You are on page 1of 32

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Tujuan Percobaan Praktikan Untuk mengetahui dan dapat melakukan suatu analisa senyawa dengan menggunakan spektrofotometer infra merah sehingga diketahui gugus gugus fungsional dari senyawa tersebut. 1.2 Prinsip Percobaan Spektro infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat sifat bahan, dimana struktur zat yang diuji dapat diamati pada spektrogram panjang gelombang vs transmittansi yang sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul. Spektrogram zat yang diuji disbandingkan dengan spectrogram dari bahan yang sudah diketahui spektranya. 1.3 1.3.1 Landasan Teori Uji Aktivitas Reduksi asam palmitat yang termasuk golongan asam karboksilat menjadi Alcohol dengan agen pereduksi LiAlH Pendahuluan Reduksi asam palmitat yang termasuk golongan asam karboksilat menjadi alkohol yakni setil alkohol cenderung sulit dan membutuhkan agen pereduksi yang sangat kuat seperti LiAlH4. Namun tingginya kereaktifan LiAlH4 ini menyebabkan perlakuan dalam penggunaannya sulit serta

memiliki keterbatasan seperti membutuhkan pelarut anhidrat dan mahal. Di sisi lain, NaBH4 merupakan agen pereduksi yang baik, tidak mahal dan aman dalam penggunaannya, tetapi NaBH4 karboksilat serta kurang mampu mereduksi asam

derivatnya (Saeed, A., 2006). Untuk memperluas

penggunaan NaBH4, kereakfitannya dapat ditingkatan dengan beberapa zat tambahan seperti ZnCl2 menghasilkan Zn(BH4)2 (Narasimhan, S., 1998) dan juga dengan penambahan asam lewis seperti dimetil sulfat, boron trifluorida dan trifenil borat. Namun pada penelitian ini akan digunakan NaBH4/BF3.Et2O untuk mereduksi asam palmitat, sistem dimana sistem

NaBH4/BF3.Et2O akan menghasilkan boran sebagai reduktor yang sangat baik, misalnya dalam mereduksi asam karboksilat aromatik dan derivatnya menjadi alkohol secara langsung (Cho, S., et al., 2004). Selain itu, persen produk reduksi asam karboksilat dengan penambahan boron trifuorida lebih tinggi dibandingkan penambahan asam lewis lainnya (Cho, B.T., 1982). Sedangkan preparasi Zn(BH4) untuk mereduksi asam palmitat

menjadi setil alkohol membutuhkan waktu lama (72 jam). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan sistem NaBH4/BF3.Et2O guna mereduksi asam palmitat yang termasuk asam karboksilat rantai panjang untuk menghasilkan setil alkohol. Setil alkohol merupakan salah satu senyawa golongan alkohol rantai panjang atau sering disebut fatty alcohol karena diperoleh dari turunan asam lemak. Togashi, N., et. al., 2007 melaporkan bahwa beberapa fatty alcohol dengan rantai karbon lebih dari 17 memiliki aktivitas antibakteri terhadap Stappylococcus aureus. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai sifat antibakteri yang mungkin dimiliki setil alkohol (C16) sebagai zat antara dalam sintesis cetyl pyridinium chlorie, suatu agen antibakteri, terhadap Stappylococcus aureus dan Escherichia coli. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan asam palmitat yang termasuk hidrokarbon rantai panjang (C16) juga dapat direduksi menjadi setil alkohol dengan menggunakan sistem NaBH4/BF3.Et2O dan produk yang diperoleh diuji aktifitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif). Bahan dan Cara Kerja

Alat. Seperangkat alat refluks, labu leher tiga, corong penambah, penangas listrik, termometer, pengaduk magnetik, gelas beker, pengaduk gelas, erlemeyer, kaca arloji, tabung reaksi, labu ukur, botol vial, timbangan analit, kertas saring, kertas aluminium foil, corong kaca, corong pisah, pipet tetes, autoklaf, inkubator, kawat ose, petridis, spiritus, jangka sorong dan spektrofotometri FTIR. Bahan. Asam palmitat p.a, NaBH4 toko-toko bahan kimia, yang diperoleh Staphylococcus UNDIP. Cara Kerja 1. Reduksi Asam Palmitat Kedalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet, corong penetes, pendingin bola dan tabung berisi silika, dimasukkan 2 gram asam palmitat ditambahkan ke dalam NaBH4 1,1369 gram setelah masingmasing dilarutkan dalam 20 mL THF. Larutan BF3.Et2O sebanyak 4 mL dalam THF ditambahkan perlahan-lahan ke dalam larutan NaBH4 dan asam karboksilat (asam palmitat) dalam THF pada temperatur kamar dan kondisiinert dengan mengalirkan gas N2. Campuran diaduk terus menerus dengan magnetig stirer selama 60 jam. Kemudian campuran reaksi ditambahkan H2SO4 2M sebanyak 4 mL dalam THF. Selanjutnya ditambah NaOH 2M sebanyak 8 mL. Setelah 10 menit, THF dibuang dengan rotary evaporator. Produk yang telah mengental ditambahkan 25 mL diklorometan dan dilakukan pengadukan selama 1 jam. Lapisan organik dipisahkan dan dievaporasi untuk memperoleh produk bebas pelarut. aureus nutrien Broth p.a., THF p.a., BF3.Et2O p.a., (NB) Biologi dan nutrien Agar (NA) bakteri

diklorometan p.a., kloroform teknis dan akuades yang dapat diperoleh dari dari laboratorium FMIPA UNDIP,

