You are on page 1of 53

AKUNTANSI PERPAJAKAN AKTIVA TETAP BERWUJUD

Aset tetap merupakan bagian dari neraca yang dilaporkan oleh manajemen dalam setiap periode atau setiap periode atau setiap tahun. Aset ini digolongkan menjadi asset tetap berwujud dan asset tetap tidak berwujud. Asset tetap adalah asset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK No. 16 Tahun 2007). Masa manfaat adalah periode asset tetap diharapkan digunakan oleh perusahaan, atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan perusahaan diperoleh dari asset.

PENGAKUAN ASET TETAP Suatu benda berwujud dapat diakui dan dikelompokkan sebagai asset tetap sesuai ketentuan akuntansi komersial apabila: 1. Manfaat keekonomian masa yang akan datang yang berkaitan dengan asset tersebut kemungkinan akan mengalir ke dalam perusahaan 2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal. Biaya perolehan ini terdiri atas harga beli, termasuk bea impor, PPN Masukkan yang tidak dapat dikreditkan, dan biaya lain yang dapat diatribusikan secara langsung sampai asset tersebut siap dipakai atau berada di tempat. Biaya yang dapat diatribusikan contohnya adalah biaya persiapan tempat, pengiriman awal, penyimpanan, bongkar muat, pemasangan, dan biaya professional. Sebagai contoh PT Mekar membeli sebuah angkutan orang yang kapasitasnya lebih dari 10 orang (mini bus), dengan harga perolehan yang dirinci sebagai berikut: Harga Pembelian PPN yang harus dibayar 10% PPnBM yang harus dibayar 10% = Rp 220.000.000 = Rp 22.000.000 = Rp 22.000.000 +

48

Harga Perolehan PEROLEHAN ASSET TETAP Pembelian Aktiva

= Rp 264.000.000

Berdasarkan PSAK 16, aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai dicatat dengan sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi utnuk menempatkan aktiva itu pada kondisi dan tempat yang siap utnuk dipergunakan. PPN yang tak dapat dikreditkan merupakan salah satu unsure pembentuk harga perolehan, kecuali pajak itu dibebankan sebagai biaya pada tahun perolehan tersebut. Dalam ketentuan perpajakan, tergantung dari status hubungan antara penjual dan pembeli, sehubungan dengan pihak yang terlibat dalam transaksi pembelian aktiva dipisahkan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan yang tidak. Harta perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta ditentukan sebagai berikut: 1. Tidak dipengaruhi hubungan istimewa: a. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah harta yang sesungguhnya dibayar; Termasuk dalam harga perolehan harta adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan. b. Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang sesungguhnya diterima. 2. Dipengaruhin hubungan istimewa: a. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan b. Bagi pihak penjual, harta penjualan harta adalah jumlah yang seharusnya diterima. Contoh: PT. A (pemegang saham 30% dari PT B) menjual sebuah peralatan kepada PT B Rp 10 juta. Harga di pasar bebas Rp 12 juta maka untuk tujuan perpajakan harga perolehan (dan penjualan) yang dicatat di buku kedua badan itu Rp 10 juta akan dihitung kembali menjadi Rp 12 juta. Jika peralatan itu merupakan barang kena pajak, tanpa memperhatika koreksi harga itu PT. A akan memungut PPN misalkan sebesar Rp 1 juta.

48

Jika PT. B pengusaha Kena pajak (PKP), PPN itu dapat dikreditkan dengan PPN keluaran atas penyerahan barang badan tersebut. Oleh karena itu, PPN tersebut tidak dikapitalisasi sebagai nilai perolehan peralatan. Sebaliknya, jika PT. B bukan PKP atau aktiva diperoleh sebelum badan itu dikukuhkan menjadi PPK terdapat dua pilihan perlakuan perpajakan yaitu dikapitalisasi sebagai nilai perolehan aktiva (sesuai dengan SAK) sehingga sebagai biaya pada saat pembelian aktiva sehingga nilai aktiva hanya Rp 10 juta, sedangkan Rp 1 juta merupakan penurunan penghasilan tahun itu. Dari kedua alternative tersebut, pengusaha yang lebih memperhatikan cash flow maka akan memilih perlakuan kedua yang akan memperoleh penghematan pajak dari pengurangan penghasilan Rp 1juta. Sesuai dengan tariff pajak penghasilan yang berlaku, pengurangan itu paling banyak 30% atau Rp 300.000,00 (berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 sejak tahun 2009 tarif PPh badan turun menjadi 28% dan nanti mulai tahun 2010 menjadi 25%). Perolehan Asset Tetap Secara Gabungan Apabila asset diperoleh secara gabungan, maka harga perolehan masing-masing asset tetap ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing asset yang bersangkutan. Contoh harga bangunan termasuk tanah seharga Rp 300.000.000 (termasuk biaya notaries, bhea balik nama, bea perolehan atas hak tanah dan atau bangunan, dan lain-lain). Alokasi harga perolehannya dapat dihitung sebagai berikut: Jenis Asset Tanah Bangunan Jumlah Harga Wajar 150.000.000 100.000.000 250.000.000 Alokasi Harga Perolehan 15/25 300.000.000 = 180.000.000 10/25 300.000.000 = 120.000.000 300.000.000

Ayat Jurnal yang disusun saat pembelian tunai adalah: Tanah Bangunan Kas dan Bank 180.000.000 120.000.000 300.000.000

48

Perolehan Aset Tetap Secara Angsuran Terhadap asset tetap yang diperoleh secara angsuran, perlu diperhatikan mengenai kontrak pembeliannya. Contoh, asset tetap dibeli secara angsuran dalam 10 kali amgsuran. Asset tetap yang dibeli berupa mobil harga perolehan Rp 120.000.000 dibayar dalam 24 kali angsuran, masing-masing Rp 5.000.000 per bulan dengan bunga 20% pertahun. Perhitungan angsuran pertama: Angsuran bulanan Bunga 1/12 20% Rp 120.000.000 Jumlah pembayaran Rp 5.000.000 Rp 2.000.000 Rp 7.000.000

Angsuran bulan kedua: Angsuran bulanan Bunga 1/12 20% (120.000.000 5.000.000.000) Jumlah Pembayaran Rp 1.916.700 Rp 6.916.700 Rp 5.000.000

Ayat Jurnal yang disusun Saat pembelian asset tetap Mobil/kendaraan Uang angsuran Saat Pembayaran Utang angsuran Beban bunga 5.000.000 2.000.000 120.000.000 120.000.000

48

Kas dan bank Saat pembayaran angsuran kedua Utang angsuran Beban bunga Kas dan bank 5.000.000 1.916.700

7.000.000

6.916.700

Perhitungan pembayaran angsuran dibuat setiap bulan. Pada hitungan tersebut, bunga semakin lama semakin menurun karena jumlah pinjaman juga menurun. Penetapan bunga yang digunakan berdasarkan pada tingkat bunga efektif. Cara lain yang dapat dilakukan untuk pembelian dengan angsuran ini, bergantung pada perjanjian. Terdapat pula harga dengan angsuran ditetapkan terlebih dahulu dan angsuran yang harus dibayar setiap bulan tetap, maka angsuran terdiri atas 2 komponen, yaitu angsuran dan bunga. Besarnya bunga dan setiap angsuran ditetapkan menggunakan tingkat bunga tetap.

Perolehan dengan Sewa Guna Usaha Model Sewa guna usaha (lease) umumnya merupakan perjanjian dengan pemberian hak kepad lease untuk menggunakan aktiva yang dimilik lessor selama masa tertentu dengan membayar sejumlah uang. Secara komersial, lease modal pada hakikatnya merupakan pembelian aktiva. Sesuai dengan ketentuan perpajakan jumlah yang dibayar pada saat pengambialihan aktiva dari lessor merupakan nilai kapitalisasi aktiva dimaksud. Menurut KMK 1169/91 pada saat berakhirnya masa sewa guna usaha dari transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi, lease dapat melaksanakan opsi yang disetujui bersama. Opsi membeli dilakukan dengan melunasi pembayara nilai sisa barang modal, yang kemudian menjadi dasar penyusutan aktiva tersebut oleh lesee. Pada PSAK 30 yang menyatakan bahwa (bagi penyewa guna usaha) aktiva yang disewaguna usahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.

Perolehan Aset Tetap secara Pertukaran

48

Menurut PSAK No. 16, suatu asset tetap dapat diperoleh dengan pertukaran atau pertukaran sebagian. Dalam pertukaran sebagian dapat dilakukan untuk suatu asset tetap yang tidak serupa asset lain. Biaya ini diukur pada nilai wajar asset yang dipertukarkan atau diperoleh, yang paling andal, sebanding dengan nilai wajar asset yang dipertukarkan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang di transfer. Asset yang diperoleh dari perolehan melalui pertukaran dengan: 1. Asset nonmoneter, baik dengan asset tetap yang sejenis atau asset tetap yang tidak sejenis. 2. Sekuritas berupa obligasi atau saham yang dilakukan oleh perusahaan sendiri atau emisi oleh badan lain. Asset tetap yang diperoleh dalam pertukaran atau pertukaran sebagian untuk suatu asset yang tidak serupa asset lain, biaya tersebut diukur dengan nilai wajar asset yang dilepas atau diperoleh yang dianggap lebih andal, ekuivalen dengan nilai wajar asset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. Selisih nilai adalah selisih antara nilai buku asset tetap yang lama dengan nilai perolehan yang baru. Dalam hal ini apabila asset tetap dipertukarkan dengan asset tetap yang tidak sejenis harus diakui sebagai laba atau rugi. Sebaiknya apabila dipertukarkan dengan asset tetap yang sejenis, maka pengakuan laba rugi ditangguhkan sampai saat asset tetao yang baru dilepaskan. Pada PSAK No. 16 (2007) juga menyebutkan bahwa keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian atau pelepasan suatu aset tetap diakui sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan laba rugi. Praktik akuntansi pajak tidak mengatur tentang perolehan aset dengan pertukaran, baik kategori aset yang sejenis atau bukan sejenis, maupun dengan sekuritas yang tidak diterbitkan perusahaan sendiri hanya pada pasal 10 ayat(2) UU PPh menyatakan bahwa nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Dalam hal terjadi transaksi tukar menukar harta dengan harta lain, maka nilai perolehan atau nilai penjualan harta tersebut adalah: 1. Bagi pihak pembeli, harga perolehan harta yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar; 2. Bagi pihak penjual, harga penjualan harta adalah harga yang seharusnya diterima berdasarkan harga pasar pasar (pasal 10 ayat 2 Undang-Undang PPh).

