You are on page 1of 11

TUGAS BAHASA INDONESIA

Salah Asuhan
( Abdoel Moeis ) Oleh: Kelompok I
1. LARASTIKA SARI 2. DERI FEBIOLA PUTRA 3. RAHMAT HIDAYAT 4. RYAN ALFIANTO 5.WELNI 6.SUCIRA ( Penyaji ) ( Moderator ) ( Notulis )

SEKOLAH MENENGAH TEKNOLOGI INDUSTRI PADANG 2009

I. TOKOH UTAMA 1. Hanafi 2. Corrie du Busse II. SINOPSIS Di suatu daerah di Sumatera Barat yaitu di Solok, hiduplah dua orang sahabat. Dua sahabat itu adalah Hanafi dan Corrie. Hanafi adalah seorang anak Bumiputra, orang minang asli yang dari kecilnya sudah diasuh oleh orang belanda di Betawi untuk bersekolah, sedangkan Corrie adalah anak keturunan bangsa eropa yang cantik meskipun ibunya adalah orang Minangkabau. Sejak kecil mereka sudah bersahabat sampai mereka bersekolah di Betawi bersama-sama. Cerita ini dimulai pada saat Corrie liburan akhir sekolah di rumahnya yaitu di Solok, sedangkan Hanafi sudah bekerja di Solok setamat sekolahnya di Betawi. Dari persahabatan itu timbullah rasa cinta Hanafi pada Corrie, sedangkan Corrie menyukai Hanafi sebagai kakaknya. Tapi pada zaman itu hubungan antara bangsa eropa dengan bangsa Indonesia sangatlah buruk karena perbedaan adat istiadat kedua bangsa, hal itu juga berpengaruh pada hubungan kedua sahabat itu. Meskipun ibu Hanafi telah menasehati anaknya untuk tidak terlalu menyukai Corrie, tetapi Hanafi tetap mengindahkan perkataan ibunya. Setelah Corrie mengetahui perasaan Hanafi yang sebenarnya kepadanya maka bimbanglah hati Corrie pada saat itu. Dalam kebimbangan hati itu Corrie mengirimkan surat pada Hanafi bahwa ia akan pergi ke Bukittinggi untuk mengunjungi temannya entah berapa lama.

Setelah hanafi tahu bahwa cintanya tidak diterima oleh Corrie maka diterimanyalah tawaran Ibunya untuk menikahi Rapiah, yaitu anak dari mamak Hanafi. Tetapi pernikahan itu tidak berjalan lancar sehingga perilaku Hanafi semakin buruk, seringkali menghardik-hardik istrinya dan Ibunya. Ibu masih berbuat atas diriku sebagai kanak-kanak, ibu sendiri mencarikan aku istri yang serupa itu, yang meracun hatiku sepanjang hari. Yang sudah menceraikan aku dari kawan-kawanku, yang akhirnya akan dapat pula menceraikan aku dengan ibu. Ibu pula yang mencampur mulut bila aku sedang mengajar istri yang tidak tahu ketertiban itu. ( hal 85 ) Begitulah perkataan Hanafi kepada Ibunya. Dalam perbincangan Hanafi dengan ibunya itu, tiba-tiba tangan Hanafi digigit oleh seekor anjing gila. Karena itu Hanafi harus dibawa ke Betawi untuk berobat. Di kota Betawi Hanafi bertemu dengan Corrie, sejak itulah Hanafi menceraikan diri dari ibunya, istrinya, anaknya dan adat istiadatnya. Akhirnya Corrie menerima cinta Hanafi dan hendak kawin di tempat sahabat Corrie di Probolinggo. Karena sahabatnya tidak mengizinkan maka mereka kawin diam-diam di Betawi. Di Betawi mereka tinggal di rumah kontrakan di Gang Ketapang. Setelah dua tahun menjalani hidup berkeluarga cinta mereka pun mulai pudar yang disebabkan permasalahan kedua bangsa yang mengharuskan mereka terkucil dari pergaulan masyarakat dan puncaknya Hanafi menuduh Corrie berzina, Aku menuduh engkau berzina ( hal 170) begitulah kata hanafi pada Corrie sehingga ia memutuskan untuk bercerai dengan Hanafi. Setelah bercerai, Hanafi tinggal bersama teman sekerjanya. Sedangkan Corrie pergi ke Semarang dan bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah anak piatu. Sejak itu sadarlah Hanafi akan salahnya terhadap Corrie. Akhirnya Hanafi memutuskan untuk menjemput Corrie ke Semarang. Setiba di Semarang Hanafi terkejut bahwa istrinya terkena penyakit cholera dan dirawat di rumah sakit Paderi, disanalah Corrie

