You are on page 1of 45

1.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Oseanografi dapat diartikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang

mempelajari lautan. Ilmu ini semata-mata bukanlah merupakan suatu ilmu yang murni, tetapi perpaduan dari berbagai macam ilmu yang lain. Kimia oseanografi berhubungan dengan reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam dan di dasar lautan dan juga menganalisa sifat-sifat dari air laut itu sendiri (Stewart, 2008). Menurut Dharma (2010), oseanografi adalah bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari laut, samudra beserta isi dan apa yang berada di dalamnya hingga ke kerak samuderanya. Secara umum, oseanografi da pat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi oseanografi yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di bawah laut; fisika oseanografi yang mempelajari masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut, dan yang terakhir biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna atau biota di laut.

1.2

Maksud dan Tujuan Maksud dari praktikum Oseanografi Kimia ini adalah untuk mengetahui

tingkat dan kadar kandungan bahan-bahan Kimia perairan yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Tujuan dari praktikum Oseanografi Kimia ini adalah untuk memberikan kemampuan dalam pengukuran kadar bahan-bahan kimia perairan untuk mengetahui tingkat pencemaran suatu laut.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 1

1.3

Waktu dan Tempat Praktikum lapang Oseanografi Kimia dilaksanakan pada hari Sabtu dan

Minggu,

19-20

November

2011

di

Pantai

Sendang

Biru,

Kecamatan

Sumbermanjing Wetan, Desa Tambak Rejo, Kabupaten Malang Praktikum laboratorium Oseanografi Kimia dilaksanakan pada hari Senin, 21 November 2011 pada pukul 10.50- 11.50 WIB, di Laboratorium Ilmu Kelautan, Gedung A lantai 1, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Parameter Kimia Perairan 2.1.1 DO Dilapisan permukaan laut konsentrasi gas oksigen sangat bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh suhu. Makin tinggi suhu makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Tapi anehnya semakin dalam pada beberapa ratus meter di bawah permukaan air laut, walaupun suhu makin menurun ternyata kadar oksigennya jua semakin berkurang sehingga bisa di temukan lapisan air laut dengan kadar oksigen minimum. Di laut oksigen terlarut (dissolved oxygen) berasal dari dua sumber yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman lain. Keberadaan oksigen dalam air laut sangat diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemanfaatan bagi kebanyakan organism untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi di mana oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan CO2 dan H2O (Wibisono, 2005). Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005).

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 3

2.1.2

CO2 Energi kimia diturunkan dari fotosintesis melalui fiksasi karbon

anorganik dari air laut yang mengandung bikarbonat yang tinggi, serta dari karbondioksida yang dihasilkan oleh hewan inang. Karbon terikat ini kemudian digunakan untuk mensintesis zooxhantellae baru, untuk respirasi, dan translokasi. Karbon yang telah ditranslokasi ini kemudian digunakan untuk respirasi hewan, untuk mensintesis

biomassa hewan baru, dan dilepaskan dari hewan dalam bentuk partikulat atau karbon organik terlarut, seperti lendir, matriks organik. Telah diperkirakan bahwa sekitar 91% dari energi hasil fotosintesis pada karang scleractinian ditranslokasikan; alokasi utama dari energi adalah untuk respirasi bagi jaringan hewan, dengan hanya sedikit saja penggunaan untuk pertumbuhan dan reproduksi (Nganro, 2009). Menurut Purba dan Khan (2010), kandungan karbondioksida di atmosfer sangat kecil yakni 0,03%, sedangkan di perairan adalah 15% dari semua gas-gas yang terlarut. Karbondioksida terabsorbsi dengan cepat dari udara ke perairan tetapi sangat lambat dari perairan ke atmosfer. Hal ini disebabkan di perairan karbondioksida membentuk ikatan karbonat (CaCO3) yang digunakan oleh organisme akuatik untuk membentuk skeleton. Selanjutnya, kadar oksigen terlarut berkisar 36% dari gas-gas yang terlarut di perairan. Oksigen ini digunakan oleh organisme ataupun tumbuhan laut untuk melakukan aktivitas

metabolismenya. Perhitungan karbondioksida dapat dihitung dengan menggunakan winkler titration, dimana titrasi ini adalah metode tidak langsung dengan serangkaian reaksi redoks.

