You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kelapa sawit (elaesis) merupakan tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi. Pelaku usaha tani kelapa sawit di Indonesia terdiri dari perusahaan perkebunan swasta, perkebunan Negara dan perkebunan rakyat (kemenpan, 2008). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi (Andrew, 2012). Menurut Kementrian Perindustrian (2007), Industri perkebunan kelapa sawit dan industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis, karena berhubungan dengan sektor pertanian (agro-based-industry) yang banyak berkembang di negara tropis seperti Indonesia. Kehadiran perkebunan kelapa sawit secara ekonomis telah memberikan harapan yang besar bagi para pemilik modal. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit terus meningkat. Perluasan tanpa control dimana hutan, lahan pertanian, bahkan pantai pun di eksploitasi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Di Sumatera Utara sampai saat ini tercatat luas perkebunan kelapa sawit sekitar 600.000 ha dengan jumlah buruh 132.000 buruh. Umumnya pembangunan perkebunan kelapa sawit selalu di ikuti dengan pembangunan pabrik minyak kelapa sawit yang berada pada areal perkebunan maupun daerah-daerah strategis pembangunan pabrik minyak kelapa sawit. Tahapan pembangunan perkebunan kelapa sawit dimulai dengan persiapan lahan (studi kelayakan), pembukaan lahan, pembibitan, penanaman dan pemanenan (Kemenlh, 2007). Sedangkan pabrik minyak kelapa sawit umumnya terdiri dari bagian pengangkutan tandan buah segar (TBS) dari kebun kepabrik, bagian penimbangan, bagian pembongkaran buah (loading ramp), bagian pemasakan/perebusan dan sterilisasi, bagian pelepasan buah dari tandan dan penumbukan, bagian pengadukan (digestion), bagian pengempaan untuk memeras minyak sawit, bagian permunian minyak sawit (clarifitation), bagian inti sawit (Kemenlh, 2007). Persaingan industri termasuk industri perkebunan kelapa sawit yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber
1

daya yang dimiliki dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi. Kualitas produk yang dihasilkan tidak terlepas dari peranan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam perusahaan seperti modal, mesin, dan material dapat bermanfaat apabila telah diolah oleh SDM. SDM sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah-masalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya sewaktu bekerja. Keselamatan dan kesehatan pekerja tergantung pada hubungan interaktif yang mempengaruhi performance yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan beban tambahan dari lingkungan kerja. Pekerja perkebunan kelapa sawit umumnya berpendidikan rendah dan bersifat tertutup karena tinggal menetap di rumah-rumah yang disediakan oleh perusahaan perkebunan. Pekerja perkebunan tinggal di dareah perdesaan yang sulit untuk mengakses pelayanan kesehatan (KPS, 2009). Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat yang tertutup, sehingga usha-usaha kesehatanpun harus dilakukan harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Usaha-usaha ini meliputi bidang preventif dan kuratif baik mengenai penyakit umum, kecelakaan mupun penyakit akibat kerja. Untuk mencegah penyakit-penyakit akibat kerja harus diambil cara-cara pencegahan yang disesuaikan dengan jenis-jenis bahaya menurut pekerjaan nya. Atas dasar itulah disusun program pencegahan yang sebaik-baiknya (Sumamur,1996). B. Rumusan Masalah Industri perkebunan kelapa sawit dan industri minyak kelapa sawit terus berkembang di Indonesia. Berkembangnya industri ini dapat menyerap tenaga kerja perkebunan yang nantinya dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan dari industri tidak terlepas dari peranan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki perusahaan. Sumber daya manusia yang baik adalah sumber daya manusia yang sehat yang akhirnya akan menjadi pekerja yang produktif. Berdasarkan latar belakang di atas maka di rumuskan masalah pada makalah ini sebagai berikut ; bagaimanakah proses dan peranan kesehatan kerja di industri perkebunan kelapa sawit dan indusri minyak kelapa sawit? C. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui proses kerja dan bahaya potensi pada pekerjaan lapangan pada Industri perkebunan kelapa sawit. b. Untuk mengetahui proses kerja dan bahaya potensi pada pekerjaan pabrik pada industri minyak kelapa sawit.
2

c. Untuk mengetahui peranan kesehatan kerja pada industri perkebunan dan industri minyak kelapa sawit. D. Manfaat Penulisan a. Memberikan informasi tentang proses kerja dan bahaya potensi pada pekerjaan lapangan pada Industri perkebunan kelapa sawit. b. Memberikan informasi tentang proses dan bahaya potensi pada pekerjaan pabrik pada industri minyak kelapa sawit. c. Memberikan informasi tentang peranan kesehatan kerja pada industri perkebunan dan industri minyak kelapa sawit.

