You are on page 1of 16

Bab 9

Gangguan Neuromuskular

Oleh:
Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC.

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu:
mendeskripsikan konsep palsi serebral, poliomielitis, paraplegi spinal, polineuropati, miopati kongenital, dan distrofi muskular pada gangguan muskuloskeletal; menjelaskan patofisiologi pada palsi serebral, poliomielitis, paraplegi spinal, polineuropati, miopati kongenital, dan distrofi muskular pada gangguan muskuloskeletal; menjelaskan manifestasi klinik yang terjadi pada kondisi palsi serebral, poliomielitis, paraplegi spinal, polineuropati, miopati kongenital, dan distrofi muskular pada gangguan muskuloskeletal; menjelaskan pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada palsi serebral, poliomielitis, paraplegi spinal, polineuropati, miopati kongenital, dan distrofi muskular pada gangguan muskuloskeletal; mendeskripsikan penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi palsi serebral, poliomielitis, paraplegi spinal, polineuropati, miopati kongenital, dan distrofi muskular pada gangguan muskuloskeletal;

GANGGUAN PADA OTAK

Palsi Serebral
Palsi serebral adalah sekelompok gangguan motorik yang disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang menetap tidak progresif pada masa perkembangan otak, baik sebelum, saat, atau sesudah kelahiran (yang pada umumnya di bawah 3 tahun). Gangguan motorik baik dalam bentuk produksi gerakan, hambatan gerakan, atau mengatur gerakan.

Penatalaksanaan
Konservatif
Fisioterapi. Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup. Program rehabilitasi medis, untuk optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan. Medikamentosa, meliputi: Botulinum toksin. Untuk menurunkan spastis diberikan selama 36 bulan. Baclofen, diberikan secara intratekal. Antikonvulsan, seperti benzodiazepin. Muscle relaxants. Antikolinergik.

Intervensi bedah

Pembedahan saraf dilakukan untuk optimalisasi fungsi sensori.

Pembedahan ortopedi dilakukan untuk manajemen dislokasi hip, skoliosis, dan spastisitas (seperti: tenotomi, prosedur tendon).

Poliomielitis
Poliomielitis atau polio adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen poliovirus(PV) masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
6

Stadium Paralisis Residual

Penatalaksanaan
Intervensi bedah Beberapa prosedur yang dilakukan, meliputi: bedah perbaikan kontraktur sendi; bedah perbaikan otot sekitar sendi untuk mencegah deformitas; transplantasi otot pada bagian otot yang mengalami paralisis; stabilisasi sendi: - tenodesis; - bedah konstruksi artikular; arthrodesis; pemanjangan ekstremitas; teknik Illizarov; bedah penggantian sendi.
8

Infark Korda Spina


Infark korda spina merupakan suatu kondisi kematian sebagian jaringan korda spina, biasanya berhubungan dengan lesi dari suatu oklusi vaskular pada korda. Sirkulasi dari korda spina memiliki keunikan di mana banyaknya anatomi anastomosis yang menghasilkan risiko terjadinya infark korda spina akibat dari infark serebral.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada infark korda spina, meliputi: pemberian aspirin sebagai pengobatan standar; manajemen paraplegi; pencegahan embolisme paru dengan heparin, dan antiplatelet; bedah laminektomi dan neurosurgeri.

10

GANGGUAN PADA SARAF PERIFER

Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf perifer di seluruh tubuh.

Manifestasi klinis:
Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar, dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik. Nyeri sering kali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu.

Penderita tidak bisa merasakan suhu dan nyeri sehingga mereka sering melukai dirinya sendiri dan terjadilah luka terbuka (ulkus di kulit) akibat penekanan terus-menerus atau cedera lainnya. Oleh karena tidak dapat merasakan nyeri, maka sendi sering mengalami cedera (persendian Charcot).
Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot). Banyak penderita yang juga memiliki kelainan pada sistem saraf otonom, yang mengendalikan fungsi otomatis di dalam tubuh, seperti denyut jantung, fungsi pencernaan, kandung kemih, dan tekanan darah.
12

Gangguan Perangsangan Otot


Gangguan perangsangan otot adalah suatu sindrom dari tidak optimalnya komunikasi antara saraf pusat dengan saraf perifer dalam memberikan perangsangan otot. Penatalaksanaan:
tidak ada pengobatan khusus; terapi fisik membantu penderita mempertahankan kekuatan otot dan mencegah pemendekan otot (kontraktur); untuk mencegah tersedak, penderita yang mengalami kesulitan menelan sebaiknya diberi makan melalui selang gastrostomi (selang yang dimasukkan melalui dinding perut ke dalam lambung); kram otot bisa diatasi dengan baklofen (obat untuk mengurangi kejang otot).
13

GANGGUAN PADA OTOT

Distrofi Muskular
Distrofi otot merupakan kelompok gangguan otot kronik dikarekteristikkan oleh kelemahan dan pelisutan skelet progresif atau otot volunter.

15

Penatalaksanaan
Obat penenang diazepam bisa secara konsisten menghilangkan kekakuan otot. Plasmapheresis, di mana zat racun disaring dari darah, kadang dilakukan tetapi sering kali tidak berhasil. Tanpa pengobatan, gangguan tersebut mengalami kemajuan, menyebabkan ketidakmampuan dan kekakuan di sepanjang tubuh.

16

You might also like