You are on page 1of 8

PERTEMUAN 6 MATA PELAJARAN: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS/PROGRAM : XI / IPA DAN IPS SEMESTER : 1 (SATU) KOMPETENSI DASAR : PERAN SERTA

DALAM PARTISIPAN ALOKASI WAKTU : 2 X 45 MENIT Standar Kompetensi: 1. Menganalisis budaya politik di Indonesia. Kompetensi Dasar: 1.4. Menampilkan peran serta budaya politik partisipan. Materi Pembelajaran: 1. Bentuk-bentuk budaya politik partisipan 2. Contoh perilaku berperan aktif dalam politik yang berkembang di masyarakat Kegiatan Pembelajaran: 1. Mendiskusikan peran serta masyarakat dalam pengembangan budaya politik yang sesuai dengan tata nilai budaya bangsa Indonesia. 2. Mensimulasikan budaya politik partisipan di lingkungan sekolah. Indikator Pencapaian Hasil Belajar: 1. Memberikan contoh budaya politik parokial, kaula, dan partisipan. 2. Menunjukkan budaya politik yang bertentangan dengan semangat pembangunan politik bangsa. 3. Memberikan contoh budaya politik partisipan . 4. Mendemonstrasikan budaya politik partisipan di depan kelas.

BUDAYA

POLITIK

PENGERTIAN PARTISIPASI POLITIK Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris participation, atau bahasa Latin participare yang artinya ambil bagian, atau ikut serta atau berperan serta dalam suatu usaha bersama dengan orang lain untuk kepentingan bersama. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik; seperti memilih pemimpin negara, atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Budaya politik partisipasi disebut juga budaya politik demokrasi. Menurut Gabriel Abraham Almond dan Sidney Verba, budaya politik partisipasi adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menopang terwujudnya partisipasi. Berbagai tindakan masyarakat yang dilakukan dalam kaitan politik merupakan bentuk partisipasi politik. Menurut Huntington, partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warganegara pribadi yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu:

1. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik. 2. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik. 3. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industri yang cukup matang. 4. Konflik antarkelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antarelite politik, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas penentang melawan kaum aristokrat yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. 5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik. KONSEP PARTISIPASI POLITIK Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi politik untuk memberi gambaran apa dan bagaimana partisipasi politik itu. Dalam perkembangannya, masalah partisipasi politik menjadi begitu penting, terutama saat mengemukanya tradisi pendekatan behavioral (tingkah laku) dan post behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-kajian partisipasi politik terutama banyak dilakukan di negara-negara berkembang, yang pada umumnya kondisi partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan. Apa yang dimaksud dengan konsep partisipasi politik? Siapa saja yang terlibat? Apa implikasinya? Bagaimana bentuk praktik partisipasi politik? Apakah ada tingkatan-tingkatan dalam partisipasi politik? Beberapa sarjana yang secara khusus berkecimpung dalam ilmu politik merumuskan beberapa konsep partisipasi politik sebagai berikut: 1. Kevin R. Hardwick Partisipasi politik memberi perhatian pada cara-cara warga negara berinteraksi dengan pemerintah, warga negara berupaya menyampaikan kepentingankepentingan mereka terhadap pejabat-pejabat publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut. 2. Miriam Budiardjo Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). 3. Ramlan Surbakti Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Partisipasi politik berarti keikutsertaan warga negara biasa yang tidak mempunyai kewenangan dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. 4. Michael Rush dan Pillip Althoft Partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik.

