You are on page 1of 16

MASALAH POLITIK DI ERA REFORMASI INDONESIA

Prof. Dr. H. Nur Syam, Drs., MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

Politik
1. Politik merupakan sarana artikulasi kepentingan untuk memperoleh kekuasaan. Jadi politik tentu saja terkait dengan persoalan apa siapa memperoleh apa dalam kaitannya dengan kekuasaan. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2.

Profanitas Politik
Politik merupakan sesuatu yang profan, bersifat keduniawian. Jika seseorang terlibat dengan dunia politik, maka yang bersangkutan berarti berada di dalam lingkaran kekuasaan yang sangat bercorak duniawi. Politik merupakan cara yang digunakan orang untuk memperoleh kekuasaan di dunia ini. politik adalah instrumen bukan tujuan.

Agama dan Politik


Ada tiga pandangan tentang relasi antara agama dan politik: 1. Hubungan antara agama dan politik yang integrated (menyatu). Antara agama dan politik tidak dapat dipisahkan. Konsep ini dikembangkan oleh Hasan al-Banna, Abul Ala al-Maududi, Sayyid Qutb dan sebagainya. Konsep negara syariah yang dikembangkan oleh kelompok Islam seperti PKS, HTI, MMI, KAMMI dan sebagainya adalah bertolak dari keinginan untuk menyatukan antara agama dan politik dalam coraknya yang menyatu.

Lanjutan.
Hubungan yang simbiosis mutualisme, yaitu memandang bahwa hubungan antara Islam dan politik adalah saling membutuhkan. Islam memerlukan negara untuk menyebarkan dan melestarikan dirinya, dan negara membutuhkan agama sebagai pijakn moralitas bagi penyelenggaraan negara tersebut. pikiran ini berasal dari pemikiran Imam Mawardi dan AlGhazali dan di dalam praktiknya dilakukan di dalam konsepsi Islam dan negara Indonesia.

Lanjutan
Hubungan antara Islam dan negara bercorak sekuler. Artinya bahwa negara dan agama adalah dua entitas yang berbeda. Agama dan negara adalah terpisah. Agama berurusan dengan persoalan akherat sedangkan negara bercorak duniawi. Konsep ini dikembangkan oleh Ali Abdurraziq yang dianggap sebagai tokoh Islam sekular.

Untuk Indonesia
Yang selayaknya dijadikan sebagai pedoman di dalam menentukaj relasi antara Islam dan negara di Indonesia adalah pola kedua. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa masyarakat Indinesia ini sangat plurat dan multikultural. Para founding fathers negeri ini sedari semula telah menentukan bahwa yang sebaiknya bagi bangsa Indonesia adalah pola hubungan antara negara dan Islam yang bercorak saling memberi dan menerima atau saling membutuhkan.

Pengalaman Indonesia
Di era Indonesia Orde Baru, maka corak hubungan antara Islam dan negara mengalami pasng surut. 1. Nuansa antagonistik, yaitu hubungan antara Islam dan negara adalah saling mencurigai. Banyak elit Islam yang dianggap kurang kenegaraannya. 2. Nuansa kritis, yaitu antara Islam dan negara saling mengkritisi. Banyak elit Islam yang sangat keras dalam melakukan kritik terhadap para penyelenggara negara, akibatnya hubungan antara mereka renggang

Lanjutan.
3. Hubungan yang saling memahami, yaitu dimulai dengan banyaknya elit agama yang mau memahami Pancasila sebagai satu-satunya asas, sehingga dianggaplah bahwa sudah tidak ada lagi resistensi umat Islam terhadap penerapan Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa. 4. Tahap kemesraan, yaitu tahap di mana relasi Islam dan negara mencapai puncaknya. Yaitu tidak ada lagi kecurigaan dan bahkan saling memberi dan menerima.

Di era Orde Reformasi


Hubungan antara Islam dan negara semakin rekat. Di tandai dengan munculnya kebebasan dalam mengekspressikan agama. Bahkan banyak muncul aliran agama yang cenderung fundamental. Seperti HTI, MMI, Lasykar Jihad, Lasykar Ahli Sunnah wal Jamaah, KAMMI, bahkan PKS. Banyaknya daerah-daerah yang menerapkan perda syariah. Banyaknya keinginan untuk menerapkan Islam secara kaffah di dalam kehidupan sosial masyarakat dan juga negara.

Namun Juga Banyak Masalah


Munculnya sikap dan tindakan pragmatisme politik. Munculnya sikap dan tindakan apatisme politik Munculnya sikap dan tindakan kekerasan politik. Munculnya sikap dan tindakan fundamentalisme politik

Kenyataannya
Dalam pragmatisme politik, maka politik adalah segala-galanya, sehingga orang bisa melakukan apa saja untuk tujuan politiknya. Ada politik uang, ada politik hadiah, ada politik suap dan sebagainya. Dalam apatisme politik, maka orang enggan menggunakan hak-haknya politiknya. Berdasarkan data statistik misalnya hampir mencapai angka 50% untuk angka yang tidak berpartisipasi dalam politik.

Lanjutan.
Untuk kekerasan politik dapat dilihat banyak kerusuhan politk yang diakibatkan oleh pilkada, pemilu dan sebagainya. Di Makasar, Maluku Utara, Banyuwangi, Tuban, dan sebagainya. Untuk fundamentaisme politik, misalnya dapat dijumpai berbagai kecenderungan untuk menerapkan keyakinannya saja dalam perlakuan politik. Terdapat sekian pemaksaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan politik.

Apa yang harus dilakukan


Mari kita mantapkan hati bahwa pilihan terhadap negara kesatuan Republik Indonesia dengan Dasar Pancasila dan UUD 1945 adalah pilihan terbaik di tengah pluralitas dan multikulturalitas masyarakat Indonesia. Sejarah bangsa Indonesia yang panjang jangan sampai dikorbankan untuk kepentngan melakukan eksperimen terhadap bentukdan corak negara yang belum tentu bisa menyejahterakan rakyat.

Lanjutan.
Mari kita menjadi Orang Indonesia Islam. Menjadi orang Indonesia yang beragama Islam. Sama halnya menjadi Orang Indonesia yang beragama lain. Mari kita tuntaskan pengentasan kemiskinan, korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai bagian penting dari keinginan menjadikan Indonesia sebagai negara yang akan mengarah kepada baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.

Akhirnya
MARILAH BERBICARA TENTANG KITA DAN BUKAN BERBICARA TENTANG AKU. Matur nuwun Sakalangkong Terima kasih Wassalamu alaikum wr.wb.

You might also like