yang diperoleh dari laboratorium Biokimia FMIPA

UNDIP dan Escherichia coli yang diperoleh dari laboratorium Biologi FMIPA

2. Analisis Produk Reduksi Hasil sintesis dianalisa titik leburnya dan diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometri FT-IR. Kemudian spektra yang dihasilkan dibandingkan dengan spektra asam palmitat dan spektra setil alkohol dari literatur. 3. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi a. Sterilisasi alat dan bahan Cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, penjepit, spatula, sprider, kertas saring, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan seluruh alat dan bahan (kecuali setil alkohol) yang akan digunakan disterilisasi di dalam autoklaf setelah sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas (Pelczar,2005). b. Pembuatan stok kultur murni dan suspensi bakteri uji Sebelum dipakai dalam uji antibakteri, bakteri S. aureus dan E. coli yang akan dipakai harus diregenerasi terlebih dahulu ( umur 24 48 jam). Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat biakan agar miring yaitu menggoreskan biakan dari stok bakteri ke media Nutrient Agar (NA) miring yang masih baru. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Biakan tersebut

merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan pada suhu 4 5 o C. Dari biakan tersebut diambil satu ose untuk setiap bakteri uji ( S. aureus dan E. coli) dan diinokulasikan ke dalam 100 mL Nutrient Broth (NB) steril pada erlemeyer ukuran 250 mL. Selanjutnya erlemeyer tersebut diinkubasi di dalam inkubator bergoyang (shaker) dengan kecepatan 150 rpm. c. Pengujian Aktivitas Antibakteri Satu mililiter suspensi S. aureus dan E. coli yang telah dibuat tadi diinokulasikan pada 15 mL medium NA cair (pour plate) kemudian diratakan dandibiarkan memadat. Cakram kertas steril dengan diameter 0,6 cm dicelupkan kedalam larutan setil alkohol hasil sintesis selama 2 detik.

Setelah itu cakram diangkat dan dilewatkan di atas lampu spiritus, kemudian diletakkan di atas permukaan medium NA yang telah diinokulasi dengan suspensi bakteri. Tiap cawan petri yang berisi 3 5 buah cakram kertas dari konsentrasi setil alkohol yang sama, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 o C. (Brooks, et al, 2001; Nester, et al., 1982 ; Pelczar, 1988).

d. Parameter Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat (mm) dari masing-masing perlakuan, pengukuran dilakukan dengan penggaris. (Pelczar, 1988). e. Rancanganpercobaan Rancangan dasar penelitian ini adalah RAL faktorial. Faktor yang dicoba pada penelitian ini adalah konsentrasi setil alkohol 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% (b/v) dan macam bakteri yang digunakan S. areus (B1) dan E. Coli (B2). Semua perlakuan dilakukan 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf signifikan 5% dan 1%. Hasil dan Pembahasan 1. Reduksi Asam Palmitat Penelitian reduksi asam palmitat dilakukan dengan menggunakan sistem NaBH4/ BF3.Et2O. Menurut Cho, S., 2004, perlakuan sodium borohydride dengan boron trifluoride etherate akan menghasilkan boran. Boran inilah yang akan mereduksi asam palmitat menjadi setil alkohol. 3 NaBH4 + 4 BF3 2 B2H6 + 3 NaBF4 ...................... (1) Gas diboran tersebut akan terdisosiasi menjadi monomernya (BH3) dalam

pelarut THF

(Tetrahydrofuran), dimana

boran

yang

terbentuk

akan

terstabilkan oleh oksigen dalam sistem THF. B2H6 + 2 C4H8O Boran dengan tiga 2 BH3:OC4H8 .................................. (2) buah hidridanya tahap. Tahap akan pertama mereduksi asam palmitat adalah pembentukan melalui beberapa tiap molekul boran.

triacyloxyborane dengan penambahan 3 ekuivalen dari asam karboksilat untuk

NaBH4 + 2 H2O

NaBO2 + 4 H2

Langkah selanjutnya adalah pemurnian dan ekstraksi. Pelarut THF dipisahkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh produk yang pekat. Produk ini diekstraksi dengan diklorometan dan akan terbentuk dua lapisan, yaitu fasa air dan fasa organik. Kemudian, fasa organik dipisahkan lalu dievaporasi dengan rotary evaporator sehingga senyawa yang dihasilkan sudah terbebas dari zat-zat pengotor. Padatan yang terbentuk dikeringkan dalam desikator. Kemudian ditimbang, ditentukan titik lelehnya, dan dianalisis dengan spektrofotometer FTIR. Hasil reaksi yang didapatkan berupa padatan putih seperti lilin dengan rendemen sebesar 77,51 % dengan titik leleh 50 C sedangkan asam palmitat sebagai bahan awal memiliki titik leleh 62 C. Hal ini menunjukkan bahwa bahan awal asam palmitat telah berubah atau menghasilkan senyawa baru. Berdasarkan Budavari (1989) titik leleh setil alkohol sebesar 49 C, hal ini membuktikan bahwa produk yang diperoleh kemungkinan besar adalah setil alkohol. Analisis lebih lanjut dilakukan dengan spektrofotometer FT-IR

untukmengetahui gugus-gugus fungsi yang ada pada senyawa produk (senyawa setil alkohol), kemudian dibandingkan dengan spektra asam palmitat (material start) dan spektra setil alkohol dari literatur. Ketiga spektra dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.Dari spektra produk yang dihasilkan terdapat serapan lebar kuat -1 pada3443,15 cm yang menunjukkan adanya gugus hidroksil. Serapan pada

-1 -1 daerah2919,06 cm dan 2850,99 cm menunjukkan adanya gugus alkil Csp3-H -1 diperkuat dengan serapan di daerah 743,91 cm -1 dan 723,26 cm

menunjukkan senyawamengandung rantai alkil yang panjang. Serapan pada -1 panjang gelombang1111,91cm berasal dari gugus CO. Sedangkan

-1 serapan pada panjang gelombang 1701,57 cm yang menunjukkan masih adanya gugus karbonil(C=O). Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih adanya asam palmitat yang belum tereduksi.