5. Herbert Mc Closky Partisipasi politik yaitu kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukan kebijakan umum. 6. Norman H. Nie dan Sidney Verba Partisipasi politik yaitu kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang mereka ambil. Berdasarkan definisi tersebut di atas, secara substansial dinyatakan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan terwujud dalam kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan atau tidak, menekankan pada sikap-sikap. Kegiatan partisipasi politik ini dilakukan oleh warga negara atau masyarakat biasa, sehingga seolaholah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh non warga negara biasa. Untuk menggolongkan sebuah aktivitas politik tertentu dikatakan sebagai partisipasi politik atau bukan, Ramlan Surbakti memberikan beberapa batasan atau rambu-rambu dalam penggunaan konsep partisipasi politik dalam beberapa aspek definisi inti sebagai berikut: 1. Partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap atau orientasi. 2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk ke dalam pengertian ini, seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik, dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah. 3. Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik. 4. Kegiatan mempengaruhi pemerintah bisa dilakukan melalui prosedur yang wajar (konvensional) dan tidak; berupa kekerasan (nonviolence) seperti ikut memilih dalam pemilu, mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka, menulis surat, maupun dengan cara-cara di luar prosedur yang wajar (non konvensional) dan berupa kekerasan (violence), seperti demonstrasi (unjuk rasa), pembangkangan halus (seperti lebih memilih kotak kosong dari pada memilih calon yang disodorkan pemerintah), huru hara, mogok, pembangkangan sipil, serangan bersenjata, dan gerakan-gerakan politik seperti kudeta, dan revolusi. Berdasarkan beberapa batasan ini, tampak lebih jelas bahwa konsep partisipasi politik berbeda dari konsep perilaku politik. Hal ini perlu dikemukakan karena dalam praktik terkadang muncul penggunaan konsep partisipasi politik yang disamakan dengan konsep perilaku politik, padahal keduanya memiliki pemahaman yang berbeda. BENTUK PELAKSANAAN PARTISIPASI POLITIK Dalam tataran praktis, partisipasi politik bisa muncul dalam beberapa bentuk. Setiap bentuk partisipasi politik akan berisikan gaya, tuntutan, pelaku, dan tindakan-tindakan yang dilakukan warga negara dalam konteks politik. Selain itu juga berkenaan dengan jumlah orang yang terlibat dalam bentuk-bentuk

partisipasi politik, yang tidak harus selalu dilakukan oleh sekelompok orang, tetapi bisa juga dilakukan hanya oleh satu orang. Berbagai bentuk partisipasi politik masyarakat dapat dilihat dari berbagai kegiatan warganegara yang mencakup hal-hal berikut: 1. Terbentuknya organisasi politik maupun organisasi masyarakat sebagai bagian dari kegiatan sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan negara. 2. Lahirnya lembaga swadaya masyarakat sebagai control sosial maupun pembari input terhadap kebijakan pemerintah. 3. Pelaksanaan pemilu yang member kesempatan kepada warganegara untuk dipilih atau memilih, misalnya berkampanye, menjadi pemilih aktif, menjadi anggota DPR, dan sebagainya. 4. Munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah, misalnya memberi unjuk rasa, petisi, protes, demonstrasi, dan sebagainya. Derajat partisipasi politik dapat dilihat sebagai berikut: 1. Rezim Otoriter, dalam rezim ini warganegara tidak tahu mengenai pembuatan keputusan. 2. Rezim Patrimonial, dalam rezim ini warganegara diberi tahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa mempengaruhinya. 3. Rezim Partisipatif, dalam rezim ini warganegara dapat mempengaruhi keputusan yang telah dibuat oleh pemimpinnya. 4. Rezim Demokratis, dalam rezim ini warganegara merupakan aktor utama dalam proses pembuatan keputusan. Berdasarkan riset-riset tentang partisipasi politik yang dilakukan di beberapa negara, Samuel P. Huntington dan Nelson menemukan lima bentuk kegiatan utama yang dipraktikkan dalam partisipasi politik. Bentuk-bentuk ini masingmasing memiliki tindakan dan pelaku yang berbeda, namun tetap memiliki tujuan yang sama, yaitu berkenaan dengan keikutsertaan warga negara untuk mempengaruhi prose-proses politik. Bentuk-bentuk itu di antaranya: 1. Kegiatan pemilihan, mencakup memberikan suara, sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seseorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. 2. Lobbying, mencakup upaya-upaya peroangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik, dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. 3. Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuan utamanya dan eksplisit adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. 4. Mencari koneksi (contacting), merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah, dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelentir orang. 5. Tindakan kekerasan (violence), sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (kudeta, pembunuhan), mempengaruhi kebijakankebijakan pemerintah (huru hara, pemberontakan), atau mengubah seluruh sistem politik (revolusi).