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses kerja pada industri perkebunan kelapa sawit a. Persiapan lahan Tahapan persiapan lahan terdiri dari studi kelayakan dan perencanaan luas kebun beserta tata ruang kebun. Studi kelayakan bertujuan untuk menentukan lokasi dan mencocokkan kesesuaian lingkungan untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Dalam kegiatan ini juga dikumpulkan data mengenai ketersidaan sumber air, akses jalan dan faktor pendukung lainnya. Perencanaan luas kebun biasanya disesuaikan dengan kapasitas pabrik yang akan di bangun. Pabrik dengan kapasitas 30/jam dapat dipasok oleh kebun dengan luas 6.000 ha. Perencanaan tata ruang juga berkaitan dengan pembagian areal untuk pembibitan, jaringan jalan dan jembatan, bangunan konservasi, tata air atau drainase, komplek perkantoran dan perumahan, pabrik dan fasilitas lainnnya. Tata ruang kebun biasanya di bagi dalam beberapa bagian manajemen atau dikenal dengan sebutan afdeling, dan terdiri dari beberapa blok untuk memudahkan pengawasan, perawatan dan mengatur panen. b. Pembukaan lahan Pembukaan lahan harus dilakukan dengan teknik dan tatacara yang benar (tanpa melakukan pembakaran). Tujuan pembukaan lahan yang benar adalah untuk menghindari kebakaran lahan, menghindari polusi udara dan menyediakan bahan organic untuk memperbaiki kesuburan struktur tanah. c. Pembibitan Kebutuhan lokasi pembibitan biasanya 1-1,5 % dari luas kebun. Lokasi pembibitan ditentukan pada saat penentuan tata ruang kebun. Lokasi pembibitan yang dipilih biasanya pada topografi rata, dekat dengan sumber air, dekat dengan sumber air, memiliki akses jalan yang baik dan bebas gangguan manusia dan binatang. Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyiangan, pengawasan dan seleksi serta pemupukan. Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari apabila jatuh hujan lebih dari 7-8 mm pada hari yang bersangkutan. Penyiangan adalah usaha untuk menghilangkan gulma yang tumbuh dalam polybeg. Penyiangan dapat dilakukan dengan dikored atau desemprot dengan herbisida. Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam sebulan. Seleksi pembibitan dilakukan hingga 4-9 bulan. Pemupukan merupakan proses terakhir pada tahap pembibitan, pupuk yang diberikan pada tahap pembibitan adalah urea dan rustica. Umumnya bibit di pindah ke areal tanam pada umur 10-14 bulan.
4

