kombinasi hasil penilaian dari masing-masing aspek kinerja, sehingga memberikan output berupa klasifikasi skor. Aspek dapat dinilai berdasarkan bobot dari setiap kriteria, yang juga merupakan output dari pendapat pakar, seperti tertera pada Tabel 34 dan Tabel 35. Tabel 34. Bobot Faktor Internal
Aspek Bahan Baku Bobot 0,35 Kriteria Kualitas Bahan Baku Kuantitas Bahan Baku Stasiun Pemisahan Lemak Stasiun Hidrogenasi Stasiun Distilasi Stasiun Fraksinasi Stasiun Beading Stasiun Penyerpihan Stasiun Pengemasan Keandalan Mesin Formasi Karyawan Mangkir & TurnOver Keuangan Kualitas Grade Pasar Bobot 0.70 0.30 0.35
Proses
0,35
0.24 0.23 0.24 0.09 0.05 0.05 0.05 0.05 0.48 0.52
Produk
0,30
Sosial Lingkungan
0,25 0.34
Apabila Skor dan Bobot sudah diperoleh, maka nilai akhir didapat sebagai hasil perkalian antara skor dan bobot. Pada tahapan ini perlu dilakukan penentuan interval nilai, untuk setiap hasil penilaian, seperti tertera pada Tabel 36. Tabel 36. Interval Penilaian
No 1 2 3 Interval Nilai X 80 60 X < 80 X < 60 Penilaian Baik Sedang Kurang Baik
64
Pakar dipilih berdasarkan keahliannya dalam aspek yang dinilai. Penelitian ini menyertakan beberapa pakar, yang berasal dari praktisi maupun akademisi, seperti tertera pada Tabel 37. Tabel 37. Daftar Pakar Penilaian Kinerja
No
Nama
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Suyono, SH Heryawan, SE, MBA Purwoko, SE, MBA Almizan Ulfa, SE, MBA Ir. Mulyardi Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Dr. Ir. Meika S Rusli, M.Sc Ir. Bobby Nugroho Ir. Johan Sabile Ir. Kris Hadisoebroto Ir. Sjoufjan Awal, MBA, P.E Dr. Ir. Hartrsasi Hardjomidjojo, DEA Dr. Ir. Muhammad Romzi, M.Eng Ir. H. Soeripto Kartodiryo
Pekerjaan
Man Money Money Material Method Method Machine, Method Machine, Method Market, Method Management Management Management Environment
HRD Manager PT. Sumi Asih Oleochemical Training Manager PT. Sumi Asih Oleochemical Peneliti di Departemen Keuangan RI Peneliti di Departemen Keuangan RI Quality Control Executive PT. Sumi Asih Oleochemical Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB Quality Inspection PT. Sumi Asih Oleochemical Production Manager di PT. Sumi Asih Oleochemical Ketua APOLIN ( Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia ) Ketua The Indonesian Foundation for Management Development Dosen di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian IPB Peneliti di Badan Pusat Statistik Peneliti di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI
65
Data diperoleh berdasarkan laporan tahunan perusahaan, kecuali data aspek lingkungan yang diperoleh berdasarkan Laporan Rencana Kelola Lingkungan (RKL). Semua data tersebut diperlukan sebagai acuan untuk melakukan input terhadap program yang akan dirancang. Data perusahaan dapat dilihat pada Tabel 38 dan 39. Tabel 38. Data Tahunan PT. X Tahun 2004
No Aspek Input Data Penilaian 1 Bahan Free Fatty Acid Baku Iodium Value Warna Moisture Impurities Jumlah Material Reject Jumlah Total Material 2 Mesin Allocated Downtime Accident Lost Time 3 Manusia Jumlah Karyawan Jumlah Karyawan Mangkir Jumlah Hr Kerja Selama 1 tahun Jumlah Karyawan Keluar Masuk 4. Keuangan Laba Bersih Total Aktiva Penjualan Bersih 5 Kuantitas Jumlah Produk Down Grade Produk Jumlah Produk 6 Pasar Jumlah Produk Terjual Jumlah Output Produksi Market Share 7 Sosial 8 Ekonomi Palm Stearin (FOB Malaysia US$/ton) November 2005 Palm Oil RBD ( CIF Rotterdam US$/ton) November 2005 Palm Stearin Perusahaan Palm Oil RBD Perusahaan Bea Masuk Sumber : PT. X Nilai Satuan
0.2 33 2.9 0.11 0.02 235 84 360 633 72 455 83 297 60 55 829 796 750 531 712 350 000 833 280 548 500 6 480 80 985 77 785 80 985 60 25 342.50 470 337.4 464.4 12
% gr I2/100 % ton ton jam jam orang Orang Hari Orang Rp. Rp. Rp. ton ton ton ton % % US$ US$ US$ US$ %
1 2 3
AV SV Splitting Ratio IV AV SV IV Warna Yellow Warna Red Titer AV SV IV Warna Yellow Warna Red Titer C14 C16 C18 C18:1 Warna Yellow Warna Red
Nilai 224
Satuan mg KOH
Stasiun Fraksinasi
5 6
Stasiun Beading
212 97.2 1.2 210.4 211.2 0.4 2.0 0.5 54.3 210 211 0.46 1.3 0.5 55 2 51 42 1 1.5 0.5 210 211 0.8 1.5 0.5 54 210 211 0.4 1.4 0.5 54 3 4
mg KOH % gr I2/100 mg KOH mg KOH gr I2/100 o C mg KOH mg KOH gr I2/100 o C % % % % mg KOH mg KOH gr I2/100 C mg KOH mg KOH gr I2/100 o C % %
o
Stasiun Penyerpihan AV SA 1800 & SA SV 1801 IV Warna Yellow Warna Red Titer SA 1840 AV SV IV Warna Yellow Warna Red Titer 7 Prosentase Jumlah Stasiun Pengemasan Karung Reject Prosentase Marking Reject Sumber : PT. X
67 Data yang berkaitan dengan formasi karyawan, dapat dilihat pada Tabel 40, Tabel 41 dan Tabel 42. Tabel 40. Data Tahunan Formasi Karyawan Departemen Produksi PT. X Tahun 2004
Posisi
Stasiun
Operator
Seluruh stasiun Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi Beading & Penyerpihan Fraksinasi Pemisahan Lemak Hidrogenasi Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan
1 1 1 1 2 2 1 1 3 1
Sumber : PT. X
Tabel 41. Penilaian Formasi Karyawan Departemen Pengendalian Kualitas PT. X Tahun 2004
Posisi
Bagian
Seluruh Bagian Quality Inspection Quality Control Quality Inspection Quality Control
1 1 1 1 1 4 10 5
68
1 1 1 1 1 4 4
Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi
Limbah yang dihasilkan oleh PT. X. Industri Oleokimia, biasanya menghasilkan 3 jenis limbah dan satu kebisingan, antara lain : Limbah cair Limbah Gas Kebisingan Limbah padat
Limbah padat keluaran proses, tidak dibahas, karena tidak berbahaya bagi lingkungan, bahkan dapat dimanfaatkan untuk menambah pemasukan bagi perusahaan. Sludge fat, kapur, karung, dan jerigen merupakan limbah padat yang dihasilkan oleh industri ini, dimana limbah ini terlebih dulu dikumpulkan sebelum dijual kepihak lain.Gambaran umum dari limbah yang dihasilkan oleh industri oleokimia, khususnya industri Asam Stearat dapat dilihat pada Tabel 43.
N o
Jenis Limbah
Sumber Limbah
Sifat Limbah
TPA
1 Limbah Cair 2 Limbah Gas 3 Kebisingan 4 Limbah Padat : - Fat & Kapur Karung Jerigen
Produksi Non B3 Genset Mesin Produksi Produksi Non B3 Produksi Non B3 Produksi Non B3
B3
Sungai
Atmosfir Lingkungan
B3
Sumber : RKL PT. X (2004) Air limbah yang berasal dari proses produksi terlebih dulu dialirkan melalui bak-bak kecil untuk menyaring fat dan kapur yang masih terbawa air, dan untuk selanjutnya dialirkan ke bak limbah, kemudian diisap oleh pompa dan disemprotkan melalui pipa-pipa yang dilobangi (aerasi), untuk mengisap oksigen, dan kemudian disalurkan ke bak-bak berikutnya sebelum disalurkan ke kali Bekasi. Zat padat tersuspensi, Amonia, BOD, COD, Minyak dan Lemak, dengan demikian harus dilakukan upaya pengelolaan lebih lanjut. Daftar kriteria kualitas air limbah dapat dilihat pada Tabel 44.
C mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
27.0 640.0 318.0 8.10 2 200 98.6 28 0.88 0.02 0.08 0.01 0.01
Limbah gas yang dihasilkan oleh pabrik PT. X berasal dari ruang genset dan proses produksi adapun cara penanggulangannya adalah dengan membuat cerobong. Kualitas udara disekitar lingkungan pabrik PT. X adalah seperti terdapat pada Tabel 45. Tabel 45. Kualitas Limbah Udara
No Parameter Satuan 1 Sulfur Dioksida g/l 2 Karbon Monoksida g/l 3 Oksida Nitrogen g/l 4 Oksida Ppm 5 Debu mg/l 6 Timah Hitam 7 Amonia g/l Sumber : RKL PT. X (2004)
Hasil Analisa II III 0.58 0.2 500 580 4.01 6.08 0.01 0.01 0.14 0.23 0.004 11.3
71 Keterangan : I : Titik sampling selatan Pabrik II : Titik sampling Utara Pabrik III : Titik sampling sekitar ruang produksi IV : titik sampling sekitar ruang genset Dari hasil analisa kualitas udara tersebut ternyata semua parameter masih memenuhi nilai ambang batas yang ditentukan. Sumber kebisingan berasal dari mesin-mesin produksi dan genset. Untuk mencegah timbulnya dampak oleh kebisingan ini, perusahaan melengkapi industri ini dengan membuat dinding pemisah. Tingkat kebisingan di pabrik PT. X adalah seperti disajikan pada Tabel 46. Tabel 46. Hasil Pengukuran Kebisingan
No
Lokasi Pengukuran
1 2 3 4
100 57 73 70
72
B. Konfigurasi Sistem
Sistem Penilaian Kinerja Agroindustri dimodelkan dalam bentuk perangkat lunak yang diberi nama Sistem Penilaian Kinerja Asam Stearat Versi 1.0 (SPIAS 1.0) Model SPIAS 1.0 tersusun atas empat bagian utama, yaitu antar muka pengguna, pusat pengolahan, model penilaian kinerja, dan sistem manajemen basis data. Konfigurasinya dapat dilihat pada Gambar 15.
PENGGUNA
ANTARMUKA PENGGUNA
PUSAT PENGOLAHAN
MODEL PENILAIAN KINERJA STASIUN BAHAN BAKU STASIUN PEMISAHAN LEMAK STASIUN HIDROGENASI STASIUN DISTILASI STASIUN FRAKSINASI STASIUN BEADING STASIUN PENYERPIHAN STASIUN PENGEPAKAN FORMASI SDM MESIN KEUANGAN PRODUK JADI EKONOMI SOSIAL LINGKUNGAN
DATA INDUSTRI
KRITERIA PENILAIAN
PENILAIAN KINERJA
KINERJA
NILAI IDEAL
SPIAS 1.0
73
C. Implementasi Sistem
Tahapan ini akan mengungkapkan kegiatan mentransformasikan model yang telah dibuat ke dalam program komputer, sehingga mempermudah proses penilaian kinerja. Ada beberapa perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan implementasi sistem, antara lain : Microsoft Visual Basic 6.0, Crystal Reports Version 8.5 dan Microsoft Access.
Diagram yang memvisualisasikan aliran informasi dan transformasi yang diterapkan pada saat data bergerak dari input menjadi output, disebut sebagai Data Flow Diagram (DFD), yang dapat dilihat pada Gambar 16. Pada bagian ini menjelaskan tentang DFD dari model sistem penilaian kinerja industri oleokimia. Penggunaan simbol pada DFD, dibuat berdasarkan standar simbol diagram alir yang terdapat pada Lampiran 5.
D e p a rte me n M u la i
A u d ito r M u la i
M a n a je me n M u la i
P e re n c a n a a n P ro g ra m K e rja
P e n g u mp u la n D a ta
V e rifik a s i
P ro g ra m K e rja
In p u t D a ta
E v a lu a s i
D o k u me n P e rb a ik a n K in e rja
L a p o ra n H a s il P e k e rja a n
S e le s a i
S e le s a i S e le s a i
74
2. Diagram Konteks
Seluruh elemen sistem dapat direpresentasikan sebagai sebuah bubble tunggal dengan data input dan output yang ditunjukan oleh anak panah yang masuk dan keluar secara berurutan, yang disebut sebagai Diagram konteks. Diagram ini sering juga disebut sebagai model sistem fundamental atau model konteks yang akan menggambarkan alur informasi dari input dan output program dari setiap pihak yang menggunakan program aplikasi dalam perusahaan. Diagram konteks dapat dilihat pada Gambar 17. Pada gambar tersebut, terlihat ada 4 pihak yang berperan dalam proses pengambilan data, pengolahan, analisa, dan implementasi. Pihak tersebut, antara lain : 1. Manajer 2. Departemen 3. Direksi 4. Auditor Sistem Penilaian kinerja dapat memberikan kemudahan kepada beberapa pihak untuk melakukan penilaian kinerja secara cepat dan sistematis.
Manajer
Direksi
Departemen
Auditor
75
3. Diagram Nol
Uraian yang berisikan proses dari diagram konteks yang berisikan pecahan dari buble tunggal menjadi berapa bubble sebagai sub proses atau sub fungsi dengan anak panah yang saling berhubungan dan disertai dengan eksternal entiti dan data store nya, disebut sebagai Digram nol. Gambar diagram nol dari model sistem penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 18, dimana akan terlihat laporan surat kerja dari masing-masing bagian yang terklait. Diagram ini membantu pembuat program dalam menyusun urutan system.
Departem en
Pendataan Pekerjaan
Laporan Kerja
Penilaian
Penilaian Pekerjaan
Auditor
Direksi Penilaian
Kebijakan
M anajem en
Surat T ugas
Departem en
76
4. Diagram Rinci
Diagram rinci mencoba merangkai suatu proses menjadi suatu uraian proses yang lebih rinci sebagai sub proses atau sub fungsi yang dihubungkan dengan anak panah secara berurutan disertai dengan eksternal entiti dan data store-nya. Diagram rinci dari model sistem penilaian kinerja dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.
77
Laporan Tahunan
Datapenilaian
78
Entity Relationship Diagram (ERD) model sistem informasi penilaian kinerja industri oleokimia menjelaskan tentang entity dan hubungan antar entity (kardinalitas). Adapun model sistem penilaian terdiri dari 9 entity yaitu : data perusahaan, data kinerja manusia, data kinerja keuangan, data kinerja mesin, data kinerja material, data kinerja metode, data kinerja pasar, data kinerja manajemen, dan data kinerja lingkungan.Adapun bentuk diagramnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Penilaian kinerja Perusahaan membutuhkan beberapa tabel yang dibuat di dalam Microsoft Access. Tabel ini dijadikan sebagai desain database dari program Visual Basic yang dibuat. Rancangan Basis dapat dilihat pada Lampiran 7.
A. Penilaian Bahan Baku Berdasarkan hasil penilaian program terhadap rata-rata kualitas dan jumlah material pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian bahan baku, seperti tertera pada Gambar 21.
80
Jumlah bahan baku yang Reject perlu diukur, sehingga perusahaan dapat menentukan kebijakan dalam pemilihan suplier dan klaim akibat buruknya kondisi material, karena material merupakan input yang menentukan kualitas produk dan menjadi tanggung jawab suplier (Hardjosoedarmo 1996). Kualitas bahan baku akan menentukan efisiensi proses dan kualitas dari produk yang dihasilkan. Secara umum kualitas bahan baku yang paling banyak menentukan spesifikasi produk adalah Asam lemak bebas, Iodium Value, dan warna. Ketiga indikator tersebut akan menentukan ketengikan minyak dan prosentase gliserin. Moisture (kadar air) juga akan menentukan kuantitas output produk yang dihasilkan. Rata-rata kadar air dari bahan baku adalah 0.11% , yang berarti Sedang. Apabila bahan baku memiliki moisture yang kurang baik, berarti bahan baku tersebut banyak mengandung air. Jumlah air yang besar akan membuat kinerja vakum dalam proses hidrogenasi dan destilasi tidak stabil (berfluktuasi), dan berpengaruh terhadap warna produk yang menjadi lebih tinggi (out of spec), sehingga produk tersebut harus diolah kembali (Recycle) dan dimasukkan kembali ke dalam Elembyc untuk diuapkan , yang biasa disebut sebagai proses redestilasi. Proses ini akan memerlukan waktu yang lebih lama. Ketentuan kualitas bahan baku yang dibuat di dalam program diperoleh berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Rata-rata Iodium value dari bahan baku adalah 33 gr I2/100 gr , yang berarti Baik. Kualitas produk yang paling baik adalah tipe SA 1800, dimana tipe ini akan dapat diperoleh jika bahan bakunya yang berupa RBD Stearin, memiliki Iodium Value 34 min. Apabila Iodium Value hanya 31, maka untuk mencapai spesifikasi tersebut dapat dilakukan proses fraksinasi, yang tentunya akan menambah biaya karena sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan proses tersebut. Oleh sebab itu perusahaan harus pandai dalam memilih suplier bahan baku, sehingga bahan baku tersebut memiliki spesifikasi yang diharapkan. Meskipun kadar asam lemak bebas dapat dinyatakan dengan AV, namun parameter ini jarang dipergunakan, biasanya asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen FFA (Sutanto 1995). Berat molekul asam lemak yang digunakan untuk
81
menghitung FFA umumnya menggunakan berat molekul rata-rata asam lemak penyusunnya. Pada penilaian ini FFA yang diperoleh adalah 0.2, yang berarti Baik. Pada program penilaian kinerja lain, seperti pada penilaian kinerja industri gula (Cahyadi 2005) hanya melakukan penilaian terhadap kualitas bahan baku saja, tetapi pada penilaian kinerja ini, dilakukan juga penilaian terhadap kuantitas dari bahan baku, hal ini perlu dilakukan, karena kuantitas dapat dijadikan indikator untuk melihat stabilitas proses, seperti pada penggunaan statistical control, dimana proses dikatakan stabil apabila berada dalam statistical control (Hardjosoedarmo 1996).
