You are on page 1of 19

Case Peritonitis et causa appendisitas perforasi

PEMBIMBING : Dr. Bayuadji spB DISUSUN OLEH : NAMA : Sofiuddin bin nordin NIM : 030.08.305

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 4 Juli 2010

STATUS MEDIK PASIEN RSUD KOJA

I.

Identitas

Nama Usia Jenis Kelamin Status Perkawinan Agama Pekerjaan Alamat Tanggal masuk RS

: Anak x : 14 tahun : laki-laki : bujang : Islam : mahaiswa : kampong samper : 2 juli 2012

II.

Autoanamnesis tanggal 2 juli 2012 pukul 11.00 pagi

Keluhan Utama

: Nyeri di seluruh lapang abdomen

Keluhan Tambahan

: Tidak bisa kencing, tidak bisa BAB,

RPS: Pasien mengeluh nyer perut 3 minggu yang lalu SMRS. Pada mulanya nyeri dibagian ulu hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke perut bahagian kanan bawah. Pasien dibawa oleh ibunya ke dukun di cirebon untuk mengobati nyeri perutnya. Dukun tersebut memberi obat pil dan melakukan urutan dibagian perut pasien. Setelah 1 minggu dibawa ke dukun, ternyata nyeri perut masih belom hilang, sekali lagi ibu pasien berobat ke pengobatan alternatif herba di cirebon dan diberi obat herbal. Nyeri perut pasien masih masih juga belom sembuh. Ibu pasien mengambil keputusan membawa pasien ke dokter dicirebon dan di diagnosis menderita peradangan usus buntu(appedisitis) dan disarankan oleh dokter untuk melakukan operasi. Setelah itu pasien pindah ke jakarta bersama ibunya. Seminggu sebelum ke RSUD koja nyeri perut semakin bertambah berat dan menyebar ke seluruh abdomen pasien. Pasien mengeluh tidak bisa BAB , kencing dan

kentut. Pasien tidak mual tapi pernah muntah sebanyak 3 kali dengan isinya makanan yang dimakan. Tidak ada batuk dan pasien mengeluh tubuhnya lemas. Setelah sampai di RSUD koja, dipasang kateter berukuran 13fr , keluar cairan putih sekitar 400cc.

RPD: Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya, penyakit lain disangkal

RPK: Tidak ada dalam keluarga pasien mengalami hal yang sama, riwayat penyakit keturunan disangkal

Riwayat Kebiasaan Kurang mengkomsumsi sayur sayuran pasien tidak meroko riwayat imunisasi tidak lengkap Alkohol (-)

III.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Kesan sakit: Berat, diinfus RL 20 tetes/ menit macrodrip pada tangan kanan Kesadaran: Compos Mentis

Tanda Vital: TD : 100/60 mmHg Suhu : 38C diukur di ketiak Nadi RR : 100x/menit : 20x/menit

Kepala: Bentuk : Normocephali

Rambut Mata

: Distribusi baik, hitam. : Pupil bulat isokor, Conjunctiva Anemis (+/+), Sclera Icterik (-/-), Reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+).

Wajah: Nyeri ketuk/tekan os frontalis dan maxilla (-) Perbesaran KGB submaxilla dan submental (-)

Hidung: Deviasi septum (-) Hiperemis mukosa (-) Secret (-)

Telinga: Normotia Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan mastoid (-) Serumen (-) Membrane tympani sulit terlihat. Mulut dan Tenggorokan: Bibir tidak pucat, kering, cyanosis. Gusi merah muda, tidak ada perdarahan. Gigi geligi lengkap. Lidah bersih, tidak ada papil atrofi, deviasi, tremor. Mukosa buccal merah muda, tidak ada perdarahan. Tonsil T1/T1 tenang. Uvula di tengah, tidak ada deviasi. Faring tidak hiperemis.

Leher: Perbesaran KGB cervicalis (-)

Trakhea lurus di tengah. Tidak ada perbesaran thyroid.