d. Penanaman Tahapan penanaman meliputi penentuan pola tanam, pengajiran, dan pembuatan lubang tanaman. Pola tanam kelapa sawit dilakukan dengan monokultur atau tumpang sari. Pengajiran adalah menentukan letak dan jarak penanaman. Pembuatan lubang tanaman dilakukan 2 minggu sebelum penanaman dan disekitar lubang tanam harus bebas dari gulma. Penanaman di usahakan pada musim hujan untuk menjaga agar tanaman mendapat cukup air. Penanaman dilakukan oleh satu regu yang terdiri dari 3 orang pekerja untuk membuat lubang, membawa kecambah, dan menutup tanah. e. Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman dibagi menjadi 2 bagian yaitu pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Tanaman belum menghasilkan adalah tanaman yang baru ditanam dari bibit sampai berumur 30-36 bulan. Selama masa TBM diperlukan beberapa pekerjaan yang harus dilakaukan secara terus harus dilakukan yaitu konsolidasi tanaman dengan selalu menjaga tanaman agar tidak goyah dan berdiri tegak, penyisipan tanaman yang mati atau kurang subur, pemeliharaan penutup tanah, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, persiapan sarana panen dan pemeliharaan jalan dan parit drainase.saat pemeliharaan TBM, biasanya juga dilakukan seleksi tanaman untuk memilih tanaman yang berkualitas baik. Pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) adalah pemeliharaan tanaman yang sudah berproduksi. Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-14 bulan. Panen yang menguntungkan secara ekonomis baru terjadi pada saat tanaman berumur 2,5 tahun. Tanaman kelapa sawit akan berproduksi optimal jika dipelihara dengan baik. Pemeliharaan TM meliputi pengendalian tanaman liar (gulma), pemangkasan pelepah, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan dan pemeliharaan jalan rintisan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan insekta atau serangga. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman sawit umumnya disebabkan oleh jamur, bakteri dan virus (kemenpan, 2008). Contoh hama dan penyakit tanaman adalah tungau, nematode, kumbang, ulat api dan lain sebgainya. Pengendalian hama dan penyakit tanaman biasanya dilakukan dengan penyemprotan pestisida kimiawi. Agar penyemptotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan, maka tambahkan perekat perata AERO 810, dosis (1/2 tutup) /tangki (kemenpan, 2008). f. Pemanenan Tanaman kelapa sawit sudah dapat produktif setelah umur tiga tahun, dan pucak produktif setelah umur lima tahun. Aktivitas pemanenan biasanya dilakukan dengan empat tahap yaitu proses pemanenan buah, pemungutan buah, pengumpulan buah di tempat penampungan hasil dan pengangkutan buah ke pabrik . Pemanenan buah dapat dilakukan secara
5

manual atau mekanik yaitu penggunaan alat-alat bermesin. Alat-alat pemanenan yang biasa digunakan secara manual adalah dodos, egrek, tojok dan kampak sawit. Alat pemanenan yang menggunakan mesin dapat berupa egrek bermesin dan dodos bermesin. Proses pengumpulan buah juga dilakukan secara manual atau mekanik yaitu menggunakan mesin seperti grabber lift trailer. Setelah pengumpulan buah, maka buah di angkut ke tempat penampungan hasil. Pengumpulan buah ke tempat penampungan hasil dapat dilakukan dengan grabber lift trailer atau menggunakan angkong dan mendorongnya menuju tempat penampungan hasil. Sedangkan proses pengangkutan buah menuju pabrik biasanya menggunakan truk. B. Proses kerja pada industri minyak kelapa sawit Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah daging dan kulitnya. Bagian daging dan kulit buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan CPO juga diolah lagi menjadi kernel oil. CPO yang dihasilkan dapat berbentuk cair (olein) dan berbentuk padat (Sterain), Olein akan diproses lebih lanjut menjadi cooking oil yang kita kenal dan stearin digunakan lebih lanjut untuk berbagai keperluan industri oleochemicals. Minyak kelapa sawit dapat diolah menjadi bahan baku untuk industri lainnya, seperti minyak goreng, bahan baku margarine, dan kosmetika sedangkan sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos (Kemenperin, 2007). Alur proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat dijelaskan sebagai berikut (Kemenperin, 2007) :
Penerimaan TBS Proses sterilisasi Mesin Bantingan Tandan Kosong Buah Sawit Proses Pengepresan CPO kotor Pengolahan Limbah Pengolahan Limbah Limbah Cair Digunakan untuk pemupukan tanaman Proses Penjernihan CPO bersih Palm Kernel Cangkang
Digunakan untuk bahan baku boiler