48

Contoh: PT A (Harta X) Nilai Sisa Buku Harga Pasar 10.000.000 20.000.000 PT B (Harta Y) 12.000.000 20.000.000

Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta. Walaupun tidak terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak yang bersangkutan, karena harga pasar harta yang diperlukan adalah Rp 20.000.000 maka jumlah sebesar Rp 20.000.000 merupakan nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya diterima. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan keuntungan pajak penghasilan. PT A memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.000.000 (Rp 20.000.000 Rp 10.000.000) dan PT B memperoleh keuntungan sebesar Rp 8.000.000 ( Rp 20.000.000 Rp 12.000.000 ). Dalam melakukan pertukaran dapat terjadi pertukaran antara yang sejenis dan pertukaran dengan aset yang tidak sejenis. Sebagai contoh mesin pabrik ditukar dengan mesin pabrik yang baru atau ditukar dengan kendaraan. Akuntansi pajak tidak embedakan jenis aset yang dipertukarkan sejenis atau tidak, tetapi lebih ditekankan perhitungan laba atau rugi pertukaran tidak terdapat laba atau rugi ditangguhkan. Secara konkret dapat dilihat contoh di atas keuntungan yang dikenakan: Pajak Penghasilan = Nilai sisa Buku Fiskal Harga Pasar Apabila dibuat perbandingan untuk mencari berapa besarnya laba pertukaran atas tukar menukar asset antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak diikhtisarkan: PT Waras mempunyai mesin yang dipertukarkan dengan truk milik PT Wiris dengan menggunakanan data yang ditetapkan, akan tampak pada perbandingan berikut ini: PT Waras Keterangan Harga Perolehan Akumulasi Penyusutan Akuntansi Komersial 250.000.000 (90.000.000) Akuntansi Pajak 250.000.000 187.500.000

48

Nilai sisa buku Harga pasar truk Laba Pertukaran PT Wiris Keterangan Harga Perolehan Akumulasi Penyusutan Nilai sisa buku Harga pasar truk Laba Pertukaran

160.000.000 180.000.000 20.000.000

62.500.000 180.000.000 117.500.000

Akuntansi Komersial 200.000.000 (72.000.000) 123.000.000 180.000.000 52.000.000

Akuntansi Pajak 200.000.000 150.000.000 50.000.000 180.000.000 130.000.000

Ayat Jurnal yang disusun oleh PT Waras: Truk Akumulasi Penyusunan Mesin Laba Pertukaran Rekonsiliasi yang disusun adalah sebagai berikut: Keterangan Penyusutan Pada: Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 30.000.000 30.000.000 30.000.000 90.000.000 Laba Pertukaran (20.000.000) 70.000.000 32.500.000 32.500.000 32.500.000 97.500.000 (97.500.000) 0 62.500.000 62.500.000 62.500.000 187.500.000 (117.500.000) 70.000.000 Akuntansi Komersial Beda Akuntansi Pajak 180.000.000 90.000.000 250.000.000 20.000.000

Dari gambaran rekonsiliasi di atas terlihat bahwa aset tetap termasuk dalam kelompok 1 (satu) yang disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus yang telah berjalan selam

48

3(tiga) tahun. Secara komersial, aset tetap tersebut juga disusutkan dengan metode garis lurus. Dengan dibandingkan dengan laba pertukaran akan menghasilkan angka yang sama antara akuntansi komersial dan akuntransi pajak. Ditinjau dari sisi PT Wiris ayat jurnal yang disusun: Mesin Akumulasi Penyusutan Truk Truk Laba Pertukaran 180.000.000 72.000.000 200.000.000 52.000.000

Rekonsiliasi Fiskal yang disusun: Keterangan Akuntansi Komersial Beda Akuntansi Pajak

Penyusutan pada: Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 24.000.000,00 24.000.000,00 24.000.000,00 72.000.000,00 Laba Pertukaran (52.000.000,00) 20.000.000 26.000.000,00 26.000.000,00 26.000.000,00 78.000.000,00 (78.000.000,00) 0 50.000.000,00 50.000.000,00 50.000.000,00 150.000.000,00 (130.000.000,00) 20.000.000,00

Dasar asumsi yang digunakan sama, yaitu metode penyusutannya adalah metode garis lurus dan kelompok 1 (satu). Seperti dalam akuntansi komersial, tukar-menukar asset tetap diikuti dengan tambahan uang. Pertukaran aset yang sejenis dan memiliki manfdaat yang sama dalam bidang usaha yang sama serta nilai wajarnya sama tanpa diikuti tambahan uang, maka secara Akuntansi Komersial tidak ada laba rugi yang diakui. Dalam Akuntansi Pajak tidak membedakan pertukaran sejenis atau tidak sejenis.

48

Perolehan Aset Tetap dengan Cara Membangun Sendiri Sesuai akuntansi komersial, biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas harga beli nya dan setiap biaya dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat asset dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Demikian pula dalam aset yang diperolehnya. Oleh karena itu membangun sendiri tentu saja menggunakan prinsip yang sama seperti asset yang diperoleh, yaitu meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan asset asset sampai siap pakai. Biaya tidak langsung, efisiensi atau inefesiensi, dan bunga selama masa konstruksi juga termasuk dalam nilai asset tetap karena membangun sendiri. Perlu diperhatikan setiap laba internal dieliminasi dalam menetapkan biaya. Sebagai contoh, biaya pembangunan Rp 250.000.000 sedangkan harga pasar asset tetap Rp 300.000.000 . Maka penghematan Rp 50.000.000 tidak diakui sebagai penghasilan. Demikian hal nya biaya dan jumlah yang abnormal dari bahan baku yang tidak terpakai, tenaga kerja, sumber daya lain yang terjadi dalam memproduksi suatu asset yang dikonstruksi sendiri tidak dimasukkan dalam biaya perolehan, tetapi segera diakui sebagai kerugian pada tahun yang bersangkutan. Dari aspek perpajakan perolehan aset tetap dengan cara membangun sendiri tersebut sebagai objek yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Bunga yang dikeluarkan atas pinjaman untuk pembangunan selama masa konstruksi akan dikapitalisasi. Hal ini sesuai dengan ketentuan apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan asset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu. Perlakuan akuntansi komersial dapat diikuti oleh akuntansi pajak, sedangkan terhadap bunga yang dikapitalisasi akan dibebankan ke penghasilan melalui penyusutan selama masa manfaat. Perolehan Secara Hibah, Bantuan, dan Sumbangan Dalam perolehan secara hibah, bantuan dan sumbangan secara langsung dihubungkan dengan perlakuan akuntansi pajak, karena akuntansi komersial sedikit mengatur asset yang diperoleh dari sumbangan (donasi). Terhadap asset tetap yang diperoleh dari sumbangan harus dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun modal yang berasal dari

48

sumbangan atau modal donasi. Contoh, asset tetap berupa tanah dan bvangunan dengan harga pasar Rp 250.000.000,00 telah diterima sebagai sumbangan. Modal donasi dari sisi akuntansi pajak mengacu pada Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang mengatur:
1. Apabila terjadi penghalihan harta berupa bantuan, sumbangan, harta hibah, atau warisan,

syarat yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b adalah: Tidak termasuk sebagai objek pajak adalah:
a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat berhak; Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan social, atau pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan. b. Warisan.
2. Apabila tidak memenuhi syarat yang diperlukan sesuai pasal 4 ayat 3 huruf a Undang-

Undang Pajak Penghasilan dengan contoh konkret yaitu harta hibahan yang diberikan tersebut ternyata mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, maka dasar penilaian bagi yang menerima penghibahan sama dengan nilai pasar dari harga tersebut. Demikian pada akuntansi pajak atas penerimaan hibah juga akan dibukukan sebelah kredit pada akun modal donasi sebagai alokasi sistematis rasional harga perolehan asset. Mengacu pada Pasal 4 ayat (3) Undang- Undang Pajak Penghasilan, maka hibah pun dapat dikelompokkan ke dalam: 1. Memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) Bentuk asset yang dihibahkan berupa kendaraan dengan rincian:

Harga Perolehan

Rp 100.000.000,00

48

Akumulasi Penyusutan Harga Sisa Buku Harga Pasar

Rp 60.000.000,00 Rp 40.000.000,00 Rp 55.000.000,00

Ayat jurnal yang disusun dari popok pemberi adalah sebagai berikut: Biaya Tidak Dapat Dibebankan/Saldo Laba 40.000.000 Akumulasi Penyusutan Kendaraan Kendaraan 60.000.000 100.000.000

Sedangkan ayat jurnal bagi penerima hibah adalah: Kendaraan Modal Hibahan 40.000.000 40.000.000

Bila hibah yang diterima Wajib Pajak tidak dalam rangka hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan, maka dipandang sebagai transaksi modal dengan sisa buku menurut pembukuan pemberi hibah yang digunakan sebagi dasar pengukurannya. Sebelumnya, penerima hibah mengakuinya sebagai ekuitas, bukan sebagi penghasilan menurut fiskus. 2. Tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) Pemberian hibah ini tidak mempunyai hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan pihak hibah. Transaksi hibah ini dipandang sebagi transaksi pertukaran, sehingga dasar pengukurannya harga pasar. Seperti contoh yang lalu, ayat jurnal yang disusun dari pemberi adalah sebagai berikut: Biaya Hibah Akumulasi Penyusutan Kendaraan Kendaraan 50.000.000 60.000.000 100.000.000

48

Kendaraan dari Hibah Kendaran

15.000.000

Sedangkan ayat jurnal bagi hibah adalah: Kendaraan Penghasilan hibah 55.000.000 55.000.000

Harga pasar kendaraan dihibahkan sebagi penghasilan, sedangkan nilai sisa bukunya diakui sebagai biaya. Apabila terjadi laba rugi, maka akan alokasikan kea kun laba yang ditahan. Apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3), hibah diaanggap sebagai penghasilan yangdikenakan Pajak Penghasilan bagi penerimanya, dan dicatat sebesar harga pasar dari harta hibahan.bagi pemberi harta hibahan, pengubahan harta tersebut merupakan pengalihan harta. Oleh karena itu, harus dihitung laba atau rugi atas hibah harta, yaitu harga pasar dikurangi nilai sisa buku apabila harta tersebut disusutkan. Penghibahan berupa tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi yang dikategorikan sebagai pengolahan harta dikenakan PPh Final.

Harga Perolehan atau Harga Penjualan dalam Hal Terjadi Pengalihan Harta dalam Rangka Likuidasi, Penggabungan, Pemekaran, Pemecahan, atau Pengambilalihan Usaha Apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan dalam rangka pengembangan usaha berupa penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha.di samping itu, pengalihan tersebut dapat pula dilakukan dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa istilah yang perlu diketahui: Istilah Merger Penggabungan usaha Penjelasan Meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha. Penggabungan dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil.