Ditingkat individu, secara lebih spesifik Milbrarth M.L. Goel mengidentifikasikan bentuk partisipasi politik individual sebagai berikut: 1. Aphatetic Inactives Tidak beraktivitas yang partisipatif, tidak pernah memilih. 2. Passive Supporters Memilih secara regular/teratur, menghadiri parade patriatik, membayar seluruh pajak, mencintai negara. 3. Contact Spesialist Pejabat penghubung lokal (daerah), propinsi dan nasional dalam masalahmasalah tertentu. 4. Communicators Mengikuti informasi-informasi politik, terlibat dalam diskusi-diskusi, menulis surat pada editor surat kabar, mengirim pesan-pesan dukungan dan protes terhadap pemimpin-pemimpin politik. 5. Party and Campaign Workers Bekerja untuk partai politik atau kandidat, meyakinkan orang lain tentang bagaimana memilih, menghadiri pertemuan-pertemuan, menyumbang uang pada partai politik atau kandidat, bergabung dan mendukung partai politik, dipilih jadi kandidat partai politik. 6. Community Activists Bekerja dengan orang lain berkaitan dengan masalah-masalah lokal, membentuk kelompok untuk menangani problem-problem lokal, keanggotaan aktif dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan, melakukan kontak terhadap pejabat-pejabat berkenaan dengan isu-isu sosial. 7. Protesters Bergabung dalam demonstrasi-demonstrasi publik di jalanan, melakukan kerusuhan bila perlu, melakukan protes keras bila pemerintah melakukan sesuatu yang salah, menghadiri pertemuan-pertemuan protes, menolak mematuhi aturan-aturan. Seluruh aktivitas ini termasuk dalam kerangka partisipasi politik, setiap tindakan yang berhadapan dengan pembuat dan pelaksana kebijakan, dan partisipan terlibat untuk mempengaruhi jalannya proses tersebut agar sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya. Sebagai kegiatan, partisipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Partisipasi aktif a. Kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum. b. Mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. c. Mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijakan. d. Membayar pajak. e. Ikut serta dalam pemilihan umum. 2. Partisipasi pasif a. Mentaati peraturan/perintah. b. Menerima dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah. Bentuk-bentuk partisipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1. Partisipasi individual, yang berwujud kegiatan menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan pada pemerintah.

2. Partisipasi kolektif, adalah kegiatan warga negara secara serentak yang dimaksudkan untuk mempengaruhi penguasa. Partisipasi kolektif terbagi menjadi dua, yaitu: a. Partisipasi kolektif konvensional, dapat dilihat dalam bentuk: Pemberian suara (voting) Diskusi politik Kegiatan kampanye Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan Komunikasi individual dengan pejabat politik/administratif b. Partisipasi kolektif non konvensional, dapat dilihat dalam bentuk: Pengajuan petisi Golput Demonstrasi Konfrontasi Mogok Tindakan kekerasan politik terhadap harta benda, perusakan, pengeboman, dan pembakaran. Tindakan kekerasan politik terhadap manusia, penculikan, pembunuhan, perang, gerilya, dan revolusi. Pemberian suara dalam kegiatan pemilu merupakan bentuk partisipasi politik yang seringkali didengar dibandingkan bentuk partisipasi politik yang lain. Di negaranegara dengan sistem politik otoriter dan berpartai tunggal, pemilu seringkali hanya menjadi sarana bagi rakyat untuk dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan pemerintah, sedangkan di negara-negara demokratis, pemilu tidak hanya menjadi alat untuk melegitimasi kekuasaan pemerintah. Pemilu penting agar rakyat dapat terwakili dalam jalannya pemerintahan untuk kemudian mempengaruhi jalannya pemerintahan. Di samping kegiatan pemilu, kegiatan partisipasi konvensional adalah lobbying. Lobbying dimaksudkan untuk mengadakan pendekatan dengan pejabat-pejabat pemerintah atau pemimpin politik dengan maksud untuk mempengaruhi keputusan-keputusan. Umumnya, kegiatan lobbying dimaksudkan untuk mencari dukungan, menyebar pengaruh, dan menyampaikan usul-usul yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. PERAN SERTA DALAM BUDAYA POLITIK PARTISIPAN Budaya poltik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pelaksanaan partisipasi politik. Dalam budaya politik parokial, proses pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, dan keputusan-keputusan politik lainnya lebih didasarkan pada pemikiran pemimpin politik tanpa keterlibatan peserta di dalamnya. Ini disebabkan hal-hal yang tidak saja bersifat politis tetapi juga bersifat sosial religius. Keterlibatan warganegara sangat kecil dalam ikut menentukan proseproses politik itu. Demikian pula dalam budaya politik kaula (subyek). Aktor pengambil kebijakan memiliki peran yang dominan, hal itu disebabkan oleh pandangan warganegara yang sangat apatis dan acuh tak acuh terhadap sistem politik. Dalam budaya politik partisipan akan dilihat bahwa peserta telah memahami peran dirinya dalam sistem politik meskipun dalam format yang kecil. Dengan pemahaman ini perilaku politik warganegara tentu memiliki nilai partisipasi yang lebih tinggi dari dua bentuk budaya politik lainnya. Proses tawar menawar politik