Bui Sawit Pemecahan Biji Hydro Cyclone

Serat

Pembuangan Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berlaku

a. Penerimaan TBS Tandan buah segar (TBS) yang dipanen dari kebun diangkut ke pabrik menggunakan truk. Sebelum dimasukkan ke loading rump, TBS ditimbang terlebih dahulu pada jembatan penimbangan (weighing brigae). b. Perebusan (Sterilisasi) TBS yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam lori rebusan yang terbuat dari plat baja berlubang-lubang (bejana uap bertekanan). Proses ini biasanya berlangsung selama 90 menit dengan menggunakan uap air yang berkekuatan antara 280 sampai 290 Kg/TBS. perebusan dilakukan pada suhu >120 0C untuk menghentikan enzim. c. Mesin Bantingan (Tressher) Pada tahap ini, buah yang masih melekat pada tandanya akan dipisahkan dengan menggunakan prinsip bantingan. Pada tahap ini buah sawit telah terpisah dari tandanya. d. Pengepresan (Screw Press) Pengepresan berfungsi untuk memisahkan minyak kasar dari dading buah. Masa yang keluar dari digester diperas kembali dalam screw press pada tekanan 50-60 bar dengan menggunakan air pembilas pada suhu 90-95 0C. setelah proses ini akan diperoleh minyak kotor, ampas dan biji sawit. e. Proses penjernihan/pemurnian minyak Minyak yang dihasilkan dari proses pengepresan dialirkan pada proses pemurnian proses pemurnian dilakukan dengan sistem pengendapan, sentrifugasi dan penguapan. Minyak yang telah dimurnikan dipertahankan pada suhu 90-95 0C . setelah berada pada batas standart untuk paramater yang telah ditatapkan, maka minyak dipompa pada tangki timbun. f. Proses pengolahan inti sawit (Bui Sawit) Ampas kempa yang terdiri dari biji dan serabut, dimasukkan kedalam depericaper melalui cake brake conveyor yang dipanaskan dengann uap air agar kandungan air semakin kecil, sehingga Press Cake terurai dan memudahkan proses pemisahan. Pada Depericaper terjadi proses pemisahan fibre dan biji. Nut kemudian dialirkan ke Nut Craker sebagai alat pemecah. Masa biji pecah dimasukkan dalam Dry Seperator (Proses pemisahan debu dan cangkang halus) untuk memisahkan cangkang halus, biji utuh dengan cangkang/inti. Masa cangkang bercampur inti dialirkan masuk ke dalam Hydro Cyclone untuk memisahkan antara inti dengan cangkang. Inti dialirkan masuk ke dalam Kernel Drier untuk proses pengeringan sampai kadar airnya mencapai 7 % dengan tingkat pengeringan 50C, 60C dan 70C dalam waktu 14-16jam.
7

Selanjutnya guna memisahkan kotoran, maka dialirkan melalui Winnowing Kernel (Kernel Storage), sebelum diangkut dengan truk ke pabrik pemproses berikutnya. g. Fasilitas pendukung yang terdapat pada Industri Minyak Kelapa Sawit Beberapa fasilitas pendukung yang terdapat pada industri minyak kelapa sawit adalah unit pengolahan air limbah, unit kamar mesin, dan stasiun ketel uap, bengkel pemeliharaan pabrik, dan laboratorium. C. Bahaya potensi pada industri perkebunan kelapa sawit a. Pembukaan lahan Proses pembukaan lahan dilakukan dengan penebanganpenebangan pohon baik secara manual atau menggunakan mesin (chin saw). Pembukaan lahan juga merupakan kegiatan pembersihan lahan dengan menggunakan alat-alat berat seperti excavator dan motor grader. Bahaya potensi untuk kesehatan kerja yang mungkin terjadi adalah pneumokonioses (penimbunan debu dalam paru), gangguan gastrointestinal pada pengemudi alat berat, berkurangnya kekuatan genggaman (carpal tunnel syndrome) pada pekerja yang menggunakana alat-alat pemotong, terserang binatang-binatang berbisa, terinfeksi cacing dan terserang mikro organisme seperti jamur dan bakteri pada saat melakukan pembersihan lahan. Sedangkan bahaya potensi untuk kecelakaaan kerja terdapat pada penggunaan mesin-mesin pemotong dan penggunaan alat-alat berat. Peraturan Pengendalian bahaya kesehatan kerja dapat dilakukan dengan penggunaan alat pelindung diri, seperti safety helmet (Hard hat) kelas C, , penggunaan alat pelindung kaki jenis vinyl, pakain kerja (overal), dan penggunaan sarung tangan kulit karena. Penggunaan sarung tangan kulit cocok digunakan ketika pekerja bersentuhan dengan benda atau alat yang permukaannya kasar. Pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada penggunaan mesinmesin pemotong dapat dikendalikan dengan mematuhi standart operstional procedure (SOP) penggunaan alat dan dapat dikendalikan dengan penggunaan alat pelindung diri seperti googles untuk mencegah serpihan debu terbang, alat pelindung tangan berjenis metal messh, pakaian kerja (apron), safety shoes berjenis vinyl. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dari penggunaan alat-alat berat dapat dilihat pada Permenakertrans No.Per 09/Men VII/2010 tentang operator dan petugas pesawat angkat dan angkut. Salah satu bagian penting dari peraturan tersebut adalah adanya lisensi K3 untuk operator alat berat seperti excavator.

