You are on page 1of 7

Sumber-Sumber Hukum Islam

Media Bawean, 23 Oktober 2009

Oleh : Ali Asyhar

PENGERTIAN DAN PEMBAGIANNYA

Sumber-sumber hukum islam (mashadir al-syariat) adalah dalil dalil syariat yang darinya hukum syariat digali. Sumber-sumber hukum islam dalam pengklasifikasiannya didasarkan pada dua sisi pandang. Pertama, didasarkan pada sisi pandang kesepakatan ulama atas ditetapkannya beberapa hal ini menjadi sumber hukum syariat. Pembagian ini menjadi tiga bagian :

1. Sesuatu yang telah disepakati semua ulama islam sebagai sumber hukum syariat, yaitu al-Quran dan al-Sunah. 2. Sesuatu yang disepakati mayoritas (jumhur) ulama sebagai sumber syariat,yaitu ijma dan qiyas. 3. Sesuatu yang menjadi perdebatan para ulama, bahkan oleh mayoritasnya yaitu Urf (tradisi), istishhab(pemberian hukum berdasarkan keberadaannya pada masa lampau) maslahah mursalah (pencetusan hukum berdasarkan prinsip kemaslahatan secara bebas), syaru man qablana (syariat sebelum kita), dan madzhab shahabat.

Tentang pembagian ketiga ini, al-Nabhani menyatakan bahwa hal-hal yang disangka sebagai sumber hukum adalah hal-hal yg ditemukan sisi argumentasinya bahwa hal-hal tersebut adalah hujjah,tetapi status dalil tersebut adalah dzanni atau tidak sesuai dengan apa yg ditunjukkannya. Diantaranya yang terpenting adalah syariat kaum sebelum kita, madzhab sahabat, istihsan dan maslahah mursalah.

Selanjutnya mengenai istishhab, an-Nabhani mengomentari bahwa ia bukan dalil syara. Karena penetapan sesuatu sebagai dalil syara haruslah dengan hujjah yg qathi. Sedangkan dalam istishhab tidak ada hujjah qathI yg menetapkannya menjadi dalil syara. Istishhab tak lebih hanyalah hukum syara sehingga dalam penetapan hukumnya cukup menggunakan dalil dzanni. Ia adalah metode pemahaman dan istidlal (metode pencarian dalil) bukan sebuah dalil. Senada dengan pernyatan ini, al-Amudi tidak menganggap istishhab sebagai sumber hukum.

Sedangkan sadd al-dzaraI (langkah antisipasi) al-Amudi tidak menganggapnya sebagai bagian dari dalil yang mutabarah (diperhitungkan legalistasnya) ataupun mauhumah (yang dipersangkakan legalistasnya). Ia bukanlah sumber hukum melainkan hanya sekedar kaidah yg menjadi subordinat dari kaidah dasar maalat al-afal (orientasi kemudian). kaidah ini beserta kaidah-kaidah subordinatnya semisal sadd al-dzaraI , kaidah al-hiyal (rekayasa hukum) dan kaidah muraat al-khilaf (menghindarkan

ketidaksesuaian dengan apa yg disyariatkan) dan yg lain,sumbernya adalah bahwa syariat datang dengan tujuan mengedepankan maslahah dan menghindarkan mafsadah.

Pembagian kedua, didasarkan pada cara pengambilan dan perujukannya,sumber hukum islam dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yaitu sumber-sumber hukum yg dirujuk secara naql (dogmatic) yakni al-Quran dan al-Sunah. Hal lain yg disamakan dengan bagian ini adalah ijma, madzhab sahabat,dan syaru man qablana. Bagian kedua adalah sumbersumber hukum islam yg diruju secara aql (penalaran logis) yakni qiyas. Hal lain yg disamakan dengan bagian ini adalah istihsan,maslahah mursalah,dan istishhab.

Wahbah al-Zuhaili memaparkan analisisnya mengenai sumber-sumber islam secara ringkas. Menurutnya batasan ringkas mengenai dalil ini bahwasanya dalil-dalil adakalanya merupakan wahyu dan bukan wahyu. Dalil yg merupakan wahyu adakalanya dibacakan dan tidak dibacakan. Wahyu yg dibacakan adalah al-Quran dan wahyu yg tidak dibacakan adalah al-sunah. Sedangkan dalil yg bukan merupakan wahyu bila merupakan kesepakatan pendapat atau analisis mujtahid disebut ijma, bila meruapakan analogi suatu hal terhadap hal lain mengenai status hukumnya Karena adanya persamaan dalam illatnya maka disebut qiyas. Sedangkan bila tidak memiliki criteriakriteria di atas maka dinamakan istidlal,dan klasifikasi ini memiliki bermacam-

macam jenis.