memberikan masukan maupun penetapan yang sangat mungkin terjadi dalam budaya politik partisipan. Dengan demikian hal itu akan mempengaruhi perilaku politik para aktor politik dalam proses politiknya. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang dilakukan dalam budaya politik partisipan, antara lain: 1. Usaha-usaha menyampaikan ketidakpuasan terhadap kebijakan ataupun kinerja pemerintah. 2. Mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. 3. Mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijakan. 4. Merebut posisi politik. 5. Melaksanakan keputusan politik. 6. Memilih wakil-wakil rakyat. 7. Kampanye. 8. Ikut serta dalam pemilu. 9. Menjadi petugas kampanye. Berdasarkan perilaku individu, secara garis besar partisipasi politik yang berkembang dalam masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Radikal Perilaku radikal cenderung kasar dan sering menggunakan kekerasan secara fisik, serta mau menang sendiri dalam memperjuangkan tujuannya. Kecenderungan dari kelompok ini adalah melawan dan melanggar aturanaturan politik. 2. Moderat Kecenderungan perilaku dari kelompok moderat adalah memperjuangkan perubahan secara evolusi atau bertahap sesuai dengan perkembangan dari masyarakat sendiri dan didasarkan pada aturan-aturan politik yang ada. 3. Konservatif Kecenderungan perilaku dari kelompok konservatif adalah mereka tetap menginginkan keadaan yang ada dipertahankan dan tidak menghendaki perubahan dalam bentuk apapun. Kelompok ini disebut dengan kelompok pro status quo. 4. Liberal Kecenderungan dari kelompok liberal adalah bersifat progresif yang menghendaki perubahan secara cepat sesuai dengan ketentuan aturan yang dibuat. 5. Reaksioner Kecenderungan dari kelompok reaksioner adalah menghendaki perubahan dengan kembali pada masa-masa yang lalu, mereka dalam memperjuangkan perubahan tidak rasional dan melawan aturan-aturan yang ada. Menurut Bronson dalam bukunya Learn Civic Education From America, beberapa karakter publik dan privat sebagai perwujudan budaya politk partisipan, sebagai berikut: 1. Menjadi anggota masyarakat yang independen. Karakter ini meliputi: a. Kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab sesuai ketentuan, bukan karena keterpaksaan atau pengawasan dari luar. b. Bertanggung jawab atas tindakan yang diperbuat. c. Memenuhi kewajiban moral dan hukum sebagai anggota masyarakat demokratis.

2. Memenuhi tanggung jawab personal kewargaan di bidang ekonomi dan politik. Tanggung jawab ini antara lain, meliputi: a. Memelihara atau menjaga diri. b. Member nafkah dan merawat keluarga. c. Mengasuh dan mendidik anak. Di dalamnya termasuk pula mengikuti informasi tentang isu-isu politik, seperti: a. Menentukan pilihan (voting). b. Membayar pajak. c. Menjadi juri di pengadilan. d. Melayani masyarakat luas. e. Melakukan tugas kepemimpinan sesuai bakat masing-masing. 3. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan setiap individu, antara lain: a. Menghormati orang lain berarti mendengarkan pendapat mereka. b. Bersikap sopan. c. Menghargai hak-hak dan kepentingan-kepentingan sesame warganegara. d. Mengikuti aturan prinsip mayoritas namun tetap menghargai hak-hak minoritas untuk berbeda pendapat. 4. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana. Karakter ini merupakan sadar informasi sebelum: a. Menentukan pilihan (voting) atau berpartisipasi dalam debat publik. b. Terlibat dalam diskusi yang santun dan serius. c. Memegang kendali dalam kepemimpinan bila diperlukan. d. Membuat evaluasi tentang kapan saatnya kepentingan pribadi seseorang sebagai warga negara harus dikesampingkan demi memenuhi kepentingan publik. e. Mengevaluasi kapan seseorang karena kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitusional diharuskan menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu. 5. Mengembangkan fungsi demokrasi konstitusional secara sehat. Karakter ini meliputi: a. Sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik. b. Melakukan penelaahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional. c. Memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembaga-lembaga publik agar sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip tadi. d. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan bila ada kekuranganya. Karakter ini mengarahkan warga negara agar bekerja dengan cara-cara yang damai dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang dianggap tidak adil dan tidak bijaksana.

You might also like