Thorax: Paru-Paru: Inspeksi :Simetris kedua thorax pada keadaan statis dan dinamis. Ginekomastia (-) Pelebaran vena (-) Spider nevi (-) Retraksi sela iga (-) Roseola (-) Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung: Inspeksi Palapasi Perkusi Auskultasi :Ictus cordis tidak terlihat. :Ictus cordis tidak teraba. : Tidak dinilai :S1,S2 regular. Murmur (-), Gallop (-). : Tidak dinilai : Tidak dinilai :Suara nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-).

Ekstremitas atas dan bawah: Kedua eksremitas atas berwarna coklat, berkeringat, tonus otot baik, kekuatan otot 5/5, perfusi hangat, oedema (-). Kedua eksremitas bawah berwarna coklat, berkeringat, tonus otot baik, kekuatan otot 5/5, perfusi hangat, oedema (-).

IV.

Status Lokalis ( Regio abdomen) : Tampak seluruh abdomen pasien cembung : defens muskuler(+), nyeri tekan dan lepas diseluruh abdomen pasien : tidak dilakukan : bising usus menurun 1x/menit

Inspeksi Palapasi Perkusi Auskultasi

Rectal toucher: Tonus sfingter ani : Baik Ampula Rekti Mukosa rektum Prostat : Tidak Kolaps : Licin, tidak berbenjol-benjol, massa (-) :Teraba tidak membesar teraba, sulcus medianus mendatar,

konsistensi kenyal, permukaan licin, nyeri tekan dijam 11 Sarung tangan : Feses +, Darah -, Lendir -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 20-7-12 Hematologi : Hb Lekosit Hematokrit Trombosit Masa pembekuan darah Masa pendarahan Gula darah sewaktu 10,7 13.600 32 458.000 13 04 90 Eletrolik Na k cl Tes widal S typhi o S paratyphi A O negative negative 134 3,24 1,03 134-146 3,4-4,5 96-108 Mmol/L Mmol/L Mmol/L 12.0 16.0 4.100 10.900 36 - 46 140.000 - 440.000 05-15 01-06 60-100 g/dl /uL % /uL menit menit Mg/dl Nilai Normal Satuan

S paratyhpi B O S parathypi C O

negative negative

Pemeriksaan penunjang Dilakukan foto BNO 3 posis

Distribusi udara normal Udara meningkat Free air

V.

Resume Anak x berusia 14 tahun datang dengan keluhan nyeri perut 3 minggu yang lalu SMRS. Pada mulanya nyeri dibagian ulu hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke perut bahagian kanan bawah. Setelah satu minggu nyer diulu hati berpindah ke abdomen bagian kanan bawah. Pernah berobat ke dukun dan alternatif malah nyeri perutnya semakin bertambah buruk dan pasien mengeluh nyeri diseluruh lapang abdomen. Setelah 3 minggu berobat, pasien dibawa ke RSUD koja. Pasien mengeluh tidak bisa BAB , kencing dan kentut. Pasien tidak mual tapi pernah muntah sebanyak 3 kali dengan isinya makanan yang dimakan. Tidak ada batuk

dan pasien mengeluh tubuhnya lemas. Setelah sampai di RSUD koja, dipasang kateter berukuran 13fr , keluar cairan putih sekitar 400cc dan berbau busuk. Pasien menyangkal pernah menderita penyakit sebelumnya dan tidak terdapat penyakit heriditer dalam keluarga pasien. Pasien sulit untuk makan sayur dan ibu pasien mengaku bahwa imunisasi pasien tidak lengkap. Pasa pemeriksaan tanda vital suhu tubuh pasien meningkat yaitu 38C , pada pemeriksaan fisik pada regio abdomen teraba perut pasien keras seperti papan, nyeri tekan dan lepas serta bising usus menurun. Pada pemeriksaan rectal toucher, terdapat nyeri tekan pada jam 11. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hb menurun dan lekositosis menandakan adanya infeksi Pada pemeriksaan BNO 3 posisi didapatkan distribusi udara normal tetapi meningkat dan terdapatnya free air

VI.