b. Pembibitan, penanaman dan pemeliharaan tanaman Proses pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman dilakukan pada area terbuka dan dalam keadaan aman dan bersih. Aman berarti bebas dari gangguan binatang berbahaya sedangkan yang dimaksud dengan bersih adalah bebas dari gulma dan semak belukar. Potensi bahaya kesehatan pada proses ini adalah pneumokonioses (penimbunan debu dalam paru), dermatoses (kelainan kulit karena pekerjaan) dan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida merupakan potensial bahaya terbesar pada proses ini. Pengggunaan pestisida yang tidak aman dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti penyakit aku maupun kronis, keracunan dan kematian. Monitoring biologi paparan pestisida dapat dilihat dari kadar cholinesterase dalam darah. Bahaya penggunaan pestisida terdapat pada pekerja penyemprot dan pekerja yang bertugas pada gudang penyimpanan pestisida. Pemerintah telah mengatur tentang pengawasan, penyimpanan dan penggunaan pestisida dalam peraturan pemerintah No.07 tahun 1973. Pencegahan bahaya kesehatan bagi pekerja penyemprot pestisida dapat dilakukan secara administratf dan penggunaan alat pelindung diri (APD). Pengendalian secara administrative adalah proses pengendalian dengan cara administrative mengurangi bahaya dan resiko dari bahaya kimia. Misalnya safe operating limit, work permit, standart operational procedure (SOP), pelatihan, modifikasi perilaku, jadwal istirahat dan lain sebagainya (Indonesia HSE, 2012) Pencegahan bahaya pestisida dapat dikendalikan dengan menggunakan APD yang sesuai dengan proses dan sifat pestisida yang digunakan. alat pelindung diri yang digunakan dalam penggunaan pestisida dapt berupa pakaian pelindung, kaca mata, dan sarug tangan yang terbuat dari neoprene jika bahan tersebut digunakan untuk bercampur dengan minyak atau pelarut organis. Alat-alat pelindung diri harus terbuat dari karet, apabila yang dikerjakan chlor hydrocarbon (Sumamur, 1996). Pekerja yang bertugas pada tempat penyimpanan (gudang) pestisida juga dapat mengalami gangguan kesehatan. Tempat penyimpanan pestisida harus bebas dari potensi bahaya kesehatan, kecelakaan kerja, dan kebakaran. Pengendalian gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja pada pekerja gudang pestisida dapat dilakukan secara administrative, secara teknik, sistem peringatan dan penggunaan APD. Pengendalian secara adminstratif dapat dilakukan dengan safe operating limit, work permit, standart operational procedure (SOP), pelatihan, modifikasi perilaku dan jadwal istirahat. Pengendalian secara teknik untuk mencegah bahaya kesehatan dan keselamatan kerja pada tempat penyimpanan pestisida dapat dilakukan dengan mengatur sistem ventilasi local exhaust ventilation, pencahayaan pada ruangan, tempat peletakan pestisida yang terlindung,
9