2.1.3

Nitrat Menurut Effendi (2003), nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen

di perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi nitrit menjadi ammonia

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 4

ditunjukan dalam persamaan berikut (a). Sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat ditujukan dalam persamaan (b). 2NH3 + 3O2 2NO2-- + O2 nitromonas nitrobakter 2NO2 + 2H+ + 2H2O 2NO3-(a) (b)

Nitrat menyebabkan kualitas air menurun, menurunkan oksigen terlarut, penurunan populasi ikan, bau busuk, rasa tidak enak. Nitrat adalah ancaman bagi kesehatan manusia terutama untuk bayi, menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai methemoglobinemia, yang juga disebut "sindrom bayi biru". Air tanah yang digunakan untuk membuat susu bayi yang mengandung nitrat, saat nitrat masuk kedalam tubuh bayi nitrat dikonversikan dalam usus menjadi nitrit, yang kemudian berikatan dengan hemoglobin dan membentuk methemoglobin, sehingga mengurangi daya angkut oksigen oleh darah (Tresna, 2000).

2.1.4

Phospat Phospat mengandung phosfor dan oksigen, dan semua itu

terdapat pada semua makhluk hidup. Penambahan phospat d perairan merupakan variasi alam secara biologis. Penambhan phospat justru membuat penambahan alga di perairan (Firmansyah, 2006). Menurut Haekal (2008), phospat adalah senyawa phosphor yang anionnya mempunyai atom phosphor yang di lingkupi oleh empat atom oksigen yang terletak pada sudut-sudut tetrahedron. Asam phospat atau yang sering disebut asam orthophospat dengan rumus kimia H3PO4 adalah asam berbasa tiga deret garam, yaitu orthophospat primer, misal NaH2PO4; orthophospat sekunder, misal Na2HPO4; dan orthophospat tersier, misal Na3PO4. Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil (Titha, 2011).

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 5

2.1.5

Amonia Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya

senyawa ini di dapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 cairan amonia harus disimpan dalam C, tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. Amonia diproduksi dengan mereaksikan gas Hydrogen (H2) dan Nitrogen (N2) dengan rasio H2 : N2 = 3 : 1. Disamping dua komponen tersebut campuran juga berisi inlet dan gas-gas yang dibatasi kandungannya, seperti Argon (Ar) dan Methan (CH4) (Rutbeyta, 2009). Adanya amonia dalam air akan mempengaruhi pertumbuhan biota budi daya. Pengaruh langsung dari kadar ammonia tinggi yang belum mematikan adalah rusaknya jaringan insang, diman lempeng insang membengkak sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan akan

terganggu. Sebagai akibat lanjut, dalam keadaan kronis biota budi daya tidak lagi hidup normal. Penyebab timbulnya amonia dalam air tambak/kolam adalah sisa-sisa ganggang yang mati, sisa pakan, dan kotoran budi daya sendiri. Ada beberapa prosedur yang dikenal untuk menentukan amonia dalam air, yaitu metode Nessler, metode phenate, metode elektroda Ammonia-Selective, metode gas khormatografi dan metode titrasi (Ghufran dan Andy, 2011).

2.1.6

pH Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar

terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan air, sehingga sering dipergunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup, walaupun baik buruknya suatu

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 6

perairan masih tergantung pula pada faktor-faktor yang lain. Untuk menciptakan suasana yang bagus dalam suatu perairan, pH air harus sudah agak mantap atau tidak terlalu bergoncang, karena ikan hanya tahan terhadap penggoncangan pH antara 5 sampai 8. Jika keadaan ini terpenuhi, ikan-ikan dapat hidup normal. Walaupun penggoncangan pH suatu perairan kecil tetapi kalau penggoncangan terjadi dalam waktu yang sangat singkat (mendadak), ikan tetap tidak dapat hidup normal, bahkan kadang-kadang ikan akan mati (Sriharti, 1992). Derajat keasaman menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada suhu tertentu atau pH = -log (H+). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jazad renik. Perairan yang asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga, aktifitas

pernapasan tinggi dan selera makan berkurang (Kangkan, 2006).