Diagnosis Kerja Peritonitis et causa appendisitis perforasi

VII.

Diagnosis Banding 1) Gastroenteritis 2) Demam dengue 3) Limfadenitis mesentrika

VIII. Pemeriksaan Anjuran Pemeriksaan urinalisa Ct scan

IX.

Pengobatan: NGT Kateter 13fr IVFD RL 20 tetes/menit Pelastin 2x1gr Ranitidin 2x 1 amp Metronidazole x 250 mg

X.

Prognosis Ad vitam: dubia ad bonam Ad fungsionam: dubia ad bonam Ad sanasionam: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix. Peradangan ini pada umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat appendix.(3,4,9) B. Anatomi Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing.(3) Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.(4,5) Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic.(3) Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior.(2) C. Fisiologi

Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis.(1,3,5) Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.(2,3) Etiologi Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.2 namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 1. Faktor sumbatan (obstruksi) Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.1 2. Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah

kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%. 3. Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.1 4. Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi D. Patofisiologi Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith. (3) Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kumankuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan

ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia. (1,3,6,7) Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi akut (2). Secara ringkas patofisiologi dari appendicitis dapat di simpulkan : Appendicitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia jaringan limpoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen appendix mengalami penyerapan air dan terbentuklah fechalit yang akhirnya sebagai penyebab sumbatan Sumbatan lumen appendix menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilicus dan epigastrium, nausea dan muntah. Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.Coli dan spesibakteriodes dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik. Ganggren dinding appendix disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding appendix akibat distensi lumen appendix. Bila tekanan intra lumen terus meningkat terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat E. Gejala Klinis Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (4,5,6,7): 1. Nyeri abdominal.

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. 2. Mual-muntah biasanya pada fase awal. 3. Nafsu makan menurun. 4. Obstipasi dan diare pada anak-anak. 5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum pana -

Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis diketahui setelah terjadi perforasi (1,2). F. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer (2,6). 2. Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:

- Nyeri tekan di Mc. Burney. - Nyeri lepas. - Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal (2,5,6). Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang (2,5,6). 3. Auskultasi Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata (2). Pemeriksaan Colok Dubur Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur (5). Tanda-Tanda Khusus 1. Psoas Sign Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif. Psoas sign (+) bila terasa nyeri di abdomen kanan bawah (5,6). 2. Rovsing Sign Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah (5,6). 3. Obturator Sign

Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah (5,6).

G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium - Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat (4,7). - Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis (4). 2. Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak (4). 3. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya (4). 4. Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.(4) 5. CT-Scan Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.(4,5) 6. Laparoscopi Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.(4) H. Diagnosis Banding 1. Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendicitis.(2) 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual dan muntah. (2) 3. Peradangan pelvis Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendix. Radang kedua oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau

adnecitis.Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dannyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. (2,3) 4. Kehamilan Ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. (2) 5. Diverticulitis Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendicitis. (3)

6. Batu Ureter atau Batu Ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalarr ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memestikan penyakit tersebut. (2) I. Penatalaksanaan Bila diagnosis appendicitis akut telah ditegakkan, maka harus segera dilakukan appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi dalam waktu <>(1,5,7)

Appendectomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara terbuka dan laparoscopi. Dengan cara terbuka dilakukan insisi di abdomen kanan bawah kemudian ahli bedah mengeksplorasi dan mencari appendix yang meradang.Setelah itu dilakukan pengangkatan appendix, dan abdomen ditutup kembali. Tindakan laparoscopi merupakan suatu tehnik baru untuk mengangkat appendix dengan menggunakan lapariscop.Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada appendicitis perforata.(1,2,3,4) J. Prognosis Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik. (8) Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonalis setelah ganggren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia

You might also like