B. Penilaian Proses Berdasarkan hasil penilaian program terhadap proses pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian proses, seperti tertera pada Gambar 22.
82
Penilaian kinerja proses mencakup beberapa aspek yang dinilai, antara lain penilaian terhadap mesin, manusia, keuangan dan material. Aspek manusia, mesin dan material dipilih, karena kedua aspek tersebut merupakan sebab-sebab yang menimbulkan variasi dalam proses, sehingga proses dapat diidentifikasi dan dianalisis (Creech 1994). Sementara itu keuangan merupakan indikator penilaian yang akan menyempurnakan penilaian. Proses perlu dinilai, karena mutu akan lebih baik jika diwujudkan melalui perbaikan proses (Hardjosoedarmo 1996), Berdasarkan keluaran program, maka kinerja perusahaan untuk proses adalah Sedang. Hal ini disebabkan karena ada beberapa kriteria yang dinilai kurang baik, antara lain stasiun hidrogenasi, stasiun distilasi, dan stasiun pengemasan. Untuk mengetahui masalah apa yang terjadi dari setiap stasiun tersebut, dapat dilihat pada penilaian kinerja sub kriteria yang akan menyajikan penilaian lebih spesifik.
1. Penilaian Kinerja Setiap Stasiun Kerja 1.1. Stasiun Pemisahan Lemak Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun pemisahan lemak pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian bahan baku, seperti tertera pada Gambar 23.
83
Berdasarkan tabel tersebut, proses Pemisahan Lemak atau Hidrolisis yang dilakukan oleh perusahaan berjalan dengan baik. Dalam Splitting tower, air dan minyak mengalir berlawanan arah. Air mengalir dari atas, sementara minyak dari bawah. Selama mengalir ke atas minyak bereaksi membentuk asam lemak dan gliserin. Asam lemak akan mengalir ke atas bersama dengan sisa minyak, sementara gliserin akan terlarut ke dalam air dan mengalir ke bawah. Dalam proses tersebut digunakan air yang berlebihan , sehingga di bagian bawah akan diperoleh gliserin yang terlarut dalam air. Larutan inilah yang disebut sebagai sweet water (karena rasanya manis). Meskipun secara umum dikatakan bahwa air dan minyak tidak dapat bercampur, namun kenyataannya selalu ada bahan yang terikat satu sama lain. Dalam proses splitting, sebagian air dan gliserin juga akan terikat dalam asam lemak, dan sebagian asam lemak dan minyak yang lain akan terikat dalam sweet water. Asam lemak yang terikat sweet water dan gliserin yang terikut asam lemak akan ikut terbuang. Hal tersebut akan menurunkan yield pada proses pemisahan lemak, dan tentunya akan berpengaruh terhadap splitting ratio. Perbandingan antara bilangan asam dengan bilangan penyabunan (AV/SV) dikenal sebagai splitting ratio,yang merupakan parameter penting untuk mengukur kinerja splitting plant (Sutanto 1995). Pada penilaian kinerja ini, diperoleh splitting ratio 97.2%, yang berarti splitting plant perusahaan dapat bekerja dengan baik.
1.2. Stasiun Hidrogensi Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Hidrogenasi pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Hidrogenasi, seperti tertera pada Gambar 24. Parameter terpenting dari sisi proses dalam hidrogenasi adalah Iodine Value (IV).
84
Berdasarkan tabel tersebut, proses Hidrogenasi yang dilakukan oleh perusahaan berjalan Kurang Baik. Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak (Ketaren 1986). Pada proses ini zat warna terutama karotenoid dan komponen yang bukan gliserida, termasuk hidrokarbon akan berkurang jumlahnya, asam lemak bebas juga akan berkurang jumlahnya sampai mencapai kadar 0.1-0.3% (Ketaren 1986). Untuk melihat nilai Iodin, ikatan tak jenuh (-C=C-) dapat bereaksi dengan yodium (I2) membentuk ikatan jenuh. Setiap satu ikatan rangkap dapat bereaksi dengan 1 ikatan I2. Karena itu banyaknya I2 yang bereaksi dengan minyak atau asam lemak dapat digunakan untuk menentukan banyaknya ikatan tak jenuh dalam bahan tersebut, yang dikenal sebagai bilangan yodium (IV). Bilangan Iodium dapat didefinisikan sebagai banyaknya yodium yang dapat bereaksi dengan 1 gram sampel (Sutanto 1995). Perlu diketahui, bahwa banyak senyawa yang lain (selain minyak dan asam lemak tak jenuh) juga dapat bereaksi dengan yodium. Hal tersebut menyebabkan nilai IV hasil analisis biasanya lebih tinggi dari nilai IV yang dihitung berdasarkan banyaknya asam lemak tak jenuh. Bilangan ini sering digunakan sebagai Key Component (komponen kunci) atau bahan yang dugunakan sebagai pedoman perhitungan dalam pencampuran minyak untuk mendapatkan minyak dengan komposisi tertentu. Hal ini dilakukan dalam pencampuran RBD dengan Crude Stearine untuk mendapatkan kadar C18 tertentu.
85
1.3. Stasiun Distilasi Proses ini bertujuan untuk memisahkan asam lemak dari bahan baku asam bukan lemak, yaitu impurities dan minyak tak tersabunkan. Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Distilasi pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Distilasi, seperti tertera pada Gambar 25.
Warna seringkali menjadi masalah dalam proses ini. Hal inilah yang mengakibatkan turunnya Grade produk Asam Stearat. Fenomena ini terjadi jika vakum dan Heat Exchanger kurang dapat berfungsi dengan baik, sehingga tak mampu mendinginkan bahan secara penuh yang mengakibatkan bahan tetap panas dan mudah teroksidasi . Dari sisi proses kita tahu bahwa yang terpenting dari proses ini adalah distilat, sehingga parameter-parameter distilat juga sangat penting, namun untuk perhitungan kita justru dapat mengabaikannya. Bahan lain (light end) tidak perlu kita perhatikan secara khusus, karena jumlahnya sangat kecil (dibawah 0.1%). Dalam praktek,
86
seringkali parameter tersebut tidak tersedia, namun kita dapat melakukan perkiraan berdasarkan keadaan awal bahan baku (dari splitting dan hidrogenasi).
1.4. Stasiun Fraksinasi Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Fraksinasi pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Fraksinasi, seperti tertera pada Gambar 26.
Fraksinasi dirancang untuk memisahkan komponen asam lemak dari CPO yang telah dipisahkan dan dihidrogenasi, sehingga didapatkan bahan murni maupun dengan komposisi tertentu (Sutanto 1995). Selama ini disamping bahan standar tersebut, fraksinasi juga sering digunakan untuk mengolah bahan-bahan lain seperti CNO, PFAD dan RBD Stearin. Bagian utama stasiun ini terdiri atas 1 kolom dehidrasi dan 3 kolom fraksinasi. Kolom ini dapat dipasang secara seri, paralel, maupun seri paralel tergantung kepada bahan yang dikehendaki. Seluruh kolom
87
didalam fraksinasi dioperasikan dalam tekanan vakum, dan kehilangan bahan pada prinsipnya hanya terjadi karena sebagian bahan terbawa vakum dan tak terembunkan di kondensor. Yield minimum yang diharapkan adalah 98 % dari asam lemak. Namun perlu diingat bahwa yield tersebut dihitung berdasarkan keadaan steady. Sebelum keadaan tersebut tercapai, diperlukan masa pengkondisian selama kurang lebih 2 hari, itupun tergantung dari prosesnya Vakum inilah yang terkadang menjadi masalah pada proses ini, sebab apabila tekanannya terlalu besar atau terlalu kecil, maka akan berdampak terhadap warna dan komposisi bahan yang diolah. Tabel diatas menunjukkan bahwa proses fraksinasi di PT. X sudah berlangsung dengan baik.
1.5. Stasiun Beading Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Beading pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Beading, seperti tertera pada Gambar 27.
Proses Beading di PT. X berlangsung dengan baik. Proses ini bertujuan untuk mengubah bentuk asam stearat dari cairan ke dalam bentuk butiran dengan menggunakan spray tower. Prinsip spraying yang digunakan adalah dengan menghembuskan angin dingin dari bawah kolom spray tower agar terjadi kontak dengan asam stearat yang disemprotkan pada bagian atas kolom. Sebelumnya asam
88
stearat tersebut ditampung dalam tangki yang dilengkapi dengan steam jacket supaya tidak membeku, lalu dipompa ke tangki yang dilengkapi dengan cooling water tank untuk menurunkan temperatur asam stearat mendekati titik bekunya agar dapat disemprotkan ke dalam menara. Dengan menggunakan udara tekan, asam stearat ditekan menuju puncak menara, yang dilengkapi dengan 3 buah nozel yang masingmasing memiliki 500 lubang berdiameter 0,5 mm. Akibat kontak dengan udara, tetesan asam stearat yang memiliki titik beku 54 57 oC akan memadat dan jatuh dalam bentuk butiran.
1.6. Stasiun Penyerpihan Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Penyerpihan pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Penyerpihan, seperti tertera pada Gambar28.
89
Proses Penyerpihan di PT. X berlangsung dengan baik. Pada proses ini dilakukan pengecekan ulang terhadap spesifikasi produk. Hal ini perlu dilakukan, karena asam stearat tersebut bersentuhan dengan udara, dan temperatur yang berbeda. Pada proses ini akan dilakukan pengecekan terhadap Titer. Titer merupakan temperatur dimana asam lemak dari fasa cair akan berubah ke fasa padat. Hasil penilaian menunjukkan bahwa Titer berada dalam batas kendali, sama dengan kriteria penilaian yang lain.
1.7. Stasiun Pengemasan Berdasarkan hasil penilaian program terhadap stasiun Pengemasan pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian stasiun Pengemasan, seperti tertera pada Gambar 29.
Proses marking sering terjadi kesalahan. Hal ini terjadi jika proses pencatatan yang kurang baik dari departemen pengepakan, dan ketidakhati-hatian operator dalam melakukan marking. Walaupun hal ini kecil, tapi apabila sering terjadi maka pemanfaatan waktu dan sumber daya tidak efisien, mengingat pengulangan yang harus dilakukan akibat kesalahan yang terjadi. Pada umumnya tujuan pengemasan adalah memelihara acceptability bahan yang dikemas (Ketaren 1986). Syarat-syarat kemasan yang baik digunakan (Ketaren 1986), adalah sebagai berikut : 1. Dapat mencegah dan mengurangi proses oksidasi oleh oksigen atau prooksidan lainnya
90
2. Jenis bahan pembungkus Pada penilaian kinerja, khususnya penilaian stasiun pengemasan, ada pula industri lain yang melakukan penilaian terhadap ketahanan kemasan, sehingga dilakukan pengecekan yang sifatnya destruktif, sampai penilaian cara memasukkan produk ke dalam kemasan. Kriteria penilaian untuk industri asam stearat, biasanya hanya dinilai 2 kriteria, yaitu kriteria yang terdapat pada Gambar 29.
1.8. Kinerja Mesin Berdasarkan hasil penilaian program terhadap mesin pada tahun 2004, PT. X memiliki penilaian kinerja mesin, seperti tertera pada Gambar 30.
Allocated Downtime perlu diukur, karena semakin besar Allocated Downtime, maka biaya yang dikeluarkan untuk proses semakin besar pula. Ada beberapa penyebab Downtime (Waktu rintangan) adalah waktu yang diperlukan selama perawatan sehingga peralatan atau permesinan tersebut tidak dapat dioperasikan (Jardine 1973). Downtime dipilih sebagai kriteria penilaian karena merepresentasikan keberadaan suatu mesin. Downtime yang biasanya dialami oleh industri asam stearat pada setiap proses yang dilaluinya, antara lain : 1. Downtime yang terjadi pada awal proses, karena Boiler memiliki panas yang kurang, sehingga tidak mampu mengalirkan material pada tower. Hal ini berdampak pada penambahan waktu proses.
91
2. Pada proses pemisahan lemak, dimana splitting ratio yang harus dicapai adalah 96 %, yang berarti kadar Asam Lemak Kasar (Crude Fatty Acid) yang diperoleh dari RBD Stearin adalah 96%, dan sisanya yaiu 4% adalah Gliserin encer (sweat water). Apabila Splitting Ratio tidak mencapai 96%, misalnya hanya 92%, maka proses pemisahan tidak maksimal, sehingga perlu dilakukan proses ulang (recycle), sampai Asam Lemak Kasarnya mencapai 96%. Proses Recycle akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga perusahaan mengalami kerugian. 3. Proses Hidrogenasi yang bertujuan untuk menjenuhkan material atau mengubah asam lemak tak jenuh, menjadi asam lemak jenuh dengan cara menambahkan katalis dan gas hidrogen melalui proses pencampuran (mixing). Proses ini bertujuan untuk mencapai nilai Iodium Value 1.5 untuk asam stearat tipe 1800. Apabila selama proses yang biasanya memakan waktu 2 jam belum mencapai 1.5, maka proses hidrogenasi perlu penambahan waktu sampai spesifikasi yang diinginkan tercapai, sehingga proses mixing terus dilakukan, dan ini akan merugikan perusahaan dari segi waktu dan penggunaan sumber daya. 4. Proses distilasi akan membutuhkan penambahan waktu, apabila output yang dihasilkan dari proses hidrogenasi belum mencapai Iodium Value yang ditetapkan. Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki kinerja Mesin, dengan Allocated Downtime 38 000 menit, dimana nilainya berada diantara interval 36 000 menit dan 43 200 menit, yang berarti Allocated Downtime PT. X Sedang. Accident Lost Time merupakan salah satu indikator penilaian kinerja mesin. Semakin kecil Accident Lost Time, maka kinerja mesin yang dimiliki perusahaan semakin baik. Ada beberapa hal yang terjadi di industri asam stearat yang berdampak terhadap Accident Lost time, antara lain : 1. Jalur Blok, yaitu perjalanan material pada pipa tersumbat dan tidak dapat
mengalir (pipa macet). Apabila hal ini terjadi, maka mesin tidak dapat beroperasi,
92
karena tidak adanya input material. Jalur blok disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : a. Letak Boiler House yang terlalu jauh dari lokasi penyumbatan, dimana uap panas yang semestinya dapat menjaga suhu material panasnya kurang, yang mengakibatkan material membeku dan menyumpat pipa. b. Hujan deras yang membuat suhu pipa menjadi turun, sehingga material yang ada didalamnya membeku. Oleh sebab itu untuk menghadapi situasi seperti ini, pipa perlu diberi penutup, sehingga panasnya dapat terjaga. c. Spesifikasi material yang ada didalamnya. 2. Baling-baling mixer pada Autoclave patah/lepas, hal ini terjadi karena usia dari perangkat tersebut dan kurangnya pelumas pada rotor baling-baling. Apabila hal ini terjadi, proses hidrogenasi membutuhkan waktu yang lebih lama, yang tentunya berdampak pada efisiensi penggunaan sumber daya. 3. Penutup valve yang kurang rapat pada persimpangan pipa, mengakibatkan material input yang memiliki IV tinggi, akan bersentuhan dengan material output yang memiliki IV rendah, sehingga material output memiliki IV yang lebih tinggi dan harus diolah kembali untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan. Pengolahan kembali material tersebut memerlukan penambahan waktu yang berdampak terhadap efisiensi kerja. 4. Pompa terbakar, sehingga tidak dapat memasukkan material pada spray tower. Hal ini terjadi karena kumparannya terbakar atau kelebihan beban panas. Sebab lain yang menyebabkan pompa terbakar, karena pompa bersentuhan dengan material, akibat bocornya pipa material. Sementara itu Accident Lost Time PT .X pada tahun 2004 adalah 4 320 menit, dimana nilainya berada dibawah angka 5.760 menit, yang berarti Accident Lost Time di PT.X adalah Baik. Apabila dinilai secara keseluruhan, maka diperoleh skor 0.23 + 0.62 = 0.85. Skor 0.85 berada diatas interval 0.75, yang berarti Kinerja Mesin Perusahaan pada tahun 2004 adalah Baik. Kinerja mesin yang baik, memungkinkan pencapaian
93
target produksi dan kualitas produk dapat dicapai, sehingga mampu memberikan keuntungan besar bagi perusahaan.