2.1.7

Salinitas Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh

dari dalam air laut. Salinitas sangat berpengaruh pada tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitasnya maka akan semakin tinggi pula tekanan osmotiknya. Biota yang hidup di dalam air harus mampu menyesuaikan terhadap tekanan osmotiknya yang ada di lingkungannya. Pada umunya salinitas air laut normal berkisar antara 32-35 (Ghufran, 2005). Menurut Dharma (2010), salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau,sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 7

Faktor faktor yang mempengaruhi salinitas: 1. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya. 2. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.

Salinitas Air Berdasarkan Persentase Garam Terlarut Air Tawar < 0.05 % Air Payau 0.05 3 % Air Saline 35% Brine >5%

Tabel 1. Salinitas Air

2.2

Baku Mutu Parameter Kimia Dalam Perairan Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi tergantung pada suhu,

oksigen terlarut, dan kandungan garam-garam ionik suatu perairan. Kebanyakan perairan alami memiliki pH berkisar antara 6-9. Sebagian besar biota perairan sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 78,5 (Effendi, 2003 dalam Wijaya, 2009). Air laut mempunyai kemampuan sebagai penyangga untuk mencegah penambahan pH dimana penambahan nilai pH yang sedikit saja dapat menunjukkan terganggunya sistem penyangga. Nilai pH di Perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 6,0-8,5. Perairan dengan nilai pH kurang dari 4 merupakan perairan yang bersifat asam dan akan mengakibatkan kematian organisme akuatik, sedangkan bila pH lebih dari 9,5 perairan tersebut tidak produktif (Wardoyo, 1975 dalam Simanjutak, 1994). Menurut Lumbantobing (1996) dalam Wijaya (2009), menggolongkan kualitas air di perairan mengalir menjadi lima golongan berdasarkan kandungan oksigen terlarut seperti yang terlihat dalam Tabel.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 8

Tabel 2. Kualitas Air Berdasarkan Kandungan O2 Terlarut. Menurut Efendi (2003) dalam Wijaya (2009), kadar nitrat di perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat yang lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia. Menurut Andriani (1999) dalam Erliani, et al (2007) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut minimum dalam perairan disarankan tidak kurang dari 4 mg/L dan dalam kondisi tidak terdapat senyawa beracun, konsentrasi 2 mg/L sudah cukup mendukung kehidupan perairan. Senyawa yang diperlukan oleh organisme autotrofik sebagai zat hara adalah nitrat dan fosfat menunjukkan kisaran N antara 0,036-0,163 mg/L dan kisaran fosfat 0,034-0,102 mg/L. Menurut Kangkan (2006), salinitas air laut bebas mempunyai kisaran 3036 ppt. Sedangkan daerah pantai mempunyai variasi salinitas yang lebih besar. Semua organisme dalam perairan dapat hidup pada perairan yang mempunyai perubahan salinitas kecil. Amonia di perairan bersumber dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik (tumbuhan dan biota perairan yang telah mati) oleh mikroba jamur (proses amonifikasi). Amonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasokan oksigen. Kadar amonia di perairan alami biasanya tidak lebih dari 0,1 mg/liter (Effendi, 2003 dalam Wijaya, 2009).

2.3

Pengaruh Parameter Kimia pada Biota Laut 2.3.1 Pengaruh Negatif Menurut Alaerst dan Sartika (1987), senyawa ammonia, nitrit, nitrat dan bentuk senyawa lainnya berasal dari limbah pertanian, pemukiman dan industri. Secara alami senyawa ammonia di perairan berasal dari hasil metabolisme hewan dan hasil proses dekomposisi

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 9

bahan organik oleh bakteri. Jika kadar ammonia di perairan terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi (lebih besar dari 1,1 mg/l pada suhu 25 0C dan pH 7,5) dapat diduga adanya pencemaran. Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organic (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, juga berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah ammonifikasi (Effendi, 2003).