48

Peleburan usaha Pemekaran usaha

Penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru. Pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terdiri ats saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan

likuidasi badan usaha yang lama. Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah: 1. Penggunaan Harga Pasar Jumlah yang harusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan. Contoh: PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru yakni PT C. Data-data tercatat sebagai berikut: PT A Rp 200.000.000,00 Rp 300.000.000,00 PT B Rp 300.000.000,00 Rp 450.000.000,00

Nilai sisa buku Harga pasar

Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT A mendapat keuntungan Rp 100.000.000,00 (Rp 300.000.000,00 Rp 200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan Rp 150.000.000,00 (Rp 450.000.000 Rp 300.000.000,00) sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp 750.000.000,00 (Rp 300.000.000,00 + Rp 450.000.000,00). Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan social, ekonomi, investasi, moneter, dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar milai sisa buku (dengan menggunakan metode pooling of interest). Dalam hal in PT C membukukan penerimaan harta sebesar Rp 200.000.000,00 + Rp 300.000.000,00 = Rp 500.000.000,00.

48

2. Penggunaan Nilai Buku Secara umum, penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha akan melibtakan pihak yang mengalihkan harta dan pihak yang memperoleh harta. Sesuai Akuntansi Komersial, metode yang digunakan dalam konsolidasi adalah:

Penyatuan kepentingan (pooling of interest) Pembelian (purchase)

Dalam akuntansi perpajakan digunakan metode pembelian (purchase method) atau berdasarkan harga pasar, sedangkan metode penyatuan kepentingan dapat digunakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Pengaturan yang memberikan wewenang kepada menteri keuangan untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar yaitu atas dasar nilai buku. Ketentuan tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Ketentuan ini berlaku sejak tanggal 13 Maret 2008. Pokok-pokok aturan menteri keuangan tersebut meliputi: 1) Pihak yang diperkenankan menggunakan nilai buku Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku dalam penggabungan usaha atau peleburan usaha. Syarat yang diperlukan bagi Wajib Pajak yang melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, maupun pemekaran usaha:

Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha. Langkahlangkah: Permohonan diajukan oleh Wajib Pajak yang menerima harta yaitu dalam hal Wajib Pajak melakukan merger atau Wajib pajak yang mengalihkan harta dalam hal dilakukan pemekaran usaha. Pengajuan permohonan ditujukan kepada Kantor Wilayah Dirjen Pajak dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan.

48

Sebagai dukungan permohonan perlu melampirkan surat pernyataan yang

mengemukakan alsan dan tujuan melakukan merger atau pemekaran usaha disertai bukti pendukung serta melampirkan daftar isian dan surat pernyataan dalam rangka business purpose test. Atas permohonan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan dimaksud, kepala kantor wilayah harus menerbitkan surta keputusan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap. Bila melebihi waktu tersebut, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan akan diterbitkan Surat Keputusan Persetujuan.

Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha terkait. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test) Masalah pelunasan seluruh utang pajak wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak yang

mengalihkan harta dan Wajib pajak yang menrima harta, termasuk utang pajak dari cabang atau perwakilan yang terdaftar di kantor pelayanan pajak lokasi. Sedangkan memenuhi persyaratan business purpose test apabila: Tujuan utama dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalaln serta tidak dilakukan untuk penghindaran pajak. Kegiatan usaha Wajib pajak yang mengalihkan harta masih berlangsung sampai dengan tanggal efektif merger. Kegiatan usaha Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum merger terjadi wajib dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger. Kegiatan usaha Wajib pajak yang menerima harta dalam rangka merger tetap berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger. Kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka pemekaran usaha wajib berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger.

48

Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya merger atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib pajak yang menerima harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha. 2) Wajib pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku adalah:

Wajib Pajak yang belum go public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering)

Wajib Pajak yang telah go public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering)

3) Sisa kerugian dan kompensasi kerugian Sisa kerugian yang muncul akibat penggabungan dua atau lebih Wajib Pajak yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha disebut sisa kerugian fiskal. Dalam hal kompensasi kerugian yaitu Wajib Pajak yang melakukan merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri/Wajib Pajak yang dilebur. 4) Pencatatan nilai buku Bagi Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan. 5) Penyusutan Penyusutan atas harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak-pihak yang mengalihkan. 6) Pajak penghasilan Apabila merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah anggsuran Pajak Penghasilan pasal 25 dari pihak-pihak yang menerima pengalihan tidak boleh lebih dari jumlah angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak

48

yang mengalihkan. Sedangkan untuk pembayaran, pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah dilakukan oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukannya merger atau pemekaran usaha dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan, atau pemotongan Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan. 7) Penjualan harta Bagi Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku, bila Wajib Pajak yang menerima harta melakukan penjualan harta yang sebelumnya dimiliki Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum melewati jangka waktu 2 tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha. Wajib Pajak tersebut dapat menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tersebut layak dijual demi meningkatkan efisiensi perusahaan dan disertai dengan bukti pendukung. Bagi Wajib Pajak yang akan menjual sahamnya di bursa efek selambatlambatnya jangka waktu 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan Dirjen Pajak untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal dalam rangka penawaran umum perdana (initial public offering) dan penyataan pendaftaran menjadi efektif.

Harga Perolehan dalam Hal Terjadi Pengalihan Harta Termasuk Setoran Tunai yang Diterima oleh Badan sebagai Pengganti Penyertaan Modal Penyertaan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai atau pengalihan harta. Apabila terjadi pengalihan harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan adalah sama dengan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut. Contoh: Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah Rp 25.000.000,00 kepada PT Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal Rp 20.000.000,00. Harga pasar mesin-mesin bubut tersebut sebesar Rp 40.000.000,00. Dalam hal ini PT Y akan

48

mencatat mesin bubut tersebut sebagai asset dengan nilai Rp 40.000.000, 00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan penghasilan bagi PT Y. Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai pasar harta sebesar: (Rp 40.000.000,00 Rp 20.000.000,00) = Rp 20.000.000,00 dibukukan sebagai agio. Bagi Wajib Pajak X, selisih sebesar Rp 15.000.000,00 (Rp 40.000.000,00 Rp 25.000.000,00) merupakan Objek Pajak.

PENYUSUTAN ASET TETAP Masalah penyusutan merupakan masalah yang penting selama masa manfaat asset tetap. Masa manfaat suatu aset tetap berwujud kecuali tanah dengan berjalannya waktu akan semakin menurun kemampuannya untuk memberikan jasa. Pengakuan atas penurunan asset tetap berwujud tersebut dialokasikan ke dalam penyusutan (depreciation) sebagai alokasi sistematis rasional harga perolehan harga asset berwujud. Sebagaimana diatur dalam PSAK No. 17 Tahun 2007, yang dimaksudkan penyusutan adalah alokasi jumlah suatu asset yang dapat dususustkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyusutan dilakukan dilakukan terhadap asset berwujud dengan syarat aset tetap berwujud tersebut: 1. Diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi; 2. Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas; dan 3. Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi. Penyusutan atau jumlah disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan suatu aset jumlah lain yang disubtitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan dikurangi nilai sisa. Terdapat istilah penghapusan yang pengertiannya berbeda dengan penyusutan. Penghapusan adalah penghapusan nilai buku suatu asset yang dilakukan apabila nilai buku yang tercantum dalam laporan tidak lagi menggambarkan manfaat dari asset yang bersangkutan. Seperti diketahui dalam akuntansi komersial, asset tetap yang dapat disusutkan sering kali merupakan bagian signifikan asset perusahaan. Oleh karena itu, penyusutan juga dapat

48

berpengaruh secara signifikan dalam menentukan dan menyajikan posisi keuangan dari hasil usaha. Dapat pula nilai sisa suatu aset sering kali tidak signifikan dan diabaikan dalam penghitungan jumlah yang dapat disusutkan. Apabila nilai sisa signifikan, nilai tersebut diestimasi pada tanggal perolehan atau pada tangtgal dilakukan reevaluasi aset (hanya mungkin dengan ketentuan pemerintah). Sedangkan jumah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan suatu aset, atau jumlah lain yang disubtitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan, dikurangi nilai sisainya. Sesuai Pasal 11 Undang- Undang Pajak Penghasilan, penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendidirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1(satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian-bagian yang sama besar masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Dalam pengaturan penyusutan tersebut, persyaratan asset yang dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan meliputi 1. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud 2. Harta tyersebut mempunyai masa manfaat lebih dari (satu) tahun,
3. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan Terdapat pula asset tetap yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut akuntansi pajak tidak dapat disusutkan, yaitu: 1. Aset tetap perusahaan berupa kendaraan yang dikuasai dan dibawa pulang pegawai, termasuk juga yang ada di daerah terpencil. 2. Aset tetap perusahaan berupa rumahyang terletak bukan di aerah terpencil yang ditempati pegawai yang tidak diberi tunjangan oleh perusahaan. Dengan demikian, harta yang dimiliki perusahaan tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan karena tidak memenuhi syarat di atas, tidak boleh disusutkan. Apabila terjadi penjualan, maka laba atau rugi dihitung dengan mengurangkan harga perolehan terhadap harga jual. Harga demikian kebanyakan dimiliki oleh Wajib Pajak orang pribadi, tentu laba tersebut sebagai objek Pajak Penghasilan.

48

Dalam melakukan penyusutan tentu memperhatikan dasar yang digunakan untuk menyusutkan. Apabila dasar penyusutan antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak sama, seharusnya akan menghasilkan jumlah penyusutan yang sama dengan asumsi menggunakan metode penyusutan yang sama. Adanya pengelompokan harga berwujud berdasarkan masa manfaat dan sekaligus penetapan persentase tarif penyusutan yang telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengakibatkan adanya perbedaan, yang dikenal dengan beda waktu (time difference). Ditinjau dari seluruh jumlah yang dibebankan adalah sama, tetapi dalam waktu yang berbeda. Pengaruh secara umum tentu menimbulkan selisih antara laba bersih komersial dengan Penghasilan Kena Pajak. Secara komersial yang diatur pada PSAK No. 46 Tahun 2007, selisih pajaknya dibukukan dalam Akun Pajak Penghasilan yang ditangguhkan. Untuk aset yang disusutkan harus dikelompokkan terlebih dahulu sesuai masa manfaat. Akuntansi komersial mengatur estimasi suatu asset yang dapat disusutkan dengan dasar pertimbangan yang biasanya didasarkan pada pengalaman dengan jenis asset yang serupa. Sedangkan ketentuan perpajakan untuk pengelompokan asset tetap berdasarkan masa manfaat mengacu pada SuratKeputusan Menteri KEuangan No. 520/KMK.04/2000 Tanggal 14 Desember 2000 yang disempurnakan dengan keputusan Menteri Keuangan No.138/KMK.03/2002 Tanggal 8 April 2002. Metode Penyusutan Sesuai Ketentuan Komersial Jumlah penyusutan akan dialokasiukan ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat aset tetap berwujud menggunakan berbagai metode yang sistematis. Penggunaan metode penyusutan mempersyaratkan adanya penggunaan yang kosisten (taat asas), tanpa memandang tingkat profibilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, sehingga diharapkan dapat menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke periode. 1. Dasar waktu
a. Metode garis lurus (straight line method)

