You are on page 1of 14

FILSAFAT ILMU

Yoga Dwi Prasojo 292009195 / G RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU A. Pengertian Filsafat Ilmu Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri. Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk menyimak empat titik pandang di dalam filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut : 1. Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan pada beberapa pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang penting. 2. Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan predispositions dari para ilmuan. Pandangan ini cenderung mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi. 3. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan. 4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology). Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah. b. Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyengkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Becrling, 1988). Tempat kedudukan filsafat ilmu ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu berikut : a. Sifat pengetahuan ilmiah, b. Menyangkut cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah. B. Objek Filsafat Ilmu. 1. Objek Material Filsafat Ilmu Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. 2. Objek Formal Filsafat Ilmu Objek formal adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan. Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yakni ontologism, epistemologis, dan aksiologis. Landasan ontologis artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuwan. Landasan epistemologis artinya titik tolak penelahaan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Landasan aksiologis merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang

ilmuan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Dengan demikian, suatu aktivitas ilmiah senantiasa dikaitkan dengan kepercayaan, ideologi yang dianut oleh mayarakat atau bangsa, tempat ilmu itu dikembangkan. (Rizal Yoga Dwi Prasojo 292009195 / G RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

FILSAFAT ILMU

A. Pengertian Filsafat Ilmu Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri. Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk menyimak empat titik pandang di dalam filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut : 1. Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan pada beberapa pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang penting. 2. Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan predispositions dari para ilmuan. Pandangan ini cenderung mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi. 3. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan. 4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology). Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah. b. Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyengkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. (Becrling, 1988). Tempat kedudukan filsafat ilmu ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu berikut : a. Sifat pengetahuan ilmiah, b. Menyangkut cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah. B. Objek Filsafat Ilmu. 1. Objek Material Filsafat Ilmu Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh suatu ilmu itu. 2. Objek Formal Filsafat Ilmu Objek formal adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan. Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yakni ontologism, epistemologis, dan aksiologis. Landasan ontologis artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuwan.

Landasan epistemologis artinya titik tolak penelahaan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Landasan aksiologis merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang ilmuan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Dengan demikian, suatu aktivitas ilmiah senantiasa dikaitkan dengan kepercayaan, ideologi yang dianut oleh mayarakat atau bangsa, tempat ilmu itu dikembangkan. (Rizal Mustansyir, dkk., 2001). C. Lingkupan Filsafat Ilmu Menurut para Filsuf 1. Peter Angeles Menurut filsuf ini, filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang utama : a. Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat. b. Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangannya. c. Telaah mengenai saling kaitan diantara berbagai ilmu. d. Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas teoritis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan. 2. A. Cornelius Benjamin Filsuf ini membagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang sebagai berikut : a. Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambangan ilmiah. b. Penjelasan mengenai konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya. c. Aneka telaah mengenai saling kait diantara berbagai ilmu dan imlikasinya bagi suatu teori alam semesta seperti idealisme, materialisme, monisme atau pluralisme. 3. Marx Wartofsky Menurut filsuf ini rentangan luas dari soal-soal interdisipliner dalam filsafat ilmu meliputi : a. Perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal dan metodologi ilmu. b. Persoalan-persoalan ontologi dan epistemologi yang khas bersifat filsafati dengan pembahasan yang memadukan peralatan analitis dan logika modern dan model konseptual dari penyelidikan ilmiah. 4. Ernest Nagel Filsafat ilmu mencakup tiga bidang luas : a. Pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu. b. Pembuktian konsep ilmiah. c. Pembuktian keabsahan kesimpulan. D. Problema Filsafat Ilmu 1. B. Van Fraassen dan H. Margenau Menurut kedua ahli ini problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun-tahun enampuluhan adalah : a. Metodologi, yaitu mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah, logika penemuan, teori probabilitas, dan teori pengukuran. b. Landasan ilmu-ilmu Ilmu-ilmu empiris hendaknya melakukan penelitian mengenai landasannya dan

