You are on page 1of 2

KONSEP SEBAB AKIBAT Perbincangan hukum kausalitas dalam tulisan ini tidak dapat dilepaskan dari pemahaman konsep

ruang dan waktu. Olehnya itu, terlebih dahulu akan dijelaskan konsep ruang dan waktu sebagaimana yang saya pahami. Apa itu ruang? Sebagai analogi untuk menjelaskan ruang, dapat kita pakai analogi tongkat. Jika dua buah tongkat kayu di tancapkan ke tanah dengan jarak yang telah ditentukan, dapat ditarik sebuah garis lurus yang menghubungkan antara tongkat yang satu dengan tongkat yang lainnya. Jarak yang tercipta oleh relasi dua benda itu menghasilkan ruang. Jadi apa yang disebut sebagai ruang adalah bentuk abstrak yang tercipta dari relasi benda-benda. Dengan demikian sepanjang terdapat benda maka ruang akan selalu tercipta. Manusia selalu terikat oleh ruang karena manusia sendiri adalah bagian dari benda yang memiiliki massa dan berelasi dengan segala benda yang ada di bumi sampai kepada bintang-bintang di luar angkasa. Semuanya membentuk ruang, namun entah ruang itu sepenuhnya kosong atau berisi adalah bagian perdebatan yang tidak disinggung dalam tulisan ini. Sedangkan waktu adalah sela yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dalam ruang sebagai relasi benda-benda. Ketika bumi mengelilingi matahari yang harus menempuh jarak tertentu dalam relasi benda-benda angkasa, dibutuhkan sela untuk dapat melakukan satu putaran dan seterusnya. Ketika suatu peristiwa terjadi dalam ruang, maka dibutuhkan beberapa waktu untuk sampai pada titik klimaks peristiwa itu. Ketika api membakar rumah-rumah, dibutuhkan beberapa waktu untuk dapat mengubah rumah-rumah menjadi abu. Artinya sebagai konsekuensi logis dalam ruang dan waktu, suatu peristiwa selalu didahului oleh peristiwa-peristiwa lainnya sampai pada akhir peristiwa itu. Manusia kemudian mengukur sela itu dengan berbagai cara mulai dari cara yang sangat primitif sampai pada cara yang canggih dengan menggunakan perhitungan jam, menit dan detik seperti yang terdapat dalam alat ukur waktu manusia masa kini. Lantas apa hubungannya dengan sebab-akibat (kausalitas) yang diyakini para filsuf sebagai Prinsip Niscaya Lagi Rasional (PNLR)? Hukum kausalitas berbunyi: suatu akibat membutuhkan sebab untuk dapat eksis. Namun pertayaannya kemudian bagaimana caranya kita dapat mengidentifikasi manas sebab dan mana akibat dalam suatu peristiwa. Nah, di sinilah hubungannya dengan konsep ruang dan waktu yang saya jelaskan sebelumnya. Bahwa suatu peristiwa itu terjadi mengikuti hukum dalam ruang dan waktu. Ditempuh jarak dan dibutuhkan waktu untuk sampai pada titik klimaks peristiwa tersebut. Misalnya ketika kita membakar kertas, maka kertas itu akan terbakar dan membutuhkan waktu (entah itu beberapa menit) untuk mencapai seluruh jarak permukaan kertas itu. Dengan menggunakan hukum kausalitas itu, kita akan mengatakan bahwa api adalah penyebab terbakarnya kertas itu. Di sini David Humme tidak dapat sepenuhnya disalahkan ketika ia mengakatakan: sebab akibat itu ada karena kebiasaan otak manusia yang menyaksikan suatu peristiwa yang mendahului peristiwa yang lain. Dimana peristiwa terakhir adalah akibat dan yang pertama sebagai sebab. Disini kita diperhadapkan pada teori evolusi. Otak manusia yang membiasa dengan karakteristik hukum peristiwa dalam ruang dan waktu yang terjadi berulang-ulang. Otak manusia yang berevolusi dalam arti mampu beradaptasi dengan hukum peristiwa dalam ruang dan waktu membuat manusia menerima keniscayaan prinsip kausaliatas bahwa: suatu akibat membutuhkan sebab agar dapat eksis. Andai kata otak manusia tidak dapat beradaptasi dengan hukum peristiwa dalam ruang dan waktu, musatahil manusia dapat memiliki pengetahuan dan menciptakan peradaban.

Dalam penjelasan ini jelas bahwa prinsip kausalitas itu bukanlah ide bawaan manusia (inate idea) melainkan sebuah hasil proses adaptif otak manusia (evolusi) dalam merespon lingkungan sekitarnya. Justru yang merupakan ide bawaan adalah berpikir itu sendiri (rex cognitas) yang secara mendasar tak dapat dikategorikan dengan hukum-hukum tertentu sebab akal manusia bersifat adaptif yang berpotensi memahami segala sesuatu yang ada dalam jangkauannya. Sementara hukum sebab akibat adalah karakteristik dari berpikir itu sendiri yang terbentuk dari proses adaptasi terhadap hukum-hukum yang menguasai lingkungannya. Hukum sebab akibat adalah respon akal manusia terhadap hukum peristiwa dalam ruang dan waktu. Dengan demikian, Ada-Nya Tuhan itu tak dapat diukur dengan hukum kausalitas. Artinya Tuhan dapat eksis tanpa penyebab atau ada karena diri-Nya sendiri tidak membutuhkan sebab, sebab Tuhan tak terikat oleh ruang dan waktu. Problemnya kemudian adalah apakah terdapat hubungan keniscayaan antara sebab dan akibat dalam ruang dan waktu? Jawabannya adalah ya, terdapat hubungan keniscayaan dalam arti demikianlah seperti adanya kenyataan hubungan itu dimana akibat sebagai peristiwa yang belakangan terjadi tidak dapat eksis tanpa disebabkan oleh peristiwa yang mendahuluinya. Untuk menghindari kesalah pahaman seperti yang dialamatkan kepada David Humme (tidak selamanya peristiwa yang terdahulu itu dapat dikatakan sebagi sebab dari peristiwa belakangan seperti siang itu tidak menyebabkan malam demikian juga sebaliknya), perlu ditegaskan bahwa yang dikatakan sebagai akibat yang disebabkan adalah peristiwa yang benar-benar memiliki korelasi proporsional kausalitas dalam eksistensinya. Misalnya dalam peristiwa siang dan malam tentunya tidak proporsional jika dikatakan bahwa sianglah yang menyebabkan malam dan sebaliknya. Namun ada peristiwa-peristiwa yang proporsional yang mendahului sebagai sebab terjadinya siang atau malam itu dalam hal ini disebabkan oleh peredaran bumi mengelilingi porosnya.

You might also like