teratur, kuat dan tidak bocor. Pengendalian dengan sistem peringatan dapat dilakukan dengan memberi peringatan, instruksi, tanda , label, yang akan membuat orang akan waspada jika berada dalam tempat penyimpanan pestisida. Sistem peringatan juga dapat berupa pemahaman tentang lembar data keselamatan bahan (MSDS), tersedianya sistem alarm dan jalur evakuasi. Pengendalian bahaya potensi pada tempat penyimpanan pestisida juga dapat diakukan dengan penggunaan APD. Yang sesuai dengan bahan kimia yang terkandung dalam pestisida. c. Pemanenan Pemanen merupakan proses terakhir dari perkebunan kelapa sawit. Proses pemanenan meliputi memotong pelepah, dan TBS, memasukkan TBS kedalam angkong, mendorong angkong yang berisi TBS ketempat penampugan hasil, danpemuatan TBS kedalam truk pengangkut. Pemanenan dapat dilakukan dengan alat pemanen manual atau alat panen bermesin. Penggunaan alat panen bermesin dapat membantu mengurangi beban kerja tenaga pemanen. Potensi bahaya kesehatan pada proses pemanenan adalah gangguan pada fisiologis tubuh karena faktor ergonomic, gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan otot rangka (muscoleskeletal disordes), Repetitive Strain Injury cedera dari sistem muskuloskeletal dan saraf), Carpal Tunnel Syndrome (timbul seperti sakit di pergelangan tangan). Pencegahan yang mungkin dilakukan untuk potensi bahaya kesehatan dapat dilakukan secara subtitusi, yaitu dengan menggunakan alat pemanen bermesin sehingga mengurangi beban kerja pemanen, manual handling yang baik dengan konsep yang ergonomis yang menyesuaikan pada posisi, proses, dan kemampuan mengangkat beban dalam bekerja yang sesuai dengan kemampuan tubuh. Potensi kecelakaan yang mungkin terjadi pada proses pemanen adalah tertimpa TBS, tertimpa pelepah, terluka akibat duri sawit pada tangan dan kaki, terluka karena alat panen. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara kerja yang baik, yaitu dengan penerapan job safety analysis (JSA) pada proses kerja. D. Bahaya potensi pada industri minyak kelapa sawit a. Sterlisasi Strelisasi adalah perebusan yang dilakukan dalam bejana bertekanan (steriliser) dengan menggunakan uap air jenuh (saturated steam). Proses perebusan ini menggunakan suhu > 120 0C. Potensi bahaya kesehatan pada area ini adalah luka bakar jika bersentuhan dengan mesin sterilisasi, gangguan kesehatan karena efek panas seperti heat rash, heat cramps dan heat exhaustion. Pengendalian panas pada area dapat dilakukan dengan sistem ventilasi yang menyeluruh untuk menurunkan suhu pada area tersebut. Potensi bahaya kecelakaan kerja
10

dapat disebabkan oleh bangunan / konstruksi mesin sterilisasi yang tidak kokoh. Pengendalian yang dapat dilakukan dengan menggunakan APD. b. Mesin bantingan Potensi bahaya kesehatan pada proses ini adalah luka bakar akibat percikan air pada proses pembantingan. Pengendalian yang dapat dilakukan dengan menggunakan APD. Potensi bahaya kecelakaan kerja dapat terjadi pada mesin pembantingan. Kecelakaan dapat terjadi akibat tidak kokohnya konstruksi tempat mesin bantingan. c. Pengepresan (Screw Press) Potensi bahaya kecelakaan kerja dapat terjadi pada mesin pembantingan. Kecelakaan dapat terjadi akibat tidak kokohnya konstruksi tempat mesin pengepresan. d. Proses penjernihan/pemurnian minyak Potensi bahaya kecelakaan kerja dapat terjadi pada mesin pembantingan. Kecelakaan dapat terjadi akibat tidak kokohnya konstruksi tempat mesin-mesin penjernihan. e. Stasiun ketel uap (Boiler) Ketel uap (boiler) merupakan salah satu jenis bejana bertekanan. Stasiun ketel uap merupakan fasilitas yang sering mengalami ledakan. Ledakan ini sering menimbulkan korban luka-luka dan korban jiwa. Boiler atau lebih dikenal sebagai ketel uap pada dasarnya adalah sebuah bejana yang dipergunakan sebagai tempat untuk memproduksi uap (steam). Uap dari pemanasan air dalam boiler dilakukan pada temperatur tertentu untuk kemudian digunakan untuk berbagai keperluan. Permenakertrans No. Per. 01/Men/1982 berisi tentang kesehatan dan keselamatan kerja penggunaan bejana bertekanan. Potensi bahaya kesehatan pekerja boiler adalah penyakit akibat paparan panas seperti heat rash dan heat cramps, gangguan pendengaran akibat paparan bising. Potensi bahaya kecelakaan kerja pada pekerjaan boiler adalah terjadinya ledakan dan kebakaran pada boiler. Pengendalian yang dilakukan adalah dengan penggunaan alat pelindung diri untuk meminimalisir paparan panas, bising pada saat melakukan pekerjaan pada area boiler. Kunci penting pemakaian ketel uap secara aman (Pusdiklat Kemenakertrans , 2011) sebagai berikut :

11

1.