mencapai sukses seperti halnya landasan matematika. c. Ontologi Persoalan utama yang diperbincangkan ialah menyangkut konsep subtansi, proses, waktu, ruang, kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas teoritis. (The Liang Gie, 2000, hlm. 78-79). 2. Victor Lenzen Filsuf ini mengajukan 2 problem : a. Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah. b. Pentingnya ilmu bagi praktik dan pengetahuan tentang realitas. (The Liang Gie, hlm. 79). 3. The Liang Gie Seluruh problem dalam filsafat ilmu dapat ditertibkan menjadi : a. Problem epistemologis tentang ilmu, b. Problem metafisis tentang ilmu, c. Problem metodologis tentang ilmu, d. Problem logis tentang ilmu, e. Problem etis tentang ilmu, f. Problem estetis tentang ilmu, E. Manfaat Belajar Filsafat Ilmu 1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. 2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. 3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Implikasi mempelajari filsafat ilmu seperti yang diuraikan Rizal Mustansyir, dkk., adalah sebagai berikut : 1. Bagi seseorang yang memperlajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat. 2. Menyadarkan seorang ilmuan agar tidak terjebak ke dalam pola piker menara gading yaitu hanya berfikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Hikmah : Setelah membaca bab ini kita mampu mengetahui latar belakang munculnya filsafat ilmu serta masalah masalah atau problematika dalam filsafat ilmu yang dikemukakan oleh para ahli, serta manfaat filsafat ilmu dalam bidang pendidikan. PENEMUAN KEBENARAN A. Cara Penemuan Kebenaran 1. Penemuan secara kebetulan Yaitu penemuan yang berlangsung tanpa disengaja. Cara ini tidak dapat diterima dalam metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau ilmu. 2. Penemuan Coba dan Ralat (Trial and Error) Penemuan ini terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil kebenaran yang dicari. Penemuan ini kerap kali memerlukan waktu yang lama, karena memang tanpa rencana, tidak terarah, dan tidak diketahui tujuannya. 3. Penemuan Melalui Otoritas atau Kewibawaan Pendapat orang-orang yang mempunyai kewibawaan, misalnya orang-orang yang

mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah. 4. Penemuan Secara Spekulatif Misalnya seseorang yang menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan pada penemuan secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat sejumlah alternatif pemecahan. 5. Penemuan Kebenaran Lewat Cara berfikir Kritis dan Rasional Dalam menghadapi masalah, manusia berusaha menganalisanya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat. 6. Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat dan bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. B. Definisi Kebenaran Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni 1. Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya); 2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya); 3. Kejujuran, kelurusan hati; 4. Selalu izin, perkenanan; 5. Jalan kebetulan. C. Jenis-Jenis Kebenaran Kebenaran Epistemologikal adalah pengertian kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontological adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan. Kebenaran dalam arti semantikal adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran semantikal disebut juga kebenaran moral karena apakah tutur kata dalam bahasa itu mengkhianati atau tidak terhadap kebenaran epistemological atau pun kebenaran ontological tergantung kepada manusianya yang mempunyai kemerdekaan untuk menggunakan tutur kata atau pun bahasa itu. D. Sifat Kebenaran Menurut Abbas Hamami Mintaredja (1983) kata kebenaran dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar. Proposisi maksudnya makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Jika subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan, dan nilai. Berbagai kebenaran dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fak. Filsafat UGM Yogyakarta (1996) dibedakan menjadi 3 hal, yakni sebagai berikut : 1. Kebenaran kaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya apakah pengetahuan itu berupa : a. Pengetahuan biasa atau biasa disebut knowledge of the man in the street atau ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif. b. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan atau hampiran metodologis yang khas pula. c. Pengetahuan filsafat yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui

metodologi pemikiran filsafat, yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis, kritis dan spekulatif. d. Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya. 2. Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Jika seseorang membangunnya melalui indra atau sense experience, pada saat itu membuktikan kebenaran pengetahuan harus melalui indra pula, begitu juga dengan cara yang lain. 3. Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Artinya bagaimana relasi atau hubungan antara subjek dan ojek manakah yang dominan untuk membangun pengetahuan, subjekkah atau objek. E. Teori Kebenaran dan Kekhilafan Secara tradisional teori-teori kebenaran itu antara lain sebagai berikut : 1. Teori kebenaran saling berhubungan (Coherence Theory of Truth) Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melaui fakta sejarah apabila merupakan proposisi sejarah atau memakai logika apabila merupakan pernyataan yang bersifat logis. 2. Teori Kebenaran Saling Berkesuaian (Correspondence Theory of Truth) Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal dan paling tua. Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar apabila saling berkesuaian dengan dunia kenyataan. 3. Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Teory of Truth) Pandangannya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat. 4. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth) Proposisi itu ditinjau dari segi artinya atau maknanya. Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai referensi yang jelas. 5. Teori Kebenaran Sintaksis Berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku. 6. Teori Kebenaran Nondeskripsi Teori kebenaran nondiskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statemen atau pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung pada peran dan fungsi dari pernyataan itu. Jadi, pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupa sehari-hari. 7. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth) Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistic yang diawali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, problema kebenaran hanya merupakan kakacauan bahasa saja dan hal ini mengakibatkan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya. Kekhilafan Dalam pengetahuan kekhilafan terjadi karena kesalahan pengambilan kesimpulan