Dalam metode ini, biaya penyusutan dialokasikan berdasarkan berjalannya waktu, dalam jumlah-jumlah yang sama selama masa manfaat asset tetap berwujud tersebut. Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan Penyusutan b. Metode pembebanan Menurun

48

1) Metode jumlah angka tahun (sum of the year digit method)

Metode ini sering disebut metode jumlah angka tahun yang akan menghasilkan jumlah penyusutan yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Dengan rumusan: Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan Penyusutan Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Perolehan - Nilai Residu

Tarif penyusutan ditetapkan dengan pecahan, yaitu pembilang adalah angka tahun yang ada selama masa manfaat aset tetap., sebagai contoh 1,2,2,4,5 dan seterusnya, sedangkan pembilang untuk tahun pertama adalah penjulahan angka tahun sampai dengan angka tahun terakhir. Sebagai contoh, apabila masa manfaat hanya 5 tahun, maka penjumlahannya (1 +2 +3 +4 +5 ) = 15. Menghitung besarnya biaya penyusutan apabila awal penyusutan tidak sama dengan awal tahun bukunya. Sebagai contoh awal tahun 2009 terjadi pembelian asset tetap tetapi juga terdapat asset tetap yang dibeli dalam tahun berjalan.
2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda (declining/double declining balance

method) Dalam metode ini, besarnya biaya penyusutan semakin lama menjadi lebih kecil dari tahun ke tahun, dengan dasar pemikiran bahwa kapasitas aset tetap dalam memberikan jasanya dari tahun ke tahun semakin menurun. Penghitungan biaya penyusutan dapat dirumuskan: Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Perhitungan Penyusutan Dasar Penghitungan Penyusutan = Harga Sisa Buku Awal Periode Pada umumnya, tariff penyusutran adalah dua kali tariff penyusutan apabila menggunakan metode garis lurus tanpa memperhatikan nilai residu (residu value). 2. Dasar penggunaan
a. Metode jam jasa (service hour method)

48

Pada metode ini besarnya penyusutan dihitung dengan mendasarkan pada teori bahwa pembelian asset tetap ditunjukkan dari jumlah jam jasa langsung dan dalam metode ini mengakui estimassi masa manfaat asset nyang diukur dalam jam jasa. Tarif penyusutan =

b. Metode unit produksi (productive output method)

Dalam metode unit produksi taksiran manfaat dinyatakan dalam kapasitas produksi yang dapat dihasilkan. Kapasitas produksi ini dapat pula dinyatakan dalam bentuk jam pemakaian atau urut urut kegiatan lainnya. Penghitungan besarnya biaya penyusutan dapat dirumuskan: Tarif Penyusutan = Biaya Penyusutan = Tarif Penyusutan x dasar Penytusutan Dasar Penyusutan = Harga Perolehan Nilai Residu

3. Dasar kriteria lainnya

Menggunakan dasar criteria lainnya bahwa biaya penyusutan dapat dihitung dengan dasar jenis dan kelompok. Pengelompokan ini dikenali dalam kelompok atau dalam perjakan dikenali dengan golongan 1, golongan 2, golongan 3, dan golongan bangunan. Ketentuan Pasal 11 Undang- Undang Pajak Penghasilan mengelompokkannya ke dalam Bukan Bangunan dan kelompok Bangunan. Akuntansi komersial mengelompokkan asset berdasarkan masa manfaat. Untuk memperoleh asset tetap sesuai akuntansi komersial dapat bermacam macam cara, yaitu perolehan secara gabungan, angsuran, pertukaran, dan membangunan sendiri, serta meode penyusutan yang digunakan juga telah diatur dalam PSAK 17 Tahun 2007. Passal 6 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan telah menjelaskan tentang pengeluaran pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tidak

48

berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun pembebannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Demikian pula halnya dalam Pasal 9 ayat (2), pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, sebagai contoh sewa untuk beberapa tahun yang dibayarkan sekaligus pembebanannya akan dilakukan melalui alokasi alokasi per tahun. Penyusutan menurut akuntansi pajak ini tidak mempertimbangkan nilai sisa (residu value), sehingga diartikan bahwa seluruh harga perolehan tersebut disusutkan. Sebenarnya banyak cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh asset tetap telah disampaikan dalam akuntansui konvensional. Tetapi dapat teridentifikasi bahwa aset tetap dapat diperoleh melalui: 1. Pembelian baik secara tunai kredit atau angsuran.
2. Leasing (sewa guna usaha)

3. Pertukaran dengan sekurutas atau dengan aset lainnya. 4. Penyertaan modal. 5. Membangun sendiri 6. Hibah ataui pemberian
7. Bangun guna serah (built operate and transfer-BOT)

Pasal 10 Undang-Undang Pajak perpajakan mengatur cara penilaian harat seperti penetapan harta perolahan atau harga penjualan dalam rangka menghitung laba atau rugi apabila terjadi penjualan barang dagangan. Dalam menentukan harga perolehan atau harga penjualan, suatu harga dapat dikelompokkan menjadi: 1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta. 2. Harta perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harga. 3. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta dalam rangka likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atasu pengambilalihan usaha.

48

4. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta karena hibah, bantuan, atau sumbahan, dan warisan. 5. Harta perolehan ataun harta penjualan dalam hal terjadi pengalihan harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan modal.

Metode Penyusutan Sesuai Ketentuan Perpajakan Metode penyusutan menurut Ketentuan perundang undangan Perpajakan sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 Undang - Undang Pajak Penghasilan. 1. Metode garis lurus, atau metode saldo menurun untuk ast bangunan 2. Metode garis lurus untuk asset tetap berwujud berupa bangunan Penggunaan metode penyusutan asset tetap berwujud disyaratkan taat asas (konsisten). Dalam hal Wajib Pajak menggunakan metode saldo menurun, maka sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus. Dengan memperhatikan pembukuan Wajib Pajak, apabila ditemukan adanya alat-alat kecil yang sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Penentuan kelompok dan tariff penyusutan harta berwujud didasarkan pada Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan : Kelompok Harta Berwujud I. Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak Permanen 20 Tahun 10 Tahun 5% 10 % 4 Tahun 8 Tahun 16 Tahun 20 Tahun 25 % 12.5 % 6.25 % 5% 50 % 25 % 12.5 % 10 % Masa Manfaat Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun tetap berwujud bukan

48

Keputusan Menteri Keuangan No. 520/KMK.04/2000 yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 138/KMK.03/2002 yang mengatur pengelompokan jenisjenis harta tidak berwujud adalah sebagai berikut: Kelompok 1 Nomor Jenis Usaha urut 1. Semua jenis usaha Jenis Harta a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, almari dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan. b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin fotokopi, mesin akunting/pembukuan, komputer, printer, scanner dan sejenisnya. c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/cassette, video recorder, televisi dan sejenisnya. d. Sepeda motor, sepeda dan becak. e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri/jasa yang bersangkutan. f. Alat dapur untuk memasak, makanan dan minuman. g. Dies, jigs, dan mould. Alat yang digerakkan bukan dengan mesin. Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti, huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet, dan sejenisnya Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum Falsh memory tester, writer machine, biporar test system, elimination (PE8-1), pose checker

2. 3.

Pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan Industri makanan dan minuman Perhubungan pergudangan dan komunikasi Industri semi konduktor

4. 5.

Kelompok 2 Nomor Jenis Usaha urut 1. Semua jenis usaha Jenis Harta a. Mabel dan peralatan dari logam temasuk meja, bangku, kursi, almari dan sejenisnya yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin dan sejenisnya.

48

b. Mobil, bus, truk speed boat dan sejenisnya.

2.

Pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan

3.

Industri makanan dan minuman

4. 5. 6. 7.

Industri mesin Perkayuan Konstruksi Perhubungan, prgudangan, dan komunikasi

8.

Telekomunikasi

c. Container dan sejenisnya. a. Mesin pertanian / perkebunan seperti traktor dan mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya. b. Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan. a. Mesin yang mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu, pengalengan ikan . b. Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa, magarine, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioka. c. Mesin yang menghasilkan / memproduksi minuman dan bahan-bahan minuman segala jenis. d. Mesin yang menghasilkan / memproduksi bahan-bahan makanan dan makanan segala jenis. Mesin dan peralatan penebangan kayu. Mesin dan peralatan penebangan kayu. Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane buldozer dan sejenisnya. a. Truck kerja untuk pengangkutan dan bongkar muat, truck peron, truck ngangkang, dan sejenisnya; b. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang tertentu (misalnya gandum, batu - batuan, biji tambang dan sebagainya) termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT; c. Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT; d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai dengan 250 DWT; e. Kapal balon.

48

9.

Industri semi konduktor

a. Perangkat pesawat telepon; b. Pesawat telegraf termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon. Auto frame loader, automatic logic handler, baking oven, ball shear tester, bipolar test handler (automatic), cleaning machine, coating machine, curing oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), logic test system, marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS manual, O/S tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming machine, wire bonder, wire pull tester. Kelompok 3

Nomor Jenis Usaha urut 1. Pertambangan selain minyak dan gas 2. Pemintalan, penenunan, dan pencelupan

Jenis Harta Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk mesin - mesin yang mengolah produk pelikan. a. Mesin yang mengolah / menghasilkan produk-produk tekstil (misalnya kain katun, sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, tule). b. Mesin untuk yang preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing, texturing, packaging dan sejenisnya. a. Mesin yang mengolah / menghasilkan produk - produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya. b. Mesin dan peralatan penggergajian kayu a. Mesin peralatan yang mengolah / menghasilkan produk industri kimia dan industri yang ada hubungannya dengan industri kimia (misalnya bahan kimia anorganis, persenyawaan

3.

Perkayuan

4.

Industri kimia

48

organis dan anorganis dan logam mulia, elemen radio aktif, isotop, bahan kimia organis, produk farmasi, pupuk, obat celup, obat pewarna, cat, pernis, minyak eteris dan resinoida-resinonida wangi-wangian, obat kecantikan dan obat rias, sabun, detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan sinematografi. b. Mesin yang mengolah / menghasilkan produk industri lainnya (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah). Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal). a. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barangbarang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkapan ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT. b. Kapal dibuat khusus untuk mengela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT. c. Dok terapung. d. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat di atas 250 DWT. e. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis. 7. Telekomunikasi Perangkat radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.

5.

Industri mesin

6.

Perhubungan dan komunikasi

Kelompok 4

48

Nomor urut 1. 2.