Bila dibandingkan dengan spektra FT-IR produk sintesis terlihat jelas bahwa material start asam palmitat telah berubah menjadi setil alkohol. Hal ini -1 jelas terlihat pada serapan disekitar 3000 cm dimana serapan produk setil alkohol lebih tajam dan melebar dibanding asam palmitat. Selain itu, pada spektra setil alkohol terlihat serapan gugus karbonil (C=O) pada panjang gelombang 1701,57 -1 cm yang lebih rendah dibandingkan serapan C=O pada spektra asam palmitat di -1 sekitar 1705,07 cm . Hal ini menunjukkan bahwa produk setil alkohol telah terbentuk meskipun masih mengandung asam palmitat atau belum benar-benar murni. Oleh karena itu dapat disimpullkan bahwa asam palmitat telah berhasil direduksi menjadi setil alkohol dalam sistem NaBH4/ BF3.Et2O. 2. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi Uji ini dilakukan dengan variasi konsentrasi produk reduksi (setil alkohol) 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% (b/v) dalam pelarut kloroform. Dalam uji antibakteri ini, digunakan metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas. Metode ini digunakan karena cukup sederhana dan efektif untuk mengetahui aktifitas antibakteri suatu sampel (Brooks et al., 2001). Cakram kertas yang digunakan memiliki diameter 0,6 cm.Larutan digunakan sebagai pelarut klorofor produk reduksi tersebut (setil alkohol), tetapi

ternyata kloroform memberikan hambatan, sehingga lebar zona hambat untuk produk dihitung dengan mengurangi lebar zona hambat larutan dengan lebar zona

Data diameter zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis dengan uji ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan analisa sidik ragam (ANOVA), pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli terhadap perlakuan jenis bakteri menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (F hitung > F Tabel; = 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol) memiliki aktifitas antibakteri yang berbeda terhadap pertumbuhan kedua bakteri. Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi dan interaksi antara perlakuan bakteri dan = 0,05). Uji lanjut Duncan terhadap hasil pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol) mempunyai aktivitas yang berbeda terhadap bakteri uji ( Beda riil > Beda baku JNTD 0,01). Perbedaan reaksi bakteri uji terhadap senyawa setil alkohol (produk reduksi) disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dinding sel pada kedua bakteri uji. Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki struktur dinding sel yang relatif sederhana dibandingkan dengan bakteri gram negatif (Bibiana, 1992). lapisan luar yang berupa 1988). Struktur dinding sel bakteri gram positif yang lebih sederhana tersebut memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sedangkan dinding sel yang kompleks menimbulkan hambatan bagi senyawa bioaktif seperti alkohol E. coli adalah bakteri gram negatif yang lipoprotein, lapisan tengah yang berupa memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu peptidoglikan yang tebal dan lapisan dalam lipopolisakarida (Pelczar, macam konsentrasi, jenis masing-masing

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel;

untuk menembus membran sel bakteri, sehingga E. coli kurang peka terhadap senyawa bioaktif tersebut, hal ini dapat dilihat dari perbedaan lebar zona hambat antara bakteri S. aureus dan E. coli. Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; = 0,05). Hal ini kemungkinan produk reduksi asam palmitat ini belum benar-benar murni seperti yang digambarkan pada spektra FT-IR produk reduksi di atas. Selain itu juga, kemungkinan konsentrasi uji yang dilakukan kurang tinggi, sehingga potensi antibakteri yang dimiliki setil alkohol (produk reduksi) belum optimal. Namun, dari grafik hubungan diameter zona hambat dan konsentrasi (gambar 3), terlihat jelas aktivitas tertinggi dari konsentrasi setil alkohol yang diujikan adalah pada konsentrasi 10% untuk S. aureus dengan lebar zona hambat sebesar 2,33 mm, sedangkan untuk E. coli pada konsentrasi 6% dengan lebar zona hambat sebesar 1,167mm tidak jauh beda pada konsentrasi 10% dengan lebar zona hambat 1,00 mm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena optimum yang dapat menghambat pertumbuhan E.coli. konsentrasi yang diujikan untuk E.coli masih kurang optimal untuk mengetahui konsentrasi

1.3.1. Spektrophotometry Dari uraian diatas, maka pada penelitian ini ingin diketahui kadar kalsium yang terdapat pada susu sapi murni dan susu sapi segar di pasaran secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), dengan alasan bahwa dengan metode ini memiliki keuntungan antara lain: cepat, spesifik untuk setiap unsur tanpa dilakukan pemisahan, dapat mengukur kadar logam dalam jumlah kecil dan tidak begitu banyak bahan yang digunakan. Osteoporosis (kerapuhan tulang) menyebabkan hampir dua juta kasus patah tulang pinggul setiap tahunnya di seluruh dunia. Osteoporosis terjadi akibat

berkurangnya massa tulang yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalsium di dalam tulang. Patah tulang akibat osteoporosis telah menjadi suatu ancaman serius karena kebanyakan pasien tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Konsentrasi total arsenik dalam makanan yang berbeda dari Spanyol selatan-timur ditentukan oleh hidrida generasi spektrometri serapan atom. Mineralisasi dilakukan dengan campuran HNO3-HClO4 dalam sebuah bak pasir thermostated. Penentuan Arsen dilakukan dengan metode penambahan standar. Analisis NIST dan bahan CBR-CEC referensi menunjukkan keandalan dan akurasi teknik ini. Tingkat arsenik tertinggi ditemukan dalam makanan laut, sereal, daging dan daging dengan produk. Dalam daging dan daging oleh-produk, total arsenik diukur dalam daging jauh lebih tinggi dari yang di sosis (p <0,05). Dalam sereal, konsentrasi arsen dalam jagung dan nasi putih sampel secara signifikan lebih tinggi (p <0,01) dibandingkan diukur dalam gandum oleh produk. Rata-rata konsentrasi arsen dalam keju secara statistik lebih rendah daripada di produk susu lainnya (p <0,01). Data baru telah disediakan di kandungan arsen total berbagai makanan di Spanyol, yang penting untuk membuat paparan perkiraan. Asupan harian perkiraan total arsenik diet Spanyol adalah 221 g Sebagai 1 hari. Pengantar Arsenik adalah logam yang terjadi di tingkat ultratrace, untuk yang berfungsi biokimia spesifik belum sepenuhnya telah didefinisikan dengan baik. Bukti menunjukkan yang kekurangan makanan di beberapa model binatang hasil dalam fungsi biologis suboptimal yang dicegah atau terbalik oleh asupan fisiologis jumlah elemen. Ia telah mengemukakan bahwa logam ini dapat memainkan peran penting dalam manusia karena penurunan konsentrasi serum arsen telah berkorelasi dengan cedera dari pusat penyakit sistem saraf, vaskuler dan kanker (Nielsen 1999). Di sisi lain, beberapa studi menunjukkan potensi unsur jejak ini untuk mendorong kulit lesi ketika individu yang terkena arsen tinggi konten dari air (Smith et al 2000.) atau