yang tidak runtut terhadap pengalaman-pengalaman. Jadi dalam hal ini khilaf muncul karena adanya praanggapan atau pernyataan yang sudah dianggap benar secara umum. Hikmah : Bahwa kita dituntut menjadi manusia yang kreatif dalam pengambilan sutu keputusan namun tetap berdasarkan teori teori empiris. Bahwa tak selalu apa yang kita lakukan benar, namun ada kesalahan yang membuat kita mengetahui apa kekurangan kita.

HUBUNGAN DAN PERANAN ILMU PENGETAHUAN TERHADAP PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NASIONAL A. Ilmu dan Masyarakat Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu umat manusia menjamin urusannya untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya kepada ilmu pengetahuan. (Van Melsen, 1987) Ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah secara radikal, dari tidak berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi tempat tergantung kehidupan manusia. B. Pengertian dan Unsur-Unsur Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Beberapa pengertian kebudayaan dari para ahli baik dari budayawan Indonesia atau pun dari bangsa di luar Indonesia. 1. Ki Hajar Dewantoro Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. 2. Sutan Takdir Alisyahbana Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berfikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas. 3. Koentjaraningrat Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. 4. A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn Kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya. 5. Malinowski Kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia.

Unsur-unsur kebudayaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Sistem religi dan upacara keagamaan. Merupakan produk manusia sebagai homo religious. 2. Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari manusia sebagai homo socius. 3. Sistem pengetahuan merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, disamping itu dapat juga dari pemikiran orang lain. 4. Sistem mata pencarian hidup yang merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus menjadi tingkat kehidupan manusia secara umum harus meningkat. 5. Sistem teknologi dan peralatan merupakan produksi dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat. 6. Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda, yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan. 7. Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. C. Pengaruh timbal-balik antara ilmu dan kebudayaan Antara ilmu dan kebudayaan ada hubungan timbale balik. Perkembangan ilmu tergantung pada perkembangan kebudayaan, sedangkan perkembangan ilmu dapat memberikan pengaruh pada kebudayaan. Keadaan sosial dan kebudayaan, saling tergantung dan saling mendukung. D. Peranan Ilmu Terhadap Pengembangan Kebudayaan Nasional 1. Pengertian Kebudayaan Nasional Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah kebudayaan diartikan sebagai : a. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia; b. keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Sementara itu kebudayaan nasional diartikan sebagai kebudayaan yang dianut oleh semua warga dalam satu negara. Artinya keseluruhan cara hidup, cara berfikir, dan pandangan hidup suatu bangsa yang terekspresi dalam seluruh segi kehidupannya dalam ruang dan waktu tertentu. 2. Kebudayaan Nasional dan Manusia Indonesia Dinamis atau tidaknya kebudayaan nasional akan tampak dari mampu atau tidaknya kebudayaan tersebut merangsang pertumbuhan serta perkembangan segala kekuatan aktif kreatif yang dimiliki manusia dan masyarakat Indonesia. 3. Peranan Ilmu terhadap Kebudayaan Nasional Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan dari kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional kea rah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan aspirasi tujuan nasional. E. Strategi Kebudayaan 1. Fungsi Kebudayaan Nasional Kebudayaan nasional mempunyai dua fungsi pokok, yaitu pertama sebagai pedoman dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa bagi masyarakat majemuk

