You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Harta gono gini seringkali menjadi masalah yang disepelekan

dimasyarakat saat perceraian. Dan tidak banyak orang memahami bagaimana hukum dan cara menyelesaikannya. Padahal masalah tersebut penting untuk diketahui oleh masyarakat muslim. Berdasarkan hal tersebut maka saya menyusun makalah yang berjudul Harta Gono-Gini. Mudah-mudahan bermanfaat, adapun kritik dan saran yang bersifat masukan sangat kami harapkan.

B. Identifikasi Masalah Agar tidak terjadi kesimpangsiuran masalah, maka kami mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Apa pengertian harta gono-gini 2. Bagaimana Pembagian Harta Gono- Gini Menurut Islam 3. Bagaimana Pembagian Harta Gono- Gini Menurut RUU 4. Apa Saja Batasan Harta Isteri

C. Tujuan dan Kegunaaan Penulisan Makalah Adapun tujuan penulisan dalam membahas masalah ini adalah untuk dapat diketahui serta mengembangkan wawasan mahasiswa tentang hokum dan kepengurusan mengenai harta gono-gini.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta Gono-Gini Pengertian harta gono gini adalah harta milik bersama suami istri yang diperoleh oleh mereka berdua selama di dalam perkawinan, seperti halnya jika seseorang menghibahkan uang, atau sepeda motor, atau barang lain kepada suami istri, atau harta benda yang dibeli oleh suami isteri dari uang mereka berdua, atau tabungan dari gaji suami dan gaji istri yang dijadikan satu, itu semuanya bisa dikatagorikan harta gono- gini atau harta bersama. Pengertian tersebut sesuai dengan pengertian harta gono-gini yang disebutkan di dalam undang-undang perkawinan, yaitu sebagai berikut : Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (pasal 35 UU Perkawinan) Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, gono gini diartikan sebagai harta perolehan bersama selama bersuami isteri. Untuk memperjelas pengertian di atas, hal-hal di bawah ini perlu menjadi catatan : 1. Barang-barang yang dibeli dari gaji (harta) suami, seperti kursi, tempat tidur, kulkas, kompor, mobil adalah milik suami dan bukanlah harta gono-gini, termasuk dalam hal ini adalah harta warisan yang didapatkan suami, atau hadiah dari orang lain yang diberikan kepada suami secara khusus. 2. Barang-barang yang dibeli dari gaji (harta) suami, kemudian secara sengaja dan jelas telah diberikan kepada istrinya, seperti suami yang membelikan baju dan perhiasan untuk istrinya, atau suami membelikan motor dan dihadiahkan untuk istrinya, maka harta tersebut, walaupun

dibeli dengan harta suami, tetapi telah menjadi harta istri, dan bukan pula termasuk dalam harta gono- gini. 3. Barang-barang yang dibeli dari harta istri, atau orang lain yang menghibahkan sesuatu khusus untuk istri, maka itu semua adalah menjadi hak istri dan bukan merupakan harta gono- gini.

B. Pembagian Harta Gono- Gini Menurut Islam Di dalam Islam tidak ada aturan secara khusus bagaimana membagi harta gono gini. Islam hanya memberika rambu-rambu secara umum di dalam menyelesaikan masalah bersama, diantaranya adalah : 1. Pembagian harta gono-gini tergantung kepada kesepakatan suami dan istri. Kesepakatan ini di dalam Al Quran disebut dengan istilah Ash Shulhu yaitu perjanjian untuk melakukan perdamaian antara kedua belah pihak (suami istri) setelah mereka berselisih. Allah SWT berfirman: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya untuk mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) (Qs. an-Nisa : 128) Ayat di atas menerangkan tentang perdamaian yang diambil oleh suami istri setelah mereka berselisih. Biasanya di dalam perdamaian ini ada yang harus merelakan hak-haknya, pada ayat di atas, istri merelakan hak-haknya kepada suami demi kerukunan antar keduanya. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah saw : Dari Amru bin Auf al Muzani dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw bersabda: Perdamaian adalah boleh di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal dan perdamaian yang menghalalkan yang haram

Begitu juga dalam pembagian harta gono-gini, salah satu dari kedua belah pihak atau kedua-duanya kadang harus merelakan sebagian hak-nya demi untuk mencapai suatu kesepakatan.

