You are on page 1of 22

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI SASTRA MELAYU KLASIK MELALUI MODEL JIGSAW VARIATIF PADA SISWA KELAS X8 SMA NEGERI

I UNGARAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Abstrak


Siswa kelas X8 SMA Negeri 1 Ungaran tahun pelajaran 2009-2010 berkemampuan rendah memahami sastra Melayu klasik bentuk hikayat. Hal ini ditandai oleh 65% siswa mendapat nilai di bawah KKM(Kriteria Ketuntasan Minimal). Berdasarkan hasil angket dan wawancara diagnostik dipastikan penyebab kemampuan yang rendah adalah pembelajaran yang belum kondusif dan minat siswa yang rendah. Karenanya, tujuan penelitian adalah meningkatkan kemampuan siswa memahami hikayat dengan mengimplementasi model Jigsaw Variatif(perpaduan model Jigsaw dan peran tutor sebaya). Prosedur penelitian adalah: (1) perencanaan(planning) yaitu analisis faktor penyebab dan penetapan aksi, (2) pelaksanaan tindakan(acting) yaitu pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model Jigsaw Variatif, (3) pengumpulan data(observing) melalui observasi kolaborator, angket, dan jurnal siswa, serta foto, (4) analisis keefektifan tindakan(reflecting) yaitu analisis data untuk menentukan aksi berikutnya. Penelitian berlangsung dalam dua siklus. Penelitian menunjukkan hasil signifikan, siklus I 78% siswa tuntas KKM dan 90% pada siklus II. Dengan demikian model Jigsaw Variatif mampu meningkatkan kemampuan siswa memahami hikayat. Karenanya, model ini dapat diterapkan untuk pembelajaran yang relevan.

Pendahuluan Mengapresiasi sastra Melayu klasik merupakan materi yang

harus dipelajari dan kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh siswa kelas X semester 2 pada mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA. Standar kompetensi yang berbunyi: Memahami Sastra Melayu Klasik terbagi dalam dua kompetensi dasar, yaitu (1) mengidentifikasi karakteristik dan struktur unsur intrinsik Sastra Melayu klasik dan (2) menemukan nilai yang terkandung di dalam Sastra Melayu klasik. Namun, 65% siswa X-8 SMA negeri 1 Ungaran tahun pelajaran 2009-2010 mengalami masalah untuk memahami sastra melayu klasik karena bahasanya. Akibatnya, siswa menjadi tidak berminat
1

mempelajari Sastra Melayu Klasik. Hal ini didapat dari tes penjajagan dan hasil ulangan harian serta angket dan wawancara diagnostik yang dilakukan oleh peneliti. Dari tes penjajagan rata-rata anak tidak dapat menyimpulkan tema, amanat, latar, dan perwatakan. Apalagi, jika pembelajaran dilanjutkan ke kompetensi dasar kedua yang mengharapkan siswa dapat menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalam Sastra Melayu klasik. Dari wawancara diagnostik 100% menjawab bahwa permasalahan utama memahami Sastra Melayu klasik karena bahasanya. Padahal, pembelajaran tentang sastra Melayu klasik ini akan diulang pada kelas XI dan XII dengan kedalaman dan keluasan materi, serta jenis yang berbeda. Pada kelas X dan XI siswa akan bertemu dengan sastra Melayu klasik berbentuk prosa, sedangkan bentuk puisi akan dipelajari di kelas XII. Dan evaluasi tentang pembelajaran sastra Melayu klasik menjadi salah satu standar kompetensi lulusan pada ujian nasional. Ketidakmampuan siswa untuk memahami sastra Melayu klasik disebabkan ketidakmampuan siswa memahami karya tersebut, selain itu guru belum mencoba teknik lain untuk membuat siswa mengerti dan berminat mengapresiasi karya-karya tersebut. Karenanya, hal ini perlu segera diatasi. Hasil pengamatan peneliti dan hasil kolaborasi sesama guru mapel bahasa Indonesia disepakati, menggunakan model Jigsaw Variatif untuk meningkatkan proses dan hasil belajar pemahaman Sastra Melayu klasik. Model pembelajaran ini memadukan antara Jigsaw dengan pemanfaatan tutor sebaya, yang diharapkan dapat memaksimalkan hasil belajar. Keberadaan tutor sebaya ini berdasarkan permasalahan utama pemahaman Sastra Melayu klasik,yaitu pada bahasa dan minat siswa. Tutor sebaya yang dimaksud adalah teman yang mempunyai kemampuan bahasa dan minat lebih untuk memahami sastra Melayu klasik. Model ini dipakai karena karakteristik model Jigsaw sebagai salah satu model cooperatif learning dapat diimplementasikan pada pembelajaran sastra yang pemahamannya melalui analisis unsur
2