2. Penilaian Kinerja Personalia Berdasarkan penilaian program terhadap data PT. X tahun 2004. Perusahaan ini memiliki kinerja Sumber Daya Manusia, dengan prosentase mangkir karyawan 0.0614 %, dimana nilainya 0.15 yang berarti prosentase tingkat mangkir karyawan PT.X Baik. Tingkat mangkir perlu diukur, mengingat pekerjaan yang ada di perusahaan, bergantung kepada kontinuitas keberadaan karyawan tersebut. Apabila banyak karyawan yang mangkir tanpa alasan yang jelas, menunjukkan bahwa motivasi mereka dalam bekerja, dinilai kurang. Tentunya hal ini akan berdampak terhadat target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Hasil penilaian kinerja karyawan dapat dilihat pada Gambar 31.
Sementara itu prosentase keluar masuk karyawan adalah 13.19 %, dimana nilainya berada pada interval 8% dan 15% yang berarti prosentase keluar masuk karyawan (employee turnover) di PT.X adalah Sedang. Semakin tinggi tingkat Turnover karyawan, menunjukkan bahwa suasana kerja di perusahaan tersebut tidak kondusif, sehingga memudahkan seseorang karyawan untuk mencari alternatif pekerjaan lain diluar. PT. X perlu melakukan peningkatan, sehingga angka keluar masuk karyawannya menjadi rendah. Perusahaan juga perlu melakukan analisa,
94
terhadap faktor penyebab keluar masuknya karyawan, sehingga apabila ada karyawan yang akan keluar dari perusahaan, maka perlu dilakukan wawancara, sebagai evaluasi perusahaan. Turnover karyawan juga akan berdampak terhadap pengeluaran keuangan perusahaan. Jika seorang karyawan keluar, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya untuk rekrutasi karyawan baru, ditambah lagi upaya pemilihan karyawan secara selektif yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Kekosongan jabatan selama proses rekrutmen tentunya akan berdampak pada kinerja perusahaan. Hubungan kerja yang baik dan suasana kerja yang kondusif akan memperkecil tingkat mangkir dan keluar masuknya karyawan, sehingga karyawan akan merasa memiliki perusahaan. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objective) dapat dipilih sebagai suatu upaya untuk mewujudkan hal tersebut. Isi pokok dari pendekatan Manajemen Pada Sasaran , bahwa setiap karyawan dengan hubungan kerja yang baik, akan menentukan prestasi hubungan kerja dimasa yang akan datang, yang biasanya dilakukan penyelesaian persetujuan kedua belah fihak. Jika keadaaan ini bertemu, maka karyawan akan memiliki kecakapan yang lebih baik, sehingga dalam jangka waktu yang telah ditentukan, mereka akan bisa menyesuaikan tingkah laku yang bisa menjamin pencapaian sasaran, dimana umpan balik prestasi kerja akan digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk mencapai sasaran yang akan datang, karyawan mempunyai dorongan untuk berorganisasi, sehingga menolong pengawas dan karyawan untuk dapat melakukan pengembangan (Soeprihanto 1988). Apabila dinilai secara keseluruhan, maka PT. X memperoleh skor 0.45 + 0.34 = 0.79. Skor 0.79 berada diatas interval 0.75, yang berarti Kinerja Sumber Daya Manusia perusahaan adalah Baik.
2.8. Penilaian Kinerja Keuangan Program memberikan keluaran (output) ROI sebesar 10.5 %, yang berarti tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan adalah Sedang. Sementara itu Net Provit Margin perusahaan juga memperoleh predikat Sedang. Hal ini dipengaruhi oleh % bea masuk yang besar, khususnya ke negara China, sehingga mengurangi keuntungan bagi perusahaan.
95
Pada penilaian kinerja keuangan yang terdapat pada Gambar 32. dipilih ROI sebagai financial Result Control, karena beberapa kelebihan (Yuwono et al. 2004), antara lain : a. ROI merupakan tolok ukur tunggal yang komprehensif yang bisa menjelaskan trade-off antara pendapatan, biaya dan investasi b. ROI dapat digunakan untuk membandingkan kinerja dari berbagai sektor bisnis, baik pesaing, divisi, maupun dalam industri c. Bentuk presentasi hasil perhitungan ROI dapat dibandingkan dengan tolok ukur keuangan lainnya d. ROI digunakan secara luas, sehingga semua manajer mengetahui apa yang diwakili oleh ROI dan apa pengaruhnya bagi perusahaan. Dengan kata lain penafsiran ROI yang popular dengan analisis Dupont adalah untuk mengetahui apa penyebab naik atau turunnya keuntungan perusahaan dalam suatu periode. Disamping kelebihan tersebut ada pula kekurangan ROI, yang perlu diketahui dalam melakukan penilaian, antara lain : a. Numerator yang digunakan dalam perhitungan ROI adalah laba akuntansi, dimana manajer dapat mempengaruhi ROI untuk kepentingan jangka pendek dan eken merugikan perusahaan dalam jangka panjang
96
b. Keputusan investasi oleh ROI berkecenderungan terhadap suboptimalisasi keputusan, yaitu manajer lebih mempertimbanngkan keuntungan divisinya dengan mengorbankan kepentingan perusahaan secara keseluruhan c. Sinyal yang disampaikan oleh ROI bersifat bias, karena faktor kesulitan dalam menghitung nilain investasi sebagai denominator ROI. Akibat adanya kekurangan itulah, maka perlu indkator pengukuran keuangan yang lain, untuk menyeimbangkannya, yaitu NPM. Indikator ini dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan perusahaan dalam melakukan aktivitas Pemasaran, karena yang memberikan keuntungan bagi perusahaan, bukan hanya perbaikan proses ke dalam, melainkan kemampuan perusahaan dalam membina hubungan dengan pembeli, dan melakukan negosiasi yang saling menguntungkan. Hasil akhir dari kinerja keuangan perusahaan adalah Sedang . Hal ini harus dapat memacu perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerjanya secara maksimal.
C. Penilaian Produk Penilaian ini dilakukan terhadap aktivitas perusahaaan, setelah bahan baku diolah menjadi produk jadi. Terdapat 3 hasil penilaian, yaitu hasil penilaian grade, kualitas produk, dan kinerja pemasaran perusahaan. Penilaian terhadap produk akan diperoleh apabila nilai dari kriteria Grade, Kualitas dan pemasaran telah diketahui hasilnya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan perkalian antara skor dengan bobot. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 33.
97
Ada beberapa perbedaan antara penilaian kinerja produk industri asam stearat dengan kinerja produk lain. Pada penilaian kinerja produk lain, ada beberapa perusahaan yang melakukan penilaian untuk melihat apakah produk yang mereka buat sudah baik, melalui perspektif pelanggan. Apabila respon pelanggan baik,
berarti produk yang dihasilkan perusahaan baik pula. Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer satisfaction (Yuwono 2004). Jika pelanggan (pembeli) tidak puas, maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan, meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif pelanggan memiliki 2 kelompok pengukuran, yaitu customer core measurement dan customer value prepositions
98
(Kaplan 1993). Pada customer core measurement terdapat beberapa komponen pengukuran, yaitu market share, customer retention, customer acquisition, customer satisfaction dan customer profitability. Pada penelitian ini diwakili oleh market share. Sementara itu untuk customer value prepositions terdiri dari beberapa komponen, yaitu product service attributes, customer relationship dan image. Semua komponen tersebut dapat dikembangkan menjadi kriteria penilaian kinerja. Produk Asam Stearat merupakan produk yang akan dioleh kembali oleh pembeli, sehingga kriteria penilaian di atas belum terlalu diperlukan oleh industri asam stearat.
1. Penilaian Grade Produk Kinerja metode yang dipakai oleh perusahaan dalam memproduksi asam stearat, dapat dinilai berdasarkan jumlah down grade yang dihasilkan oleh departemen produksi. Apabila jumlah down grade pada kurun waktu tertentu, jumlahnya besar, berarti metode yang dipergunakan oleh perusahaan dalam melakukan proses, kurang efektif. Down Grade adalah turunnya spesifikasi produk dari spesifikasi yang ditargetkan sebelumnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya down grade, antara lain : a. Penanganan terhadap material, yang masih meloloskan material reject untuk diproses. b. Stabilitas proses dari setiap tahapan proses yang kurang terjaga dengan baik, dan meloloskan standar output material yang semestinya direcycle, akan tetapi karena tuntutan target dan waktu, material diloloskan, tanpa proses perbaikan. Kedua hal tadi membutuhkan suatu pemilihan metodologi yang tepat dalam penangananya, apabila perusahaan menginginkan jumlah down grade yang semakin kecil. Asam stearat yang diproduksi, biasanya memiliki beberapa tipe, yang biasanya disebut sebagai Gradisitas atau tingkatan produk. Produk asam stearat yang dapat dihasilkan oleh industri, memiliki 7 tipe, antara lain : SA 1800, SA 1801, SA 1806, SA 1810, SA 1840, SA 1850, CAND O1, SA 1860, SA 1865 dan SA 1890. Semakin ke bawah, mutu produk semakin rendah. Mutu produk asam stearat ditentukan oleh warna dan Iodium Value. Oleh sebab itu untuk meminimasi down Grade, perusahaan
99
perlu melakukan monitoring terhadap warna dan Iodium Value secara intensif. Hasil penilaian kinerja PT. X untuk kuantitas produk, dapat dilihat pada Gambar 34.
Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki Prosentase Produk Down Grade 8%, dimana nilainya berada diantara interval 5 dan 70%, yang berarti
2. Penilaian Kualitas Produk Kualitas produk akan menentukan minat konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Secara umum indikator kualitas produk adalah warna dan bilangan iod. Oleh sebab itu diperoleh hasil penilaian terhadap kualitas, seperti terlihat pada Gambar 35.
100
spesifikasi yang ada, hanya saja perlu peningkatan dalam kuantitas output. IV dan warna dipilih sebagai penilaian kualitas, karena pada saat produk tersebut siap, maka pembeli akan melakukan pengecekan terhadap kedua kriteria ini. Bilangan Iod dipilih sebagai kriteria penilaian, karena bilangan ini dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau lemak dan dapat juga digunakan untuk menggolongkan jenis minyak, yaitu minyak pengering dan minyak bukan pengering (Ketaren 1986). Warna juga menentukan kualitas asam stearat secara fisik. Warna kuning disebabkan oleh kombinasi antara senyawa nitrogen dengan lemak teroksidasi, juga pemanasan tanpa proses oksidasi yang telah tengik dapat menghasilkan warna kuning. Penyebab lain adalah penyimpanan, sehingga intensitas warna menjadi bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Warna kuning biasanya merupakan sifat yang terjadi dalam minyak dan lemak tidak jenuh (Ketaren 1986). Pigmen berwarna merah jingga dan kuning disebabkan pula oleh karotenoid
101
yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten itu juga ikut
3. Kinerja Pasar Dari semua tipe asam stearat, SA 1800 merupakan tipe yang memiliki Grade terbaik dan memiliki nilai jual yang paling tinggi, mencapai $ 700 / ton. Tipe ini sebagian besar diekspor ke China dan digunakan sebagai bahan kosmetik, sementara itu untuk tipe yang lain, seperti 1806, digunakan sebagai campuran ban. Saat ini industri asam stearat juga banyak yang memproduksi lilin, yaitu tipe CAND 01, dimana produk ini dapat diekspor ke Eropa dalam bentuk lilin hias. Produk sampingan ini diproduksi, sebagai upaya untuk memanfaatkan output produk yang memiliki Grading yang rendah. Hasil penilaian kinerja pasar dapat dilihat pada Gambar 36.
Berdasarkan penilaian program, PT. X memiliki Efektivitas Pemasaran, 96%, dimana nilainya berada diatas 80%, yang berarti Efektivitas Pemasaran PT. X
102
Baik. Efektivitas Pemasaran perlu diukur, untuk melihat kinerja marketing dalam memasarkan produknya, tentunya harus sinergi dengan kualitas dan kuantitas yang diinginkan konsumen. Semakin besar eefektivitas pemasaran ,berarti semakin kecil jumlah stok yang ada, dan otomatis akan mengurangi biaya inventory, dan kerugian akibat produk tidak laku di pasaran. Sementara itu Market Share PT .X pada tahun 2004 adalah 60 %, dimana nilainya berada pada berada dibawah angka 80 dan 60 %, yang berarti Market Share PT.X adalah Sedang. Market Share perlu diukur, untuk melihat seberapa besar peluang perusahaan untuk memasarkan produk yang ada. Apabila dinilai secara keseluruhan, maka diperoleh skor 0.65 + 0.16 = 0.81. Skor 0.81 berada diatas 0.75, yang berarti Kinerja Pemasaran Perusahaan pada tahun 2004 adalah Baik.
D. Penilaian Formasi Karyawan Formasi karyawan perlu dilakukan penilaian, karena jika seluruh sumber daya telah tersedia, tapi apabila perusahaan kekurangan sumber daya manusia, maka ketersediaan tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga output yang dihasilkan tidak maksimal. Begitu pula sebaliknya, apabila jumlah sumber daya manusia yang tersedia terlalu banyak, maka terjadi inefisiensi biaya.
Mengoptimasikan berarti membuat seluruh organisasi seefektif mungkin dalam upaya mencapai tujuan yang digariskan (Hardjosoedarmo 1996). Hasil penilaian formasi karyawan dari departemen produksi, pengendalian kualitas dan logistik, dapat dilihat pada Gambar 37, 38 dan 39.
103
104
Berdasarkan ketiga tabel diatas, perusahaan perlu melakukan penambahan karyawan, sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini terjadi, karena pada bulan Februari 2004 perusahaan melakukan pengecilan jumlah karyawan, dengan tujuan efisiensi biaya. Hal ini terjadi akibat Bea masuk ke China yang terlalu besar, sehingga provit perusahaan berkurang, sementara sebagian besar produk, akan dipasarkan ke China. Saat ini keadaan sudah stabil, sehingga perlu dilakukan optimalisasi terhadap jumlah karyawan, khususnya yang berhubungan langsung dengan produksi.
E. Penilaian Ekonomi Penilaian ini menunjukkan pengaruh eksternal terhadap kinerja perusahaan, khususnya bidang ekonomi. Penilaian ekonomi dapat dilihat dari indikator yang paling berpengaruh dalan suatu industri, seperti pertumbuhan industri yang dapat dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi secara makro (Kusnoto 2001). Dalam proses bisnis tidak ada cara lain untuk mengetahuinya, selain memelihara perpektif
105
operasional dan mengecek efektivitas prosesnya (Kusnoto 2001). Hasil penilaian kinerja ekonomi pada dapat dilihat pada Gambar 40.
Pada Industri asam stearat, keuntungan yang diperoleh perusahaan sangat tergantung kepada harga bahan baku dan harga asam stearat itu sendiri di pasar internasional. Harga yang dijadikan patokan pada pasar asam stearat adalah harga internasional Amsterdam dan Malaysia. Berbeda dengan penilaian kinerja ekonomi pada industri lain. Ada industri yang menjadikan kriteria Efisiensi biaya produksi akan dibandingkan dengan harga pararitas ekspor (HPE) dan harga paritas impor (HPI) harga produk internasional yang berlaku saat ini, biaya produksi produsen produk efisien, dan biaya rata-rata produksi produk dunia. Berdasarkan justifikasi pakar, kriteria ini kurang cocok apabila diterapkan pada industri asam stearat. Bea masuk memperoleh penilaian Sedang, karena pada awal januari sampai mei terjadi peningkatan bea masuk, khususnya ke Cina. Sejak awal Januari 2004 Cina memberlakukan tarif bea masuk sebesar 16% untuk ekspor asam stearat dari Indonesia ke negara itu, hal ini akan mengakibatkan 70% industri oleokimia di Indonesia diperkirakan akan tumbang, mengingat ekspor ke Cina mencapai porsi 50% dari total produksi (Nafi 2004). Kris Hadisubroto, Ketua Asosiasi Produsen Oleochemiccal Indonesia (Apolin), mengingatkan ancaman kerugian industri oleochemical terutama saat ini sudah di depan mata. Itu artinya, margin profitnya menipis, den sedikit lagi pasti rugi. Sehingga harga harus dikurangi sebesar 30 dolar
106
AS per ton, padahal, terhadap Malaysia sebagai pesaing utama Indonesia, Cina hanya memberlakukan bea masuk ooleokimia 10%. Akibatnya, produsen Indonesia harus menurunkan harga asam stearat 6% di bawah harga normal 500 dolar AS per ton. (http://www.tempo.co.id). Hal ini perlu dikaji penyebabnya, yang berawal dari Early Harvest Program (EHP), yaitu percepatan penurunan bea masuk (BM). ASEAN-Cina FTA yang digagas sejak 2001 dan perundingannya dilakukan pada 2003 itu, dibahas lebih dari 9 000 item produk. Dengan demikian, sangat dimungkinkan terjadi ketidakpuasan dari pelaku usaha tertentu, yang akhirnya mengalami kesulitan setelah kesepakatan tersebut dilaksanakan. Banyak kendala dalam persiapan kita menghadapi perundingan Asean-Cina FTA ini. Dari 9 000 item produk itu, pemerintah tidak tahu secara persis, mana yang bersaing mana yang tidak. Perlakuan yang terkesan diskriminatif oleh Cina terhadap produk oleokimia itu disebabkan Indonesia tidak memasukkan komoditi ini ke dalam daftar usulan penurunan tarif bea masuk pada perundingan ASEAN-Cina FTA. Anggota Tim Peningkatan Perdagangan (TPP, bentukan Depperindag) ke RRC, Mohammad Taha, mengatakan bahwa Hal ini merupakan kecelakaan, karena delegasi pemerintah tidak menerima masukan dari asosiasi. Sementara asosiasinya merasa tidak dimintai
masukan, sehingga delegasi Indonesia tidak mengajukan oleokimia ke dalam daftar usulan produk yang diturunkan bea masuknya pada ASEAN-Cina FTA (http://www.balipost.co.id). Ketentuan itu tidak berlangsung lama, Dirjen Kerja Sama Industri dan Perdagangan Internasional (KIPI) Depperindag Pos M Hutabarat mengatakan pemerintah tengah berupaya merevisi hasil perundingan ASEAN-Cina Free Trade Agreement (FTA). Revisi tersebut menyangkut Early Harvest Program (Ehp) percepatan penurunan bea masuk (BM) atas sejumlah produk yang dibarter dinilai merugikan Indonesia di tingkat internal. menteri segera akan dilakukan paling Selanjutnya, negosiasi tingkat cepat bulan April 2004
(http://www.balipost.co.id). Kalangan asosiasi telah mengusulkan berbagai jenis lemak termasuk harten fat, butter, margarin dan produk turunan CPO, asam stearat. Pada bulan Mei harga Bea masuk ke Cina sudah berangsur normal, yaitu berkisar
107
antara 1011%, dan hal ini membawa angin segar untuk industri oleokimia, khususnya industri asam stearat.