nonmelanoma karsinoma kulit bagi individu yang terpapar ke tinggi tingkat arsen lingkungan sebagai akibat pembangkit listrik tenaga batu-pembakaran (Pesch et al. 2002). Karena mekanisme ada untuk pengaturan homeostatik arsenik, racun melalui asupan oral relatif rendah. Beracun jumlah arsen anorganik umumnya dilaporkan dalam miligram (Nielsen 1999), biasanya ditemukan di wilayah geografis yang terkontaminasi terutama di perairan mana bentuk-bentuk anorganik dari trace elemen yang dominan (Smith et al 2000, Del Razo et al.. 2002). Namun, paparan arsenik telah terkait munculnya beberapa jenis kanker (Pesch et al. 2002). Baru-baru ini, sebuah laporan mengenai penilaian risiko kanker yang berhubungan dengan konsumsi tiram menyebabkan kepanikan di kalangan konsumen di Taiwan, menghasilkan efek signifikan pada industri terkait (Guo 2002). Kandungan arsen jaringan dan cairan secara signifikan dipengaruhi oleh asupan arsen, spesies hewan dan organ, dan diperkirakan usia yang individu bisa juga menjadi faktor lain yang penting (Anke 1986).

Untuk estimasi dari asupan total arsenik manusia, kontribusi masingmasing kelompok makanan harus dipertimbangkan. Di antara makanan secara keseluruhan juga baik diketahui bahwa ikan mengandung jumlah tinggi arsenik senyawa, yang terutama diwakili oleh organik arsenik senyawa, terutama oleh arsenobetaine. Secara umum diasumsikan bahwa arsenobetaine dengan cepat dieliminasi melalui urin dan Oleh karena itu tampaknya tidak beracun bagi manusia, meskipun kinetika senyawa ini dalam darah manusia masih tidak diketahui (Lehmann et al 2001.). Daging dan daging oleh-produk, sayuran dan produk susu biasanya memberikan kontribusi lebih rendah jumlah asupan total arsenik. Konsumsi arsen orang dewasa bervariasi tergantung pola diet mereka. Jadi, orang dewasa dari Jepang, negara konsumen ikan yang tinggi, mengkonsumsi sekitar 161-329 mg hari. Sedangkan di negara lain di mana nilai terutama bahan makanan yang dimakan terestrial jangkauan 4-84 mg hari. Secara umum, telah diamati bahwa asupan makanan sehari-hari total arsenik langsung berkorelasi dengan seafood konsumsi. Telah diketahui bahwa bahkan asupan berkepanjangan rendah konsentrasi arsen dapat menyebabkan serius beracun efek untuk muncul (Concon 1988). Akibatnya, perhatian dalam menganalisis tingkat arsen total dalam bahan makanan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam penilaian status arsen diet dalam penduduk, diperlukan beberapa langkah: (1) pengukuran konsumsi makanan untuk penduduk, (2) analisis makanan pokok setempat dari yang asupan arsenik dapat ditentukan dan 3) perbandingan dari konsumsi elemen dengan tingkat maksimum diperbolehkan dalam rangka untuk menentukan risiko toksikologi terkait dengan konsumsi tinggi dari jejak elemen dalam diet. Dalam penelitian ini, evaluasi arsenik makanan yang dikonsumsi dalam makanan sehari-hari di penduduk dari Spanyol selatan-timur

dan yang terkait resiko toksikologi dianggap. Pengukuran dari tingkat arsen total 148 sampel makanan yang paling umumnya dikonsumsi dan diproduksi di selatan-timur Spanyol, yaitu Motril, sebuah kota pesisir, generasi hidrida menggunakan spektrometri serapan atom (HGAAS). Akurasi dan presisi dari Metode sebelumnya dilakukan untuk memeriksa kesesuaian teknik analisis dalam makanan yang berbeda kelompok dipertimbangkan untuk penentuan total arsenik. Selanjutnya, kontribusi makanan ini ke asupan makanan total arsenik total dievaluasi. Oleh karena itu, makanan yang diidentifikasi sebagai bertindak sebagai penting sumber arsen dalam makanan individu. 1.3.2. Spectrophotometer Infra Red Fourier Mengubah Bentuk Inframerah (FTIR) spektroskopi mengijinkan analisa dari satu relevan jumlah dari compositional dan informasi struktural mengenai contoh-contoh lingkungan (Kgel-Knaber, 2000) dan baru-baru ini, penggunaan hubungkan nya dengan 2DCORR sudah meningkatkan capaian dari ini teknik di dalam studi-studi dari kompleks sistem lingkungan (Noda dan Ozaki, 2005). Sesungguhnya, 2D analisa korelasi adalah satu metoda untuk mengkhayal hubungan-hubungan dinamis di antara variabel-variabel di dalam multivariate data menyimpan menerapkan fungsi korelasi-silang kompleks. Ini pendekatan mengijinkan untuk mengidentifikasi fitur spektral yang ubah di dalam tahap (yaitu. secara linier dihubungkan antar mereka) dan tak sefase (secara parsial atau sama sekali tidak menghubungkan antar mereka). Di dalam lebih banyak detil, bila kita menguji satu kompleks sistem lingkungan selama dinamisnya (yaitu. ruang atau sementara) evolusi oleh FITR spectra dan sebagai tambahan, kita penggunaan 2DCORR untuk memeriksa kembali mereka, kita dapat menandai sistem yang menjelaskan aspek spesifik molekular mekanisme-mekanisme melibatkan di dalam evolusi dinamis sistem lingkungan untuk dipelajari. Studi hubungan-hubungan antar variabel-variabel adalah bidang panjang gelombang panjang gelombang (WW) 2DCORR selagi(sedang studi hubungan-hubungan antar contoh-contoh adalah bidang samplesample (S) 2DCORR (aic et al.,