intrinsik, yang mempelajari sebuah kesatuan melalui analisis bagianbagiannya. Selain itu model Jigsaw menuntut keahlian tiap bagian untuk pemahaman secara utuh. Model jigsaw juga memiliki kelebihan pada prinsip kerja sama dan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok. Oleh Setiawan(2009) dianggap juga mampu menumbuhkan penghargaan pada masing-masing individu ketika perannya ikut menentukan keberhasilan kerja kelompok. Selain itu, keputusan dengan ini diambil mengingat model Jigsaw dengan bahasa karakteristiknya sebagaimana diuraikan oleh Santosa(1999) relevan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran Indonesia. Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini adalah 65% siswa kelas X-8 Kemampuan menganalisis yang unsur SMA 1 Ungaran tahun pelajaran 2009-2010 rendah intrinsik tersebut dan meliputi kemampuan yang berkemampuan rendah dalam memahami Sastra Melayu klasik. menemukan nilai-nilai

terkandung di dalam Sastra Melayu klasik. Dalam hal ini Sastra Melayu klasik yang dipelajari adalah karya sastra berbentuk prosa, yaitu hikayat. Struktur unsur-unsur intrinsik yang dimaksud adalah tema,alur, latar, tokoh dan perwatakan, sudut pandang, dan amanat. Sedangkan nilai-nilai yang dimaksud seperti nilai budaya, moral, dan agama. Kemampuan rendah tersebut akan diberi solusi dengan memahamkan hikayat, sebagai salah satu karya Sastra Melayu klasik, kepada siswa melalui model Jigsaw Variatif(pemanfaatan tutor sebaya). Kemampuan siswa akan diberdayakan dengan membentuk mereka dalam kelompok ahli yang menganalisis salah satu unsur intrinsik hikayat. Dan kemudian mengondisikan mereka untuk bertanggung jawab melaporkan hasil kepada kelompok kooperatif. Saat terjadi diskusi di kelompok ahli itulah diberdayakan peran tutor sebaya untuk memaksimalkan proses dan hasil belajar. Apakah pembelajaran dengan model Jigsaw Variatif dapat mengoptimalkan
3

pemahaman siswa kelas X8 SMA 1 Ungaran terhadap karya Sastra Melayu klasik? Tujuan penelitian adalah 85% siswa dapat memahami hikayat melalui pembelajaran yang mengimplementasikan model Jigsaw Variatif. Keberhasilan tersebut ditandai dengan pada akhir siklus sekurang-kurangnya 85% siswa mendapat nilai hasil tes minimal 71. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, maupun sekolah. 1. Bagi Siswa Penelitian bermanfaat meningkatkan kemampuan siswa memahami dan mengapresiasi hikayat sebagai salah satu karya sastra Melayu klasik. Menumbuhkan minat dan kesenangan mengapresiasi karya Sastra Melayu klasik, khususnya, dan karya sastra pada umumnya.

2. Bagi Guru Penelitian diharapkan dapat menambah pengalaman dan khasanah model pembelajaran yang dapat mengoptimalkan proses dan hasil belajar siswa. Selain itu, dapat memotivasi dan menimbulkan kreativitas guru. 3. Bagi Sekolah Penelitian bermanfaat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah pada umumnya. Kualitas pembelajaran tersebut akan berdampak terhadap peningkatan nilai hasil ujian nasional dan mampu memberi bekal siswa memenangkan persaingan di tingkat yang lebih tinggi. Kerangka Teoretis Sastra Melayu Klasik dan Analisisnya Sastra Melayu klasik adalah prakesusastraan Indonesia. Sering disebut kesusasatraan lama Indonesia, mulai eksis sekitar abad ke-16 M. Hal ini ditandai dengan keberadaan
4