Selanjutnya ia mengulas sisi independensi dalil-dalil ini menjadi dua klasifikasi. Dalil dalil ini adakalanya merupakan sumber hukum mandiri dalam pensyariatan yaitu al-Quran, al-sunah,ijma dan sumber-sumber yg berkaiatn dengannya sebagaimana istihsan,urf dan madzhab sahabat. Adakalanya dalildalil ini merupakan sumber hukum islam yg memiliki ketergantungan, tidak mandiri yaitu qiyas. Yang dimaksud dalil mandiri adalah bahwa sumber hukum ini dalam penetapan hukumnya tidak membutuhkan pada yang lain. tidak Sedangkan qiyas diklasifikasikan mandiri karena dalam penetapan hukum ia masih membutuhkan pada ashl (kasus lama) atau maqis alaih (sumber analogi) yg terdapat dalam al-Quran,al-sunah,dan ijma. Selain itu dalam penggunaannya qiyas membutuhkan pengetahuan dan analisis yg mendalam tentang illat dari hukum ashl. Sedangkan ijma walaupun dalam penggunaannya masih membutuhkan sandaran namun hal ini tidak mencegah keberadaanya sebagai dalil mandiri karena hal tersebut dibutuhkan sebagai legalitas dan keabsahan ijma sebagai sumber hukum,bukan dari sisi istidlal (penggalian hukumnya) nya, berbeda dengan qiyas.

TERTIB URUTAN SUMBER-SUMBER HUKUM

Bila ditelusuri lebih jauh,sumber-sumber hukum islam baik yg telah disepakati para ulama dalam penetapannya maupun yang masih manjadi perdebatan

pada dasarnya terkonsentrasi pada sumber uhukum naqliyah(dogmatic) yakni al-Quran dan al-sunah. Karena sumber sumber hukum tidaklah ditetapkan keabsahannya melalui potensi akal namun bergantung kepada adanya legitimasi dari la-Quran dan al-sunah. Karena itulah al-Quran dan al-sunah adalah dalil primer dalam perujukan hukum-hukum syariat. Hal ini didasarkan pada dua sisi :

1. Muatan al-Quran dan al-sunah mencakup keterangan hukum-hukum parsial dan cabangan secara detail sebagaimana hukum-hukum zakat,perdagangan,dan sanksi-sanksi pelanggaran. 2. Muatan al-Quran dan al-sunah yg mencakup kaidah universal yg menjadi sandaran hukum-hukum parsial dan cabangan sebagaimana ijma adalah hujjah dan merupakan sumber hukum,begitu pula qiyas dan lain sebagainya.

Legalitas al-Sunah sebagai sumber hukum juga tertera dalam al-Quran. Hal ini juga didasarkan pada dua sisi pandang:

1. Al-Quran memerintahkan untuk mengamalkan dan berpedoman kepada alsunah. 2. Al-Sunah memiliki fungsi sebagai penjelas dari kandungan al-Quran.

Berdasarkan alasan-alasan di atas maka al-Quran adalah sumber dari segala sumber hukum islam. Karenanya dalam perujukan hukum-hukum syariat al-

Quran haruslah dikedepankan. Bila di al-Quran tidak ditemui maka beralih kepada al-Sunah karena al-sunah adalah penjelas bagi kandungan al-Quran. Apabila di al-sunah tidak ditemukan maka beralih kepada ijma karena sandaran ijma adalah nash-nash al-Qurqn dan al-Sunah. Bila dalam ijma tidak ditemukan maka haruslah merujuk kepada qiyas.

Dengan demikian maka tertib urutan hukum islam adalah al-Quran, al-Sunah, ijma dan qiyas. Hal ini berdasarkan hadits yg diriwayatkan dari Muadz bin Jabal ketika ia diutus oleh Rasulullah SAW menjadi qadli di Yaman. Rasulullah bertanya : Ketika dihadapkan suatu permasalahan, dengan cara bagaimana engkau member putusan? Muadz menjawab Saya akan memutusinya berdasarkan kitab Allah. Rasulullah bertanya lagi Bila engkau tidak menemuinya di dalam kitab Allah? Muadz menjawab Saya akan memutusinya dengan sunah Rasulullah. Rasul kembali bertanya Bila tidak engkau temukan di dalam sunah Rasulullah? Muadz menegaskan Saya akan berijtihad berdasarkan pendapat saya dan saya akan berhati-hati dalam menerapkannya.kemudian Rasulullah menepuk dada Muadz dan berkata Segala puji bagi Allah yg memberi petunjuk pada utusan Rasulullah dengan apa yg diridlai oleh Allah dan rasul-Nya.

Diriwayatkan dari Abu Bakar ra,ketika beliau menjumpai suatu permasalahan, maka beliau merujuk kepada kitabullah. Bila tidak dijumpai di dalam kitabullah maka beliau memutusinya dengan sunah Rasulullah SAW. Bila beliau kesulitan

menemukannya,maka beliau mengumpulkan beberapa tokoh pilihan dari sahabat kemudian mengajaknya musyawarah. Bila forum bersepakat maka Abu Bakar memutusinya dengan kesepakatan itu. Demikian pula langkah Umar bin Khathab serta sahabat yg lain dan diikuti oleh kaum muslimin setelahnya.

Wallau alam bi al-shawab.

You might also like