F. Penilaian Sosial Penilaian terhadap CSR. Dapat dilihat pada Gambar 41.
Kelangsungan suatu usaha tak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tapi juga tanggung jawab sosial perusahaan yang biasa disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Apa yang terjadi ketika banyak perusahaan yang didemo, dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi pabrik? Bila ditelusuri, sangat boleh jadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan tersebut. Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Selain itu, tidak ada atau nyaris sangat sedikit keuntungan perusahaan yang dikembalikan kepada masyarakat. Justru mereka malah dipinggirkan. Ketentuan ideal 3 %, sebenarnya belum ada ketentuan resmi, hanya saja angka tersebut diperoleh berdasarkan kesepakatan yang ada di asosiasi. Berdasarkan penilaian, perusahaan masih dinilai kurang dalam melakukan kegiatan sosial untuk masyarakat sekitar. Contoh nyata yanng terlihat, yaitu jalan satu-satunya untuk masuk ke lokasi pabrik, kondisinya buruk, padahal di belakang pabrik tersebut banyak terdapat perumahan penduduk yang memanfaatkan jalan tersebut untuk kegiatan
108
sehari-hari. Hal ini perlu menjadi perhatian perusahaan, mengingat sebagian besar fungsi jalan tersebut dipergunakan untuk aktivitas transportasi perusahaan. Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama setelah reformasi, seharusnya menjadi pelajaran yang berharga bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih baik kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Hal ini sekarang populer dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR), tanggung jawab sosial perusahaan). Menurut Ketua Corporate Forum for Community Development (CFCD) Thendri Supriatno, CSR sangat penting tidak hanya bagi masyarakat, melainkan juga perusahaan itu sendiri. ''CSR dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, baik langsung atau tidak langsung, atas kelangsungan usaha, karena gesekan dengan komunitas sekitar,'' tutur Thendri (http://phaproscomdev.tripod.com). CSR perlu dilaksanakan secara sadar sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal yang perlu disadari, CSR juga merupakan bagian dari pembagunan citra perusahaan (Corporate Image Building), sudah seharusnya sebuah perusahaan turut bertanggung-jawab atas lingkungan sekitarnya, karena Kita ini hidup bermasyarakat. Maka sudah selayaknya dan bahkan kewajiban bagi sebuah perusahaan untuk memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Kendala yang dialami sebuah perusahaan dalam melaksanakan CSR terletak pada komitmen dari perusahaan itu sendiri, Apakah perusahaan bersangkutan mempunyai komitmen untuk turut bertanggung-jawab terhadap lingkungan sekitarnya atau tidak, karena jika perusahaan itu tidak memiliki komitmen terhadap lingkungan sekitarnya, maka tanggung jawab dan kepedulian sosial itu pun juga tidak ada. Hal itu juga berdampak pada dukungan perusahaan bersangkutan untuk mewujudkan kepedulian tersebut. Selain komitmen dan dukungan dari perusahaan, kendala yang juga dihadapi sebuah perusahaan dalam menjalankan kepedulian sosial tersebut adalah program yang akan dilaksanakan. Banyak perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap masalah-masalah sosial, namun program yang
dilaksanakan tidak berdasarkan pada ketulusan hati nurani. Artinya, bentuk kepedulian sosial hanya ditujukan pada popularitas semata. Komitmen perusahaan
109
terhadap masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun masyarakat
.
G. Penilaian Lingkungan Keberhasilan suatu perusahaan industri dalam mengelola lingkungan dapat dilihat berdasarkan kemampuan perusahaan untuk mengolah limbah yang berbahaya, sehingga keluaran industri dapat dikembalikan kepada lingkungan dengan aman. Penilaian terhadap lingkungan dapat didasarkan kepada keluaran industri, yang berupa limbah cair, limbah padat, limbah gas, dan kebisingan (Silalahi 1995). Perusahaan perlu melakukan pemantauan dan pengukuran secara teratur untuk memastikan bahwa kualitas lingkungannya tidak melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku (Utomo et al. 2002). Pada industri asam stearat tidak dipilih kriteria limbah padat, karena limbah padat yang berupa katalis nikel tidak aktif langsung dijual ke fihak luar. Kriteria penilaian lingkungan, sama dengan kriteria penilaian lingkungan yang dilakukan untuk perusahaan industri lain, karena penilaian lingkungan biasanya dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Performansi Lingkungan perusahaan, secara umum sudah berada dalam batas kendali, hanya saja perusahaan harus melakukan perbaikan, khususnya dalam penanganan gangguan yaitu kebisingan. Hasil Penilaian kinerja lingkungan dapat dilihat pada Gambar 42.
110
Kinerja lingkungan perusahaan didasarkan kepada penilaian subkriteria, antara lain : 1. Limbah Cair Kebersihan air sebagai sumber kehidupan manusia harus dipelihara dengan segenap daya upaya. Industri harus dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah industri (waste water treatment plant) atau paling sedikit alat pengendap dan penyaringan limbah industri (settlement clarification tank),. Standar kualitas air ini wajib dimonitor terus-menerus agar tetap pada batas-batas toleransi yang ditetapkan pemerintah (Silalahi 1995). Berdasarkan analisa program, PT. X memiliki kualitas limbah cair yang berada dalam batas kendali (Gambar 43). Hal ini berbeda dengan RKL tahun 1994, dimana masih terdapat beberapa parameter yang berlebih, antara lain :
BOD, COD, Minyak dan lemak, dengan demikian perlu dilakukan upaya pengelolaan lebih lanjut karena belum memenuhi syarat yang berlaku.
111
Nilai Ambang batas yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tk I Jawa Barat No. 660.71/SK/694-BKPMD/82 Golongan II. BOD dan COD akan tinggi, apabila banyak terdapat bahan organik pada limbah cair. Hal ini dapat terjadi jika proses pembersihan tangki yang belum terjaga dengan baik. Hal ini dapat diantisipasi melalui proses aerasi atau mikroba dengan menggunakan lumpur aktif. Air limbah yang berasal dari proses produksi terlebih dahulu dialirkan melalui bak-bak kecil untuk menyaring fat dan kapur yang masih terbawa air, dan untuk selanjutnya dialirkan ke bak limbah, kemudian diisap oleh pompa dan disemprotkan melalui pipa-pipa yang dilubangi (Aerasi), untuk mengisap oksigen, dan kemudian disalurkan ke bak-bak berikutnya sebelum dialirkan ke sungai. Kadar Minyak dan lemak dari limbah, apabila melewati nilai ambang batas. Limbah ini apabila menyebar dipermukaan air , maka akan mematikan ikan yang hidup didalamnya.
112
2. Limbah Gas Limbah gas yang dihasilkan PT. X berdasarkan analisa program adalah Baik, seperti terlihat pada Gambar 44. Gas biasanya berasal dari ruang genset dan proes produksi. Adapun cara penanggulangannya adalah dengan membuat cerobong asap. Pengambilan sampling dan analisa dilakukan oleh P4L DKI Jakrta. Nilai ambang batas ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tk I Jawa Barat No. 660.31/SK/694-BKPMD/82 dan berdasarkan Surat Edaran Menaker No. SE-02 tahun 1978. Dari hail analisa, ternyata kualitas udara perusahaan masih memenuhi nilai ambang batas yang ditentukan.
3. Kebisingan Kebisingan merupakan kriteria yang juga penting dalam penilaian kinerja lingkungan suatu perusahaan industri. Kebisingan yang mencapai 80 dba akan mengakibatkan seseorang sulit untuk berbicara dengan yang lain, Jika mencapai 130 dba akan menimbulkan onset of pain, dimana telinga akan merasakan sakit bagi yang mendengarnya, dan bahkan jika sudah mencapai 140 dba, akan menimbulkan kerusakan telinga (Bridger 1995). Nilai ambang batas untuk
113
kenyamanan dalam bekerja. Berdasarkan keluaran program, PT. X memiliki kebisingan yang berada pada parameter yang berlebih. Hal ini diakibatkan oleh usia mesin yang semakin bertambah. Sumber kebisingan pada industri asam stearat berasal dari mesin dan genset. Hasil penilaian kebisingan dapat dilihat pada Gambar 45.
H. Penilaian Akhir Kinerja Perusahaan Apabila seluruh kriteria dapat diperoleh hasilnya, maka kinerja perusahaan dapat dinilai berada dalam keadaan Normal (Sedang), seperti terlihat pada Gambar 46.
114
Gambar 46 . Hasil Akhir Penilaian Kinerja Perusahaan Tahun 2004 merupakan tahun yang cukup sulit bagi perusahaan, karena pengaruh faktor eksternal. Pada bulan februari tahun 2004 terjadi perubahan manajemen perusahaan, sehingga perlu penyesuaian baru, akan tetapi sampai saat ini banyak terjadi perubahan, efisiensi di setiap bagian, memungkinkan perusahaan dapat berjalan dengan stabil. Faktor eksternal juga berpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan, contohnya adalah bea masuk. Penilaian kinerja ini berbeda dengan metode penilaian kinerja lain, seperti penilaian kinerja Manajemen Tradisional. Dalam manajemen tradisional, pengukuran kinerja dilakukan dengan menetapkan secara tegas tindakan tertentu yang diharapkan akan dilakukan oleh personel dan melakukan pengukuran kinerja untuk memastikan bahwa personel akan melaksanakan tindakan sebagaimana yang diharapkan (Yuwono et al. 2004). Penilaian didasarkan kepada target yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan kepada nilai ideal yang bukan hanya dapat diterima oleh intern perusahaan. Penilaian kinerja pada penelitian ini didasarkan kepada nilai ideal yang dapat diterima oleh semua perusahaan yang ingin bersaing pada produk sejenis.
115
Sistem penilaian kinerja yang banyak dipakai oleh perusahaan adalah pengukuran kinerja berbasis informasi keuangan. Pada sistem ini terdapat kendala, dimana keuangan sudah tidak bisa lagi memuaskan semua pihak (Yuwono et al. 2004). Akhirnya yang menjadi kambing hitam adalah sistem akuntansi. Posisinya makin tersudut, manakala ia diharapkan sebagai penghasil laporan keuangan yang mampu menengahi berbagai kepentingan. Penilaian akan lebih objektif, jika tidak hanya menyajikan satu aspek penilaian saja. Banyak analisa keuangan yang diambil pada sistem ini, antara lain Return On Investment, Return On Capital Employed, Economic Value Added, Residual Income, dan Return On Equity. Pada penelitian ini, ada satu kriteria penilaian kinerja yang diambil dari sistem ini, yaitu Return On Investment, sehingga dapat mewakili aspek keuangan. Penilaian kinerja yang lain adalah Balanced Scorecard, yang muncul dalam era teknologi informasi, dimana dalam metode ini berupaya untuk memotivasi personel untuk mewujudkan visi dan strategi organisasi (Mulyadi et al. 1999). Pada Balanced Scorecard terdapat empat aspek yang diukur, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Tentu saja berbeda dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini yang menilai berdasarkan delapan aspek penilaian.
VI. PEMBAHASAN
A. Sistem Penilaian Kinerja Penilaian kinerja industri asam stearat, memiliki 11 item kriteria penilaian, dan ini adalah jumlah yang cukup banyak. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor pada setiap hasil penilaian kualitatif. Metode ini dipilih berdasarkan skala Bogardus, yaitu salah satu skala untuk mengukur jarak sosial yang dikembangkan oleh Emory S. Bogardus. Pada kasus ini setiap kriteria diberikan bobot yang besarnya tergantung kepada hasil penilaian pakar mengenai pengaruh setiap kriteria terhadap penilaian Proses. Pada skala penilaian si penilai memberi angka pada suatu kontinum di mana individu atau obyek akan ditempatkan, dan sebaiknya penilai hendaklah orang-orang yang mengetahui bidang yang dinilai (Nazir 1988). Skor yang diperoleh untuk setiap kriteria akan dikalikan dengan bobot, dimana hasilnya akan diinterpretasikan kedalam interval penilaian yang telah ditentukan sebelumnya. Ukuran interval adalah suatu pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal dan ditambah satu sifat lain, yaitu jarak yang sama pada pengukuran interval memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat objek yang diukur (Nazir 1988). Apabila diperoleh kesulitan dalam menentukan bobot, maka dipergunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Teknik ini dilakukan dengan cara manipulasi matriks. Matriks yang diperoleh digunakan untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen pada prosedur sebagai berikut (Marimin 2004). Nilai yang diperoleh pada teknik ini didapat berdasarkan jawaban kuesioner yang diisi oleh para pakar. Hasil penilaian kinerja yang diperoleh, juga menggunakan if-then rules. Kaidah ini dipilih untuk mengantisipasi kondisi yang berada diluar alur interval, sehingga penilaian menjadi lebih sensitif, walaupun secara teknis membutuhkan proses yang lama, karena setiap kondisi yang mungkin terjadi, harus digambarkan satu persatu. Sistem penilaian kinerja (measurement performance system) telah dikenal lama dalam dunia industri. Pada awalnya sistem pengukuran kinerja pertama kali
diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama Dupont pada tahun 1919. Sistem
117
Pengukuran
kinerja Dupont adalah pengukuruan kinerja yang berkaitan dengan penilaian kinerja keuangan, yaitu kinerja pada pengembalian investasi (return on investment). Apabila dilakukan perbandingan dengan penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini, skema Dupont hanya merupakan salah satu aspek yang dinilai, dari 8 aspek penilaian kinerja yang ada. Metode pengukuran kinerja berkembang dengan pesat pada periode 1980-an sampai 1990-an. Pesatnya perkembangan ini ditandai dengan munculnya berbagai teknik pengukuran kinerja perusahaan, baik kinerja ekonomi maupun kinerja proses. Berberapa teknik pengukuran kinerja yang sering digunakan adalah: Activity-Based-Costing (ABC), Blanced Score Card (BSC), Self-assestment, Competitive Benchmarking, Statitistical Process Control (SPC), Work-flow Based Monitoring, Capability Maturity Model, dan lain-lain (Kueng dan Krahn. 2004). Statistical Process Control merupakan salah satu metode untuk melakukan penilaian terhadap kapabilitas proses. Metode ini banyak dilakukan oleh banyak industri besar di Indonesia, seperti PT. Putera Raja Busana Mahameru (Texmaco Group) dan PT. Vengtay Indonesia (produsen Nike). Penilaian kinerja industri asam stearat ini, dapat dikembangkan pula untuk melakukan Statistical Process Control, dengan menambahkan database dan visualisasi grafik. Sistem penilaian kinerja industri asam stearat memiliki konsep penilaian yang sama dengan Blanced Score Card, dimana setiap keriteria dihitung, lalu hasil yang diperoleh dibandingkan dengan interval penilaian yang telah ditentukan, sehingga berdasarkan interval tersebut, diperoleh penilaian secara kualitatif. Apabila terdapat beberapa kriteria penilaian, maka setiap kriteria tersebut diberikan bobot. Perbedaannya hanya terletak pada aspek yang dinilai, dimana pada BSC hanya menilai 4 aspek kinerja perusahaan (Kaplan 1993). Beberapa perusahaan besar seperti : Rockwater, Aple Computer, dan Advanced Micro Devices menerapkan metode tersebut, dan mengilustrasikan bagaimana scorecard mengkombinasikan pengukuran dan manajemen di beberapa perusahaan yang berbeda (Yuwono 2004). Berdasarkan aplikasi di perusahaan tersebut dapat disimpulkan bahwa BSC akan sukses ketika digunakan untuk mendorong proses perubahan (Kaplan 1993).
118
Sistem penilaian kinerja juga dapat dikembangkan kedalam bentuk Visual Plot, walaupun pada penilaian kinerja industri asam stearat ini tidak dilakukan. Visual Plot merupakan metode yang berhasil digunakan untuk membangun self-assessment yang lebih informatif, sehingga perusahaan mengetahui kelebihan dan kekurangannya (Lonnes & Logan 2004). Metode ini banyak digunakan oleh industri perkapalan di USA.