naskah I yaitu sepucuk surat dari raja Ternate, Sultan Abu Hayat, kepada Raja Joao III di Portugal tahun 1521 M. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu ditandai dengan kalimat-kalimat yang panjang, berulang dan berbelit, menggunakan kosa kata klasik, banyak menggunakan partikel pun dan lah, serta menggunakan bahasa istana. Karya sastra Melayu klasik dikenal dalam dua bentuk yaitu prosa dan puisi. Yang berbentuk prosa seperti dongeng, fabel, legenda, mythe, sejarah, hikayat, cerita panji. Sedang bentuk puisi di antaranya: pantun, gurindam, seloka, syair, dan talibun. Di antara bentuk-bentuk karya sastra tersebut yang sering dipelajari di sekolah, khususnya kelas X, adalah bentuk hikayat. Hikayat kadang-kadang memiliki nuansa heroik dan penuh pesan edukatif. Tokohnya, dari kalangan raja dan bangsawan, sering digambarkan memiliki kesaktian atau kelebihan tertentu. Berdasarkan pengaruhnya, hikayat dapat dibedakan (1) hikayat asli Melayu,(2) hikayat pengaruh Jawa(cerita panji), (3) hikayat yang mendapat pengaruh Hindia, (4) hikayat pengaruh Persia, (5) hikayat Islam/ arab(Baribin, 1985:27). Contoh-contoh judul hikayat: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Seri Rama, Hikayat Bayan Budiman, dan Hikayat Nabi Sulaiman. Untuk menganalisis karya sastra seperti hikayat, digunakan teknik analisis unsur intrinsik, yang menggunakan teori strukturalisme. Teori ini dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil membawa manusia pada pemahaman karya sastra secara maksimal (Ratna, 2009:76). Secara definitif strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis unsurunsur karya. Untuk karya prosa, unsur-unsurnya: tema, latar, alur, tokoh dan perwatakan, sudut pandang dan amanat.
5

Jadi hikayat adalah salah satu bentuk karya Sastra Melayu Klasik mempunyai ciri termasuk karya kesusastraan lama yang menggunakan bahasa Melayu. Untuk

mengapresiasi dan memahaminya dengan menganalisis unsurunsur intrinsiknya. Model Jigsaw Variatif Sebagai salah satu teknik dalam cooperative learning, model Jigsaw adalah model pembelajaran dengan membentuk siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Melalui model ini, siswa dituntut untuk belajar, bekerja sama, dan bertanggung jawab sungguh-sungguh dalam penyelesaian tugas-tugas individu dan kelompok. Pendapat Lie yang dikutip Made Wena, mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa proses belajar akan lebih bermakna jika peserta didik dapat saling mengajari, walaupun dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dari dua sumber utama, yaitu pengajar dan teman belajar lain(2009:189). Made Wena menggambarkan model jigsaw sebagai berikut. (1) Setiap anggota kelompok mempelajari/ mengerjakan salah satu bagian informasi yang berbeda dari bagian anggota yang lain. (2) Setiap anggota kelompok bergantung kepada anggota kelompok lain untuk dapat mempelajari/ memahami informasi secara utuh. (3) Setiap anggota kelompok menjadi pemilik ahli informasi. (4) Setiap anggota kelompok berbagi informasi dengan anggota yang lain dalam rangka menangkap keutuhan informasi(2009:193). Santosa (1999:7) mengatakan bahwa peran utama guru dalam model Jigsaw dengan adalah (1) menyampaikan (2) tujuan pembelajaran sejelas-jelasnya, menyampaikan

tugas-tugas yang harus dikerjakan, (3) memantau efektivitas kerja kelompok dan memberikan bantuan kepada siswa untuk

memaksimalkan

kerja

kelompok,

(4)