2001). Di catatan/kertas ini, kita melaporkan penggunaan hubungkan dari FTIR spektroskopi dan 2DCORR diberlakukan bagi dua studi-studi lingkungan spesifik. Kasus pertama dari studi dihubungkan dengan identifikasi jalan kecil pengumpulan dari HS mencicip disadap dari sedimen-sedimen angkatan laut; kasus dari yang kedua studi dihubungkan dengan perbandingan modifikasimodifikasi molekular disebabkan oleh tindakan-tindakan pengotor-pengotor berbeda di ganggang angkatan laut Dunaliella tertiolecta menggunakan sebagai biomarker dari kualitas lingkungan. FTIR spektroskopi dan 2D analisa korelasi di dalam studi pengumpulan mekanisme-mekanisme dari HS FTIR spektroskopi dari ultra menyaring subfractions HS bukti-bukti contoh-contoh relevan perubahan-perubahan dari konsentrasi-konsentrasi lipid berkenaan dengan protein-protein dan karbohidratkarbohidrat sepanjang evolusi proses pengumpulan (Gambar 1). Sesungguhnya, lipid-lipid adalah penting di dalam kumpulan-kumpulan dengan mw lebih rendah dari 1 kDa, hampir sepele di dalam pecahan-pecahan dengan mw lebih tinggi dibanding 1 kDa dan lebih rendah dari 5 kDa dan penting lagi di dalam pecahanpecahan dengan mw lebih tinggi dibanding 5 kDa. Protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat menunjukkan karakteristik-karakteristik berbeda sebab mereka adalah komponen-komponen penting sub-fractions materi organik. Hasil ini bisa adalah mungkin tergantung pada penautan silang (yaitu. formasi misel) peran yang dimainkan oleh lipid-lipid sepanjang proses pengumpulan dari HS. Peran penautan silang adalah berbeda dari peran yang dimainkan oleh proteinprotein dan karbohidrat-karbohidrat, yang didasarkan sebagai ganti(nya) di pengumpulan diri mereka dan polymerisations karakteristik-karakteristik dan di interaksi-interaksi spesifik mereka dengan logam umum unsur-unsur lingkungan angkatan laut seperti Ca dan Mg notulen. 2DCORR mendukung hasil-hasil yang diperoleh oleh FTIR spektroskopi dan sebagai tambahan, mengijinkan sebagian orang pengertian yang mendalam spesifik di dalam struktur dari kumpulankumpulan ini dari materi organik. 2DCORR WW spektroskopi mengungkapkan bahwa protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat sudah relevan kontribusi-

kontribusi sampai semua langkah-langkah proses pengumpulan (Gambar 2) juga atas pertolongan interaksi-interaksi spesifik antar mereka. Interaksi-interaksi ini antar[a] protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat di dalam pembentukan EHS kumpulan-kumpulan dapat bertukar-tukar antar sedimen berbeda mencicip tetapi adalah setidak-tidaknya selalu masa kini seperti yang ditunjukkan oleh autopeaks pada 3400, 1650 dan 1150 cm-1 (Gambar 2, alur cerita benar), khas puncakpuncak dari campuran-campuran ini. crosspeaks pada 3400 v 1650, dan 3400 v 1150 cm-1 adalah bukti interaksi-interaksi (kutub dan reaksi kondensasi) antar[a] biomolekul-biomolekul ini. sebaliknya, Campuran-campuran lipid seperti zat asam yang mengandung gemuk ester-ester dan zat asam yang mengandung gemuk, tidak menunjukkan interaksi-interaksi dengan protein-protein dan karbohidrat-karbohidrat sebab kehadiran mereka di dalam berbeda H pecahanpecahan adalah tidak pernah dihubungkan dengan kehadiran kandungan protein dan karbohidrat mencicip. Ini temuan mendukung hipotesis peran penautan silang yang dimainkan oleh lipid-lipid sepanjang proses pengumpulan, telah evidenced dengan spektroskopi FTIR konvensional (Gambar 1) (Mecozzi dan Pietrantonio, 2006). Crosspeaks dari spectra tak serempak (Gambar 3) pada 3400 v 1150, 3400 v 1150, 3400 v 2850, 1650 v 1150 cm-1 menunjukkan kompleksitas interaksi kimiawi antar karbohidrat-karbohidrat, protein-protein dan lipid-lipid yang terjadi dengan satu komponen tak sefase. Sebagai tambahan, yang dicatat bahwa haruslah di dalam spectra 2DCORR yang ditinggalkan dari Gambar 3 ada crosspeaks unik pada 3400 v 2850 cm-1 (yaitu. panah yang dihancurkan) yang dihubungkan dengan interaksi lipid karbohidrat. Ini apakah konfirmasi peran berbeda yang dimainkan oleh kelas ini dari biomolekul-biomolekul di dalam pengumpulan proses dari HS yang dibedakan berkenaan dengan protein-protein dan karbohidratkarbohidrat. 2DCORR S spektroskopi (Gambar 4) ditetapkan bukti-bukti umum yang diperoleh oleh 2D WW spektroskopi dan lebih dari itu, memberi bukti bahwa pembentukan EHS kumpulan-kumpulan adalah di dalam manapun kasus satu proses-proses pengumpulan dimana proses kompleks adalah di dalam keseimbangan kimia dengan proses-proses penurunan(pangkat,derajad). Hasil-

hasil ini memufakati mereka yang studi-studi lain mengenai mekanismemekanisme pengumpulan dari HS (Ishiwatari, 1992; Verdugo et al., 2004).