2.3.2

Pengaruh Positif Menurut Welch (1980), nitrogen merupakan salah satu unsur

penting

bagi

pertumbuhan

organisme

dan

proses

pembentukan

protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan protein. Diperairan nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk amonia, amonium, nitrit dan nitrat serta beberapa senyawa nitrogen organik lainnya. Pada umumnya nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat (NO3 N) dan ammonia (NH3 N). Fitoplankton lebih banyak menyerap NH3 N dibandingkan dengan NO3 N karena lebih banyak dijumpai diperairan baik dala kondisi aerobik maupun anaerobik. Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi Amonia (NH3) dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat (NO3-). Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrien. Konsentrasi ammonia untuk keperluan budidaya laut adalah 0,3 mg/l (KLH, 2004). Sedangkan untuk nitrat adalah berkisar antara 0,9 3,2 mg/l (KLH, 2004; DKP, 2002).

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 10

2.4

Siklus O2 Menurut Suhendro (2007), keberadaan oksigen dalam kehidupan di muka

bumi sangat penting. Oksigen merupakan senyawa yang berperan pada reaksi pembakaran untuk menghasilkan panas/energi. Selain itu, oksigen juga menjadi salah satu dari tiga unsur utama penyusun organ makhluk hidup. Oksigen dikonsumsi makhluk hidup untuk membangkitkan energi dari energi kimia. Makhluk hidup kemudian menghembuskan CO2 yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan berklorofil untuk proses fotosintesis. Salah satu produk fotosintesis adalah oksigen. Menurut Suhendro (2007), mineral alam banyak yang mengandung unsur oksida, misalnya Fe2O3, MnO2, ZnO, dll. Setelah ditambang dan dimurnikan, oksigen sering dihasilkan sebagai produk samping industri pengolahan bijih. Kawah gunung berapi selain menghasilkan gas sulfur juga mengeluarkan gas oksigen berupa SO2, SO3, NO2, CO2 dan CO. Gas CO yang dihasilkan akan berikatan dengan oksigen bebas di angkasa membentuk CO2, CO2 kemudian dimanfaatkan oleh tumbuhan.

Gambar 1. Siklus Oksigen

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 11

Menurut Nasution (2010), konsentrasi oksigen terlarut dapat diukur dengan Winkler DO test, cara pengukuran ini berdasarkan atas reaksi kimia yaitu: 1. Ion magnesium ditambahkan pada sampel dan mengikat oksigen dan terjadi endapan MnO2. 2. Kemudian iodide ditambahkan dan bereaksi dengan magnesium oksida membentuk iodide. 3. Konsentrasi iodide diukur melelui titrasi dengan sodium thiosulfat.

2.5

Siklus Karbon Menurut David (2007) dalam Aar (2011), pelepasan karbon baru hasil dari

pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi tidak semuanya berada di atmosfir, melainkan terbawa ke biosfer dan laut. Kondisi ini membuktikan, alam dapat menyerap lebih dari setengah emisi karbon. Meski demikian, perubahan iklim menyebabkan alam memperlambat penyerapan karbon, atau bahkan mulai melepaskan karbon, yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil dan deforestasi. Kebanyakan CO2 di udara dipergunakan oleh tanaman selama fotosintesis dan memasuki ekosistem melalui serasah tanaman yang jatuh dan akumulasi C dalam biomasa (tajuk) tanaman. Separuh dari jumlah C yang diserap dari udara bebas tersebut diangkut ke bagian akar berupa karbohidrat dan masuk ke dalam tanah melaui akar-akar yang mati (Hairiah, 2002).

Gambar 2. Siklus Karbon

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 12

Siklus karbon mengalami perputaran dari satu gudang (reservoir) ke gudang yang lain melalu proses fisika, kimia, dan biologi. Gudang-gudang tersebut adalah atmosfer, vegetasi terestrial, bahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara), tanah, danau, sungai dan laut (Yaya, 2010). Secara skematik siklus karbon di zona pesisr ditampilkan pada gambar. Karbon tersimpan di dalam gudang-gudang (reservoir) atau kolam-kolam (pool), yaitu atmosfer, vegetasi terestrial, serasah dan perairan. Karbon berpindah-pindah dari satu gudang ke gudang yang lain melalui proses fotosintesis , gugur serasah, dekomposisi dan outwelling (Yaya, 2010).