membantu

siswa

berdiskusi, dan (5) mengevaluasi hasil kerja siswa. Dalam model Jigsaw, keterampilan guru dalam mengajar kelompok dimaksud kecil dan perorangan, seperti yang diuraikan Usman(1999:106-107) sangat diperlukan. Keterampilan yang adalah keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, keterampilan mengorganisasi, keterampilan membimbing dan memudahkan belajar, dan keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Untuk memaksimalkan proses dan hasil belajar siswa, model ini dipadukan dengan memanfaatkan tutor sebaya. Hal ini sesuai pendapat Danim(2002: 167) bahwa guru harus pandai mengelola kelas melalui kerja sama dengan teman sejawat atau siswa sendiri untuk mengoptimalkan sumber daya kelas bagi penciptaan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Keberadaan tutor sebaya dalam model Jigsaw ini sesuai dengan pendapat Susan Ledlow:
Teams of heterogeneous on the basis of achievement, skills, ethnicity, gender, or experience. There are many classes in which teams should be heterogeneous by academic performance, but often, the type of heterogenety you desire depends on your content. If teaching abusiness class, you might consider pairing students who have real business experience with those who have limited work experience. If students will need to use a particular piece of software you might try make sure that at least one person on each themis familiar with it.

Sebuah kelompok dalam model Jigsaw ini tepat juga dipadukan dengan keberadaan tutor sebaya, yaitu siswa yang mempunyai kemampuan bahasa dan minat yang lebih dalam menganalisis karya sastra. Untuk itu guru harus mampu mengenal dan memahami karakter peserta didik di antaranya dalam hal kecerdasan dan bakat anak, sikap, minat dan hobi, untuk dapat membelajarkan siswa(Fathurrohman dan Sutikno,2007:27-28).
7

Pemaduan antara model Jigsaw dan keberadaan tutor sebaya ini senada dengan pendapat John W. Santrock yang mengatakan bahwa peran teman sebaya memberi kontribusi dalam keberhasilan pembelajaran. Ada empat alat untuk menuju kebeberhasilan pembelajaran yaitu, Scaffolding (pemberian bantuan dengan mengubah level dukungan secara bertahap), pelatihan kognitif( pemberian bantuan berupa contoh strategi,memotivasi, dan melaksanakan tugas secara mandiri), tutoring(pelatihan kognitif antara pakar dan pemula), dan pembelajaran kooperatif(2008:392-396). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Model yang Jigsaw dengan Variatif adalah tugas sebuah dalam model sebuah pembelajaran kooperatif membentuk berbagi kelompok-kelompok

kemudian

kelompok kecil atau kelompok ahli yang akan bertanggung jawab masing-masing terhadap sebuah penyelesaian tugas. Di dalam kelompok ahli tersebut diberdayakan keberadaan tutor sebaya untuk mengoptimalkan proses dan hasil belajar. Pembelajaran Sastra Melayu Klasik dengan Model Jigsaw Variatif Menganalisis unsur-unsur intrinsik hikayat dalam rangka memahami sastra Melayu klasik dilakukan dengan menganalisis tema,alur, tokoh dan perwatakan, latar, sudut pandang,dan amanat. Siswa dibagi dalam kelompok kecil atau kelompok ahli yang mendiskusikan satu unsur intrinsik dipimpin oleh teman atau tutor sebaya yang telah ditentukan. Diskusi di kelompok ahli ini benar-benar melibatkan keaktifan anggota karena masing-masing anggota akan bertanggung jawab kepada kelompok kooperatif yang telah dibentuk sebelumnya dalam rangka menghimpun informasi dan mengapresiasi hikayat secara utuh.

Metode Penelitian Subjek Penelitian Kelas X-8 merupakan kelas rata-rata. Jumlah siswa semula 32 orang kemudian berubah menjadi siswa laki-laki 12 ramai, ada beberapa yang 31 orang, karena pindah. Jumlah tetapi sebagian cenderung orang dan perempuan 19 orang. Siswa sering aktif

menggunakan kesempatan untuk ngobrol sesama teman. Ada beberapa yang bandel dan malas. Dari tes penjajagan 65% siswa memperoleh nilai kurang dari KKM(71). Prosedur Penelitian Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri atas dua siklus penelitian. Tiap-tiap siklus penelitian terdiri atas tahap tahap perencanaan, implementasi tindakan, observasi dan interpretasi, serta analisis dan refleksi. Uraian dari masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan (Planning)

Perencanaan dilakukan secara partisipasif kolaboratif dengan melibatkan teman sesama guru mapel bahasa Indonesia. Kegiatan yang dilakukan meliputi refleksi kebenaran masalah, menganalisis penyebab, menyusun rencana pembelajaran yang sesuai dengan model jigsaw variatif, menyusun alat penelitian yang digunakan, dan menyusun rancangan evaluasi.
2. Tahap Implementasi Tindakan (Acting)

Pada tahap ini rancangan pembelajaran dilaksanakan oleh guru.


