You are on page 1of 5

Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan NO TRANSLATION AVAILABLE

Perkembangan jaman yang semakin maju menjadikan laju pertumbuhan perekonomian dunia semakin cepat dan dengan diberlakukannya sistem perdagangan bebas membuat batas kita dan batas dunia semakin "kabur" (borderless world). Hal ini jelas mendorong semua kegiatan saling berpacu satu dengan yang lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) yang dapat menghasilkan keuntungan (profit). Hal tersebut kadang kala memaksa orang atau institusi untuk menghalalkan segala cara tanpa mengindahkan bahwa akan ada pihak yang dirugikan . Perusahaan sebagai pelaku bisnis dalam perkembangannya telah menjadi salah satu kekuatan sosial ekonomi yang semakin besar pengaruhnya. Dimulai sejak revolusi industri pada akhir abad ke-18 dan awal abad19 dimulai di Inggris dengan perkenalan mesin uap (dengan menggunakan batu bara sebagai bahan bakar) dan ditenagai oleh mesin (terutama dalam produksi tekstil). Perkembangan peralatan mesin logam-keseluruhan pada dua dekade pertama dari abad ke19 membuat produk mesin produksi untuk digunakan di industri lainnya yang membuat suatu perubahan yang luar biasa diseluruh dunia baik pada bidang teknologi dan berdampak pada bidang , sosioekonomi, dan sosial budaya. Perusahaan tidak saja telah menjadi institusi ekonomi yang kian penting dan strategis, tetapi juga telah menjadi suatu kekuatan besar untuk perubahan sosial. Perusahaan telah menjadi alat yang dominan untuk mentransformasikan iptek menjadi barang dan jasa yang berdaya guna secara ekonomis dan dalam perjalanan selanjutnya telah membuat terjadinya suatu perubahan sosial yang sangat luar biasa .Pada saat yang bersamaan harapan masyarakat terhadap peran perusahaan kian meluas , Fremon E. Kast menggambarkan dengan tiga lingkaran konsentrik tanggung jawab, yaitu (1) lingkaran dalam yang meliputi tanggung jawab dasar, yakni fungsi ekonomi berbasis efisiensi; (2) lingkaran tengah yang mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi dengan kesadaran yang lebih dalam terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang dinamis, seperti upaya pelestarian lingkungan, memanusiakan tempat kerja, memperlakukan pelanggan sebaik mungkin; (3) lingkaran luar yang menggambarkan tanggung jawab baru, yakni kepedulian yang lebih dalam terhadap peningkatan kualitas lingkungan sosial, seperti peduli terhadap pengangguran, kemiskinan, dan penderitaan anggota masyarakat. John Elkington (1997) , merumuskan Triple Bottom Line atau tiga faktor utama operasi perusahaan dalam kaitannya dengan lingkungan dan manusia, yaitu faktor manusia dan masyarakat (people), faktor ekonomi dan keuntungan (profit), serta faktor lingkungan (Planet). Ketika faktor ini juga terkenal dengan sebutan triple-P (3P) yaitu people, profit and planet. Ketiga faktor ini berkaitan satu sama lain. Masyarakat tergantung pada ekonomi; ekonomi dan keuntungan perusahaan tergantung pada masyarakat dan lingkungan, bahkan ekosistem global. Inilah yang sering disebut sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility ), suatu paham yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai kewajiban terhadap kelompokkelompok masyarakat selain dari para pemilik perusahaan dan di luar yang ditentukan oleh undang-undang. Walaupun bisnis tidak dapat diharapkan 100 persen mengambil seluruh tanggung jawab sosial yang begitu luas permasalhannya, namun mereka tidak dapat menutup mata terhadap perlunya perubahan sosial. Kerja sama yang aktif dengan intitusi pemerintah dalam berbagai level serta dukungan dan partisipasi anggota masyarakat lewat LSM dan yang lainnya dalam mengatasi isu-isu dan realita masalah sosial di masyarakat merupakan suatu harapan umum dan bagian dari tanggung jawab bisnis masa kini dan yang akan datang. Dalam perspektif usaha jangka panjang yang harus lebih diperhatikan perusahaan adalah kesadaran akan segudang tanggung jawab sosial perusahaan sebagai kewajiban organisasi usaha dalam rangka untuk melindungi lingkungan dan memajukan masyarakat di mana organisasi dan pasar perusahaan berada .Tanggung jawab sosial dunia bisnis bukanlah bentuk tanggung jawab yang dipaksakan apalagi atas dasar tekanan, ancaman, atau paksaan, melainkan tanggung jawab yang didasari kaidah moral, komitmen sosial, dan etika bisnis yaitu suatu tuntutan mengenai perilaku, sikap dan tindakan yang diakui, sehubungan suatu jenis kegiatan usaha suatu perusahaan terkait penerapan tanggung jawab sosial suatu perusahaan yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri

.Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah suatu cara dalam melakukan kegiatan usaha dengan memperhatikan seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini merupakan suatu kesatuan yang mencakup bagaimana kita menjalankan usaha secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) serta tidak tergantung pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.Etika bisnis dapat diartikan lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan bisa merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan transaksi dan kegiatan yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Tanggung jawab sosial dunia usaha dipengaruhi oleh berbagai kekuatan, yaitu norma sosial dan budaya, hukum serta regulasi, praktik dan budaya organisasi. Jadi, boleh dikatakan dia terbentuk karena dorongan kemanfaatan, moralitas, dan keadilan. Sebuah studi selama 2 tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorsium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsanto, Imperial Chemical Industries, Deutsche Bank, Electrolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendongkrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi. Di tahun 1999, jurnal Business and Society Review menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai dua-tiga kali daripada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Bukti lain, seperti riset yang dilakukan oleh DePaul University di tahun 1997, menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsip-prinsip etika memiliki kinerja financial (berdasar penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dibandingkan perusahaan lain yang tidak melakukan prinsip-prinsip etika . Fakta masyarakat ada realita kontradiktif, dimana di satu pihak ada perusahaan besar yang aktivitas usahanya banyak diwarnai dengan konflik sosial, tetapi di sisi lain ada perusahaan besar yang berkinerja baik tanpa harus mengalami konflik sosial. Kondisi yang demikian diduga sangat dipengaruhi oleh derajat perilaku etis perusahaan, yang diwujudkannya melalui kadar tanggung jawab sosial perusahaan.Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Perusahaan memerlukan kemitraan yang saling timbal balik dengan institusi lain. Perusahaan selain mengejar keuntungan ekonomi untuk kesejahteraan dirinya, juga memerlukan alam untuk sumber daya olahannya dan stakeholders lain untuk mencapai tujuannya. Dengan menggunakan pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bagian dari pada etika berusaha , perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga keuntungan secara sosial. Dengan demikian keberlangsungan usaha tersebut dapat berlangsung dengan baik dan secara tidak langsung akan mencegah konflik yang merugikan. Heka Hertanto

diposting oleh buahpikir-claudya-fisip09 pada 12 March 2012 di economic world - 0 komentar Ketika mengangkat bahasan mengenai bisnis internasional, maka tidak dapat dipisahkan dengan aktor utama dalam kegiatan tersebut, yaitu perusahaan internasional. dalam menjalankan perannya dalam kancah bisnis internasional ini, perusahaan dituntut untuk tetap patuh pada etika-etika sosial yang ada. Etika sendiri dipahami sebagai standar moral perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan masyarakat sekitar sebagai sesuatu yang benar dan sesuatu yang salah, dan biasanya bersumber dari agama dan budaya (Dias & Shah, 2009:111). Adapula etika-etika yang memang disepakati secara umum, semisal etika Aristoteles hingga etika konfisius yang semuanya sepakat menilai beberapa poin seperti integritas, kepedulian, keberanian dan pengorbanan diri sendiri adalah sesuatu yang benar dan sebaliknya, kecurangan, pengecut dan kekejaman adalah sesuatu yang dipandang sebagai hal yang tidak benar. Hal-hal semacam ini menurut penulis tetap diterima disegala masyarakat dan dalam berbagai jaman, sehingga memiliki ruang lingkup universal. Satu hal yang harus dipahami secara jelas adalah etika tidak sama dengan konsep hukum dalam artian meskipun terkadang sesuatu yang illegal juga tidak beretika akan tetapi sesuatu yang tidak beretika belum tentu di kategorikan sebagai sesuatu yang illegal. Etika atau moral dalam bisnis dibagi menjadi dua yaitu etika personal dan etika perusahaan (Dias & Shah, 2009:113). Etika personal adalah etika yang membimbing untuk menghasilkan keputusan yang tepat, hal ini dijelaskan dengan lima pendekatan, yaitu pendekatan manfaat, hak, keadilan, kebaikan bersama, dan kebajikan. Lima pendekatan ini pada awalnya adalah gagasan dari Markkula Centre for Applied Ethics di Universitas Santa Clara yang akhirnya dipakai dikalangan luas (Dias & Shah, 2009:114). Perusahaan juga dapat menggunakan lima proses ideal menuju pembuatan kebijakan yang bermoral yaitu; mengakui isu moral yang ada, mengumpulkan fakta yang terjadi di lapangan, mengevaluasi tindakan alternatif, bertindak sesuai dengan keputusan yang telah di buat dan yang terakhir adalah merefleksikan keputusan yang telah di buat (Dias & Shah, 2009:115). Setelah membahas mengenai etika personal, ada pula etika perusahan yang dibagi menjadi dua yaitu compliance-based ethics codes dan integrity-based ethics codes. Model compliance-based atau yang berbasis kerelaan ini menekankan pada pencegahan tindakan yang tidak sah melalui peningkatan/pengetatan kontrol dengan menghadirkan sanksi bagi pihak-pihak yang bersalah sedangkan dalam integrity-based terdapat nilai-nilai yang menuntut suatu organisasi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terciptanya tindakan bermoral antara pegawai melalui pembagian pertanggungjawaban (Dias & Shah, 2009 : 116). Dalam menjalankan etika bisnis ini, setidaknya dapat melalui lima langkah, yaitu pimpinan perusahaan harus menyetujui dan juga mematuhi atau menerapkan kode etik, selanjutnya para pekerja di tingkat bawah harus memahami bahwa mereka diharapkan mematuhi kode etik dengan juga mereka melihat apa yang atasannya lakukan, manajer harus dilatih untuk memahami implikasi kode etik dari keseluruhan keputusan bisnisnya, pihak luar terkait harus mengerti kode etik perusahaan semisal customer, distributor, dan supplier, dan kode etik harus bersifat memaksa (Dias & Shah, 2009: 116-7).