Indonesia. Kedua sebagai pedoman dalam pengambilalihan dan pengembangan ilmu dan teknologi modern. Kebudayaan nasional merupakan sarana pemberi identitas bangsa, wahana komunikasi, dan penguat solidaritas, serta pedoman alih ilmu dan teknologi. Agar kebudayaan nasional dapat berfungsi, diperlukan sistem demokratisasi budaya, yakni suatu sistem yang mendukung kebebasan dan otonomi manusia serta lembaga-lembaga sosial yang mengatur kehidupan masyarakat. 2. Strategi Kebudayaan di Indonesia Sutan Takdir Alisyahbana, kebudayaan nasional Indonesia yang disebutnya Kebudayaan Indonesia Raya harus diciptakan sebagai sesuatu yang baru dengan mengambil banyak unsur dari kebudayaan Barat. Adapun Sanusi Pane berpendapat bahwa kebudayaan nasional Indonesia sebagai kebudayaan Timur harus mementingkan kerohanian, perasaan, dan gorong royong. Oleh karena itu manusia Indonesia tidak boleh melupakan sejarahnya. (Supartono Widyosiswoyo, 1996). Untuk dapat menciptakan kebudayaan nasional Indonesia sebagai kegiatan dan proses demi kejayaan bangsa dan negara diperlukan adanya strategi yang tangguh. Menurut Slamet Sutrisno ada lima langkah strategi, yakni sebagai berikut : a. Akulturasi b. Progresivitas c. Sistem pendidikan di Indonesia harus mampu menanamkan kebudayaan sosial. d. Kebijaksanaan bahasa nasional, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa resmi di Indonesia. e. Sosialisasi Pancasila sebagai dasar negara melalui pendidikan moral pancasila di sekolah dasar, menengah dan mata kuliah pancasila di perguruan tinggi. Hikmah : Bahwa masyarakat dan ilmu adalah sebuah komponen yang tidak dapat dipisahkan. Dan tidak dapat berdiri sendiri sendiri, harus saling berkaitan. Keterkaitan ilmu dan masyarakat akan menimbulkan sebuah keduyaan.

FILSAFAT ILMU
MIFTAH ROSYADI 292009175 /G 1. FILSAFAT DAN ILMU Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Konsep dan pernyataan ilmiah Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta

pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu masyarakat. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. B. Fungsi Filsafat Ilmu Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni : Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989) Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana. C.Substansi Filsafat Ilmu Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi. 1.Fakta atau kenyataan Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya. Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif. Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi. Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah. 2. Kebenaran (truth) Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi,

kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001) a. Kebenaran koherensi Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental. b.Kebenaran korespondensi Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik c.Kebenaran performatif Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan. d.Kebenaran pragmatik Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis. e.Kebenaran proposisi Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya. f.Kebenaran struktural paradigmatik Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh. 3.Konfirmasi Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif. 4.Logika inferensi Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik. Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng

Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9) Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi. D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya: Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu. Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia. Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis. Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan. Hikmah Mempelajari Filsafat Ilmu Dengan mempelajari Filasafat Ilmu akan semakin membuat manusia dapat berfikir kritis, rasional, terhadap suatu permasalahan dan benar dalam bertindak. 2. METAFISIKA Metafisika berasal dari kata Yunani meta ta physika, sesuatu di luar hal-hal fisik. Istilah metafisika diketemukan Andronicus pada tahun 70 S.M. ketika menghimpun karyakarya Aristoteles, dan menemukan suatu bidang di luar bidang fisika atau disiplin ilmu lain. Metafisika secara tradisional didefinisi-kan sebagai pengetahuan tentang Pengada (Being). (Runes, 1979: 196). Metafisika: upaya untuk menjawab problem tentang realitas yang lebih umum, komprehensif, atau lebih fundamental daripada ilmu (White, 1987: 1). Metafisika;upaya untuk merumuskan fakta yang paling umum dan luas tentang dunia termasuk penyebutan kategori yang paling dasar dan hubungan di antara kategori tersebut (Alston: 1964: 1). Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan. Penggunaan istilah "metafisika" telah berkembang untuk merujuk pada "hal-hal yang di luar dunia fisik". "Toko buku metafisika", sebagai contoh, bukanlah menjual buku mengenai ontologi, melainkan lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib, pengobatan alternatif, dan hal-hal sejenisnya. Antropologi; menelaah tentang hakikat manusia, terutama hubungan jiwa & raga. Kosmologi; menelaah tentang asal- usul dan hakikat alam semesta. Theologi; Kajian tentang Tuhan secara rasional. Kosmologi Filsafati Filsafat alam yang berusaha mencari asal (arche) alam semesta. Contoh: Thales berpendapat air sebagai arche. Filsafat alam yg menyelidiki gerak (motion) di alam semesta sebagai penyebab adanya perubahan (change Dalil Teleologis (William Paley) Benda-benda di ruang alam semesta itu memiliki gerak yg bertujuan (teleos), sehingga