3. Tahap Observasi dan Interpretasi (Observing and interpretation)

Pada

tahap

ini

data

dikumpulkan.

Kolaborator

melakukan

pengamatan atau observasi dengan mengisi format yang telah dipersiapkan. Guru membuat catatan mengenai pelaksanaan pembelajaran yang telah berlangsung. Siswa mengerjakan tes,

mengisi angket dan jurnal setelah pembelajaran berlangsung. Kolaborator/ guru mengambil gambar dengan kamera foto.
4. Tahap Analisis dan Refleksi (Analysis and Reflecting)

Pada tahap ini guru dan kolaborator mendiskusikan temuantemuan yang diperoleh. Dari hasil observasi, jurnal siswa dan guru, angket implementasi tindakan dan minat, hasil tes dihubungkan dengan tujuan dan indikator penelitian. Jika pada temuan terdapat siklus berikutnya. kekurangan dan masalah, hal itu dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun rencana tindakan pada

Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam dua siklus. Untuk memaksimalkan hasil, dilakukan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik hikayat dan menemukan nilai-nilai dalam dua pertemuan. Pada pertemuan I siswa dipertemukan dalam forum diskusi di kelompok kooperatif dan kelompok ahli, sedang pada pertemuan kedua dilakukan presentasi hasil diskusi dalam diskusi kelas dan kegiatan evaluasi. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan satu judul hikayat harus dipahami sebagai suatu kesatuan secara utuh. Dengan demikian pada siklus kedua dilakukan pembelajaran dengan judul hikayat yang berbeda. Skenario Pembelajaran dengan model Jigsaw Variatif: 1. Siswa menerima informasi dari guru mengenai tujuan dan langkah-langkah kegiatan. 2. Guru meminta siswa, yang telah ditunjuk sebelumnya menjadi tutor, untuk maju. Masing-masing mereka telah mendapat spesifikasi tugas sesuai unsur intrinsik yang akan dianalisis. 3. Siswa dibentuk dalam kelompok kooperatif yang terdiri atas lima orang tiap kelompok.

10

4. Kelompok kooperatif berbagi tugas berdasarkan unsur intrinsik

yang dianalisis, 5. Anggota

yaitu

tema

dan amanat, yang

alur, tokoh tugas

dan sama

perwatakan, latar, sudut pandang dan nilai. kelompok kooperatif mendapat bergabung untuk mendiskusikan tugas yang menjadi tanggung jawab mereka. Kelompok hasil bentukan ini disebut kelompok ahli; ahli alur,ahli latar, dan seterusnya. 6. Guru berkeliling memberi motivasi dan bantuan berupa dasar dasar teori jika diperlukan. 7. Siswa kembali pada kelompok kooperatif masing-masing untuk saling menyampaikan dan menerima informasi mengenai hasil kerjanya di kelompok ahli. 8. Siswa mengerjakan evaluasi. Teknik Pengumpulan Data dan Validasi Data Validitas data yang dikumpulkan diuji dengan teknik triangulasi yang meliputi triangulasi sumber data dan triangulasi jenis data dan instrumen. Sumber data penelitian ini berasal dari guru kolaborator, catatan peneliti, dan siswa yang melakukan proses pembelajaran menganalisis unsur intrinsik dan nilai nilai hikayat. Jenis data yang didapatkan dari penelitian ini adalah data kuantitatif berupa hasil tes dan data kualitatif berupa hasil nontes. Data kuantitatif berupa skor hasil evaluasi pemahaman hikayat dengan rentang nilai 1-100. Data kualitatif berupa deskripsi hasil observasi oleh kolaborator, jurnal dan angket oleh siswa, panduan wawancara dan jurnal guru, dan foto. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan observasi, angket dan jurnal siswa, panduan wawancara, jurnal guru dan kamera foto. Adapun penjelasannya sebagai berikut. a. Panduan observasi,guru kolaborator sebagai observer, meliputi pengamatan terhadap implementasi pembelajaran dengan
11

teknik jigsaw variatif dan pengamatan terhadap minat siswa selama pembelajaran. Pengamatan terhadap implementasi pembelajaran dengan siswa, teknik proses jigsaw evaluasi, variatif dan meliputi efektivitas minat pengamatan terhadap pemberian acuan, bantuan oleh guru, pengorganisasian pembelajaran. Sedangkan pengamatan terhadap