Jenis Usaha Konstruksi Perhubungan dan telekomunikasi

Jenis Harta Mesin berat untuk konstruksi a. Lokomotif uap dan tender atas rel. b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere atau dengan tenaga listrik dari sumber luar. c. Lokomotif atas rel lainnya. d. Kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk kontainer khusus dibuat dan diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat atau beberapa alat pengangkutan. e. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barangbarang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya) termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT. f. Kapal dibuat khusus untuk menghela atau

mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran-keran terapung dan sebagainya, yang mempunyai berat di atas 1.000 DWT. g. Dok-dok terapung

Terhadap pengeluaran harta berwujud bukan bangunan pengelompokannya ditetapkan berdasr pada Keputusan Menteri Keuangan. Khusus untuk bangunan tidak permanen dimaksudkan adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah pindahkan yang masa manfaatnya tidak lebih dari sepuluh tahun.

48

Penghitungan Penyusutan atas Komputer, Printer, Scaner, dan Sejenisnya Kepmen keuangan No.138 /KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002 khusus untuk penyusutan atas computer, printer,scanner, dan sejenisnya ditegaskan dalam SE-07/PJ.42/2002 sebagai berikut: 1. Perubahan pengelompokan yang sebelumnya termasuk dalam kelompok 2 selanjutnya berubah menjadi kelompok 1 2. Atas perubahan tersebut maka perhitungan penyusutan atas computer, scanner, printer dan sejenisnya yang telah dimiliki dan digunakan dalam perusahaan sebelum tanggal 1 April 2002 diatur: 1) Penghitungan penyusutan berdasarkan ketentuan lam (kelompok 2) yang diberlakukan sampai dengan bulan Maret 2002 2) Penghitungan penyusutan berdasarkan ketentuan yang baru (kelompok 1) berlaku mulai bulan April 2002 dengan tetap menggunakan sisa manfaat semula yang akan mengalami penyesuaian / percepatan secara otomatis. Penghitungan Penyusutan atas Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan Kep ditjen pajak No. Kep.-220PJ/2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan tanggal 18 April 2002 mengatur pembebanan biaya melalui penyusutan terhadap telepon seluler dan kendaraan perusahaan. Aturan tersebut meliputi: 1) Biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiki dan digunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan asset tetap (harta berwujud bukan bangunan) kel 1(perhatikan pengelompokan sesuai kepmen keuangan terakhir No. 138/KMK.03/2002) 2) Biaya perolehan, pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus atau sejenisnya yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan sebagai asset tetap kelompok 2 (perhatikan pengelompokan sesuai kepmen keuangan terakhir No. 138/KMK.03/2002) 3) Biaya perolehan, pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedab atau sejenisnya yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan,

48

pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan asset tetap (harta berwujud bukan bangunan) kelompok 2 (perhatikan pengelompokan sesuai kepmen keuangan terakhir No. 138/KMK.03/2002) Dalam hal pembebanan biaya tersebut pada butir 1,2, dan 3 ternyata penghasilan wajib pajak dimaksud dikenakan PPh yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut telah termasuk dalam penghitungan PPh yang bersifat final atau norma penghitungan khusus, sehingga ketentuan pembebanan tidak diberlakukan. Demikian halnya atas biaya-biaya yang dibebankan sebagai biaya perusahaan maka juga tidak dianggap sebagai penghasilan bagi pegawai perusahaan ybs.

Pengelompokan Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan Aaas Usaha Jasa Telekomunikasi Seluler Kepmen Keuangan No. 138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002 mengatur pengelompokan harta berwujud bukan bangunan untuk kepentingan penyusutan. Sedangkan Kep Ditjen pajak No. Kep.-520/PJ./2002 tanggal 11 Desember 2002 tentang jenis-jenis harta yang digunakan dalam usaha jasa telekomunikasi seluler yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan. Jenis Harta yang Disusutkan dan Pengelompokannya
1. Kelompok Asset Berwujud 1, jenis asetnya base stasion controller 2. Kelompok Asset Berwujud, jenis asetnya mobile switching center, homer location register,

visitor location register, authentication center, equipment identitu register, intelligent network service control point, intelligent network service management point, radio base stasion, transceiver unit, terminal SDH/mini link, antenna. Tata Cara Perhitungan Penyusutan Fiskal Untuk perhitungan penyusutan fiscal atau jenis harta tersebut diatur: Kep ditjen pajak tersebut mulai berlaku tahun pajak/tahun 2002 Atas jenis-jenis harta sebagaimana dimaksud dalam kep ditjen pajak tersebut yang telah dimiliki dan digunakan dalam perusahaan sejak sebelum tahun pajak/ tahun buku 2002, perhitungan penyusutan fiscal sampai dengan tahun pajak/ tahun buku 2001 menggunakan tariff penyusutan kelompok 3 Penghitungan penyusutan fiscal atas harta dimaksud pada butir 2 mulai tahun pajak/ tahun buku 2002 menggunakan tariff penyusutan kelompok yang baru (kelompok 1 atau kelompok 2) dengan metode penyusutan yang tetap sama, yaitu:

48

1. Metode garis lurus dasar penyusutan adalah harga perolehan 2. Metode saldo menurun dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiscal. Masa manfaat yang tersisa atas harta dimaksud pada butir 2 setelah perpindahan dari kelompok 3 ke dalam kelompok 1 atau kelompok 2 akan mengalami penyesuaian otomatis karena beban penyusutan yang semakin besar. Khusus untuk harta yang disusutkan dengan metode saldo menurun masa manfaat yang tersisa dalam: 1. Kel 1 akan berakhir paling lama pada tahun keempat sejak tahun pajak/ tahun buku 2002 ( nilai sisa buku fiscal disusutkan sekaligus) 2. Kel 2 akan berakhir paling lama pada tahun ke delapan sejak tahun pajak/ tahun buku 2002 (nilai sisa buku fiscal disusutkan sekaligus)

Penyusutan Hingga Akhir Masa Manfaat Sama seperti akuntansi komersial, penyusutan menurut akuntansi pajak dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran. Kecuali untuk harta yang masih dalam prosespengerjaan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara prorate. Dengan persetujuan Direktorat Jendral Pajak, penyusutan dapat dilakukan pada saat bulan tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan. Perhitungan Aset Tetap Atas Aset Peralihan) Pengaturan penyusutan terhadap asset yang diperoleh sebelum tahun 1995 masih tetap dimuat untuk menunjukan kronologis aturan tata cara penyusutan pada saat dikeluarkan ketentuan peralihan pada tahun 1995. Contoh, PT Jaya memiliki lima buah Aset Tetap Berwujud yang diperoleh sebelum tahun 1995. Dengan dikeluarkannya SE-44/PJ.4/1995 perihal penyusutan atau amortisasi atas pengeluran untuk memperoleh harta yang masih dimiliki dan digunakan pada awal tahun pajak 1995, maka perhitungan penyusutan PT Jaya tahun 1995 dilakukan sebagi berikut :
Jenis Harta Tahun Perolehan Masa Manfaat (Tahun) Max Pem akai an Sisa Awal Tahun Gol. Harga Pokok Tarif Semula Penyusutan Hingga 1994 Nilai Sisa Buku Awal 1995

Tetap Yang Diperoleh Sebelum Tahun 1995 (Aturan

48

1995 Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3 Mesin 4 Mesin 5 1984 1988 1990 1991 1993 16 8 16 8 16 11 7 5 4 2 5 1 11 4 14 III II III II III 100.000.000 50.000.000 100.000.000 50.000.000 100.000.000 10 % 25 % 10 % 25 % 10 % 68.618.940 43.325.806 40.951.000 34.179.688 19.000.000 31.381.060 6.674.194 59.049.000 15.280.312 81.000.000

Apabila awal tahun 1995 sisa manfaat sudah habis atau sama dengan satu tahun, maka diusulkan untuk disusutkan sekaligus dalam tahun 1995. Nilai Sisa Buku Aset tetap awal 1995 sebagai dasar penyusutan tahun 1995 dab seterusnya. Atas harta yang tidak lagi digunkan unutk mendapatkan, menagih, dan memlihara penghasilan atau atas harta yang telah habis masa manfaatnya secara fiscal tidak dapat disusutkan sejak tahun pajak 1995, maka nilai buku yang masih ada atas harata tersebut dibebankan selutuhnya sebagai biaya tahun 1995.

Pengelompokan Aset Tetap Sebelum Tahun 1995 Metode penyusutan yang dipilih mencakup semua harata bukan bangunan yang kemunginan diperolehnya sebelum atau diperoleh sejak tahun 1995 tidak diperkenankan menggunakna dua macam metode penyusutan. Penyusutan asset tetap yang dimiliki sebelum awal tahun pajak 1995 dan masih digunakan untuk dapat mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, secara fiscal masih mempunyai sisa manfaat penyusutan dilakukan berdasat Nilai Sisa Buku. Aset tetap yang tidak lagi digunakan untuk mendapatkan dan mengagih serta memelihara penghasilan atau telah habis masa manfaatnya secar fiscal sejak tahun 1995 tidak dapat disusutkan. Maka Nilai Sisa Buku yang masih ada dibebankan seluruhnya sebagai biaya pada tahun 1995. Sesuai surat edaran Direktur Jendral Pajak No. SE-44/PJ.4/1995 Tanggal 2 Oktober 1995 (diperbarui dengan SE-49/PJ.4/1995 Tanggal 31 Oktober 1995) tentang penyusutan adan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harata yang masih dimiliki dan digunakan pada awal tahun 1995 sebagi berikut : Sisa Manfaat 2 - 5 Tahun 7 - 11 Tahun Kelompok 1 2

48

> 13 Tahun Catatan :

1. Apabila sisa manfaat tinggal 1 tahun, maka disusutkan sekaligus. 2. Apabila sisa manfaat berada di tengah tengah kelompok, misal 6 tahun, maka dapat memilih masuk kelompok 1 atu kelompok 2.

PENARIKAN HARTA BUKAN BANGUNAN Asset tetap perusahaan yang tidak terpakai lagi dapat ditarik dari pemakaian. Penarikan dapat dilakukan dengan menjual asset tetap tersebut. Dalam akuntansi komersial, terhadap asset tetap yang dijual nilai bukunya dihitung sampai dengan tanggal penjualan, sedangkan dalam ketentuan perpajakan Nilai Sisa Bukunya dihitung sampai dengan akhir tahun sebelum asset tersebut dijual. Ketentuan pasal 11 ayat 8 UU PPh bahwa telah terjadi penjualan atau penarikan harta pasal 4 ayat 1 huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya maka nilai buku tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh, dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan, sehingga keuntungan atau kerugian karena pengalihan atau penarikan harta dikenakan pajak dalam tahun dilakukan pengalihan harta. Apabila harta tersebut terbakar atau dijual maka penerimaan netto dari penjualan harta yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan, atau penggantian asuransi dibukukan sebagai penghasilan. KETENTUAN LAIN Penyimpangan dari ketentuan pasal 11 ayat 1 UU PPh yang mengatur masalah penyusutan bahwa MenKeu selanjutnya mempunyai kewenangan mengatur tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang usaha tertentu seperti pertambangan minyak, gas bumi serta perkebunan tanaman keras.