B. Model Industri asam stearat merupakan industri yang kompleks, dan banyak sekali variabel yang dapat dipilih untuk melakukan penilaian terhadap industri tersebut. Cara penilaian baru akan diketahui apabila peneliti sudah memahami sistem dan masalah yang ada dalam industri asam stearat. Oleh sebab itu suatu sistem yang kompleks harus dibuat kedalam model, sehingga diperoleh bentuk yang lebih sederhana, supaya mudah untuk difahami dan dimengerti oleh si perancang sistem penilaian. Hal ini dilakukan, karena model adalah metode yang paling mudah untuk memandang suatu masalah. Model yang baik cukup hanya mengandung bagianbagian yang perlu saja (Simatupang 1994). Dalam pembentukan model, harus
diperhatikan faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku dari sistemnya, atau dengan kata lain memperhatikan pengertian (konsep) sistemnya. Dengan demikian, dapat ditentukan variabel-variabel apa saja yang menentukan performansi dari sistem yang diamati, kemudian bagaimana variabel-variabel tersebut dapat dikendalikan dan diatur. Pada akhirnya akan diperoleh suatu performansi sistem yang dikehendaki (Simatupang 1994). Model yang dipilih untuk melakukan pemodelan pada penelitian ini adalah pemodelan sederhana, walaupun ada pemodelan lain yang sifatnya lebih kompleks. Berdasarkan Fungsi, model penilaian kinerja industri asam stearat dikategorikan sebagai Model Prediktif, yaitu model yang menghubungkan variabel terikat dan variabel bebas untuk memprediksi hasil dari kondisi tertentu dan memungkinkan untuk melakukan percobaan dengan pertanyaan Jika (Bender & Edward A. 1978). Contoh lain dari model ini adalah Analisis Titik Pulang Pokok yang dikenal sebagai
119
(Break Event Point), jika biaya tetap diberikan, dan biaya variabel diketahui, maka titik pulang pokok dalam penjualan dapat diketahui (Newman 1988). Pemodelan peramalan dan teori antrian juga merupakan contoh lain dari model prediktif. Model peramalan berupaya untuk memprediksi nilai pada periode tertentu dimasa yang akan, berdasarkan data masa lalu atau periode sebelumnya (Biegel 1992). Apabila
dibandingkan dengan model penilaian kinerja industri asam stearat, pada beberapa menu, akan terdapat proses penilaian yang konsepnya sama dengan perhitungan BEP, akan ditemukan pada penilaian kinerja keuangan yang paremeternya terdiri dari Return on Investment (ROI) dan Net Profit Margin (NPM). Selain model prediktif, dikenal pula model deskriptif, yaitu model yang merepresentasikan sistem nyata dan menggambarkan kondisi atau kegiatan sekarang atau masa lalu, tanpa ada suatu prediksi (Bender & Edward A. 1978). Contoh lain dari model deskriptif adalah diagram tata letak pabrik yang hanya merepresentasikan letak fasilitas pabrik beserta material flow (Apple 1997). Apabila dibandingkan dengan model penilaian kinerja asam stearat, pada salah satu menu yaitu menu aliran proses terdapat pula model deskriptif, dimana menu tersebut hanya menampilkan flow process industri asam stearat. ISM (Interpretative Structural Modelling) merupakan konsep pemodelan lain yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis. Menurut Eriyatno
(1998), ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. Pemodelan ISM tidak dipilih, karena pada dasarnya model penilaian kinerja industri asam stearat, hanya merupakan Sistem Penunjang Keputusan, sehingga tidak dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memodelkan suatu sistem, antara lain : (a) model harus mewakili (merepresentasikan) sistem nyatanya; dan (b) model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu, dan model tidak hanya digunakan untuk menggambarkan sekumpulan pemikiran-pemikiran, tetapi juga mengadakan
120
evaluasi dan meramalkan kelakuan sistem, sehingga akan didapatkan perancangan terbaik tanpa membutuhkan konstruksi seluruh kenyataan alamiahnya (Simatupang 1994). Pada kasus ini model penilaian kinerja dibuat berdasarkan kondisi lapangan yang ada, akuisisi pakar dan pendekatan literatur, sehingga model yang dibuat diharapkan dapat mendekati kondisi yang sesungguhnya, dan model yang dihasilkan digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan. Kebanyakan masalah yang dihadapi industri adalah belum adanya definisi atau susunan sistem yang jelas, jadi harus dilakukan pendekatan sistem untuk membangun sistemnya secara eksplisit (Simatupang 1994). Lagi pula, sering masalah yang
dihadapi merupakan masalah yang unik yang bisa saja terjadi dengan latar belakang yang berbeda. Memang telah banyak model yang tersedia yang tampaknya cocok dengan masalah yang sedang dihadapi, misalnya Balanced Scorecard yang digunakan untuk penilaian kinerja perusahaan melalui penilaian 4 aspek, yaitu : a. Perspektif keuangan, yang dapat mengukur hasil tertinggi yang dapat diberikan kepada pemegang saham b. Perspektif pelanggan, yang akan berfokus terhadap kebutuhan dan kepuasan pelanggan c. Perspektif internal, memfokuskan perhatiannya pada kinerja kun ci proses internal yang mendorong bisnis perusahaan d. Perspektif pembelajaran dan perkembangan, yang berupaya untuk memperhatikan langsung orang-orang dalam organisasi dan infrastruktur. Secara sederhana, seluruh perspektif BSC, ada dalam penilaian kinerja industri asam stearat walaupun kriteria penilaiannya berbeda, namun kebutuhan penilaian bukan hanya 4 aspek saja, akan tetapi masih banyak aspek yang lain yang perlu dinilai. Oleh karena itu diperlukan modifikasi dan pengembangan model dari sistem masalah yang ditinjau. Pengembangan model tidak lain adalah suatu usaha
memperoleh model baru yang memiliki kemampuan lebih di dalam beberapa aspek (Simatupang 1994)
121
Karakterisasi sistem yang telah diperoleh akan memberikan masukan berupa struktur masalah yang menunjukkan keterkaitan hubungan antara variabel-variabel yang penting dalam penyelesaian masalah. Proses merumuskan perilaku model
dalam bentuk fungsi-fungsi suatu variabel terhadap variabel-variabel lainnya disebut formulasi atau perumusan model. Formulasi untuk kasus ini hanya akan
menghasilkan model dalam bentuk diagram alir penilaian (model visual) bukan model matematik. Model ini dibuat berdasarkan teori yang berlaku di wilayah sistem, pakar yang berkaitan dengan sistem, serta justifikasi literatur. Interaksi antar variabel yang kompleks sering disederhanakan dengan menggunakan asumsi yang tepat. Formulasi ini mengikuti lima tahap, yakni pemilihan variabel yang akan dilibatkan; pemilihan tingkat agregasi dan kategorisasi yang tepat; keputusan yang menyangkut perlakuan terhadap waktu; spesifikasi; dan kalibrasi. 1. Variabel-variabel yang dilibatkan
Sebuah model harus dapat mereproduksi suatu fenomena yang diminati oleh perancangnya, sehingga variabel yang harus dilibatkan adalah yang relevan saja. Sedangkan yang tidak, dapat diabaikan. Kebanyakan variabel yang relevan sudah dapat diidentifikasi setelah adanya pembatasan masalah. Variabel penilaian kinerja terdiri dari beberapa aspek yang dinilai, yaitu aspek material, keuangan, manajemen, proses, mesin, metode, pemasaran dan lingkungan. Variabel ini adalah variabel
output Kemudian akan ada pula variabel yang mempengaruhi variabel output yang menyebabkan ia harus dimasukkan juga, yaitu aspek aspek ekonomi, dan sosial. Aspek ini dipilih berdasarkan akuisisi pakar dan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang menggunakan metode yang sama dengan objek yang berbeda. Pada tahap ini peneliti harus berfikir untuk menghasilkan suatu representasi yang dapat mewakili sistem yang nyata berdasarkan kepada daya imajinasi dan kapasitasnya (pengetahuan dan pengalaman) untuk memilih faktor-faktor yang penting dan relevan dengan masalah yang dikaji. 2. Kategorisasi Pada tahapan ini beberapa variabel digabungkan menjadi satu variabel. Atau variabel yang dudah ada dikelompokkan, sesuai dengan relevansinya terhadap
122
penilaian akhir. Penilaian kinerja dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penilaian internal dan eksternal. Penilaian eksternal terdiri dari aspek sosial, lingkungan dan ekonomi. Semantara itu internal terdiri dari kelompok bahan baku, proses dan produk. Dalam kelompok nproses hanya menilai aspek material, produk akan menilai aspek metode, keuangan, personalia, mesin, dan manajemen. Sementara itu untuk kelompok produk juga akan dinilai aspek pemasaran . 3. Perlakuan terhadap waktu Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melihat faktor waktu ini. Pertama adalah masalah horizon waktu yang dicaku suatu model. Ini terutama
berkaitan dengan perencanaan yang selalu berurusan dengan sesuatu yang akan datang. Kedua, apakah waktu memang secara eksplisit perlu dilibatkan dalam model, yang berarti model tersebut dinamis, ataukah cukup statis saja. Proses penilaian kinerja, khususnya kinerja industri asam stearat akan terus mengalami perubahan seiring dengan bergulirnya waktu. Standar ideal saat ini belum tentu masih relevan untuk melakukan penilaian dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu sistem yang peneliti rancang tidak seluruh variabelnya dibuat dengan setting standar. Ada beberapa variabel penilaian yang dapat diubah karena dinamika yang memungkinkan kriteria penilaian berubah, seperti penilaian ekonomi, keuangan, metode dan mesin. Sistem ini dibuat semi dinamis yang bersifat manual. Sistem ini perlu dikembangkan lebih lanjut. 4. Spesifikasi model Setelah perancang model memutuskan tujuan suatu model, variabel-variabel yang harus terlibat, dan tingkat yang layak bagi agregasi dan kategorisasi, maka selanjutnya ia perlu membuat hipotesis (betapapun sederhananya) tentang struktur dan perilaku fenomena yang sedang dia coba representasikan. Setelah ini dia
menguraikan dengan jelas hipotesis itu, dan kalau diperlukan, menterjemahkannya ke dalam bahasa matematika. 5. Kalibrasi model
Kalibrasi adalah mencocokkan model dengan kondisi nyata. Kalibrasi mudah dilakukan bila format/bentuk dan struktur model sudah pernah dicoba pada berbagai
123
kesempatan sebelumnya (estimasi parameter). Apabila suatu model sama sekali baru, maka proses kalibrasi tidak mudah dilakukan, ia mungkin memerlukan simulasi. Pada kasus ini penulis berupaya untuk mensimulasikan sistem yang dibuat berdasarkan annual report perusahaan, dimana hasil analisanya dapat dilihat pada halaman sebelumnya. Konsep formulasi model merupakan suatu upaya awal membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabelvariabel model (Simatupang 1994). Contoh model lain yang digunakan untuk melakukan Self-Assessment adalah model Innovation Quotient (IO). Model ini dibuat untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan suatu perusahaan untuk melakukan perubahan dan untuk menentukan parameter yang paling berpengaruh dalam melakukan self-assessment (Lannes & Logan 2004). Berbeda dengan model penilaian kinerja dalam penelitian ini, dimana model tidak melakukan penilaian terhadap kemampuan tersebut, seperti yang dilakukan oleh model IO. Pada perancangan sistem terdapat tahapan validasi sistem. Validasi merupakan tahapan dimana model yang dihasilkan dapat dipakai pada industri asam stearat yang lain (diluar sampel yang diujicobakan). Verivikasi terhadap model perlu dilakukan untuk membandingkan model dengan kondisi empirik. Verivikasi merupakan suatu proses sebelum model tersebut menjadi valid. Tahapan lain adalah implementasi. Secara umum validasi dapat dipisahkan menjadi validasi struktural dan kinerja. Penilaian kinerja asam stearat merupakan contoh validasi struktural.
124
C. Pendekatan Sistem Masalah sistem adalah masalah dengan latar belakang tertentu, mudah dikenali (diidentifikasi) dengan baik dan diketahui batasan-batasannya serta dirumuskan dengan pernyataan-pernyataan interogatif. Pendekatan sistem dipilih karena sistem yang ada sangat kompleks, melalui pendekatan ini, peneliti akan lebih mudah untuk memahami dan memilih kriteria penilaian yang paling relevan. Guna memahami masalah sistem yang dihadapi, maka dilakukanlah pendekatan sistemik menurut salah satu prinsip berikut, yakni prinsip holistik, teleologik, dan dialektika (Simatupang, 1994). Prinsip teleologik merupakan dasar pembentukan model konseptual. Oleh karena sifatnya yang memfungsionalisasikan atribut-atribut sistem dengan melihat tujuan (teleos) dari sistem. Tujuan sistem
adalah untuk memperoleh penilaian kinerja akhir perusahaan, sehingga diperoleh penilaian kualitatif Baik, Sedang dan Kurang Baik. Penilaian ini dapat dijadikan acuan bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi guna perbaikan performansi kinerja di masa yang akan datang. Melalui pendekatan sistem, eksistensi sistem dan lingkungannya dapat dipahami dengan diketahuinya elemen-elemen sistem, relasi antar elemen, dan atribut dari masing-masing elemen dan relasi. Lingkungan sistem merupakan kumpulan objek di luar batasan (boundaries) sistem yang mempengaruhi (dipengaruhi) sistem. Setelah sistemnya teridentifikasi dengan baik, kemudian dibuat konsetual model yang akan dibangun. Model konseptual ini berisikan ciri-ciri utama sistem yang penting terhadap pemecahan masalah. Studi kapabilitas jangka pendek dapat digunakan untuk menentukan ukuran tingkat penyimpangan sistem dan ukuran kapabilitas suatu mesin atau proses dalam memenuhi standar. Pada beberapa penilaian variabel kinerja dilakukan studi
kapabilitas jangka pendek. Peneliti memperoleh standar ideal, lalu membandingkan nilai yang sesungguhnya terhadap standar ideal tersebut. Penilaian kualitatif diperoleh dari besarnya deviasi antara nilai nyata dengan standar ideal tersebut. Disamping itu ada beberapa alasan lain yang dijadikan dasar, mengapa metode ini dipilih. Menurut Alsup dan Watson (1993), studi kapabilitas jangka pendek dilakukan karena beberapa alasan sebagai berikut:
125
1. Terlalu banyak inspeksi yang diperlukan 2. Menentukan ukuran penyimpangan dengan cepat 3. Menemukan penyebab khusus dari masalah kontrol dengan cepat 4. Menemukan sumber-sumber penyimpangan sistem dengan cepat 5. Mengurangi waktu dan biaya studi. Terdapat empat langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan studi kapabilitas jangka pendek: 1. Mengumpulkan data 2. Kalkulasi data 3. Analisis hasil 4. Melakukan tindakan berdasarkan hasil. Nilai akurasi yang diperoleh dibandingkan dengan rentang nilai standar kualitas yang dapat diterima (acceptability), karena Semakin kecil perbedaan antara nilai pengukuran dengan nilai standar, maka nilai tersebut akan semakin akurat. Acceptability adalah persen maksimum variasi yang masih dapat diterima (Besterfield, 1990). Nilai acceptability biasanya ditentukan berdasarkan kontrak
kerja atau karena sebagai tanggung jawab produsen. Menurut Besterfield (1990) secara teoritis nilai acceptability dapat ditentukan berdasarkan: 1. Data historis 2. Pengalaman (Empirical judgment) 3. Informasi Teknik (engineering information) 4. Percobaan 5. Kemampuan produsen, dan 6. Keinginan konsumen. Menurut Besterfield (1990) akurasi didefinisikan sebagai perbedaan antara ratarata data aktual (average) dengan nilai standar (true value). Persentase variasi yang digunakan adalah 10 %. Nilai 10 % merupakan nilai variasi maksimum yang masih dapat diterima (acceptable) dalam dunia industri. Jika nilai akurasi (A) kurang dari atau sama dengan akurasi maksimum (Amax) maka variasi dari suatu aktivitas yang
126
diukur dinyatakan diterima (baik), dan sebaliknya jika akurasi melebihi nilai variasi maksimum maka variasi dari aktivitas yang diukur dinyatakan ditolak (kurang baik). Dalam implementasi, standar penilaian yang akan digunakan sebagai justifikasi kondisi kinerja aktivitas atau proses adalah nilai persentase (%) dari variasi (penyimpangan). Nilai persentase digunakan karena nilai ini akan memudahkan
untuk dibaca oleh pengguna model. Suatu aktivitas akan dinilai baik jika persentase variasi kurang dari atau sama dengan nilai VS (Variasi Standar), dan sebaliknya aktivitas akan dinilai kurang baik jika persentase variasi lebih dari nilai VS. Justifikasi baik atau tidaknya suatu proses atau stasiun produksi dalam industri asam stearat, dihitung berdasarkan nilai rata-rata persentase variasi dari setiap
aktivitas yang terdapat dalam stasiun tersebut. Jika nilai rata-rata persentase variasi tiap aktivitas kurang dari atau sama dengan VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan baik. Sebaliknya jika rata-rata persentase variasi dari setiap aktivitas lebih dari VS maka kinerja stasiun tersebut dinyatakan kurang baik. Sistem yang dibuat dalam penelitian ini diberi nama SPIAS 1.0. Penamaan tersebut merupakan singkatan dari Sistem Penilaian Industri Asam Stearat (SPIAS). Sistem yang dirancang pada penelitian ini masuk ke dalam Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Output yang diberikan kepada manajemen dapat dijadikan acuan untuk melakukan perbaikan untuk kriteria dinilai masih baik. SPK sebagai suatu sistem interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Dari definisi tersebut, dapat diindikasikan empat karakteristik utama dari SPK, yaitu : 1. SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian. 2. SPK dirancang untuk membantu para manajer (pengambil keputusan) dalam proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (aau tidak terstruktur). 3. SPK lebih cenderung dipandang sebagai penunjng penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya.