memonitor perilaku siswa selama pembelajaran. b. Angket, siswa sebagai responden, meliputi pertanyaan tentang implementasi pembelajaran dengan teknik jigsaw variatif dan pengumpulan data tentang minat siswa. c. Jurnal oleh siswa adalah kesan-kesan para siswa selama pembelajaran, mengenai teknik jigsaw dan implementasinya dalam pembelajaran pemahaman hikayat. d. Panduan wawancara adalah pedoman yang berisi pertanyaan untuk mencari penyebab permasalahan e. Jurnal guru adalah catatan guru tentang pelaksanaan dihadapi, pembelajaran, selanjutnya.
f. Kamera foto yang mengabadikan proses pembelajaran, untuk

meliputi

kesan,masalah

yang

keberhasilan, sebagai acuan menentukan langkah pada siklus

merekam periaku siswa dan guru selama proses pembelajaran. Teknik Analisis Data Data penelitian dikumpulkan, diolah menjadi tabel-tabel kemudian dianalisis. Analisis yang digunakan adalah teknik deskriptif analitik. Dengan penjelasan sebagai berikut.
a.

Nilai setiap siswa dihitung dan dibandingkan skor kriteria ketuntasan minimal(KKM) untuk melihas ketuntasan individual. klasikal setiap siklus dihitung dengan cara

b. Ketuntasan

membandingkan jumlah siswa yang memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 71 dengan jumlah peserta tes pada siklus yang bersangkutan.

12

c.

Data nontes diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspeknya. Selanjutnya, dikaitkan dengan data kuantitatif untuk melihat keberhasilan pembelajaran.

Indikator Keberhasilan Keberhasilan dalam penelitian ini ditandai dengan peningkatan pemahaman siswa terhadap hikayat dengan hasil evaluasi 85% siswa mendapat nilai lebih besar atau sama dengan 71. HASIL PENELITIAN Hasil Penelitian dan Pembahasan Siklus I Hasil Tes Setelah aksi dilaksanakan dan dievaluasi, diperoleh hasil sebagai berikut. Telah terjadi peningkatan hasil belajar yang ditunjukkan dengan implementasi Model Jigsaw Variatif pada pembelajaran memahami hikayat, meskipun belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 tentang perbandingan hasil tes penjajagan dan hasil tes akhir siklus I.

Tabel Perbandingan Nilai Hasil Tes Penjajagan Evaluasi Siklus I No. 1. 2. 3. 4. Rentang Nilai 86 - 100 71 - 85 50 -70 < 50 Hasil Tes Penjajagan (orang) 11 16 4 % 0 35 52 13

dan Hasil % 1 0 6 8 1 9 3

Hasil Evaluasi Siklus I (orang) 3 21 6 1

13

Pada hasil tes penjajagan terdapat 20 orang atau 65% siswa mendapat nilai kurang dari KKM (71) atau dapat dikatakan hanya 35% siswa yang tuntas. Sedangkan hasil tes akhir siklus I menunjukkan 24 orang atau 78% siswa telah tuntas. Dengan demikian secara klasikal terdapat peningkatan ketuntasan 43% siswa. Namun, ini belum sesuai target, yang setidaknya 85% diharapkan tuntas. Hasil Nontes Pelaksanaan proses pembalajaran dimonitor oleh kegiatan observasi kolaborator dan jurnal siswa, angket siswa serta diabadikan melalui foto. Catatan atau jurnal guru peneliti ikut mendukung data proses. Dari pengamatan kolaborator diperoleh data bahwa minat dan aktivitas siswa dalam pembelajaran positif, artinya observasi siswa memperhatikan ketepatan model dan melaksanakan yang pembelajaran dengan sungguh-sungguh. Hanya pada hasil tentang pembelajaran Variatif mengimplementasikan Jigsaw diperoleh