48

AKUNTANSI PERPAJAKAN AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD

Asset tidak berwujud dapat diketegorikan sebagai asset tetap perusahaan, namun secara fisik asset tetap tersebut tidak tampak. Oleh karena itu, disebut dengan istilah tidak berwujud. Dalam PSAK No. 19 Tahun 2007 menyatakan asset tetap tidak berwujud (intangible assets) adalah asset tidak lancar (noncurrent assets) dan tidak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hokum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain. Karakteristik asset tidak berwujud yang paling menonjol adalah tingkat ketikpastian nilai dan manfaat dikemudian hari. Nilai asset tidak berwujud ini dapat dalam jumlah yang besar. Sedangkan bentuk asset tidak berwujud ini dapat berbentuk hak paten, hak cipta , waralaba (franchise), merk dagang dan goodwill. Cara untuk memperoleh asset tidak tetap ini dapat dilakukan dengan membeli dari pihak luar. Termasuk dalam harga asset tidak berwujud tersebut, yaitu harga beli termasuk biaya tambahan untuk mendapatkan asset, misalnya biaya yang dibayar kepada pemerintah, notaries, dan biaya administrasi lainnya. Contoh asset tidak berwujud adalah hak paten, hak cipta, dan hak merek. Contoh lainnya adalah biaya riset dan pengembangan. Demikian pula halnya dengan biaya yang dikeluarkan dalam jumlah besar selama perusahaan belum menghasilkan produk komersial, dikenal sebagai biaya pra operasional, termasuk biaya komisi dan biaya pendirian. Biaya yang dapat dikapitalisasi ini juga dibebankan perperiode melalui amortisasi.

PENGGOLONGAN DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ASET TIDAK BERWUJUD Dasar yang digunakan sebagai penggolongan aset tidak berwujud berdasarkan PSAK No. 19 Tahun 2007, yaitu: 1. Kemampuan khusus diidentifikasi dapat atau tidak dapat diidentifikasi secara khusus. 2. Cara peolehan: diperoleh secara individual, secara kelompok melalui penggabungan badan usaha, atau dikembangkan sendiri.

48

3. Masa manfaat yang diharapkan: tergantung pada pembatasan yang diatur oleh hukum atau perjanjian, pada faktor keekonomian atau manusia, atau pada jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak dapat ditentukan di masa depan. 4. Kemampuan untuk dipisahkan dari seluruh perusahaan. Hak yang dapat dialihkan tanpa bukti pemilikan, dapat dijual atau tidak dapat dijual dipisahkan dari perusahaan atau dari bagian pokoknya. Untuk aset tetap tidak berwujud yang diperoleh, harus dicatat sebasar harga perolehan pada tingkat akuisisi. Harga perolehan tersebut sebesar jumlah yang dibayar, nilai wajar dari aset lain yang diperoleh, nilai tunai dari kewajiban yang ada atau nilai wajar dari aset lain yang diterima untuk saham yang dikeluarkan. Dalam hal aset tidak berwujud yang diperoleh secara kelompok atau sebagai bagian dari perusahaan yang diakuisisi, haruslah dicatat sebesar harga perolehan pada tanggal akuisisi. Sebagai contoh Goodwill sebagai aset tetap berwujud yang tidak dapat diidentifikasikan sn tidak terpisah secara khusus dan tidak terpisah dari keberadaan perusahaan. Dengan demikian harga perolehan aset tidak berwujud yang dapat diidentifikasikan adalah sebagian dari harga perolehan sekelompok aset atau perusahaan yang diakuisisi yang kebiasaannya ditentukan dari nilai wajar masing-masing aset.

TERMASUK PENGERTIAN ASET TIDAK BEWUJUD Hak paten Hak paten (patent) merupakan suatu hak yang diberikan kepada pihak yang menentukan hal untuk menjual, membuat, atau mengawasi penemuannya selama jangka waktu tertentu (umumnya 17 tahun). Hak paten ini dapat digunakan sendiri atau diserahkan kepada pihak lain dengan suatu perjanjian. Harga perolehan paten ini terdiri atas biaya-biaya pendaftarn, biaya membuat percobaan, dan lain sebagainya. Hak paten diamortisasi selama masa penggunannya. Adapun jurnal amortisasi yaitu: Amortisasi hak paten Hak paten Hak Cipta 15.000.000 15.000.000

48

Hak cipta (copyright) merupakan suatu hak yang diberikan kepada seorang pengarang atau pencipta untuk menerbitkan, menjual, atau mengawasi hasil ciptaannya. Pencatatan atas hak cipta di neraca sesuai dengan harga perolehan yang terdiri atas semua biaya yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut. Selain itu, hak cipta dapat pula dibeli. Amortisasi terhadap hak cipta ini sesuai masa yang ditetapkan atau diamortisasi sekaligus spabila masanya kurang dari yang ditetapkan dan taksiran masa sesuai jumlah yang akan dijual. Merk Dagang Dalam bentuk merk dagang (trade mark) didaftarkan terlebih dahulu dan dilindungi oleh undang-undang yang penggunaannya tidak terbatas. Cara memperoleh merek dagang ini dapat dengan pembelian atau dibuat sendiri. Mengingat timbulnya yang tidak terbatas inilah, maka tidak dilakukan amortisasi, tetapi timbulnya asumsi perubahan masa mendatang, maka merek dagang akan diamortisasi dalam masa yang pendek. Waralaba Waralaba (franchise) merupakan hak yang diberikan oleh pihak tertentu (franchisor) kepada pihak lain atas penggunaan fasilitas yang dimiliki franchisor. Akuntansi dan hal yang berkenaan dengan pemajakan atas waralaba diatur sendiri. Leasehold Bentuk leasehold ini merupakan hak dari penyewa untuk menggunakan aset tetap dalam perjanjian sewa menyewa. Sewa yang dibayar setiap periode dibebankan pada periode terjadinya atau dikapitalisasi sebagai aset tetap berwujud tergantung perjanjian sewa, operating, atau capital lease . Apabila pembayaran sewa dilakukan dimuka, maka perlakuan akuntansinya yaitu: 1. Dicatat pada set lancer dengan akun sewa yang dibayar di muka. 2. Dicatat sebagai aset tetap tidak berwujud (pembayaran di muka dalam beberapa periode yang relative sama).

48

Terhadap beban sewa yang dibayar di muka atau aset tetap tidak berwujud diamortisasi setiaaap masa selama jangka waktu sewa, untuk pengelompokan pada aset tetap tidak berwujud dapat digunakan dalam leasehold. Goodwill PSAK No. 19 Tahun 2007 tidak mengatur khusus masalah goodwill. Dimana goodwill merupakan aset tetap tidak berwujud yang tidak dapat didafinisikan secara khusus. Bahasan dari akunyansi kom ersial, goodwill sebagai kemampuan oerusahaan untuk memperoleh keuntungan (rate of return) atau kondisi normal sebagai akibat adanya faktor tertentu yang mendukung. Goodwill dicatat ketika terjadi: 1. Pembelian; 2. Merger, reorganisasi, perubahan bentuk uasha, dan perubahan kepemilikan. Variable yang menentukan dalam perhitungan goodwill antara lain:
1. Rate of return atau proyeksi laba yangd apat dihasilkan di masa yang akan datang. 2. Nilai aset diluar goodwill.

Penetapan besarnya goodwill dapat digunakan dua cara, yaitu:


1. Kapitalisasi penghasilan bersih rata-rata (capitalization of average incomeI); 2. Kapitalisasi kelebihan penghasilan rata-rata (capitalization of average exess income).

Ilustrasi soal: PT Bintang memperoleh laba bersih (tidak termasuk laba luar biasa) dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, adalah sebagai berikut: Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Laba bersih sebesar Laba bersih sebesar Laba bersih sebesar Laba bersih sebesar Laba bersih sebesar Rp 115.000.000,00 Rp 103.000.000,00 Rp 103.000.000,00 Rp 140.000.000,00 Rp 126.000.000,00

48

Jumlah Bersih

Rp 587.000.000,00

Penghasilan bersih rata-rata 1/5 Rp 587.000.000,00 = Rp 117.400.000,00 per tahun. Estimasi penghasilan setiap tahun Rp 120.000.000,00

Pada tanggal 1 Januari 2008 aset perusahaan (tidak termasuk goodwill) besarnya Rp 1.050.000.000,00 dan utang Rp 110.000.000,00. Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung goodwill sebagai berikut: 1. Metode Kapitalisasi Penghasilan Bersih Rata-rata Pada cara ini ditetapkan bahwa jumlah yang akan dibayarkan kepada perusahaan yang dibeli, dihitung dengan cara mengkapitalisasi estimasi penghasilan yang akan datang dengan menggunakan tariff. Tarif ini yang menunjukkan hasil yang diharapkan dari investasi (ditetapkan 10%). Jumlah yang dibayar (Rp 120.000.000 x 100/10) Rp 1.200.000.000,00

Nilai bersih aset (Rp 1.050.000.000 x Rp 110.000.000) (Rp 940.000.000,00) Goodwill 2. Kapitalisasi Kelebihan Penghasilan Rata-rata Perhitungan goodwill didasarkan pada penghasilan bersih rata-rata dan nilai aset yang akan dibeli selanjutnya apabila diketahui hasil yang diharapkan dari investasi 10% dan kelebihan penghasilan penghasilan yang akan dikapitalisasi 25%, maka penghitungan goodwill: Estimasi penghasilan yang akan datang Nilai bersih aset Kelebihan penghasilan Proyeksi hasil investasi 10% x Rp 260.000.000,00 Goodwill = 100/25 x Rp 26.000.000,00 = Rp Rp 1.200.000.000,00 (Rp 940.000.000,00) Rp Rp 260.000.000,00 26.000.000,00 Rp 260.000.000,00

104.000.000,00

48

Biaya Yang Ditangguhkan Biaya yang ditangguhkan (deffered cost) diketegorikan sebagai aset tetap tidak berwujud. Aset tetap tidak berwujud mempunyai hak, tetapi pada biaya yang ditahun ditangguhkan ini memperoleh nilai karena adanya pembayaran di muka yang biasanya menyangkut masa yang lama. Konsekuensinya setiap tahun dilakukan amortisasi sebagai contoh amortisasi atas biaya pendirian. Apabila biaya pendirian ini memberikan manfaat selama perusahaan berdiri, maka biaya pendirian setelah dikapitalisasi tidak diamortisasi sehingga tampak terus menerus dineraca. Sebaliknya terhadap biaya pendirian tidak memberi manfaat langsung akan diamortisasi tergantung kebijakan perusahaan.