BAB II

PROSEDUR KERJA 2.1. Alat dan Bahan A. Alat Yang Digunakan. Seperangkat alat refluks labu leher tiga corong penambah penangas listrik termometer pengaduk magnetik gelas beker pengaduk gelas erlemeyer kaca arloji tabung reaksi labu ukur botol vial timbangan analit kertas saring aluminium foil corong kaca corong pisah pipet tetes autoklaf inkubator, kawat ose petridis,

piritus, jangka sorong

B. Bahan Yang Digunakan Asam palmitat p.a, NaBH4 p.a., THF p.a., BF3.Et2O p.a., diklorometan p.a., kloroform teknis dan akuades yang dapat diperoleh dari tokotoko bahan kimia, nutrien Broth (NB) dan nutrien Agar (NA) yang diperoleh dari laboratorium Biologi FMIPA UNDIP , bakteri Staphylococcus aureus

2.2

Prosedur Kerja Standarisasi Alat/ Kalibrasi Alat Hidupkan power selama 15 menit. 1. Atur posisi pena / pencatat recorder pada posisi 4000 nm. 2. Panjang gelombang ditempatkan pada posisi 4000 nm 3. Tempatkan sample / kalibrasi pada tempatnya. 4. Kecepatan kertas 12 menit setiap pekerjaan 5. Tekan tombol pena posisi 4000 nm 6. Tekan scanning Jurnal : 1. Palmitat Kedalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet, corong penetes, pendingin bola dan tabung berisi silika, dimasukkan 2 gram asam palmitat ditambahkan ke dalam NaBH4 1,1369 gram setelah masingmasing dilarutkan dalam 20 mL THF. Larutan BF3.Et2O sebanyak 4 mL dalam THF ditambahkan perlahan-lahan ke dalam larutan NaBH4 dan asam karboksilat (asam palmitat) dalam THF pada temperatur kondisi inert kamar dan dengan mengalirkan gas N2. Campuran diaduk terus Reduksi Asam

menerus dengan magnetig stirer selama 60 jam. Kemudian campuran reaksi ditambahkan H2SO4 2M sebanyak 4 mL dalam THF. Selanjutnya ditambah NaOH 2M sebanyak 8 mL. Setelah 10 menit, THF dibuang dengan rotary evaporator. Produk yang telah mengental ditambahkan 25 mL diklorometan dan dilakukan pengadukan selama 1 jam. Lapisan organik dipisahkan dan dievaporasi untuk memperoleh produk bebas pelarut. 2. Analisis Produk

Reduksi Hasil sintesis dianalisa titik leburnya dan diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometri FT-IR. Kemudian spektra yang dihasilkan dibandingkan dengan spektra asam palmitat dan spektra setil alkohol dari literatur. 3. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi a. Sterilisasi alat dan bahan Cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, penjepit, spatula, sprider, kertas saring, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), dan seluruh alat dan bahan (kecuali setil alkohol) yang akan digunakan disterilisasi di dalam autoklaf setelah sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas (Pelczar,2005). b. Pembuatan stok kultur murni dan suspensi bakteri uji Sebelum dipakai dalam uji antibakteri, bakteri S. aureus dan E. coli yang akan dipakai harus diregenerasi terlebih dahulu ( umur 24 48 jam). Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat biakan agar miring yaitu menggoreskan biakan dari stok bakteri ke media Nutrient Agar (NA) miring yang masih baru. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Biakan tersebut

merupakan aktivitas awal dari stok bakteri yang telah disimpan pada suhu 4 5 o C. Dari biakan tersebut diambil satu ose untuk setiap bakteri uji ( S. aureus dan E. coli) dan diinokulasikan ke dalam 100 mL Nutrient Broth (NB) steril pada erlemeyer ukuran 250 mL. Selanjutnya erlemeyer tersebut diinkubasi di dalam inkubator bergoyang (shaker) dengan kecepatan 150 rpm. c. Pengujian Aktivitas Antibakteri Satu mililiter suspensi S. aureus dan E. coli yang telah dibuat tadi, diinokulasikan pada 15 mL medium NA cair (pour plate) kemudian

diratakan dan dibiarkan memadat. Cakram kertas steril dengan diameter 0,6 cm dicelupkan ke dalam larutan setil alkohol hasil sintesis selama 2 detik. Setelah itu cakram diangkat dan dilewatkan di atas lampu spiritus, kemudian diletakkan di atas permukaan medium NA yang telah diinokulasi dengan suspensi bakteri. Tiap cawan petri yang berisi 3 5 buah cakram kertas dari konsentrasi setil alkohol yang sama, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 o C. (Brooks, et al, 2001; Nester, et al., 1982 ; Pelczar, 1988).

e. Rancangan percobaan Rancangan dasar penelitian ini adalah RAL faktorial. Faktor yang dicoba pada penelitian ini adalah konsentrasi setil alkohol 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% (b/v) dan macam bakteri yang digunakan S. areus (B1) dan E. Coli (B2). Semua perlakuan dilakukan 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf signifikan 5% dan 1%.