Umpamanya : suami istri yang sama-sama bekerja dan membeli barang-barang rumah tangga dengan uang mereka berdua, maka ketika mereka berdua melakukan perceraian, mereka sepakat bahwa istri mendapatkan 40 % dari barang yang ada, sedang suami mendapatkan 60 %, atau istri 55 % dan suami 45 %, atau dengan pembagian lainnya, semuanya diserahkan kepada kesepakatan mereka berdua. 2. Bisa ditemukan di dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) dalam Peradilan Agama, pasal 97, yang menyebutkan bahwa : Jika suami-isteri yang akan bercerai berperkara mengenai harta gono-gini ke Pengadilan Agama, maka ada ketentuan khusus yang diberlakukan. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 97 ada ketentuan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak mendapat seperdua (bagian 50 %) dari harta bersama, sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Jadi, ketentuan pasal 97 dalam Kompilasi Hukum Islam bukanlah ketentuan yang sifatnya wajib secara syari. Sebab tidak ada nash dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits yang menerangkan bahwa pembagiannya harus seperti itu, yakni suami dan isteri masing-masing mendapatkan setengah (50 %). Maka dari itu, seperti yang telah disampaikan di atas, penyelesaian sengketa harta gono gini dapat dilakukan di luar Pengadilan Agama berdasarkan musyawarah dengan menempuh jalan perdamaian (ash-shuluh). Dalam hal ini dapat diterapkan sabda Rasulullah SAW : Perdamaian adalah boleh [dilakukan] di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau

menghalalkan yang haram. (HR. Al-Hakim, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan At-Tirmidzi). Hadits ini telah membolehkan adanya perdamaian (ashshuluh), yaitu suatu akad (perjanjian) untuk menyelesaikan

persengketaan. Dalam salah satu penerapannya, perdamaian dapat dilaksanakan di antara suami-isteri yang bersengketa. Dengan melakukan perdamaian ini, pembagian harta gono gini dapat dilakukan atas dasar kesepakatan dan kerelaan dari kedua pihak (suami-istri) yang bercerai. Misalnya, suami isteri sepakat membagi harta dengan prosentase suami mendapat sepertiga, sedangkan isteri mendapat dua pertiga. Atau sebaliknya misalkan suami mendapatkan dua pertiga sedang isteri mendapat sepertiga. Atau prosentase lainnya sepanjang telah disepakati dalam perdamaian. Jadi, tidak wajib masing-masing mendapat setengah, tetapi masing-masing

mendapatkan bagian sesuai dengan kesepakatan yang terjadi dalam perdamaian.

C. Pembagian Harta Gono- Gini Menurut RUU Dalam setiap Perkawinan tidak terlepas oleh adanya harta benda, baik yang diperoleh sebelum perkawinan, pada saat perkawinan berlangsung maupun yang diperoleh selama menjadi suami-istri dalam suatu ikatan perkawinan. Undang-Undang Perkawinan membedakan harta benda dalam perkawinan, yang diatur pada Pasal 35 bahwa : 1. Harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 2. Harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Dengan adanya perbedaan jenis harta benda dalam perkawinan tersebut mempengaruhi cara melakukan pengurusannya. Harta bersama diurus secara bersama-sama oleh suami-isteri. Dalam melakukan pengurusan harta bersama tersebut, meraka dapat bertindak dengan adanya persetujuan kedua belah pihak. Artinya, suami atau isteri jika melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama berdasarkan kesepakatan bersama. Hal tersebut di atas dapat dilihat dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang berbunyi : 1. Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. 2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

D. Batasan Harta Isteri Telah diuraikan sebelumnya, bahwa harta gono gini adalah harta benda yang diperoleh oleh suami isteri selama perkawinan dan menjadi hak kepemilikan berdua di antara suami isteri. Implikasinya, harta yang sudah dimiliki oleh suami atau isteri sebelum menikah, demikian pula mahar bagi isteri, juga warisan, hadiah, dan hibah milik isteri atau suami, tidak termasuk harta gono gini. Bahkan dalam Islam harta yang diperoleh isteri dari hasil kerjanya sendiri tidak termasuk harta gono gini, karena harta tersebut adalah hak milik isteri. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT (artinya): Bagi para laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. (QS AnNisaa` : 32) Jadi, apabila isteri bekerja dan memperoleh harta, maka isteri punya hak penuh atas hartanya itu. Jika isteri mau menggunakan harta itu untuk keperluan

keluarga, maka itu dianggap sebagai sedekah yang punya dua pahala, yakni pahala sedekah dan pahala berbuat baik kepada keluarga. Hal ini pernah dinyatakan Rasulullah kepada isteri Abdullah bin Masud yang menyedekahkan hartanya untuk sang suami karena ia tergolong laki-laki miskin (HR Bukhari-Muslim).

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Pengertian harta gono gini adalah harta milik bersama suami istri yang diperoleh oleh mereka berdua selama di dalam perkawinan, seperti halnya jika seseorang menghibahkan uang, atau sepeda motor, atau barang lain kepada suami istri, atau harta benda yang dibeli oleh suami isteri dari uang mereka berdua, atau tabungan dari gaji suami dan gaji istri yang dijadikan satu, Cara pembagian harta gono-gini baik menurut Islam maupun RUU, pada dasarnya mengembalikan kepada kesepakatan kedua belah pihak, suami dan istri.

B. Saran Sebagai mahasiswa yang akan terjun ke masyarakat, tentunya kita harus tau bagaimana cara menyelesaikan permasalahan mengenai harta gono-gini dalam perceraian. Sehingga kita dapat membantu menyelesaikan pemasalahan tersebut jika timbul di masyarakat.

You might also like