meninggal dunia yang disaksikan langsung oleh Hanafi. Setelah kejadian itu Hanafipun jatuh sakit dan dirawat beberapa hari di rumah sakit Paderi. Setelah kematian Corrie, Hanafi memutuskan untuk pulang ke Sumatera Barat. Sesampainya di Padang, dengan tidak disengaja Hanafi bertemu dengan anaknya Syafei dan si Buyung. Ketika Hanafi meggendong anaknya tiba-tiba Rapiah merebut Syafei dari tangan Hanafi dan berkata kepada si Buyung, Kalau engkau sudah penat mendukung anakku, lebih baik engkau letakkan saja di tanah!. ( hal 239 ) Sejak itulah Hanafi sadar bahwa iapun sudah ditinggalkan oleh Rapiah dan anaknya. Bersama ibunya, Hanafi pergi ke Solok dan meneruskan perjalanan ke rumahnya di koto Anau. Di koto Anau Hanafi hanya bermenung saja dan mengurung diri dirumah, sekali-kali berjalan-jalan di belakang rumahnya. Dalam ketertekanan itu Hanafi memutuskan mengakhiri hidupnya dengan meminum empat butir sublimat. Setelah kematian Hanafi, Ibu Hanafi membeli sebuah rumah di Solok dan tinggal bersama Rapiah dan Syafei. Setiap hari Jumat, seringkali mereka menjenguk kuburan Hanafi yang berda di kota Solok III. ANALISA UNSUR INTRINSIK 1. Tema Tema dari novel Salah Asuhan adalah salah asuhan.

Dibandingkan tema-tema sebelum novel ini yang menceritakan tentang dewadewa, peri-peri dan umumnya bersifat fantasi, tema dari novel Salah Asuhan merupakan pembaharu kesusastraan Indonesia karena tema dari novel ini menceritakan tentang zaman pengarangnya.

2. Alur/Plot Alur yang digunakan novel Salah Asuhan adalah alur maju. 3. Pusat pengisahan Posisi pengarang pada novel Salah Asuhan berada pada orang ketiga atau sebagai narator. 4. Setting/Latar Latar dari novel Salah Asuhan adalah sebagai berikut. Tempat Waktu : Berada di kota-kota besar dan di perkampungan atau pedesaan. : Zaman dulu.

Suasana : Kental akan budaya Minangkabau dan budaya Asing. 5. Penokohan a. Hanafi, yaitu orang yang berwatak keras kepala dan pemarah. Contoh cuplikan : Sekali lagi Hanafi bangkit dari berbaring, sambil gelak terbahak-bahak. Maka berkatalah ia, Itulah yang kusegankan benar hidup di tanah Minangkabau ini, Bu. Di sini semua orang berkuasa, kepada berutang, baik utang uang, maupun utang budi. ( hal 30) b. Corrie du Busse, yaitu orang yang berwatak lemah lembut, ramah dan pemaaf. Contoh cuplikan ; Sesudah itu ia menyapu-nyapu dan memencet-mencet lututnya. Demi dilihatnya bahwa orang yang menjatuhkan itu hamper padanya, didorong-dorong oleh seorang tuan, maka berkatalah ia, O Tuan, biarlah terus. Saya semua orang kita