BAB III GAMBAR RANGKAIAN 3.1 Gambar Peralatan

(Spectrophotometer infra red)

3.2. Gambar Rangkaian

BAB IV DATA PENGAMATAN

BAB V PENGOLAHAN DATA Ruduksi Asam Palmitat Penelitian reduksi asam palmitat dilakukan dengan menggunakan sistem NaBH4/ BF3.Et2O. Menurut Cho, S., 2004, perlakuan sodium borohydride dengan boron trifluoride etherate akan menghasilkan boran. Boran inilah yang akan mereduksi asam palmitat menjadi setil alkohol. 3 NaBH4 + 4 BF3 ......................(1) Gas diboran tersebut akan terdisosiasi menjadi monomernya (BH3) dalam pelarut THF (Tetrahydrofuran), dimana boran yang terbentuk akan terstabilkan oleh oksigen dalam sistem THF. B2H6 + 2 C4H8O ..................................(2) Boran dengan tiga buah tahap. hidridanya Tahap akan pertama mereduksi asam adalah palmitat melalui beberapa tiap molekul boran. Tahap kedua adalah pembentukan trialkoxyboroxine dengan penambahan 2 akuivalen dari boran, sehingga akan menyempurnakan reduksi asam karboksilat tersebut. Tahap ketiga adalah hidrolisis, alkohol akan dibebaskan, sedangkan boron berada dalam bentuk asam borat. Selain itu, penambahan air bertujuan untuk menghilangkan NaBH4 yang masih tersisa. Larutan NaBH4 jika bereaksi dengan air akan terdekomposisi pembentukan 2 BH3:OC4H8 2 B2H6 + 3 NaBF4

triacyloxyborane dengan penambahan 3 ekuivalen dari asam karboksilat untuk

membentuk boraks dan gas H2. NaBH4 NaBO2 + 4H2 + 2 H2O

Langkah

selanjutnya

adalah

pemurnian

dan

ekstraksi.

Pelarut

THF

dipisahkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh produk yang pekat. Produk ini diekstraksi dengan diklorometan dan akan terbentuk dua lapisan, yaitu fasa air dan fasa organik. Kemudian, fasa organik dipisahkan lalu dievaporasi dengan rotary evaporator sehingga senyawa yang dihasilkan sudah terbebas dari zat-zat pengotor. Padatan yang terbentuk dikeringkan dalam desikator. Kemudian ditimbang, ditentukan titik lelehnya, dan dianalisis dengan spektrofotometer FTIR. Hasil reaksi yang didapatkan berupa padatan putih seperti lilin dengan

rendemen sebesar 77,51 % dengan titik leleh 50 C sedangkan asam palmitat sebagai bahan awal memiliki titik leleh 62 C. Hal ini menunjukkan bahwa bahan awal asam palmitat telah berubah atau menghasilkan senyawa baru. Berdasarkan Budavari (1989) alkohol. Analisis lebih lanjut dilakukan dengan spektrofotometer FT-IR untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada pada senyawa produk (senyawa setil alkohol), kemudian dibandingkan dengan spektra asam palmitat (material start) dan spektra setil alkohol dari literatur. Ketiga spektra dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Dari spektra produk yang dihasilkan terdapat serapan lebar kuat pada 3443,15 -1 cm yang menunjukkan adanya gugus hidroksil. Serapan pada daerah 2919,06 -1 -1 cm dan 2850,99 cm menunjukkan adanya gugus alkil Csp3-H diperkuat -1 dengan serapan di daerah 743,91 cm senyawa mengandung -1 gelombang 1111,91cm pada rantai alkil yang -1 dan 723,26 cm panjang. Serapan menunjukkan pada panjang serapan titik leleh setil alkohol sebesar 49 C, hal ini membuktikan bahwa produk yang diperoleh kemungkinan besar adalah setil

berasal dari

gugus CO. Sedangkan

-1 panjang gelombang 1701,57 cm yang menunjukkan masih

adanya gugus karbonil (C=O). Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih adanya asam palmitat yang belum tereduksi.

Bila dibandingkan dengan spektra FT-IR produk sintesis terlihat jelas bahwa material start asam palmitat telah berubah menjadi setil alkohol. Hal ini jelas -1 terlihat pada serapan disekitar 3000 cm dimana serapan produk setil alkohol lebih tajam dan melebar dibanding asam palmitat. Selain itu, pada spektra setil alkohol terlihat serapan gugus karbonil (C=O) pada panjang gelombang 1701,57 -1 cm yang lebih rendah dibandingkan serapan C=O pada spektra asam palmitat -1 di sekitar 1705,07 cm . Hal ini menunjukkan bahwa produk setil alkohol telah terbentuk meskipun masih mengandung asam palmitat atau belum benar-benar murni. Oleh karena itu dapat disimpullkan bahwa asam palmitat telah berhasil direduksi menjadi setil alkohol dalam sistem NaBH4/ BF3.Et2O. Uji Aktifitas Antibakteri dari Produk Reduksi Uji ini dilakukan dengan variasi konsentrasi produk reduksi (setil alkohol) 1%, 1,5%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10% (b/v) dalam pelarut kloroform. Dalam uji antibakteri ini, digunakan metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas. Metode ini digunakan karena cukup sederhana dan efektif untuk mengetahui aktifitas antibakteri suatu sampel (Brooks et al., 2001). Cakram kertas yang digunakan memiliki diameter 0,6 cm. Larutan kloroform digunakan sebagai pelarut produk reduksi tersebut (setil alkohol), tetapi ternyata kloroform memberikan hambatan, sehingga lebar zona hambat untuk produk dihitung dengan mengurangi lebar zona hambat larutan dengan lebar zona hambat pelarut (kloroform). Lebar zona hambat dari senyawa setil alkohol terhadap S. aureus dan E. coli dapat dilihat pada Tabel 1.Dalam penelitian ini, sebagai kontrol positif uji antibakteri digunakan tetrasiklin0,1%. Dipilih tetrasiklin sebab tetrasiklin memiliki spektrum