127
4. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan. Berdasarkan karekteristik utama tersebut, SPIAS 1.0 memenuhi karakteristik dari SPK. Pada SPIAS 1.0 terdapat model penilaian kriteria, yang masing-masing memiliki formulasi tersendiri dan data annual report yang diperoleh dari industri. Output yang dihasilkan, memberikan informasi kepada stakeholder, yang ada di industri tersebut untuk melakukan perbaikan pada kegiuatan input material, proses produksi, output, dan faktor eksternal yang berpengaruh. Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. pokok yang melandasi teknik SPK adalah : a. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan. b. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda. c. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang, antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen. d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak manajerial Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik Karakteristik
pengambilan keputusan seperti telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya, maka SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum SPK terdiri dari tiga komponen (Marimin 2004), yaitu : 1. Manajemen Data. Termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem menejemen basis data. 2. Manajemen Model. \yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model
finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisis.
128
3. Subsistem dialog.
perintah-perintah dalam SPK. Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan utnuk membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi struktural. SPK digunakan sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivias dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan (Marimin 2004). Penggunaan SPK di perusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990), terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut : 1. Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil. 2. Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi 3. Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis. 4. Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung. SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktivitas bisnis tapi juga pada program pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, lingkungan hidup dan sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat
diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin. Konsep dan rancang bangun sistem penunjang keputusan terdiri dari tiga elemen utama, yaitu : Pengotimalan kriteria dalam merancang bangun sistem Proses rancang bangun sistem secara total Proses rancang bangun sistem secara mendetail. Menurut Eriyatno (1998), proses rancang bangun sistem di atas berorientasi pada keputusan yang bersifat partisipatif. Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu sistem untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisiasi anggotanya.
129
Selanjutnya, kriteria keputusan suatu sistem harus bersifat lengkap (mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan), operasional (dapat digunakan dalam praktek), tidak berlebihan (dapat menghindarkan perhitungan berulang) dan minimum (dengan tujuan agar lebih mudah meninjau secara komprehensif persoalan). Hal ini merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung peoses pengambilan keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural. Landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara
abstrak tiga komponen utama sistem penunjang keputusan, yaitu : (1) pengambil keputusan atau pengguna, (2) model, dan (3) data. Selanjutnya dijelaskan bahwa struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dala sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model (SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna. Kajian SPK berkembang, saat ini ada yang dikenal dengan Group Decision Support System (GDSS). Sistem ini didesain untuk menunjang kelompok pengambil keputusan melalui perangkat lunak, keras dan alat penunjang keputusan lain. GDSS mengkombinasikan komputer, komunikasi, dan teknologi pengambil keputusan , secara terintegrasi untuk menyediakan support guna mengidentifikasi,
memformulasikan, dan memberikan solusi terhadap masalah yang dibicarakan dalam group meeting (Rees 2004). Jika dilihat dari sisi perangkat lunak dan teknologi, SPIAS 1.0 merupakan langkah awal dalam menunjang aktivitas GDSS, dimana output yang dihasilkan, dapat dibicarakan dalam group meeting di perusahaan yang menggunakannya. Sistem manjemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi yang
pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi yang ke-2 adalah menerima data dari basis data. Fungsi yang ke-3 adalah sebagai pengendali basis data. Sistem manajemen basis data harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data. Sistem manajemen basis model merupakan sistem perangkat lunak yang mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang
130
format keluaran model (laporan-laporan), untuk memperbahrui dan merubah model, dan untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model
memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK. Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sedangkan sistem pengolah
problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem. Aplikasi dari SPK baru dapat dikatakan berhasil atau bermanfaat jika terdapat kondisi sebagai berikut (Marimin 2004) : a. Eksistensi dari basis data yang sangat besar b. Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada pencapaian keputusan c. Adanya keterbatasan waktu dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya. d. Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan peilihan solusi. Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan tersebut terdiri dari tujuh tehapan, seperti dapat dilihat pada (Marimin 2004) yaitu : 1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan). Pada tahap ini, analis mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari persoalan yang akan dipecahkan. Pelaksanaan tahap ini dapat meningkatkan kemungkinan suksesnya tahap implementasi. 2. Mendefinisikan persoalan. Pada tahap ini, analis melakukan analisis terhadap persoalan yang akan dipecahkan dan menentukan ahli yang dapat membantu penyelesaian persoalan.
131
3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras. Para analis biasanya merancang SPK dengan menggunakan paket perangkat luna dan perangkat keras yang sudah ada. Penentuan perangkat lunak dan perangkat keras merupakan persoalan yang saling berhubungan, karena kemampuan setiap perangkat lunak berbeda dan mempengaruhi kebutuhan perangkat keras. 4. Menggunakan model 5. Memelihara sistem. Tahap pemeliharaan sistem termasuk pemeliharaan perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan.
D. Analisis Bahasa Pemrograman Sistem dibuat dengan menggunakan Program Visual Basic 6, yang merupakan bahasa pemrograman visual dari Microsoft. Program ini dipilih karena beberapa alasan, antara lain : 1. Program Visual Basic 6 compatible dengan Windows, apalagi saat ini penguna windows paling banyak, sehingga dapat lebih mudah untuk menggunakan program ini di berbagai tempat. Lain halnya dengan Delphi keluaran Borland, jika dibandingkan dengan Visual Basic, program VB jauh lebih compatible dengan Windows, karena berasal dari produsen yang sama 2. Mudah dalam pengembangan aplikasi, karena program ini keluaran Microsoft yang merupakan market leader, sehingga semua perkembangan baik dari segi support program sampai kepada trik penggunaan dapat diperoleh programmer dengan mudah, baik lewat fasilitas internet (website) maupun CD program yang terdapat di pasaran. 3. Visual Basic 6, dilengkapi dengan Active X, sehingga mempermudah dalam membuat program aplikasi database, dan program yang dihasilkan lebih baik. Sejak dikembangkan pada tahun 80-an. Visual Basic kini telah mencapai versinya yang ke-6. Beberapa keistimewaan dari visual Basic 9 (Kurniadi 1999) antara lain :
132
1. Menggunakan platform pembuatan program yang diberi nama Developer Studio, yang memiliki tampilan dan sarana yang sama dengan Visual C++ dan Visual J++. Dengan begitu programmer dapat bermigrasi atau belajar bahasa pemrograman lainnya dengan mudah dan cepat tanpa harus belajar dari nol lagi 2. Memiliki compiler andal yang dapat menghasilkan file executable yang lebih cepat dan lebih efisien dari sebelumnya 3. Memiliki beberapa tambahan sarana Wizard yang baru. Wizard adalah sarana yang mempermudah di dalam pembuatan aplikasi dengan mengotomasi tugastugas tertentu 4. Tambahan kontrol-kontrol baru yang lebih canggih serta peningkatan kaidah struktur bahasa Visual Basic 5. Kemampuan membuat Active X dan fasilitas internet yang lebih banyak 6. Sarana akses data yang lebih cepat dan andal untuk membuat aplikasi database yang berkemampuan tinggi 7. Visual Basic 6 memiliki beberapa versi atau edisi yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya. Terdapat bahasa pemrograman lain, selain Visual Basic, seperti Delphi. Delphi tidak dipilih, karena program tersebut membutuhkan banyak memori, dan jika dibandingkan dengan Visual Basic, Delphi kurang compatible dengan aplikasi Windows, hal ini dikarenakan Delphi keluaran dari Borland, bukan Microsoft. Bahasa pemrograman lain adalah Pascal. Pascal tidak dipilih karena tampilan yang dihasilkan tidak sebaik Visual Basic, dan penulisan program tidak semudah Visual Basic, karena Pascal tidak memiliki tambahan kontrol selengkap Visual Basic. Pembuatan Report dibantu dengan menggunakan Cristal Report. Program ini dipilih karena kemudahan dalam melakukan compile data dengan Visual Basic, disamping itu perintah yang dipergunakan tidak terlalu banyak, sehingga memudahkan pembuat program. Report dapat pula dibuat dengan menggunakan Microoft Access, akan tetapi proses compile data dengan Visual Basic lebih banyak. Cristal Report merupakan program khusus untuk membuat laporan, tidak seperti
133
Microsoft Access yang memiliki fungsi selain membuat report, sehingga fasilitas menu yang disajikan Cristal Report lebih beragam dan tampilan yang dihasilkan lebih baik. Program yang dipergunakan untuk aplikasi database adalah Microsoft Access. Program ini dipilih karena lebih mudah dipakai, fleksibel, mudah diintegrasikan dengan program Microsoft lain, dapat bekerja bersama dengan sistem jaringan dengan lebih baik, serta dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang terdapat pada internet atau intranet (Permana 2002). User dapat masuk kedalam program aplikasi, apabila sudah melewati kata kunci, hal ini dilakukan untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna, sehingga program aplikasi yang digunakan tidak dapat dipergunakan oleh orang lain yang tidak berkepentingan, dan data yang ada didalamnya dapat tersimpan dengan aman. Tampilan awal SPIAS 1.0 dapat dilihat pada Gambar 47.
134
E. Rekomendasi Perbaikan Penilaian kinerja perusahaan yang sudah dilakukan, menghasilkan suatu rekomendasi bagi perkembangan perusahaan, antara lain : 1. Pada proses Hidrogenasi yang dinilai Kurang Baik, output seringkali tidak masuk spesifikasi yang ditentukan. Hal ini dapat terjadi jika bahan baku yang diolah banyak mengandung air, sehingga mempersulit kerja vakum dan mengakibatkan katalis terikat oleh air, yang berakibat pada bilangan iod yang sulit untuk diturunkan. Apabila keluaran proses tidak sesuai dengan spec yang ditetapkan, maka akan berdampak kepada proses berikutnya, yaitu proses Distilasi. Oleh sebab itu perusahaan harus melakukan pre-process inspection, sehingga dalam proses tidak mengalami kesulitan. Selain itu, Tekanan vakum pada proses Fraksinasi perlu dijaga.Vakum inilah yang terkadang menjadi masalah pada proses ini, sebab apabila tekanannya terlalu besar atau terlalu kecil, maka akan berdampak terhadap warna dan komposisi bahan yang diolah. 2. Penilaian terhadap proses Distilasi dinilai Kurang Baik, oleh sebab itu perusahaan harus melakukan perawatan preventif kepada vakum dan Heat Exchanger, sehingga alat tersebut mampu mendinginkan bahan secara penuh, dan minyak tidak mudah teroksidasi . Kalau hal ini dapat dipelihara, maka Downgrade produk tidak akan terjadi, karena warna dapat dipertahankan sesuai dengan spec yang ditetapkan. Perawatan mandiri juga dapat diterapkan untuk stasiun ini. Perawatan mandiri adalah Kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator dalam merawat mesinnya sendiri, disamping kegiatan yang dilaksanakan oleh bagian perawatan. Perawatan ini muncul dikarenakan budaya operator yang mengganggap kerusakan mesin merupakan tanggung jawab Departemen Perawatan, sehingga operator tidak memiliki tanggung jawab dalam mengoperasikan mesin. Apabila konsep ini dijalankan, maka operator akan berhati-hati dalam menggunakan mesin, karena apabila mesin tersebut mengalami kerusakan, akibatnya akan ditanggung oleh operator itu sendiri. Kegiatan yang biasanya dilaksanakan dalam Perawatan Mandiri, antara lain :
135
Pengecekan harian Pelumasan Reparasi Sederhana Pendektesian penyimpangan Sasaran yang diharapkan dari perawatan mandiri, antara lain : Mengembangkan Operator yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam memelihara dan mendeteksi gejala sebelum terjadinya kerusakan Menciptakan Tempat Kerja yang teratur, sehingga setiap penyimpangan dari kondisi normal dapat dideteksi dengan cepat 3. Kinerja sosial perusahaan masih dinilai Kurang Baik. Corporate Social Responsibility (CSR) perlu ditingkatkan. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan, selain membangun sarana umum. Misalnya perusahaan berupaya untuk memberikan motivasi kepada karyawannya untuk turut bertanggung
jawab terhadap lingkungan sekitarnya. bukan hanya pada lingkungan masyarakat sekitar perusahaan saja, tetapi pada internal perusahaan pun, kepedulian sosial (CSR) tersebut harus diwujudkan. Misalnya bagaimana menciptakan suasana kerja yang sehat, aman dan penuh dengan kedamaian dan ketenangan. Dengan demikian, maka karyawan pun akan merasa tenang dan damai bekerja didalam perusahaan. Setiap perusahaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, sudah seharusnya memiliki kepedulian dan tanggung jawab sosial dengan lingkungan sekitarnya. CSR merupakan salah satu kegiatan yang dikembangkan oleh setiap perusahaan mengingat kemajuan dan perkembangan perusahaan tidak terlepas dari dukungan masyarakat sekitar. Melalui kegiatan CSR, perusahaan menunjukkan kepedulian dan komitmen moral terhadap kepentingan masyarakat, terlepas dari kalkulasi untung rugi bagi perusahaan. Kalau dirasa perlu, ada baiknya perusahaan membentuk divisi Environment, Health and Safety (EHS) dan divisi Community Development dan Divisi Corporate Public Relations dalam arti yang uas dan benar serta industrial Relations dan Employee Relations. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan CSR, berbagai macam kegiatan seperti lomba
136
balita Indonesia, beasiswa pendidikan, lomba pustaka anak Nusantara, serta mudik lebaran karyawan. Dengan CSR, diharapkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada perusahaan semakin tinggi, juga adanya saling pengertian dan saling menguntungkan diantara kedua pihak baik perusahaan maupun masyarakat. Bila CSR dilaksanakan dengan baik, akan berdampak positif terhadap keberlangsungan usaha. Selain itu, CSR pun dapat menjadi bagian dari pembangunan citra perusahaan. Di negara-negara maju, CSR merupakan salah satu prasyarat bagi sebuah perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Di Indonesia, belum sejauh itu, namun berbagai kejadian negatif yang menimpa berbagai perusahaan seharusnya menjadi pelajaran bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk segera menerapkan CSR. Saat ini masih banyak perusahaan yang melakukan CSR hanya sebagai ''pemadam kebakaran''. Begitu terjadi kasus keributan dengan masyarakat, buru-buru mereka melakukan penanangan, misalnya dengan memberikan bantuan dana kepada masyarakat sekitar. Program peredam gejolak atau pemadam kebakaran ini mempunyai banyak risiko negatif, seperti menciptakan ketergantungan, menciptakan psikologi ''tak pernah cukup', dan tidak mendidik. Selain itu, tidak terprogram, serta tidak akan berkelanjutan. Apa pun tujuan dan kebutuhannhya, perancangan dan perencanaan program CSR tetap memerlukan pemahaman yang benar atas kondisi dan perubahan masyarakat, serta tujuan yang ingin dicapai perusahaan melalui program tersebut. Salah pendekatan akan menyebabkan ketentraman dan keamanan terganggu dalam menjalankan usaha (http://phaproscomdev.tripod.com) 4. Penilaian kinerja lingkungan khususnya kebisingan, perusahaan memperoleh predikat Kurang Baik. Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi kebisingan, melalui tahapan dasar dalam manajemen kebisingan. Tahap dasar dalam manajemen kebisingan industri adalah : (1) Ukuran jangka pendek, seperti : penggunaan pelindung telinga, (2) Ukuran jangka menengah, misal : mengubah posisi mesin yang terlalu bising, memberi pelindung suara pada mesin yang bising, memberi peringatan pada area yang
137
bising, dan menukar pekerja pada tempat yang bising ke tempat yang sunyi, (3) Ukuran jangka panjang, seperti : memberi pelindung pada mesin yang bising, mengganti mesin, mengubah roses, membangun pelindung gelombang suara, melaksanakan pengatusan prosedur penggunaan pelindung telinga, dan melakukan Audiometric Testing Program (Bridger 1995). 5. Perusahaan sebaiknya membidik negara-negara Uni-Eropa dalam melakukan ekspansi ekspornya. Dengan jumlah penduduk yang besar, Uni Eropa merupakan pasar yang potensial. Jumlah penduduknya berkisar 4,5 juta jiwa. Sedang kebutuhan akan asam lemak sebesar 3-4 kilogram perkapita. Dengan demikian kebutuhan minyak ini mencapai 1,5-1,6 juta ton pertahun (http://www.tempo.co.id). Asam lemak di Eropa banyak digunakan untuk deterjen dan sabun. Ekspor Indonesia pada tahun 2003 ke Uni-Eropa naru menjapai 50 ribu ton. Sementara itu seluruh kebutuhan Uni Eropa untuk Indonesia mencapai 200-300 ribu ton. Jumlah ini akan disebarkan ke beberapa negara Uni Eropa, seperti Spanyol, Jerman dan Belanda. Ini menunjukkan bahwa peluang pasar di Eropa masih terbuka luas, dan itu merupakan PR bagi para pengusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi dan ekspansi pasarnya.