Setelah membahas mengenai etika suatu perusahaan, maka juga perlu mengetahui tanggung jawab sosial yang diemban oleh suatu perusahaan, dalam artian ada tuntutan sosial tersendiri bagi para perusahaan transnasional untuk membuktikan akuntabilitas kinerja mereka. yaitu yang menyangkut tiga hal penting; hak asasi manusia (apakah perusahaan sudah memberikan perlindungan?); lingkungan pekerjaan (apakah para karyawan sudah merasa bebas dari diskriminasi?); dan hubungan dengan komunitas sekitar (sudahkan memberikan investasi yang signifikan bagi masyarakat sekitar?) (Soederberg, 2006:53-54). Secara umum, tanggung jawab sosial perusahaan ini menekankan pada bisnis yang nantinya menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat. Sedikitnya ada tiga kategori dimana dapat menilai pelaksanaan kegiatan sosial yang dilakukan oleh suatu perusahaan, kategori itu antara lain bantuan perusahaan termasuk donatur, tanggung jawab perusahaan termasuk perekrutan pegawai, menghasilkan produk yang aman serta kebijakan perusahaan yang berkenaan dengan sosial politik kondisi internal perusahaan tersebut (Dias & Shah, 2009:118). Dalam berbisnis ada beberapa tanggung jawab yang di emban oleh para pelaku bisnis antara lain tanggung jawab terhadap konsumen, investor, pegawai serta kepada masyarakat luas dan lingkungan (Dias & Shah, 2009:122). Tanggung jawab pertama adalah tanggung jawab kepada konsumen karena suatu perusahaan harus mampu memuaskan konsumen dengan memberikan produk-produk baik berupa barang dan jasa yang bagus serta berkualitas. Tanggunga jawab kedua adalah tanggung jawab kepada investor. Dalam artian perusahaan wajib menjaga kepercayaan investor yang telah menanamkan modalnya. Tanggung jawab ketiga adalah tanggung jawab kepada pegawai yang termanifestasi dengan menciptakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi para pegawai. Selain itu, perusahaan juga bertanggung jawab untuk mensejahterakan kehidupan pegawainya melalui pemberian pensiun ketika pegawai tersebut telah melampaui usia produktif. Bentuk tanggung jawab yang terakhir adalah tanggung jawab kepada masyarat sosial dan lingkungan. Tanggung jawab utama kepada masyarakat dalam berbisnis adalah memakmurkan masyarakat sekitar salah satunya melalui pembukaan lapangan-lapangan pekerjaan, juga menyangkut beberapa poin yang telah sedikit diulas sebelumnya sebelumnya.

Kesimpulan dan Opini Dalam aktifitas bisnisnya, perusahaan secara serius diwajibkan untuk memperhatikan etikaetika yang berlaku. Poin penting etika disini menurut penulis akan membawa dampak yang luas walaupun mungkin terlihat sebagai efek dibalik layar dalam artian dengan memperhatikan etika-etika yang ada maka akan dapat diciptakan sebuah lingkungan kerja yang kondusif dan sebagai bentuk bahwa perusahaan tersebut memang memiliki perhatian terhadap kualitas. Satu hal yang harus diperhatikan adalah posisi para atasan yang memang akan menjadi contoh bagi para bawahannya dalam menjalankan etika dan sejauh apa memperhatikan perihal etika moral ini. Disini, penulis juga menekankan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. CSR ini bukanlah sesuatu yang asing lagi, karena dalam era globalisasi dengan fakta menjamurnya perusahaan internasional ini, maka CSR memang sudah semestinya menjadi sebuah agenda wajib, misalnya dengan pemberian beasiswa, modal entrepreneurship, dan berbagai cara lain. Satu hal yang membuat penulis berada diposisi sangsi akan komitmen tanggung jawab sosial ini adalah karena hal ini tidak diimbangi dengan komitmen menyeluruh atau acap kali menjadi sesuatu yang tidak lebih dari strategi bisnis semata.

Daftar Pustaka : Soederberg, Susanne. 2006. Global Governance and Corporate Social Responsibility, dalam Global Governance in Question, London: Pluto Press Dias, Laura Portolese & Shah, Amit. J. 2009. Demonstrating Ethical Behavior And Social Responsibility dalam Introduction to Business. New York : McGraw-Hill

You might also like