alam semesta ini merupakan karya seni terbesar yang membuktikan adanya A Greater Intelligent Designer. Hubungan Metafisika dengan Epistemologi., Aksiologi, dan Logika Hubungan metafisika dengan epistemologi terletak pada kebenaran (truth) sebagai titik omega bagi pencapaian pengetahuan. Hubungan metafisika dengan aksiologi terletak pada nilai (axios, value) sebagai kualitas yang inheren pada suatu objek. Objeknya mungkin dapat diindera, namun kualitasnya itu sendiri bersifat metafisik. Hubungan metafisika dengan logika bersifat simbiosis mutualistik. Di satu pihak metafisika memerlukan logika untuk membangun argumentasi yang meyakinkan, di pihak lain simbol dan prinsip-prinsip logika itu sendiri merupakan wajah metafisika, karena sifatnya yg abstrak. Hikmah mempelajari metafisika Dalam Mempelajari metafisika saya lebih mengerti akan kekuasaan Tuhan yang Maha Esa dan lebih bersyukur atas nikmatnya salah satunya menciptakan manusia sebagai makhluk yang dapat berpikir.

3. LOGIKA INDUKTIF Ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Pengetahuan yang dimaksud adalah suatu fenomena yang ditangkap oleh indra manusia. Menangkap berarti mengamati atau mengobservasi, sedangkan hal-hal yang diamati dari fenomena itu tidak lain adalah fakta-fakta. Dalam observasi itu fakta-fakta dari fenomena dikumpulkan, diamati, diklasifikasi, disusun secara teratur (sistematis) kemudian ditarik generalisasi-generalisasi sebagai kesimpulannya. Dari sinilah terwujud hukum-hukum, dalil-dalil, atau teori dari suatu ilmu. Pekerjaan semacam itu tidak lain adalah pekerjaan induktif (menginduksi). Dapatlah dikatakan bahwa pekerjaan induktif ini dimulai dari hal-hal yang khusus (particular) yang terpikirkan sebagai kelas dari suatu fenomena, menuju generalisasigeneralisasi. Prinsip induktif yang menjadi pegangan ialah: jika sejumlah besar A (fakta-fakta dari suatu fenomena) diamati pada variasi kondisi yang luas, dan ternyata semua A yang diamati itu menunjukkan adanya sifat B, maka semua A termasuk yang tidak diamati) akan memiliki sifat B pula. Secara general dikatakan bahwa semua A memiliki sifat B. Selintas nampak bahwa pekerjaan induktif itu mudah dan sederhana, namun pada kenyataannya tidak demikian. Coba perhatikan prinsip dasar induktif, yaitu tentang sejumlah besar A (fakta-fakta dari fenomena itu) dan variasi kondisi yang luas. Dari prinsip tersebut dapat ditanggapi bahwa semakin besar A yang diamati (seyogyanya semua A pada fenomena), dan semakin luas variasi kondisi dimana pengamatan itu dilakukan, maka makin mantap hukum/dalil/teori yang dibangunnya. Tetapi timbul suatu pertanyaan (masalah induksi), mampukah pengamat mengamati seluruh A dari fenomena itu dan melakukannya pada variasi kondisi yang lengkap? Meskipun idealnya terdapat pembagian induksi lengkap (completely induction) dan induksi tidak lengkap itu, yang disebut sample study, daripada induksi lengkap. Dalam melaksanakan sanple study, masih tetap mempertanyakan tentang tiga hal, yaitu: 1. Besar kecilnya sampel. 2. Representatifnya sampel. 3. Homogenitas sampel. Oleh karena itu dalam induksi tidak lengkap dengan sample study, si observer tidak bersikeras berkeyakinan bahwa hasilnya akan memperoleh kebenaran dari kesimpulan yang berlaku mutlak untuk generalisasi populasinya melainkan hanya berlaku pada

taraf-taraf tertentu saja. Itu berarti pula bahwa pada taraf-taraf tertentu juga akan mengalami kesalahan/penyimpangan. Hikmah mempelajari Logika Induktif adalah dengan belajar logika Induktif saya mendapat pelajaran berupa: menjadi manusia yang terbiasa bersikap logis-rasional, berfikir dengan logika induktif. Menjadi Lebih bisa mendekatkan diri pada Tuhan. Dan dapat bertukar pikiran dengan masyarakan menggunakan logika induktif.

You might also like