DEPLESI Pada akuntansi komersial aset tidak tidak berwujud dikelompokkan menjadi aset dengan masa manfaat yang dibatasi oleh ketentuan hukum yaitu: atas dasar ketentuan, persetujuan atau sifat dari aset itu sendiri. Terdapat pula aset tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas sebagai contoh goodwill dan merek dagang. Sedangkan perkakuan akuntansi untk tujuan pajak dalan Undang-undang Pajak tidak diatur secara tersendiri. Masalah pengelompokkan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan akan dibahas pada bahasan amortisasi. Perusahaan dapat juga memperoleh hak, berupa hak untuk pengelolaan sumber alam (penggalian dan pemanfaatnya). Biaya-biaya yang berkaitan dengan penguasaan akan semakin berkurang setiap periodenya. Pembebanan biaya per periode tersebut disebut deplesi.

AMORTISASI Amortisasi dalam Akuntansi Komersial Pada saat tertentu nilai aset tidak berwujud akan habis. Oleh karena itu, harga

perolehan aset tidak berwujud harus diamortisasi selama taksiran masa manfaat, dan tidak boleh dibebankan seluruhnya pada periode perolehan. Periode amortisasi ini harus dievaluasi secara teratur, jumlah harga perolehan yang belum diamortisasi harus menjadi beban sisa masa manfaat yang baru, namun dipersyaratkan untuk tidak meleihi 20 tahun dari tanggal perolehan.

48

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menaksir masa manfaat aset tidak berwujud (PSAK No. 19 Tahun 2007): 1. Ketentuan hukum, peraturan, dan perjanjian yang membatasi masa manfaat maksimum. 2. Kemungkinan untuk memperbarui atau memperpanjang masa manfaat yang telah ditentukan . 3. Pengaruh keuangan, permintaan, persaingan, dan faktor perubahan ekonomi dan teknologi yang mempengaruhi masa manfaat.
4. Perkiraan tindakan yang akan dilakukan oleh pesaing, pelaksana hukum atau peraturan

yang membatasi keunggulan dalam daya saing (competitive advantage). 5. Adanya masa manfaat yang tidak terbatas dan masa manfaat yang diharapkan tidak dapat ditaksir secara wajar. 6. Kemungkinan aset tidak berwujud terdiri atas beberapa jenis atau faktor yang mempunyai masa manfaat berbeda. Praktik akuntansi komersial metode amortisasi aset tidak berwujud pada umumnya menggunakan metode garis lurusyang dirumuskan: Biaya amortisasi = % tarif x harga perolehan aset tidak berwujud Namun ada pengecualian apabila terdapat metode lain yang lebih sesuia dengan kondisi perusahaan. Contoh: PT Jaya mengeluarkan seluruh biaya Rp 300.000.000,00 untuk memperoleh hak paten yang dibayarnya tunai untuk masa manfaat 5 tahun. Dengan menggunakan garis lurus, besarnya amortisasi tiap tahun = 1/5 x Rp 300.000.000,00 = Rp 60.000.000,00 Jurnal yang disusun: 1. Pada saat pembayaran Hak paten Kas dan Bank 2. Pada saat pembebanan 300.000.000 300.000.000

48

Biaya amortisasi Hak paten

60.000.000 60.000.000

Amortisasi Dalam Akuntansi Pajak Perlakuan akuntansi aset tidak berwujud tidak berbeda dengan perlakuan akuntansi aset tetap. Kesulitan yang dihadapi pada umumnya karena sifta aset yang tidak berwujud fisik berakibat bukti keberadaan kabur, termasuk kesulitan dalam penentuan nilai perolehan serta masa manfaat ekonomis. Periode amortisasi aset tidak berwujud tidak boleh melebihi 20 tahun, dengan dasar pemikiran bahwa periode tersebut sudah banyak perkembangan dan periode selebihnya tidak lagi mempunyai masa manfaat ekonomis. Namun perusahaan diharuskan mengevaluasi periode amortisasi aset tidak berwujud secara teratur dan harus dibebankan pada sisa manfaat dengan syarat tidak melebihi 20 tahun dari tanggal perolehan. Amortisasi menurut akuntansi pajak berdasarkan pada Pasal 11a Undang-undang Pajak Penghasilan, menyebutkan bahwa amortisasi dilakukan terhadap pengeluaran untuk memperoleh aset tidak berwujud dan pengeluaran lainnya, termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Metode yang digunakan dalam amortisasi aset tetap tidak berwujud menurut akuntansi pajak: 1. Metode garis lurus 2. Metode saldo menurun

Untuk tujuan pajak dalam menghitung amortisasi aset tetap tidak berwujud, terlebih dahulu aset tersebut dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya, yang terlihat sebagai berikut: Kelompok harta Masa manfaat Tarif amortisasi

48

tidak berwujud Garis lurus Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25 % 12,5% 6,25% 5% Saldo menurun 50% 25% 12,5% 10%

Penetapan masa manfaat dan tarif amortisasi dimaksudkan untuk memberikan keseragaman dalam melakukan amortisasi. Kemungkinan dapat terjadi bahwa masa manfaat aset tetap tidak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, maka wajib pajak menggunakan masa manfaat terdekat. Contohnya, aset tetap tidak berwujud masa manfaat sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Ilustrasi: Untuk memperoleh hak paten perusahaan telah mengeluarkan uang tunai sebesar Rp 150.000.000,00. Masa manfaat hak paten tersebut 4 tahun. 1. Perhitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan garis lurus = 25% x Rp 150.000.000,00 = Rp 37.500.000,00 2. Perhitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan saldo menurun = 50% x Rp 150.000.000,00 = Rp 75.000.000,00

SAAT AMORTISASI DAN AMORTISASI PADA AKHIR MASA MANFAAT Dalam akuntansi komersial, amortisasi ini dilakukan pada saat diperoleh, demikian pula dalam akuntansi pajak mempunyai cara yang sama. Pada akhrir masa manfaat, asset tetap tidak berwujud akan diamortisasi sekaligus. Khusus untuk amrortisasi asset tetap tidak berujud menggunakan metode saldo menurun. Ketentuan Khusus Pada ketentuan khusus ini mengatur masalah; 1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya pendirian modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai ketentuan yang berlaku.

48

2. Amortisasi terhdap pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dibidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan presentasi tariff amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan presentase dengan perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh haak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran dapat dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. Contoh: PT Maju Jaya mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi disuatu lokasisebesar Rp 800.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak sebesar 200.000.000 barel produksi sebenarnya 50.000.000 barel. a. Tariff amortisasi = (50.000.000/200.000.000) x 100% = 25% Amortisasi tahun pertama = 25% x Rp 800.000.000,00 = Rp 200.000.000,00 b. Produksi sebenarnya tahun 2 sebesar 75.000.000 barel Tariff amortisasi = (75.000.000/25.000.000) x 100% = 37,5% Tariff amortisasi tahun ke-2 = 37,5% x Rp 800.000.000,00 = Rp 300.000.000,00 3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan yang memunyai masaa manfaat lebih dari 1 tahun selain minyak dan gas bumi, hak penguasaan hutan dan hak penguasaan sumber alam, serta hasil alam lainnya, seperti hak penguasaan hasil laut, diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20% setahun. Contoh: Pengeluaran untuk memperoleh hak penguasaan hutan sebesar Rp 800.000.000,00. Potensi hutan tersebut 10.000.000 ton kayu. a. Produksi sebenarnya tahun pertama = 1.000.000 ton Tariff amortisasi = (1.000.000/10.000.000) x 100% = 10%

48

Amortisasi = 10% x Rp 800.000.000,00 = Rp 80.000.000,00 b. Apabila produksi sebenarnya tahun ke-2 sebesar 3.000.000 ton atau 30% potensi tersedia, maka amortisasi tahun tersebut 20% x Rp 800.000.000,00 = Rp 160.000.000,00 4. Amortisasi atas pengeluaran yang dilakukan operasi operasional mempunyai masa manfaat lebh dari satu tahun. Terhadap pengeluaran tersebt harus dikapitalisasi terlebih dahulu. Pengertian biaya-baya adalah yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, sebagai contoh: biaya study kelayakan dan biaya produksi perobaan tetapi tidak termasuk biaya operasional rutin (gaji pegawai, rekening listrik dan sebagainya). Biaya rutin ini akan dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran.
5. Amortisasi terhadap goodwill tidak diperkenankan oleh ketentuan perundang-undangan

perpajakan. Goodwill sebenarnya termasuk juga asset tetap tidak berwujud, tetapi tidak dapat diidentifikasi khusus dan memang tidak terpisah dari perusahaan. Apabila ditinjau dari sisi ekonomis, goodwill menunjukkan kemampuan lebih perusahaan dalam memperoleh laba diatas nomal rata-rata perusahaan sejenis. Oleh karena itu, goodwill merupakan kombinasi bermacam-macam factor yang melekat pada eksistensi perusahaan. Hal ini juga yang menjadikan alasan praktik akuntansi pajak tidak diperkenankan melakuka amortisasi terhadap goodwill.

PENGALIHAN HAK ASET TETAP TIDAK BERWUJUD Apabila terjadi pengalihan hak asset tetap tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam pasal 11a ayat 1, 4, dan ayat 5 undang-undang pajak penghasilan yaitu: 1. Pengeluaran untuk memperoleh asset tetap tidak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. 2. Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi.

48

3. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada point 2, hak penguasaaan hutan dan hak penguasaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan. Kemungkinan terjadi pengalihan asset tetap tidak berwujud yang memenuhi syarat pasal 4 ayat 3a dan 3b undang-undang pajak penghasilan (yang tidak termasuk sebagai obyek pajak: warisan), maka Nilai Sisa Buku Aset tersebut boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. Sebagai contoh: PT Monalisa mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi disuatu lokasi sebesar Rp 600.000.000,00 dan gas bumi mencapai 100.000.000 barel, hak penambangan dijual kepada pihak lain seharga Rp 400.000.000,00 Harga perolehan Amortisasi yang telah dilakukan 100.000.000 x 100% x Rp 600.000.000,00 200.000.000 Nilai Sisa Buku Harga jual = Rp 300.000.000,00 = Rp 400.000.000,00 = (Rp 300.000.000,00) = Rp 600.000.000,00

Dengan demikian Nilai Sisa Buku sebesar Rp 300.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian dan harga jual sebesar Rp 400.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan.

