You are on page 1of 10

BAB 20 KEPAILITAN

20.1. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Dalam Undang-Undang Kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kediturnya. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepailitan berarti sesuatu keadaan debitur berhenti membayar, baik karena keadaan tidak mampu membayar atau karena keadaan tidak mau membayar. Para pihak yang dapat mengajukan kepailitan ada beberapa, yaitu sebagai berikut: a. Atas permohonan debitur sendiri b. Atas pemintaan seseorang atau lebih kreditur c. Oleh kejaksaan untk kepentingan umum d. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan bank

e. Oleh Badan Pengawas Pasar odal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek, Lembaga Kliring, dan Penjaminan, Lembaga Keuangan dan Penyelesaian. f. Menteri Keuangan dalam hal debitur Perusahaan asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau Badan Uasaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan public. Masalah kepailitan telah diatur sejak tahun 1905 dengan dikeluarkannya Undang-Undang tentang Kepailitan yaitu Staatblad Tahuun 1905 Nomor 217 juncto Staatblad Tahun 1906 Nomor 348. Namun dengan adnya gejolak moneter di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang telah memberi pengaruh yang tidak menguntungkan ekonomi nasional dan menimbulkan kesulitan dunia usaha untuk meneruskann kegiatannya termasuk dalam memenuhi kewajiban kepada kreditur, mka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan(Perpu 1 Tahun 1998) yang kemudian ditetapkan lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 yang diundangkan pada tanggal 9 September 1998. Selanjutnya, sejak tahun 2004 berlaku UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

20.2. Prosedur Pengajuan Kepailitan Para pihak yang dapat mengajukan kepailitan sebagaimana telah disebut diatas, diajukan yang daerah hukumnya meliputi daerah kedudukan hukum debitur. Apabila debitur telah meninggalkan wilayah RI, maka pengadilan yang berwenang adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitur, sedangkan dalam hal debitur tidak bertempat kedudukan dalam wilayah RI tetapi menjalankan profesinya atau usahanya dalam wilayah RI,diajukan kepengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitur menjalakan profesi atau usahanya. Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan, kreditur atau kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk : a. Meletakkan sita jaminan terhadap senagian atau seluruh kekayaan debitur, atau b. Menunjuk kurator sementara untuk : Mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan Mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengadilan

atau pengguna kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan kurator.

Dalam putusan pernyataan pailit maka akan diangkat seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan dan kurator yang akan bertugas untuk melakukan pengurusan dan / atau pemberesan harta pailit meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Dalam jangka waktu paling lambat 5(lima) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit, curator akan mengumumkan dalam Berita Negara RI serta dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim pengawas hal-hal sebagai berikut: a. Ikhtisar putusan pernyataan pailit b. Identitas, alamat, dan pekerjaan debitur c. Identitas, alamat, dan pekerjaan anggota panitia sementara kreditur apabila ditunjuk d. Tempat dan waktu enyelenggaraan rapat pertama kreditur e. Identitas hakim pengawas

20.3. Akibat Hukum Pernyataan Pailit Pasal 25 Undang-Undang Kepailitan menegaskan bahwa semua

perikatan debitur pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali bila perikatan-peikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan itu. Oleh karenanya

gugatan-gugatan ukum yag bersumber pada hak dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit harus diajukan terhadap curator. Akibat hukum lain yang juga amat penting dari pernyataan pailit adalah seperti yang ditegaskan dalam Pasal 41 yaitu bahwa untuk kepentingan harta pailit dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit ditetapkan. Akibat hukum lain adalah bila sudah ada putusan pernyataan pailit, maka akan berakibat bahwa segala pelaksanaan Pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan Debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ad suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitur. Bahkan, semua penyitaan yang telah dilakuakn menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya, dan Debitur yang sedang dlaam penahanan harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan (Pasal 31). Akibat hukum lainnya adalah adanya hak rretensi yang diatur dalam Pasal 61 aitu hak kreditur untuk menahan barang-barang kepunyaan debitur hingga dibayarnya suatu utang tidak kehilangan hak untuk menahan barang dengan diucapkannya pernyataan pailit. Apabila curator

bermaksud untuk menebus barang-barang tersebut, maka curator wajib melunasi utang debitur pailit tersebut terlebih dahulu.