Dalam hal pengadaan


Bagi Pengusaha yang akan membeli Ketel Uap yang akan dipakai di perusahaannya, pilihlah Ketel Uap yang pembuatannya memenuhi prosedur yang berlaku. Sebagai contoh, misalkan akan membeli Ketel Uap pipa api ( Fire Tube Boiler ) baru buatan dalam negeri, maka sangat perlu diperhatikan, apakah Boiler tersebut memiliki dokumen meliputi ; 1) Gambar konstruksi, 2) Gambar detail sambungan, 3) Sertifikat bahan, 4) Perhitungan kekuatan konstruksi, 5) Surat keterangan hasil Radiography Test dan atau Ultrasonic Test sambungan las dan 6) Laporan pengawasan pembuatan pesawat uap yang ditandatangani engineer perusahaan pembuat boiler yang bersangkutan dan Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap.

2.

Dalam hal pengoperasian


a. Pemakai jangan mulai memakainya sebelum dilakukan pemeriksaan dan pengujian pertama oleh Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( AK3) spesialis Pesawat Uap dari Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) yang memiliki Surat Keputusan Penunjukan (SKP) dari Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans R.I atau Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap yang kemudian dinyatakan telah memenuhi syarat K3 olehnya yang dibuktikan dengan diterbitkannya Akte Izin Ketel Uap tersebut dari Dinas Tenaga Kerja / Instansi yang berwenang di daerah yang bersangkutan. Menurut peraturan yang berlaku, khusus untuk Ketel Uap yang direntalkan, Akte Izinnya diterbitkan oleh Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans R.I. b. Air umpan Ketel Uap ( Feed Water Boiler ) yang digunakan harus selalu memenuhi standar dengan melalui proses water treatment. Untuk mengetahui kepastian memenuhi standar atau tidaknya air umpan tersebut maka pemakai perlu mengujikannya ke Laboratotium penguji air yang dinilai mampu dan hasil ujinya akurat. Selanjutnya hasil uji air umpan bandingkan dengan standar yang berlaku antara lain mengenai ; pH, kesadahan total, oksigen dan lain-lain dari feed water boiler yang akan digunakan. c. Pekerja yang mengoperasikannya harus yang sudah terlatih dan berpengalaman yang dibuktikan dengan Sertifikat operator Ketel Uap yang diterbitkan oleh Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans R.I. Untuk Ketel Uap berkapasitas 10 Ton/jam atau lebih, pekerja yang mengoperasikannya harus bersertifikat operator Pesawat Uap kelas I, sedangkan untuk Boiler berkapasitas kurang dari 10 Ton/jam , pekerja yang mengoperasikannya harus bersertifkikat operator Pesawat Uap kelas II. d. Ketel Uap yang sedang operasi tidak boleh ditinggalkan oleh operator yang bertugas melayaninya. Artinya Ketel Uap yang sedang beroperasi harus selalu ada operator Pesawat Uap yang melayani di ruang Ketel Uap yang bersangkutan.
12