sendiri yang salah mengambil jalan. Tambahan pula lentera padam tidak saya ketahui. ( hal 98 ) c. Ibu Hanafi, yaitu orang yang berwatak penyabar, pemaaf, penyayang dan pengiba. Contoh cuplikan : Hanafi, Hanafi! Bilakah engkau hendak menerima baik akan perkataan ibumu? Adakah seorang ibu yang jemu memelihara anaknya yang sakit? Yang kukatakan bukanlah kesenangan buat aku, melainkan buat engkau juga! ( hal 61) d. Rapiah, yaitu orang yang berwatak penyabar dan penyayang. Contoh cuplikan : Ibu! kata Rapiah dengan selesai dan tenangnya. Jika sungguuh-sungguh ibu hendak mengambil aku pengganti Hanafi, bawalah aku ke mana kehendak ibu. Hanya bila ibu rindu hendak ke Betawi, antarkanlah kami ke Bonjol. ( hal 131-132 ) e. Si Buyung, yaitu orang yang berwatak penurut. f. Ayah Corrie, yaitu orang yang berwatak bijaksana. g. Syafei, yaitu anak yang berwatak pintar tetapi keras kepala. h. Piet, yaitu orang yang berwatak penolong dan bijaksana. i. Tante Lien, yaitu orang yang berwatak lucu tapi licik. j. Nyonya pension, yaitu orang yang berwatak penolong dan bijaksana. k. Nyonya Van Dammen, yaitu orang yang berwatak penyayang dan penolong.

l. Tuan administrator, yaitu orang yang berwatak ramah dan penolong. 6. Gaya bahasa Gaya bahasa pada novel Salah Asuhan menarik dan bervariasi karena terdapat bermacam-macam bahasa seperti bahasa melayu, minang, dan belanda juga terdapat pantun dan surat-surat pribadi. Disebut juga gaya bahasa pada roman ini sebagai pembaharu dalam kesastraan Indonesia. Contoh: pantun ( hal 118) Jangan menggulai bayam juga, gulai gelinggang di belanga. Jangan anak menagis jua, bapak merantau takkan lama.

Rumah gedang bersendi perak, beri bertonggak kayu jati. Senang rupa badan terkucak, menaruh rusak dalam hati.

Bukannya puntung yang berkelok, medang di lurah patah dalam. Bukannya untung nan tak elok, minta suratan bersalahan.

Sungai pagu air bertumbuk, simpangan jalan ke lubukkabai. Angan paham tertumbuk, di mana kusut kan selesai.

Berpetik sambil berbedil, berburu sepanjang jalan. Memekik kami memanggil, meragu tuan nan berjalan.

Baju genggang celana genggang, kembang melati di Semarang. Duduk bimbang berdiri bimbang, rusuh hati makan bersarang.

Maninjau padilah masak, batang kapas bertimbal jalan. Hati risau dibawa gelak, bak panas mengandung hujan. 7. Diksi Pilihan kata yang digunakan oleh novel Salah Asuhan sangat menarik karena terdapat kosa kata melayu, minang dan belanda. Contoh: a. engku ( hal 131 ) = orang yang terpandang. b. gaeknya ( hal 130 ) = nenek c. innerlijke aristocratie ( hal 76 ) = kesucian budi dan kesopanan batin. 8. Amanat

Dalam novel Salah Asuhan, amanat yang disampaikan oleh pengarang berhubungan dengan adat istiadat dan pelajaran hidup. Pengarang menyampaikan bahwa kita tidak boleh membangkang kepada orang tua kita dan janganlah meninggalkan adat istiadat karena dimana kita berasal, kembalinya di situ juga, Setinggi-tinggi melambung, jatuhnya ke tanah jua. Adat istiadat orang lain boleh saja kita terima asalkan yang berguna dan baik sedangkan yang buruknya kita buang, Di mana kaki berpijak, di sana langit dijunjung.