catatan kolaborator tentang manajemen kelas dan waktu yang perlu ditingkatkan oleh guru peneliti( lampiran hasil observasi kolaborator ). Hal ini juga dirasakan oleh peneliti dan menjadi sebuah catatan karena keluhan tersebut juga muncul dari angket siswa yang mengatakan terlalu tergesagesa mengerjakan tugas-tugas guru(lampiran angket siswa1). Namun, dapat juga hal itu terjadi karena perubahan kelompok yang mengondisikan siswa untuk selalu bergerak cepat (lampiran jurnal siswa-1). Di lain pihak, dari jurnal siswa diperoleh banyak catatan positif seperti, bahwa model Jigsaw Variatif dapat melatih kerja sama dan meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran, serta semua siswa dituntut keterlibatannya, kegiatan pembelajaran menjadi variatif, mempermudah pemahaman apalagi
14

didukung

oleh

keberadaan

tutor

sebaya. Siswa menganggap model pembelajaran ini sangat menyenangkan dan efektif karena tiap anggota kelompok memahami unsur intrinsik secara mendalam. Selanjutnya akan mendapat informasi unsur lain yang dibahas secara mendalam pula. Hal yang sama dapat dilihat dari hasil angket siswa tentang implementasi model Jigsaw Variatif dalam pembelajaran dan minat siswa dalam pembelajaran. Meskipun demikian, dari angket tentang minat masih ada 13% siswa merasa tidak suka. Informasi tersebut cenderung didapat dari siswa dengan karakter pendiam atau malas. Alasan mereka karena harus berpindah-pindah kelompok dan harus melakukan tugas dengan tergesa-gesa, waktu yang kurang, dan bahasa sastra Melayu klasik yang sulit dipahami. Bahkan, dalam kondisi aktif seperti itu masih ada yang sempat mengatakan ngantuk, tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu dan agak bingung ketika terjadi perpindahan kelompok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi model Jigsaw Variatif telah didapati perubahan, yakni: 1. Peningkatan hasil belajar ditunjukkan dengan peningkatan hasil evaluasi siklus I sebesar 43%, dari 35% menjadi 78% siswa tuntas memahami hikayat. 2. Peningkatan proses belajar ditunjukkan oleh suasana belajar dan minat belajar siswa

Hasil Penelitian dan Pembahasan siklus II Setelah kegiatan siklus I berakhir dan dilakukan refleksi didapati kegiatan masalah apresisasi Karena kebahasaan dan itu, pada yang siklus menjadi hikayat II kendala dengan dilakukan menganalisis

bahasanya.

penerjemahan secara bebas naskah hikayat oleh guru dan


15

para tutor sebaya. Keterampilan awal ini diharapkan dapat digunakan oleh para tutor untuk membantu teman di kelompoknya. Hasil Tes Setelah aksi dilaksanakan, diperoleh peningkatan hasil evaluasi yang signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Perbandingan Hasil Evaluasi Siklus I dan Siklus II No. Rentang Nilai Hasil Evaluasi Siklus I (orang) 3 21 6 1 % Hasil Evaluasi Siklus II (orang) 5 23 2 1 % Kegiatan ini dilaksanakan di luar jam pelajaran atau sebelum tatap muka.

1. 2. 3. 4.

86 - 100 71 - 85 50 -70 > 50

10 68 19 3

16 74 6 4

Dengan batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) 71, berarti terjadi peningkatan ketuntasan klasikal dari jumlah 24 orang di siklus I atau 78% menjadi 28 orang atau 90% di siklus II. Peningkatan ketuntasan per siklus dapat dilihat melalui grafik berikut.

Hasil Nontes

16

Peningkatan juga terjadi pada minat siswa mengikuti proses pembelajaran, yang dapat dilihat dari hasil angket. Selain itu, ditunjukkan kolaborator juga pula dari jurnal siswa yang 96% hal yang sama. Model menyatakan suka dengan model pembelajaran ini. Catatan menyatakan pembelajaran ini sangat tepat untuk pembelajaran yang dirasa sulit oleh siswa dan membutuhkan kerja sama yang tinggi. Dari hasil pelaksanaan kegiatan siklus II diperoleh simpulan sebagai berikut.
1. Peningkatan

hasil

belajar

ditunjukkan

dengan

hasil

evaluasi siklus II yang telah mencapai target, karena terjadi peningkatan dari 78% tuntas pada siklus I menjadi 90% pada siklus II.
2. Proses membelajarkan hikayat menjadi lebih mudah dan