138
139
Prinsip Dasar Sistem Penunjang Keputusan Sistem menurut Gordon (1989) dipandang sebagai suatu agregasi aau kumpulan objek-objek yang terangkai dalam interaksi dan kesalingbergantungan yang teratur. Dilihat dari sudut pandang tujuan yang ingin dicapai, sistem merupakan sekumpulan elemen-elemen yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan untuk tujuan yang sama. Turban (1990) dan Turban & Aronson (2001) menyebutkan bahwa konsep Sistem Penunjang Keputusan (SPK) muncul pertama kali pada awal tahun 1970-an oleh Scott-Morton. Mereka mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Dari definisi tersebut, dapat diindikasikan empat karakteristik utama dari SPK, yaitu : 5. SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian. 6. SPK dirancang untuk membantu para manajer (pengambil keputusan) dalam proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi struktural (aau tidak terstruktur). 7. SPK lebih cenderung dipandang sebagai penunjng penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya. 8. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan. Definisi dari Sistem Penunjang Keputusan menurut Minch dan Burns dalam Eriyatno (1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. pokok yang melandasi teknik SPK adalah : a. b. c. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan. Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagi bidang, antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen. d. Mempunyai kemempuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat. Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas dari perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan pihak manajerial Dengan membuat model yang menggunakan beberapa teknik Karakteristik
140
pengambilan keputusan seperti telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya, maka SPK dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Secara umum SPK terdiri dari tiga komponen, yaitu : 4. Manajemen Data. Termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem menejemen basis data. 5. Manajemen Model. \yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisis. 6. Subsistem dialog. Yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan perintah-perintah dalam SPK. Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak dalam SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini ditujukan utnuk membantu manajer pada proses pengambilan keputusan yang umumnya bersifat semi struktural. SPK digunakan sebagai penunjang penilaian manajer dan sama sekali bukan untuk menggantikannya. Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivias dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang dipilih relevan dengan tujuan. Penggunaan SPK di perusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban (1990), terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut : 5. Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil. 6. Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi baik di dalam maupun luar negeri. 7. Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi bisnis. 8. Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung dalam peningkatan efisiensi dan keuntungan. SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktivitas bisnis tapi juga pada program pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam aplikasinya dapat mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian, perdagangan, lingkungan hidup dan sebagainya. Dengan pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat diselesaikan dengan komprehensif dan multi disiplin. Konsep dan Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Konsep dan ranang bangun sistem penunjang keputusan terdiri dari tiga elemen utama, yaitu : pengotimalan kriteria dalam merancang bangun sistem proses rancang bangun sistem secara total proses rancang bangun sistem secara mendetail.
141
Menurut Eriyatno (1998), proses rancang bangun sistem di atas berorientasi pada keputusan yang bersifat partisipatif. Hal ini erat kaitannya dengan aplikasi ilmu sistem untuk perencanaan dan pengendalian program yang membutuhkan partisiasi anggotanya. Kaitan dan struktur pendekatan sistem terhadap penunjang keputusan terlihat pada Gambar 8.1. Selanjutnya, kriteria keputusan suatu sistem harus bersifat lengkap (mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan), operasional (dapat digunakan dalam praktek), tidak berlebihan (dapat menghindarkan perhitungan berulang) dan minimum (dengan tujuan agar lebih mudah meninjau secara komprehensif persoalan). Hal ini merupakan salah satu karakteristik SPK yang dapat mendukung peoses pengambilan keputusan terutama keputusan yang bersifat semi struktural. Landasan utama dalam pengembangan SPK untuk model manajemen adalah konsepsi model. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama sistem penunjang keputusan, yaitu : (1) pengambil keputusan atau pengguna, (2) model, dan (3) data. Selanjutnya dijelaskan bahwa struktur SPK terdiri dari data yang tersusun dala sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model (SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna. Hubungan antar komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.2. Sistem manjemen basis data melakukan tiga fungsi dasar. Fungsi yang pertama adalah sebagai penyimpanan data dalam basis data. Fungsi yang ke-2 adalah menerima data dari basis data. Fungsi yang ke-3 adalah sebagai pengendali asis data. Sistem anajemen basis daa harus bersifat interaktif dan luwes dalam artian mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data. Sistem manajemen basis model merupakan sistem perangkat lunak yang mempunyai empat fungsi pokok, yaitu sebagai perancang model, sebagai perancang format keluaran model (laporan-laporan), untuk memperbahrui dan merubah model, dan untuk memanipulasi data. Pada intinya, sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam pemodelan SPK. Sistem manajemen dialog merupakan subsistem untuk berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utama sistem manajemen dialog adalah menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sedangkan sistem pengolah problematik adalah subsistem yang bertugas sebagai koordinator dan pengendali dari operasi sistem secara keseluruhan. Sistem ini menerima input dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku, serta menyerahkan output ke subsistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Sistem ini berfungsi sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem. Aplikasi dari SPK baru dapat dikatakan berhasil atau bermanfaat jika terdapat kondisi sebagai berikut : a. Eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit mendayagunakannya.
142
b. Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses pencapaian keputusan. c. Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya. d. Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan peilihan solusi. Pada langkah awal aplikasi SPK perlu dilakukan analisis keputusan di mana pengambil keputusan mendefinisikan hal-hal yang penting untuk diputuskan. Untuk langkah lebih lanjutnya, diperlukan penelaahan persektif ditinjau dari lima sudut pandang, yaitu : b. konsep ekonomi rasional c. pandangan yang bedrorientasi pada proses pengambilan keputusan, tidak hanya pada hasilnya d. pandangan prosedur organisatoris e. pandangan politis yang ditekankan pada kebutuhan f. pandangan individual yang tercermin pada sikap dan perilaku pengambil keputusan. Metode yang digunakan dalam perancangan dan pengembangan suatu aplikasi SPK umumnya mengacu pada tahapan pengembangan sistem. Proses perancngan tersebut terdiri dari tujuh tehapan, seperti dapat dilihat pada Gambar 8.3., yaitu : 1. Menentukan domain persoalan (yang akan dipecahkan). Pada tahap ini, analis mengumpulkan data dan informasi serta mempelajari persoalan yang akan dipecahkan. Pelaksanaan tahap ini dapat meningkatkan kemungkinan suksesnya tahap implementasi. 2. Mendefinisikan persoalan. Pada tahap ini, analis melakukan analisis terhadap persoalan yang akan dipecahkan dan menentukan ahli yang dapat membantu penyelesaian persoalan. 3. Menentukan perangkat lunak dan perangkat keras. Para analis biasanya merancang SPK dengan menggunakan paket perangkat luna dan perangkat keras yang sudah ada. Penentuan
143
berhubungan, karena kemampuan setiap perangkat lunak berbeda dan mempengaruhi kebutuhan perangkat keras. 2 merepresentasikan persoalan, dapat diercaya, dan valid. 4. Menggunakan model. Setelah tahap 1 sampai taha 5 dilaksanakan, maka aplikasi SPK siap digunakan oleh pengguna. 5. Memelihara sistem. Tahap pemeliharaan sistem termasuk pemeliharaan perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan.
Mengevaluasi Sistem Pengukuran yang Ada Tahap berikutnya adalah mengevaluasi sistem pengukurang yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam Putting the BSC to work (Harvard Business Review, Sept/Okt 1993), pada umumnya sebagian besar organisasi tidak memiliki satu set tolok ukur yang seimbang (balanced), mereka terlalu terfokus pada tolok ukur keuangan jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang seperti kepuasan pelanggan/pegawai maupun pertumbuhan. Evaluasi sistem pengukuran organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan survei di bawah ini, yang mencakup evaluasi terhadap berbagai tolok ukur dan sistem pengukuran yang digunakan organisasi atau perusahaan saat ini. Dengan melengkapi berbagai instrumen yang didasarkan pada The Baldrige Criteria di bawah ini, akan terlihat karakteristik suatu sistem pengukuran yang efektif dan seberapa jauh organisasi atau perusahaan terlibat dalam standar dan praktik BSC yang ada. The Baldrige Criteria selama lebih dari satu dekade telah digunakan oleh ribuan organisasi di Amerika agar berkompetisi dalam meningkakan kinerja organisasi. Berbagai jenis organisasi yang berbeda, besar atau kecil, perusahaan manufaktur atau jasa maupun yang hanya memiliki satu kantor atau tersebar di
144
seluruh dunia dapat menggunakan The Baldrige Criteria ini karena mencakup berbagai indikator kunci sebagai framework untuk menilai kinerja organisasi; pelanggan, produk dan jasa, operasional sumber daya manusia dan keuangan. Kriteria ini akan membantu perusahaan dalam menyelaraskan sumber daya yang ada, meningkatkan komunikasi, produktivitas dan efektivitas serta mencapai tujuan-tujuan strategis.
Statistik untuk Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Kalau dalam objek berwarna merah, sedangkan data yang terkumpul
memberikan data berwarna utih maka hasil penelitian tidak valid. Selanjutnya hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Kalau dalam objek kemarin berwarna merah, maka sekarang dan besok tetap berwarna merah. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Meteran yang valid dapat digunakan untuk mengukur panjang dengan teliti, karena meteran memang alat untuk mengukur panjang. Meteran tersebut menjadi tidak valid jika digunakan untuk mengukur berat. Instrumen yang reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Alat ukur panjang dari karet adalah contoh instrumen yang tidak reliabel. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi, instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan menggunakan instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, otomatis hasil (data)
145
penelitian menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi objek yang diteliti, dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen. Oleh
karena itu, peneliti harus mampu mengendalikan objek yang diteliti dan meningkatkan kemampuan dalam menggunakan instrumen untuk mengukur variabel yang diteliti. Instrumen-instrumen dalam ilmu alam, misalnya meteran, termometer, timbangan, biasanya telah diakui validitas dan reliabilitasnya (kecuali instrumen yang sudah rusak dan palsu). Instrumen-instrumen itu dapat dipercaya validitas dan
reliabilitasnya karena sebelum instrumen itu digunakan/dikeluarkan dari pabrik telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen-instrumen dalam ilmu sosial sudah ada yang baku (standar), karena telah teruji validitas dan reliabilitasnya, tetapi banyak juga yang belum baku bahkan belum ada. Untuk itu maka peneliti harus mampu menyusun sendiri instrumen pada setiap penelitian dan menguji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen yang tidak teruji validitas dan reliabilitasnya bila digunakan untuk penelitian akan menghasilkan data yang sulit dipercaya kebenarannya. Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putus di bagian ujungnya, bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama (reliabel) tetapi selalu tidak valid. Hal ini disebabkan karena instrumen (meteran) tersebut telah rusak. Penjual jamu berbicara di mana-mana kalau obatnya manjur (reliabel) tetapi selalu tidak valid, karena kenyataannya jamunya tidak manjur. Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu, walaupun instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan. Pada dasarnya terdaat dua macam instrumen, yaitu instrumen yang berbentuk test untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang non-test untuk mengukur sikap. Instrumen yang berupa test jawabannya adalah salah atau benar, sedangkan instrumen sikap jawabannya tidak ada yang salah atau benar tetapi bersifat positif atau negatif. Skema tentang instrumen yang baik dan cara pengujiannya
146
Pada gambar 9.1 tersebut ditunjukkan bahwa instrumen yang baik (yang berupa test maupun non-test), harus valid dan reliabel. Instrumen yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen yang mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang akan diukur. Jadi kriterianya ada dalam instrumen itu. Sedangkan instrumen yang mempunyai validitas eksternal bila kriteria di dalam instrumen dari luar atau fakta-fakta empiris yang telah ada. Kalau validitas internal instrumen dikembangkan menurut teori yang relevan, maka validitas eksternal instrumen dikembangkan dari fakta empiris. Misalnya akan mengukur kinerja
(performance) sekelompok pegawai, maka tolok ukur (kriteria) yang digunakan didasarkan pada para pegawai yang dipandang mempunyai kinerja tinggi. Sedangkan validitas internal dikembangkan dari teori-teori tentang kinerja. Untuk itu penyusun instrumen yang baik harus memperhatikan teori dan fakta di lapangan. Penelitian yang mempunyai validitas internal, bila data yang dihasilkan merupakan fungsi dari rancangan dan instrumen yang digunakan. Instrumen tentang kepemimpinan akan menghasilkan data kepemimpinan, bukan motivasi. Penelitian yang mempunyai validitas eksternal bila, hasil penelitian dapat diterapkanpada sampel yang lain, atau hasil penelitian itu dapat digeralisasikan. Validitas internal instrumen yang berupa test harus memenuhi construct validity (validitas konstruksi) dan content validity (validitas isi). Sedangkan untuk instrumen yang non-test yang digunakan untuk mengukur sikap, cukup memenuhi validitas konstruksi. Sutrisno Hadi (1986) menyamakan construct validity dengan dengan logical validity dan validity by definition. Instrumen yang mempunyai
validitas konstruksi, jika instrumen tersebut sapat digunakan untuk mengukur gejala sesuai dengan yang didefinisikan. Misalnya akan mengukur efektivitas kerja, maka perlu didefinisikan terlebih dahulu apa itu efektivitas kerja. Setelah itu baru
disiapkan instrumen yang digunakan untuk mengukur efektivitas kerja sesuai dengan definisi. Untuk melahirkan definisi, maka diperlukan teori-teori. Dalam hal ini, Sutrisno Hadi menyatakan bahwa bila bangunan teorinya sudah benar, maka hasil
147
pengukuran dengan alat ukur (instrumen) yang berbasis pada teori itu sudah dipandang sebagai hasil yang valid. Instrumen yang harus mempunyai validitas isi adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar (achievement) dan mengukur efektivitas pelaksanaan program dan tujuan. Untuk menyusun instrumen prestasi belajar yang mempunyai validitas isi (content validity), maka instrumen harus disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah diajarkan. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan program, maka instrumen disusun berdasarkan program yang telah direncanakan. Selanjutnya instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat tercapainya tujuan (efektivitas), maka instrumen harus disusun berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan.
A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain : 1. Berdasarkan hasil penilaian, maka kinerja perusahaan dinilai SEDANG, hal ini diperoleh karena ada beberapa kriteria yang dinilai masih kurang, antara lain stasiun kerja hidrogenasi, distilasi, dan pengemasan, sementara itu aspek lain adalah kebisingan lingkungan, dan Corporate Social Responsibility. 2. Model penilaian kinerja industri asam stearat terdiri dari enam belas sub-model penilaian kinerja (SMPK) 2. Sistem penilaian kinerja industri asam stearat dapat membantu perusahaan, dalam melakukan self assessment dengan lebih cepat dengan memanfaatkan sumber daya yang seminimal mungkin 3. Model yang ada hanya dapat dilakukan untuk menilai kinerja industri asam stearat, dan dapat dikembangkan lagi untuk melakukan penilaian terhadap produk sampingan dari industri asam stearat 7. Model penilaian kinerja industri asam stearat diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer berbasis Windows dan diberi nama SPIAS 1.0 (Sistem Penilaain Kinerja Industri Asam Stearat Versi 1.0) 8. SPIAS 1.0 dapat melakukan penilaian kinerja yang bersifat parsial, seperti penilaian kinerja dari setiap kriteria, dan mampu melakukan penilaian secara global, yang berupa kesimpulan akhir dari banyak aspek yang dinilai.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dikemukakan beberapa saran, antara lain : 1. Program dapat dikembangkan menjadi sistem pakar. 2. Perangkat lunak yang sudah ada perlu dikembangkan, sehingga mampu menghasilkan suatu analisa perkembangan perusahaan dari tahun ke tahun dan akan lebih baik jika perkembangan tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik
139
3. Kriteria penilaian kinerja, baik eksternal, maupun internal, akan berubah setiap kurun waktu tertentu. Program yang dibuat dapat dikembangkan, sehingga dapat dirubah setting penilaiannya sesuai dengan perkembangan kriteria penilaian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alsup, F. dan R.M. Watson. 1993. Practical Statistical Quality Control: A Tool for Quality Manufacturing. Van Nostrand Reinhold. New York. Apple, J.M. 1997. Plant Layout and Material Handling. Third Edition. John Wiley and Sons Inc. New Jersey. Anthony, A. Atkinson. Rajiv, D. Banker, Kaplan, R.S. Young, S.M. 1997. Management Accounting. Edisi 2. Prentice Hall Inc. New Jersey. Austin, G.T. 1984. Shreves Chemical Process Industries. Fifth Edition. Mc. GrawHill Book Company. Singapore. Bali Post. 2004. Kerja Sama ASEAN Cina Perlu Direvisi. http://www.balipost.co.id. [September 2004] Bender. dan Edward, A. 1978. An Introduction to Mathematical Modelling. John Wiley & Sons. New York. Berterfield, D.H. 1980. Quality Control. Prentice Hall.Inc, New Jersey Biegel, J.E. 1992. Production Control A Quantitative Approach. University. Syracuse
Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. McGraw-Hill Inc. New York. Cahyadi, N. 2005. Model Penilaian Cepat Kinerja Industri Gula. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Cham. dan Purwoko. 2004. Awal Kebangkrutan http://www.bisnis.com. [13 Agustus 2004]. Industri Oleokimia.
Cheric. 2004. Stearic Acid. http://www.cheric.or.id. [September 2004]. Chemical Engineering Research Information Center. Pure Component Properties. http://www.cheric.org. html [20 November 2004]. Creech, B. 1994. The Five Pillars of TQM. Truman Talley Books, New York. Darmosarkoro, W. 2006. Usaha Sawit Banyak Tantangan.http://www.kompas.com. [25 Februari 2006].