IV. ANALISA UNSUR EKSTRENSIK

1. Sejarah dan latar belakang pengarang Abdoel Moeis dilahirkan di Solok, Sumatera Barat, tahun 1890 dan pernah belajar di Europese Lagere school dan selama 3 tahun mendapay pendidikan di STOVIA. Abdoel Moeis adalah seorang pengarang zaman Balai Pustaka yang berasal dari daerah Minagkabau. Ayahnya orang minang dan ibunya orang Sunda. Ia adalah seorang pejuang kebangsaan Indonesia yang sezaman dengan H.O.S. Cokroaminoto dan Ki Hajar Dewantara. Sebagai seorang perintis kemerdekaan. Ia mulai menerjuni lapangan politik sejak tahun 1920 sebagai anggota indie Werbar, kemudian menadi pemimpin Srikat Islam dan menjadi anggota Volksraad. Setelah menyelesaikan pelajarannya di sekolah rendah Belanda di Bukittinggi, ia melanjutkan pelajaran di Stovia, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian, ia menjadi wartawan di Bandung.

Beberapa karyanya berupa roman adalah Surapati, Robert Anak Surapati, dan Pertemuan Jodoh. 2. Latar belakang penciptaan karya sastra Di dalam roman Salah Asuhan yang mengetengahkan tokoh Hanafi, Abdoel Moeis mengkritik sikap dan tingkah laku kaum borjuis yang kebarat-baratan dan lupa daratan. Dalam roman tersebut soal adat istiadat masih disinggungnya, bahkan dikritiknya tajam sekali. 3. Kondisi masyarakat saat karya sastra diciptakan Kondisi masyarakat saat karya sastra diciptakan pada roman Salah Asuhan adalah tidak lepas dari sejarah Indonesia yang pada saat itu dijajah oleh bangsa asing. Pada saat itu kehidupan masyarakat kental akan perpaduan budaya timur dan budaya barat. Dalam sejarah bangsa kehidupan bangsa Indonesia dengan bangsa penjajah sarat akan konflik sehingga mempengaruhi kondisi masyarakat pada saat itu. Perbedaan ras dan latar belakang budaya dijadikan acuan pergaulan masyarakat di kota maupun di desa. Tetapi pada zaman itu masih banyak orang yang berpendapat baik dari kalangan bumiputra maupun kalangan bangsa asing perbedaan ras dan budaya seharusnya tidak menjadi perbedaan antar manusia. Di zaman itu pengarang sempat menjadi perintis kemerdekaan.

V. RELEVANSI DENGAN ZAMAN SEKARANG Hubungan zaman pada saat penciptaan roman Salah Asuhan dengan zaman sekarang yang paling menonjol adalah adat istiadat. Pada zaman dulu adat istiadat yang dimiliki oleh seseorang masih dipegang teguh bahkan tidak jarang menolak adat istiadat

orang lain yang dianggap berlawanan. Pada zaman sekarang kebutuhan manusia semakin meninggi akibat perkembangan populasi manusia itu sendiri maupun perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat. Berbagai macam informasi di berbagai belahan dunia dapat diakses dengan mudah dan cepat pada zaman sekarang, berbeda dengan zaman dulu yang hanya mengandalkan surat. Akibat dari perkembangan pesat itu budaya asing dapat dengan mudah masuk. Banyak orang yang mengatakan bahwa budaya kita kuno, sehingga mereka memilih budaya orang lain yang mereka sebut lebih modern yang belum tentu sesuai dengan agama maupun adat istiadat. Sangat disayangkan banyak orang pada zaman sekarang yang menerima adat istiadat bangsa lain dengan mentah-mentah tanpa mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk, seharusnya sebagai masyarakat Indonesia yang penuh akan kekayaan budaya dan adat istiadat kita tidak boleh meninggalkannya. Kebudayaan asing boleh saja kita terima asalkan disaring dahulu mana yang sesuai dan menguntungkan dengan yang buruk serta merugikan.

You might also like