minat siswa menjadi lebih tinggi terhadap materi hikayat dan pembelajaran. Penutup Simpulan Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan siswa X8 SMA Negeri 1 Ungaran tahun pelajaran 2009-2010 memahami Sastra Melayu Klasik, dalam hal ini hikayat. Hal itu bermula dari permasalahan, bahwa siswa belum dapat memahami hikayat. Mengimplementasikan model Jigsaw Variatif( perpaduan model Jigsaw dan peran tutor sebaya) merupakan solusi dari permasalahan. Setelah penelitian dilaksanakan didapatlah simpulan sebagai berikut. 1. Model Jigsaw Variatif mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami hikayat ditunjukkan oleh peningkatan hasil evaluasi pada tiap akhir siklus. 2. Model Jigsaw Variatif menjadikan siswa lebih berminat dan aktif dalam pembelajaran, mendidik siswa untuk dapat bekerja sama, bertanggung jawab, dan berkomunikasi lisan.
17

3. Peran

tutor

sebaya

yang

dipadukan

pada diri

model dan

Jigsaw

meningkatkan kemampuan dan minat para siswa untuk dapat berbagi, menumbuhkan kepercayaan semangat kepemimpinan. 4. Peran tutor sebaya membantu guru dalam mengelola kelas dan menampung segala permasalahan yang dihadapi siswa, yang pada gilirannya dapat segera dicarikan solusinya. 5. Model Jigsaw Variatif menambah khasanah model pembelajaran yang dimiliki guru, membuat guru lebih peduli, lebih berinisiatif, matang dalam persiapan pembelajaran, serta bersemangat. Saran 1. Pembelajaran dengan model Jigsaw Variatif dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap hikayat. Karenanya, model ini dapat pula 2. Modef diterapkan untuk pembelajaran dengan karakteristik pembelajaran yang sama dan relevan. Jigsaw Variatif mempunyai banyak nilai positif, terutama pada nilai kerja sama, tanggung jawab, dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Oleh sebab itu, guru dapat menerapkan model serupa dan senantiasa termotivasi untuk kreatif menggunakan model pembelajaran yang inovatif. 3. Peran tutor sebaya membantu guru dalam pengelolaan kelas dan pembelajaran sehingga akan lebih baik guru mengenal para siswa, kemampuan dan minat yang dimiliki. DAFTAR PUSTAKA Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press. Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan, Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Jaya. Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar, Strategi
18

Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama. Ledlow, Susan. Center for Learning and Teaching Excellence. Cooperative Learning in Higher Education. (http: // www. Ejmste.com). Ratna, Nyoman Kutha.2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme, Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santosa, Barokah. 1999. Cooperative Learning: Penerapan Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SLTP. Pelangi Pendidikan.Volume I No. 1998/1999. Santrock, John W.2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. Setiawan, Bambang. 2009. Peningkatan Prestasi Hasil Belajar melalui Keefektifan Kerja Kelompok dengan Model Jigsaw pada Siswa Kelas XI PHPP SMK Negeri I Mojosongo Semester Genap Tahun 2008/2009.Jurnal Didaktika, Tahun I Edisi Khusus, November 2009. Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Edisi revisi. Semarang: Badan Penerbit Undip Semarang dan CV Widya Karya. Usman, Moh. Uzer. 1999. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

19

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMAHAMI SASTRA MELAYU KLASIK MELALUI MODEL JIGSAW VARIATIF PADA SISWA KELAS X8 SMA NEGERI I UNGARAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Makalah disajikan dalam diskusi ilmiah pada kegiatan MGMP Bahasa Indonesia tingkat kabupaten 26 April 2011

20

DRA. ARYANI PURNAMA 19660131 199702 2001

SMA NEGERI I UNGARAN TAHUN PELAJARAN 2009-2010

LEMBAR PENGESAHAN Judul Klasik melalui Model Jigsaw Variatif pada Siswa Kelas X8 SMA Negeri I Ungaran Tahun Pelajaran 2009-2010 Peneliti/ Penulis Sumber Dana Lama Penelitian : Dra. Aryani Purnama : mandiri : 60 hari Ungaran, Agustus 2010 Peneliti,
21

Meningkatkan Kemampuan Memahami Sastra Melayu

Dra. Aryani Purnama NIP 19660131 199702 2001

Mengetahui dan Mengesahkan: Ketua MGMP Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Koordinator MGMP

22

You might also like