DEVALUASI, REORGANISASI SEMU, DAN APRESIASI AKTIVA Secara komersial, kalau dianggap nilai suatu aktiva terlalu tinggi (overstated) dari manfaatnya, perusahaan dapat melakukan devaluasi aktiva. Devaluasi itu menurunkan nilai aktiva dengan membebankannya ke rugi-laba atau saldo laba (laba ditahan). Overstatement itu dapat dilakukan oleh investor terutama yang mempunyai induk perusahaan diluar negeri karena pada saat perolehan overstatement nilai aktiva dimaksudkan terutama untuk memenuhi

48

persyaratan tertentu, misalnya minimum realisasi penanaman modal. Dalam ketentuan perpajakkan devaluasi sendiri (tanpa adanya ketentuan operasional perpajakkan) aktiva perusahaan tidak dikenal. Untuk mengurangi rugi operasi yang diderita secara berkelanjutan, dalam praktek komersial perusahaan dapat melakukan reorganisasi semu atau reasdjustment. Hal ini akan menurunkan nilai aktiva tetap, laba ditahan, nominal modal saham, dengan selisih defisit dapat dibebankan kepengurangan modal saham. Ketentuan pajak sangat peduli terhadap penghasilan (keuntungan) perusahaan. Dengan mengabaikan dengan turunnya daya beli uang, jumlah penghasilan wajib pajak diukur berdasarkan nilai histories barang atau jasa yang diserahkan. Pemakaian nilai historis itu memberikan petunjuk umum, devaluasi aktiva atau reorganisasi semu kurang dikenal dalam ketentuan perpajakkan. Sama halnya dengan praktek akuntansi komersial, untuk tujuan perpajakkan dasar penilaian aktiva merupakan harga perolehan (cost) yang diukur sebesar harga pasar wajar. Namun, berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya karena devaluasi nilai rupiah. Kekurangsepadanan antara biaya (historis) penyusutan dengan tingkat harga yang berlaku atau pertimbangan yang lain, pemerintah dapat mengeluarkan ketentuan penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap perusahaan. Kesempatan revaluasi sejak tahun 1970 diberikan tiga kali, yaitu pada 1971 (berdasarkan Kepmen Nomor KEP-508/KMK/II/7/1971 Tanggal 7 Juli 1971), pada 1976 (berdasarkan Kepmen Nomor KEP-1677/KMK/II/12/1976 tanggal 28 Desember 1976) pada 1978 (berdasarkan Kepmen Nomor KEP-109/KMK.04/1978 tanggal 27 Maret 1978). Selanjutnya pada 1986 pemerintah juga memperkenankan revaluasi berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 45 tahun 1986 dan Kepmen Nomor 914/KMK.04/1986 tanggal 25 Oktober 1986. teakhir berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Nomor 507/KMK.04/1996 tanggal 13 Agustus 1996, pemerintah juga memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk melakukan revaluasi aktiva tetapnya yang dimiliki lebih dari 5 tahun. Revaluasi dilakukan terhadap seluruh aktiva, termasuk tanah dan hak-hak atas tanah, dengan dasar penilaian yang dilakukan oleh lembaga penilai. Ketentuan tentang penilaian kembali ini bersifat repetitive dan otomatis setiap 5 tahun perusahaan dapat melakukan revaluasi terhadap aktiva yang belum dilakukan penilaian kembali pada saat revaluasi masa sebelumnya. Dengan tujuan untuk memperbaiki iklim berusaha dan investasi, ketentuan penilaian kembali aktiva tetap memberikan keringanan perpajakkan

48

terhadap pajak penghasilan (tariff umum maksimal 30%) atas nilai lebih (surplus) karena penilaian kembali dengan tariff pajak final 10%. Pengenaan pajak itu setelah terlebih dahulu memperhitungkan nilai lebih revaluasi dengan kerugian fiscal yang masih berhak atas kompensasi kerugian. Selanjutnya, apabila nilai lebih karena penilaian kembali itu dikapitalisasi, kemudian dibagikan dalam bentuk saham bonus, penghasilan deviden tidak dikenakan pajak penghasilan. Sebagai contoh, PT Andi pada akhir 1996 mempunyai aktiva tetap dengan nilai buku Rp500 juta. Kerugian yang masih berhak atas kompensasi Rp100.000.000,00. perusahaan itu memanfaatkan ketentuan penilaian kembali aktiva tetap dengan meminta jasa dari perusahaan penilai PT iwan. Nilai aktiva itu berdasarkan perhitungan dari PT iwan Rp700 juta. Dengan demikian, 1. Untuk mencatat penilaian kembali Aktiva tetap Selisih penilaian kembali aktiva 2. Untuk mencatat pembayaran dan pembebanan pajak 10% Pajak penghasilan revaluasi Kas Selisih penilaian kembali aktiva tetap Pajak penghasilan revaluasi 3. Untuk mencatat kapitalisasi Selisih penilaian kembali aktiva Modal saham Rp 235.000.000,00 Rp 235.000.000,00 Rp 15.000.000,00 Rp 15.000.000,00 Rp 15.000.000,00 Rp 15.000.000,00 Rp 250.000.000,00 Rp 250.000.000,00

Pembagian saham bonus tidak dicatat dalam praktek akuntansi komersial. Penghapusan atas aktiva yang dinilai kembali itu dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tercantum dalam ketentuan perpajakkan (pasal 11 UU PPh (umur semula) bukan berdasarkan sisa masa manfaat. Misalnya biaya revaluasi aktiva Rp 35 juta, berdasarkan ketentuan pajak final biaya itu tidak boleh dikurangkan dari nilai lebih revaluasi (karena telah dikenakan pajak dengan tariff murah)

48

maupun penghasilan yang lain (karena tidak ada kaitan langsung). Biaya itu langsung dikurangkan dari selisih penilaian kembali aktiva. Dengan demikian, yang tersedia untuk pembagian saham bonus hanyalah Rp 200 juta.

PENERAPAN TEORI PADA KASUS

PT. Satu Bintang Akuntansi PPh : metode penyusutan garis kurus tanpa nilai residu : Metode penyusutan saldo menurun

Pada tanggal 5 Oktober 2007 membeli 5 buah kendaraan seharga Rp 90.000.000 per buah. Taksiran umur enam tahun termasuk kelompok 2. Tidak ada tambahan pengurangan/ pengalihan biaya yang dikapitalisasi hingga akhir tahun 2012. Kejadian tahun 2013: 1. Pada tanggal 5 Januari 2003, sebuah kendaraan mengalami kecelakaan dan tidak mendapat penggantian asuransi, dijual dengan harga Rp 1.000.000 2. Pada tanggal 1 Maret 2003, 2 buah kendaraan dijual tunai dengan harga masing-masing Rp 50.000.000

48

Penyusutan kendaraan metode garis lurus (akuntansi komersial) 1 kendaraan (5 Oktober 07) 90.000.000 0 90.000.000 6 tahun 15.000.000 1.250.000 3.750.000 5 kendaraan (5 Oktober 07) 450.000.000 0 450.000.000 6 tahun 75.000.000 6.250.000 18.750.000 1 kendaraan 90.000.000 3.750.000 75.000.000 78.750.000 11.250.000 (1.000.000) 10.250.000 2 kendaraan 180.000.000 7.500.000 150.000.000 5.000.000

Tanggal perolehan Harga perolehan Taksiran nilai residu Jumlah yang disustkan Taksiran umur Penyusutan per tahun Penyusutan per bulan Penyusutan 2007 = 3 bulan 5 Januari 2013, penarikan 1 kendaraan Harga perolehan 5 Oktober 2007 Penyusutan 2007 = 3 bulan 2008 2012 =5 tahun Nilai buku 31 Desember 2012 Harga jual Rugi penarikan kendaraan 1 Maret 2013 penjualan 2 kendaraan Harga perolehan 5 Oktober 2007 Penyusutan 1997 = 3 bulan 1998 2002 = 5 tahun 2003 = 2 bulan Nilai buku 1 Maret 2013 Harga jual 2 kendaraan Keuntungan penjualan Penyusutan 2 buah kendaraan tahun 2003 9 bulan x 2 x Rp 1.250.000

162.500.000 17.500.000 100.000.000 (82.500.000)

22.500.000

Penyusutan kendaraan metode saldo menurun (akuntansi fiskal) Tahun Penyusutan Fiskal Nilai Penyusutan Nilai Buku

48

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

25 % 25 % 25 % 25 % 25 % 25 % 25 % sekaligus

90.000.000 67.500.000 50.625.000 37.968.750 28.476.563 21.357.422 16.018.066

22.500.000 16.875.000 12.656.250 9.492.187 7.119.141 5.339.356 4.004.516 12.013.550 90.000.000

67.500.000 50.625.000 37.968.750 28.476.563 21.357.422 16.018.066 12.013.550 0

Awal tahun 2003 (1 kendaraan) Nilai buku Penjualan Rugi penarikan kendaraan 16.018.066 1.000.000 (15.018.066)

1 Maret 2003 Nilai buku 2 kendaraan x 16.018.006 Penyusutan 2 bulan 2(2/12 x 25% x 16.018.066) Nilai buku 2 kendaraan Harga jual Keuntungan penjualan 1.334.837 33.370.000 100.000.000 69.298.705 32.036.132

Perbandingan penyusutan komersial dan fiscal Keterangan Penyusutan 5 kendaraan 2007 2008 2009 2010 Komersial (Rp) 18.750.000 75.000.000 75.000.000 75.000.000 Beda waktu (Rp) 93.750.000 9.735.000 (11.718.750) (27.539.065) Fiskal (Rp) 112.500.000 84.375.000 63.281.250 47.460.935

48

2011 2012 Akumulasi penyusutan s.d 2013 Penyusutan 2013 Penj. 2 kendaraan (2 bulan) 2 kendaraan Penyusutan 2004 Rugi penarikan 1 kendaraan Laba penjualan kendaraan

75.000.000 75.000.000 393.750.000 5.000.000 22.500.000 421.250.000 10.250.000 (82.500.000) 349.000.000

(39.404.295) (48.303.220) (23.840.330) 3.665.163 (14.490.968) 24.027.100 (17.969.361) 478.066 13.201.295 -

35.595.705 26.696.780 369.909.670 1.334.837 8.009.032 24.027.100 403.280.639 15.081.066 (69.298.705) 349.000.00

Penyusutan 1 kendaraan Komersial 3.750.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 11.250.000 90.000.000 Beda Waktu 18.750.000 1.875.000 (2.343.750) (5.507.813) (7.880.859) (9.660.644) (7.245.484) 12.013.550 nihil Fiskal 22.500.000 16.875.000 12.656.350 9.492.187 7.119.141 5.339.356 4.004.516 12.013.550 90.000.000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Sumber: Gunadi. 2009. Akuntansi Pajak Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Baru: Edisi Revisi 2009. Jakarta: Grasindo. Pardiat. 2008. Akuntansi Pajak: Rekonsiliasi Rugi-Laba Fiskal sebagai Dasar Pengisian SPT. PPh. WP. Badan dalam Valuta Rupiah dan US Dollar Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana media. Waluyo. 2009. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

48

You might also like