141
Eriyatno. 1999. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor. Hardjosoedarmo, S. 1996. Dasar-dasar Total Quality Management. Edisi Pertama. Andi Offset. Yogyakarta. Jardine, A.K.S. 1973. Maintenance Replacement and Reliability. Pitman Publishing. New Jersey . Kaplan, R.S. 1993. Putting the Balanced Scorecard to Work. Edisi 3. Harvard Business Review. Prentice Hall. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi 1. UI Press. Kotler, P. 1997. Marketing Management. Prentice-Hall Inc. New Jersey. Kompas. 2006. Pertumbuhan 2006 Tetap 7.7%. http://www.kompas.com [2 Januari 2006]. Kueng, P. dan Krahn, A.J.W. 2004. Building a Process Performance Measurement System: some early experiences. University of Fribourg, Switzerland. Kurniadi, A. 1999. Pemrograman Microsoft Visual Basic 6. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta. Kusnoto, H. 2001. The Worlds Best Management Practices (Praktek Manajemen Terbaik di Dunia). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lannes, W.J. dan Logan, J.W. 2004. A Technique for Assesing an Organizations Ability to Change. IEEE Transactions on Engineering Management Journals. Volume-51 No. 4 November. IEEA. USA Loebis, B. 1988. Produk Sawit Sebagai Bahan Olahan Industri. Buletin Perkebunan. 19(3) : 143 151. Marimin. 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial. IPB Press. Bogor Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta Munawir, S. 1996. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta. Mulyadi. dan Setyawan, J. 1999. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipatgandaan Kinerja Perusahaan. Aditya Media. Yogyakarta. 1999
142
Nafi, M. Indonesia Lakukan Sinergi Industri dengan Cina .http://www.tempo.co.id. [06 September 2004]. Newman, D.G. 1988. Engineering Economic Analysis. Third Edition. Engineering Press, Inc. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia. Jakarta Pantzaris, F. 1997. Processing of Oils & Fats.(www.palmoil.com).[13 September 2004]. Permana, B. 2002. 36 Jam Belajar Komputer Microsoft Access 2002. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta Phapros. 2005. Mendorong Implementasi CSR. http://phaproscomdev.tripod.com. [30 Mei 2005]. PBM-SIG. 1995. How To Measure Performance: A Handbook of Techniques and Tools. U.S. Department of Energy. USA. Rees, J. dan Koehler, G.J. 2004. Modelling Search in Group Decission Support System. IEEE Transaction on Systems, Man and Cybernetics Journals Vol-34 No 3 August. USA. Riyanto, B. 1991. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada. Yogyakarta. Ruky, A.S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Roy, S. 2004. Introductions on Independent Players in a Centrally Planned Market: Decission Support by Long Term Production Costing. IEEE Transaction on Systems, Man and Cybernetics Journals Vol-34 No 3 August. USA. Siagian, N. Mendongkrak Pertumbuhan harapan.co.id. [08 September 2004]. CPO Nasional .http://www.sinar
Silalahi, B. 1995. Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Simatupang, T.M. 1994. Pemodelan Sistem. Studio Manajemen Jurusan Teknik Industri ITB. Bandung. Suadi, A. 2001. Sistem Pengendalian Manajemen. Cetakan 5. BPFE. Yogyakarta. Supandi. 1983. Manajemen Perawatan Industri. Ganeca Exact Bandung. Bandung.
143
Sutanto, E. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta Soeprihanto, J. 1988. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Edisi pertama. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta Suara Merdeka. 2006. Nilai Ekspor Desember Naik. http://www.suaramerdeka.com [2 Februari 2006]. Susanto, A.B. 2004. Value Marketing Paradigma Baru Pemasaran. Quantum Bisnis & Manajemen. Jakarta Sutanto, Y. 1995. Dasar Perhitungan Neraca Bahan Industri Asam Stearat. PT. X. Bekasi Swink, M.L. dan Calantone, R. 2004. Design Manufacturing Integration as a Mediator of Antecedents to New Product Design Quality. IEEE Transactions on Engineering Management Journals. Volume-51 No. 4 November. USA. Tempo. 2004. Runtuhnya Industri Oleokimia. http://www.tempo.co.id. [September 2004]. Tim Penyusun. 2004. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Seri Pustaka IPB Press. Bogor. Utomo, A.A. dan Hernawan, Y. 2002. Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan & Kesehatan Kerja. Edisi Pertama. Jakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kesembilan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Weston, J.F. Copeland dan Thomas E. 1995. Managerial Finance. 9th Edition. The Dryden Press. England. 238 243. Yuwono, S. Sukarno, E. Ichsan, M. 2004. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
144
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penetapan Kriteria Penilaian Kinerja Bahan Baku, Proses dan Produk Asam Stearat
145
Bersama ini, peneliti memohon partisipasi dari Bapak/Ibu yang saya hormati, untuk dapat meluangkan sejenak waktunya guna membantu mengisi Kuesioner penetapan kriteria penilaian kinerja bahan baku, proses, dan produk asam stearat. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan sangat bermanfaat bagi strategi pengembangan industri asam stearat. Kuesioner ini merupakan bagian dari kegiatan akademis, atas pengertian Bapak/Ibu, saya haturkan terima kasih.
Nama
: ..................................................................................................
146
Judul RANCANG BANGUN SISTEM PENILAIAN KINERJA AGROINDUSTRI ( INDUSTRI ASAM STEARAT DARI MINYAK SAWIT ) Tujuan Penelitian Tujuan Sistem Penilaian Kinerja Industri Oleokimia adalah menghasilkan perangkat lunak aplikatif untuk menilai kinerja industri oleokimia. Perangkat lunak ini akan dilengkapi dengan analisa sehingga hasil penilaian kinerja dapat diketahui secara langsung, dan dapat membantu industri oleokimia, khususnya industri asam stearat, dalam melakukan penilaian kinerja,
sehingga perusahaan mampu melakukan evaluasi secara cepat dan dapat menentukan rekomendasi dan strategi untuk peningkatan kinerja perusahaan. Manfaat Beberapa manfaat dari keluaran model penilaian kinerja industri asam stearat adalah : 1. Bagi produsen asam stearat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kinerja industri saat ini, untuk mengetahui langkahlangkah yang perlu diambil untuk meningkatkan kinerjanya, 2. Bagi pemerintah, hasil penilaian kinerja industri secara umum dapat dijadikan sebagai masukan dan dasar evaluasi penentuan strategi pengembangan industri asam stearat di Indonesia ke depan. 3. Bagi asosiasi industri, khususnya untuk APOLIN (Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia), hasil penilaian kinerja ini dapat dijadikan bahan masukan untuk penyusunan program kerja dan kebijakan industri ke depan.
147
BAGIAN III : KUESIONER TINGKAT KEPENTINGAN Pada bagian ini, Bapak/Ibu dimohon kesediaannya untuk memberikan tingkat kepentingan terhadap sub kriteria dari setiap Kriteria penilaian kinerja, dengan memberikan tanda centang ( ) pada nilai yag sesuai dengan preferensi Bapak/Ibu sekalian. Penilaian dilakukan dengan ukuran penilaian skala 1 sampai dengan 5.
Nilai 1 2 3 4 5 Contoh :
Tingkat kepentingan Sangat tidak penting Tidak Penting Netral Penting Sangat Penting
Kriteria Tingkat Kepentingan No Panilaian 1 2 3 4 5 1 Bilangan Penyabunan 2 Warna Bilangan penyabunan dinilai Sangat Penting, sementara itu warna dinilai Netral.
Pada bagian ini, Bapak/Ibu dimohon kesediaannya untuk Menentukan tingkat interval dari masing-masing kriteria penilaian. Penilaian dapat berupa : Baik, Sedang dan Kurang Baik.
148
3 4 5
149
B.1. Stasiun Pemisahan Lemak Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 3 Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Splitting Ratio Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 3 Kriteria Bilangan Asam (mg KOH) Bilangan Penyabunan (mg KOH) Splitting Ratio (%) Baik Kurang Baik
B.2. Stasiun Hidrogenasi Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 Bilangan Iod Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 Kriteria Bilangan Iod (gr I2/100gr) Baik Kurang Baik
150
B.3. Stasiun Distilasi Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 3 4 5 6 Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Bilangan Iod Warna Yellow Warna Red Titer Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 3 4 5 6 Kriteria Bilangan Asam (mg KOH) Bilangan Penyabunan (mg KOH) Bilangan Iod ( gr I2/100 ) Warna Yellow Warna Red Titer (oC) Baik Kurang Baik
151
B.4. Stasiun Fraksinasi Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Bilangan Iod Warna Yellow Warna Red Titer Distribusi FA C14 Distribusi FA C16 Distribusi FA C18 Distribusi FA C18:1 Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kriteria Bilangan Asam (mg KOH) Bilangan Penyabunan (mg KOH) Bilangan Iod ( gr I2/100 ) Warna Yellow Warna Red Titer (oC) Distribusi FA C14 (WT%) Distribusi FA C16 (WT%) Distribusi FA C18 (WT%) Distribusi FA C18:1 (WT%) Baik Kurang Baik
152
B.5. Stasiun Beading Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 Panilaian Warna Yellow Warna Red 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 Kriteria Warna Yellow Warna Red Baik Kurang Baik
153
Tingkat Kepentingan SA 1800 & 1801 Kriteria No 1 2 3 4 5 6 Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Bilangan Iod Warna Yellow Warna Red Titer Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
SA 1840 Kriteria No 1 2 3 4 5 6 Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Bilangan Iod Warna Yellow Warna Red Titer Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
154
Interval Penilaian SA 1800 & 1801 Interval Penilaian No 1 2 3 4 5 6 Kriteria Bilangan Asam (mg KOH) Bilangan Penyabunan (mg KOH) Bilangan Iod ( gr I2/100 ) Warna Yellow Warna Red Titer (oC) Baik Kurang Baik
SA 1840 Interval Penilaian No 1 2 3 4 5 6 Kriteria Bilangan Asam (mg KOH) Bilangan Penyabunan (mg KOH) Bilangan Iod ( gr I2/100 ) Warna Yellow Warna Red Titer (oC) Baik Kurang Baik
155
B.7. Stasiun Pengemasan Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 Panilaian Prosentase Jumlah Penutupan Karung Reject 2 Prosentase Jumlah Marking Karung Reject 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 Prosentase Kriteria Jumlah Penutupan Baik Kurang Baik
B.8. Kinerja Mesin Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 Panilaian Allocated Downtime Accident Lost Time 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 Kriteria Allocated Downtime (menit) Accident Lost Time (menit) Baik Sedang Kurang Baik
156
B.9. Formasi Karyawan Tingkat Kepentingan 1. Departemen Produksi Tingkat Kepentingan No 1 2 Posisi Kepala Departemen Kepala Shift Stasiun Seluruh stasiun Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi Beading & Penyerpihan Fraksinasi Pemisahan Lemak Hidrogenasi Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan 1 2 3 4 5
Operator
2. Departemen Pengendalian Kualitas Tingkat Kepentingan No 1 2 3 4 5 6 Posisi Kepala Departemen Kepala Seksi Kepala Shift Operator Analis Helper Stasiun Seluruh Bagian Quality Inspection Quality Control Quality Inspection Quality Control Quality Inspection Quality Control Quality Control 1 2 3 4 5
157
3. Departemen Logistik Tingkat Kepentingan No 1 2 3 4 Posisi Kepala Departemen Kepala Seksi Kepala Regu Operator Stasiun Seluruh Bagian Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Quality Control 1 2 3 4 5
Helper
No 1 2
Stasiun Seluruh stasiun Pemisahan Lemak, Hidrogenasi & Distilasi Beading & Penyerpihan Fraksinasi Pemisahan Lemak Hidrogenasi Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan
Operator
158
No 1 2 3 4 5 6
Posisi Kepala Departemen Kepala Seksi Kepala Shift Operator Analis Helper
Stasiun Seluruh Bagian Quality Inspection Quality Control Quality Inspection Quality Control Quality Inspection Quality Control Quality Control
2. Departemen Logistik
No 1 2 3 4
Stasiun Seluruh Bagian Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Persiapan Bahan Baku Produk Jadi Quality Control
Helper
159
B.10. Kinerja Personalia Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 Panilaian Tingkat mangkir karyawan Keluar Masuk Karyawan 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 Kriteria Tingkat mangkir karyawan (%) Keluar Masuk Karyawan (Employee Turnover) (%) Baik Sedang Kurang Baik
B.11. Kinerja Keuangan Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 Panilaian Net Provit Margin / NPM Return On Investment / ROI 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 Kriteria Net Provit Margin / NPM (%) Return On Investment / ROI (%) Baik Sedang Kurang Baik
160
Tingkat Kepentingan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Stasiun Pemisahan Lemak Hidrogenasi Distilasi Fraksinasi Beading Penyerpihan Pengemasan Mesin 1 2 3 4 5
B.13. Tingkat Kepentingan Kinerja Proses Kriteria No 1 2 3 4 Stasiun Kerja Formasi Karyawan Personalia Keuangan Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
161
Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 3 4 5 Bilangan Iod Warna Prosentase Produk Down Grade Efektivitas Pemasaran Produk Market Share Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 3 Kriteria Bilangan Iod Warna Prosentase Produk Down Grade (%) 4 Efektivitas Produk (%) 5 Market Share (%) Pemasaran Baik Sedang Kurang Baik
162
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 Kriteria Biaya CSR (%) Baik Sedang Kurang Baik
E. PENILAIAN KINERJA EKONOMI Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 Panilaian Deviasi harga Palm Stearin FOB Malaysia Deviasi harga Palm Oil RBD CIF 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 Kriteria Deviasi harga Palm Stearin FOB Malaysia (%) 2 Deviasi harga Palm Oil RBD CIF Rotterdam (%) 3 Bea Masuk (%) Baik Kurang Baik
163
F. PENILAIAN KINERJA LINGKUNGAN F.1. Limbah Cair Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Temperatur Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi PH Amoniak COD BOD Minyak dan Lemak Besi Tembaga Chronium Nikel Mangan Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
164
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kriteria Temperatur ( OC) Zat Padat Terlarut (mg/l) Zat Padat Tersuspensi (mg/l) PH (mg/l) Amoniak (mg/l) COD (mg/l) BOD (mg/l) Minyak dan Lemak (mg/l) Besi (mg/l) Baik Kurang Baik
165
F.2. Limbah Gas Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 3 4 5 6 7 Panilaian Sulfur Dioksida Karbon Monoksida Oksida Nitrogen Oksida Debu Timah Hitam Amonia 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 3 4 5 6 7 Kriteria Sulfur Dioksida (g/l) Karbon Monoksida (g/l) Oksida Nitrogen (g/l) Oksida (ppm) Debu (mg/l) Timah Hitam Amonia (g/l) Baik Kurang Baik
166
F.3. Kebisingan Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 Ruang Genset Rata-rata Lokasi Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
Interval Penilaian Interval Penilaian No 1 2 Kriteria Ruang Genset (db / desible) Rata-rata Lokasi (db) Baik Kurang Baik
Tingkat Kepentingan Kriteria No 1 2 3 Limbah Cair Limbah Gas Kebisingan Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
G. PENILAIAN AKHIR KINERJA INDUSTRI ASAM STEARAT Tingkat Kepentingan Kriteria No Kinerja Internal 1 Bahan Baku Panilaian 1 Tingkat Kepentingan 2 3 4 5
167
2 3
Proses Produk
TERIMA KASIH
168
Lampiran 2. If-then Rules 1. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 2. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 3. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 4. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 5. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 6. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 7. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 8. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 9. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 10. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 11. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Baik" Else 12. If Text20.Text = "Sedang" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Sedang" And Text8.Text = "Sedang" And Text6.Text = "Baik" Then Text10.Text = "Sedang" Else 13. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Baik" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Sedang" Then Text10.Text = "Baik" Else 14. If Text20.Text = "Baik" And Text7.Text = "Sedang" And Text9.Text = "Baik" And Text8.Text = "Baik" And Text6.Text = "Sedang" Then Text10.Text = "Baik" Else
169
CPO
Fraksinasi
Olein
Koagulan
Stearin
Pemurnian
Bleach Earth
Pemucatan
Penghilangan Bau
RBD Stearin
170
O HC O C R + 3 HOH
H2C HC H2C O
OH OH + 3R OH C
O OH
H2C
C +
Gliserida
171
Lampiran 5. Simbol yang sering digunakan dalam pembuatan diagram Sumber : Pedoman Penyajian Karya Ilmiah (2004)
172
PenilaianKine Material
ID_Perusahaa F F tt A
173
1.
Tabel Perusahaan
Nama Tabel : Perusahaan Primary Key : ID_Perusahaan Fungsi : Menyimpan nama perusahaan dan tahun laporan tahunan perusahaan Tabel 1. Struktur Desain Tabel Perusahaan No. Nama Field 1 ID_Perusahaan 2 3 Nama_Perusahaan Tahun Jenis AutoNumber Text Number Lebar 10 15 15 Keterangan Nomor urut data Perusahaan Nama Perusahaan yang akan dinilai Tahun dari laporan tahunan perusahaan
174
3.
5 6 7
15 15 15
8 9 10 11 12 13 14 15
15 15 15 15 15 15 33 15
175
4.
5 6
Skor_ADT Penilaian_ALT
Number Text
15 15
7 8
Number Number
15 15
Number
15
176
5.
Free_Fatty_Acid _(%) Iodium_Value_(I Number 2/100_gr) Warna_(red) Number Moisture_(%) Number Impurities Jumlah_Material _(Metric Ton) Jumlah_Material _Reject_ (Metric_Ton) Penilaian_Free_ Fatty_Acid Skor_Free_Fatty _Acid Penilaian_Iodiu m_Value Skor_Iodium_Va lue Penilaian_Warna Skor_Warna Penilaian_Moist ure Skor_Moisture Penilaian_Kualia s_Material Skor_Kualias_M aterial Penilaian_Jumla h_Material Number Number Number
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Text Number Text Number Text Number Text Number Text Number Text
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15