20.4. Tentang Kurator Kurator adalah pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit . dalam melakukan tugasnya, kurator : a. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau

menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur. b. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. Curator sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari dua macam yaitu: a. Balai Harta Peninggaan (BHP) b. Curator lainnya yaitu perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonsia yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau

membereskan harta pailit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman. Dalam melaksanakan tugasnya, curator bertanggung jawab atas

kesalahan atau kelalaiannya yang menyebabkan keruian terhadap harta pailit. Untuk itu Undang-Undang juga mewajibkan curator menyampaikan laporan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan pailit dan

pelaksanaan tugasnya setiap tiga bulan, laporan curator ini bersifat

terbatas untuk umum dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dipungut biaya. Untuk menjadi curator atau pengurus, Menteri Kehakiman telah

menetapkan persyaratannya, yaitu perorangan yang berdomisili di Indonesia dan memiliki surat tanda lulus ujian yang diselenggarakan oeh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). Apabila curator atau pengurus berbentuk persekutuan perdata, maka salah satu rekan atau partner dalam persekutuan tersebut harus curator atau pengurus yang memiliki persyaratan bagi perorangan diatas.

20.5. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Penundaan kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan, artina adalah debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak dapat melanjtkan membayar utangutangnya yang sudah jatu tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud ntuk

mengajuan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren. Permohonan PKPU juga harus diajukan oleh debitur kepada pengadilan dengan ditandatangani oleh debitur dan oleh penasehat hukum. Bila permohonan diajukan oleh debitur, maka Pengadilan dalam aktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan

harus mengabulkan penundaan kewajiban pembayran utang sementara dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas serta mengangkat satu atau lebih pengurus bersama dengan Debitur mengurus harta Debitur. Demikian juga apabila permohonan diajukan oleh Kreditur, Pengadilan harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal pendaftaran dan menunjuk Hakim Pengawas serta mengangkat satu atau lebih pengurus bersama dengan Debitur mengurus harta Debitur. Pasal 224 bahwa penundaan kewajiban pembayran utang tidak berlaku terhadap: a. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusa, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya b. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan, aau pendidikan yang sudah dibayar sebelum penundaan kewajiban

pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan c. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik Debitur maupun terhadap seluruh harta Debitur yang tidak tercakup pada huruf b.

20.6. Pengadilan Niaga

Pengadilan yang berhak memutus pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran hutang adalah Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan umum. Hukum acara yang dipakai pada Pengadilan Niaga adalah hukum secara perdata yang umum berlaku pada pengadilan umum. Atas putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi ke Mahmakah Agung. Selanjutnya atas putusan Pengadilan Niaga yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut tetap dapat diajukan upaya hukum lain yaitu Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dengan syarat : a. Terdapat bukti tertulis baru ; b. Pengadilan Niaga telah melakukan kesalahan berat dalam penetapan hukumnya. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum yang harus diputus dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima panitera Mahkamah Agung.

20.7. Kasasi dan Peninjauan Kembali Upaya hukum yang dapat diajukan tehadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan demikian undang-undang kepailitan menghilangkan satu tangga upaya hukum

bernama

banding

ke

Pengadilan

Tinggi.

Dimaksudkan

untuk

mempercepat proses yang terjadi agar kepastian hukum sesegera mungkin dapat dirasakan oleh para pihak. Seandainya para pihak tetap tidak puas atas putusan kasasi tersebutm, dsapat diajkan peninjauan kembali ke Mahkamah Agug, apabila setelah perkara dipuus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan sedah ada, tetapi belum ditemuan, atau putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata. Permhonan peninjauan kembali disampaikan kepada Panitera Pengadilan yang selanjutnya Panitera menyampaikan permohonan peninjauan kembali kepada Panitera Mahkamah Agung dalam waktu 2 (dua)hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

10

You might also like