antibakteri yang

luas karena

telah

teruji mempunyai kemampuan untuk

menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Dalam penelitian ini digunakan konsentrasi tetrasiklin 0,1% karena tetrasiklin merupakan senyawa yang telah murni dan telah teruji kemampuannya sebagai antibakteri. Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol) memiliki aktifitas antibakteri meskipun sangat kecil, baik terhadap bakteri gram positif yakni Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan rata-rata zona hambat masing-masing sebesar 1,33mm dan 0,65mm. Kemampuan penghambatan setil alkohol ini disebabkan karena setil alkohol memiliki sifat hidrofil maupun hidrofobik, tetapi sifat hidrofobiknya jauh lebih besar dibandingkan sifat hidrofiliknya. Struktur yang demikian ini akan menyebabkan terganggunya proses osmosis maupun difusi pada membran sel mikrobia tersebut (Faatih, 2005). Data diameter zona hambat pertumbuhan bakteri dianalisis dengan uji ANOVA, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Berdasarkan analisa sidik ragam (ANOVA), pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli terhadap perlakuan jenis bakteri menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (F hitung > F Tabel; = 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol) memiliki aktifitas antibakteri yang berbeda terhadap pertumbuhan kedua bakteri. Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi dan interaksi antara perlakuan jenis bakteri dan macam konsentrasi,masing-masing tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; = 0,05). Uji lanjut Duncan terhadap hasil pengukuran diameter zona hambat pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa produk reduksi (setil alkohol) mempunyai aktivitas yang berbeda terhadap bakteri uji ( Beda riil > Beda baku JNTD 0,01). Perbedaan reaksi bakteri uji terhadap senyawa setil alkohol (produk reduksi) disebabkan oleh adanya perbedaan struktur dinding sel pada kedua bakteri uji. Bakteri S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki struktur dinding sel yang relatif sederhana dibandingkan dengan bakteri gram negatif (Bibiana, 1992). E. coli adalah bakteri gram negatif yang memiliki struktur

dinding sel yang lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa peptidoglikan yang tebal dan lapisan dalam lipopolisakarida (Pelczar, 1988). Struktur dinding sel bakteri gram positif yang lebih sederhana tersebut memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sedangkan dinding sel yang kompleks menimbulkan hambatan bagi senyawa bioaktif seperti alkohol untuk menembus membran sel bakteri, sehingga E. coli kurang peka terhadap senyawa bioaktif tersebut, hal ini dapat dilihat dari perbedaan lebar zona hambat antara bakteri S. aureus dan E. coli. Sedangkan pada perlakuan macam konsentrasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (F hitung < F tabel; = 0,05). Hal ini kemungkinan produk reduksi asam palmitat ini belum benar-benar murni seperti yang digambarkan pada spektra FT-IR produk reduksi di atas. Selain itu juga, kemungkinan konsentrasi uji yang dilakukan kurang tinggi, sehingga potensi antibakteri yang dimiliki setil alkohol (produk reduksi) belum optimal. Namun, dari grafik hubungan diameter zona hambat dan konsentrasi (gambar 3), terlihat jelas aktivitas tertinggi dari konsentrasi setil alkohol yang diujikan adalah pada konsentrasi 10% untuk S. aureus dengan lebar zona hambat sebesar 2,33 mm, sedangkan untuk E. coli pada konsentrasi 6% dengan lebar zona hambat sebesar 1,167mm tidak jauh beda pada konsentrasi 10% dengan lebar zona hambat 1,00 mm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi yang diujikan untuk E.coli masih kurang optimal untuk mengetahui konsentrasi optimum yang dapat menghambat pertumbuhan E.coli.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Reduksi asam palmitat menjadi setil alkohol dapat dilakukan dengan sistem NaBH4/ BF3.Et2O. 2. Produk reduksi (setil alkohol) memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Berdasarkan analisa sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan, aktifitas antibakteri paling efektif pada bakteri S. aureus dibanding dengan E. Coli, sedangkan perlakuan konsentrasi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. 6.2 Saran Berhati hatilah dalam praktek. Banyak belajar membaca grafik, agar mengetahui jenis larutan apa yang sedang diteliti. Bersikap serius saat praktikan Mintalah bantuan asisten jika, tidak dapat melakukan praktek

DAFTAR PUSTAKA Bibiana, W. dan Hastowo, S., 1992., Mikrobiologi, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 47, 59. Brooks, G.F., Butel, J. S. and Morse, S. A., 2001, Jawetz, Melnick & Adelberghs: Mikrobiologi Kedokteran. Buku I, Edisi I, Alih bahasa: Bagian Mikrobiologi, FKU Unair, Salemba Medika, Jakarta, hal. 224 235, 277 279, 317 359. Budavari, S., ONeil, Maryadele, J., Smith, A., and Heckelman, P. E., 1989, The Merck Index: An Encyclopedia of Chemical, Drugs and Biological, Eleventh edition, Merck & Co. Inc, New Jersey. Cho, B.T. and Yoon, N.M., 1982, Convenient Procedure for the Reduction of Carboxylic Acid via Acyloxyborohydrides, Bulletin of Korean Chemical Society, Vol. 3, No. 4. Cho, S., Park, Y., Kim, J., Falck, J.R., and Yoon, Y., 2004, Facile Reduction of Carboxylic Acids, Ester, Acid Chlorides, Amides and Nitriles to Alcohols or Amines Using NaBH4/BF3.Et2O, Bull. Korean Chem. Soc., 25 (3), 407 409. Faatih, M., Aktivitas Anti-mikrobia kokon Attacus atlas, L., Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 6, No. 1, 2005: 35 48. Narasimhan, S. and Balakumar, R., 1998, Synthetic Applications of Zinc Borohydride, Aldrichimica Acta, Vol. 31, No. 1. Nester, E. W., Pearsall, N. A., Roberts, J. B., and Robert, C. E., 1982, The Microbial Perspective, CBS College Publishing, USA, p. 30 32, 40, 186. Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 1988, Dasar-dasar Mikrobiologi 2, Alih bahasa: Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan Angka, S. L., UI Press, Jakarta, hal. 456-537. Pelczar, M. J. dan Chan, E. C. S., 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi 1, Alih bahasa: Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S.S. dan Angka, S. L., UI Press, Jakarta, hal. 5 - 6, 189 190. Saeed, A. and , Ashraf, Z., 2006, Sodium borohydride reduction of aromatic carboxylic acids via methyl esters, J. Chem. Sci., Vol. 118, No. 5, pp. 419 423.

You might also like