e. Setelah beroperasi beberapa lama, maka pemakai wajib memeriksakan Ketel Uapnya secara berkala kepada AK3 spesialis Pesawat Uap dari PJK3 yang memiliki SKP dari Dirjen Pembinaan Pengawasan Kemenakertrans R.I atau kepada Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap. Untuk Ketel uap yang dipakai di kapal laut perusahaan pelayaran pemeriksaan berkalanya minimal sekal tiap tahun, untuk Ketel Uap yang dipakai di darat pemeriksaan berkalanya minimal sekali tiap 2 tahun, untuk Ketel Lokomotif pemeriksaan berkalanya minimal sekali tiap 3 tahun. f. Untuk melakukan perbaikan, penggantian atau perobahan kostruksi dan atau perlengkapan Ketel Uap, pemakai wajib melaporkan terlebih dahulu ke Dinas Tenaga Kerja setempat, sehingga pemeriksaan khusus dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dan pemakai memperoleh petunjuk-petunjuk antara lain teknik pengerjaannya, standar bahan, pengelasan dan sebagainya yang harus dipenuhi. g. Agar kerak ketel ( scale ) yang terjadi di dalam Ketel Uap tidak semakin tebal dan keras yang dapat mengakibatkan over heating ( pemanasan lebih ), maka sebaiknya Ketel Uap secara teratur dilakukan cleaning dengan cara manual, mekanis maupun chemis oleh orang yang ahlinya. Jika di dalam Ketel Uap bebasscale maka akan berdampak positip terhadap efisienci dan life time Ketel Uap yang bersangkutan. E. Peranan kesehatan dan keselamatan kerja pada industri perkebunan dan industri minyak kelapa sawit. Program kesehatan dan keselamatan kerja sangat perlu karena dapat memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan kesehatan dan keselamatan kerja serta situasi kerja yang aman, tentram dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk lebih efisien dan produktif. Produktifitas adalah rasio terbaik antara masukan (input) dan keluaran (output) sedangkan efisiensi adalah pemanfaatan sumber-sumber yang ada seperti tenaga, waktu dan dana dan sebagainya yang terbatas untuk dapat dimanfaatkan secara efektif dan upaya antara lain menekan pemborosan sampaisekecilnya (Harrys, 2005) Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapat melaksanakan program kesehatan dan keselamatan kerja dengan baik, maka perusahaan memperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Meningkatkan produktifitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang. 2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen. 3. Menurunya biaya-biaya kesehatan dan asuransi. 4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pangajuan klaim.
13

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan ras kepemilikan. 6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra perusahaan. 7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungan secara substansial.

14

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 1. Proses kerja pada industri perkebunan kelapa sawit meliputi persiapan lahan, pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. 2. Proses kerja pada industri minyak kelapa sawit meliputi penerimaan TBS, perebusan (sterilisasi), mesin pembantingan (tressher), pengepresan (Screw Press), proses penjernihan/pemurnian minyak, dan Proses pengolahan inti sawit (Bui Sawit) 3. Potensi bahaya pada industri perkebunan kelapa sawit terdapapat pada proses pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. Potensi bahay tidak terdapat pada proses persiapan lahan. 4. Potensi bahaya pada industri minyak kelapa sawit terdapat pada semua semua proses. 5. Program kesehatan dan keselamatan kerja sangat perlu karena dapat memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan kesehatan dan keselamatan kerja serta situasi kerja yang aman, tentram dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk lebih efisien dan produktif. B. Saran 1. Perusahaan menerapkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja secara berlelanjutan. 2. Perusahaan lebih sering melakukan atau memberi pelatihan-pelatihan kepada pekerja yang bekerja pada bagian yang mempunyai resiko tinggi terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

15

DAFTAR PUSTAKA
Harry Siregar , 2005. Peranan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja Sebagai Wujud Keberhasilan Perusahaan, Jurnal Teknologi Proses Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara Indonesia HSE, 2011. Hirarki pengendalian bahaya untuk pencegahan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Diakses dari http://indohse.web.id. Oktober 2012 Schuler, Randall S. dan Susan E. Jackson. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad Ke-21. Jakarta: Erlangga Sumamur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung, Jakarta Kemenakertrans, 2011, Pemakaian Ketel Uap Secara Aman, Diakses dari http://pusdiklat.depnakertrans.go.id . Oktober 2012 Kemenlh, 2007, Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UPKL-UPL Perkebunan Kelapa Sawit, Jakarta Kemenpan, 2008. Teknologi Budi Daya Pengembangan Pertanian. Bogor Sawit.. Badan Penelitian dan

Kemeperin, 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit, Jakarta KPS, 2009, Derita kaum buruh di tengah kemegahan perkebunan kelapa sawit, Diakses dari http://www.kpsmedan.org. Oktober 2012 Permenakertrans No. Per. 01/Men/1982 berisi tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Penggunaan Bejana Bertekanan. Permenakertrans No.Per 09/Men VII/2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat dan Angkut. Peraturan Pemerintah No.07 tahun 1973 berisi tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida

16

You might also like