Gambar 3. Siklus Karbon di Zona Pesisir

2.6

Siklus Phospat Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut

di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfay an organik (semua itu ada pada air dan tanah di seluruh muka bumi ini). Fosfor merupakan elemen penting dalam kehidupan karena semua makhluk hidup membutuhkan fosfor dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Fosfat), sebagai sumber energi untuk metabolisme sel. Fosfor juga ditemukan sebagai komponen utama dalam pembentukan gigi dan tulang vertebrata. Daur fosfor tidak melalui komponen atmosfer. Fosfor terdapat di alam dalam bentuk ion

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 13

fosfat (fosfor yang berikatan dengan oksigen). Ion fosfat terdapat dalam bebatuan. Adanya peristiwa erosi dan pelapukan menyebabkan fosfat terbawa menuju sungai hingga laut membentuk sedimen. Adanya pergerakan dasar bumi menyebabkan sedimen yang mengandung fosfat muncul ke permukaan dan akhirnya phospat meningkat. Herbivora mendapatkan fosfat dari tumbuhan yang dimakannya dan karnivora mendapatkan fosfat dari herbivora yang dimakannya. Seluruh hewan mengeluarkan fosfat melalui urin dan feses. Bakteri dan jamur mengurai bahan-bahan anorganik di dalam tanah lalu melepaskan fosfor kemudian diambil oleh tumbuhan. Siklus fosfor sangat mudah terganggu oleh kultivasi tanah yang intensif. Fosfor masuk ke laut melalui sungai. Pelapukan kontinen dari materi kerak bumi, yang mengandung rata-rata 0,1% P2O4 merupakan sumber utama dari fosfor sungai (Karmana, 2007).

Gambar 4. Siklus Phospat

Phosfor di alam terdapat dalam bentuk ion (PO43-), Ion phospat di alam sendir terdapat di bebatuan maupun tanah. Ion phospat akan terbawa ke perairan melalui prosesn sedimentasi, pelapukan batuan, dan erosi. Di perairan melaui proses sedimentasi akhirnya timbul endapan dan karena pergerakan bumi tidak stabil maka phospat muncul ke permukaan. Adapun di darat,ion phospat di tanah diserap oleh tumbuhan, kemudian tumbuhan tersebut dimakan herbivora dan lalu dimakan oleh karnivora herbivora tersebut. Pada karnivora phospat dikeluarkan melaui urine maupun feses. Oleh dekomposer ion phosphat anorganik tersebut diuraikan menjadi (P) Phosfor. Dan ion ini di ambil lagi oleh tumbuhan, begitu pula seterusnya (Kuncoro, 2004).

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 14

2.7

Siklus Nitrogen Menurut Defishery (2011), sebuah proses biologis yang disebut siklus

nitrogen menghilangkan amonia dari air dengan mengubahnya menjadi lain, kurang senyawa beracun. Ikan mengekskresikan amonia dikonversi menjadi sebuah senyawa yang disebut nitrit (NO2) oleh beberapa genera bakteri, termasuk Nitrosospira dan Nitrosomonas. Kelompok lain bakteri, termasuk Nitrospira dan Nitrobacter, mengkonversi nitrit ke nitrat (NO3). Di kolam, proses ini terjadi pada lapisan permukaan lumpur, dan pada tanaman atau struktur lainnya. Dalam tank atau aquaria, filter biologis, atau biofilter, harus disediakan sebagai tempat di mana bakteri dapat hidup dan berkembang. Biofilter baru membutuhkan enam sampai delapan minggu untuk membangun bakteri cukup efektif mengurangi kadar amonia dan nitrite. Poin penting lainnya untuk menyebutkan tentang siklus nitrogen adalah bahwa kedua kelompok bakteri nitrifying membutuhkan oksigen dan alkalinitas berfungsi. Jika kadar oksigen tidak cukup, proses dapat mematahkan, dan amonia dan nitrite level akan meningkat. Alkalinitas (bikarbonat dan karbonat) juga digunakan oleh nitrifying bakteri. Jika alkalinitas kurang dari 20 , bakteri nitrifying tidak akan dapat

berfungsi. Juga penting untuk dicatat bahwa nitrit adalah racun bagi ikan pada tingkat serendah 0,10 . Jika belum matang atau biofilter terganggu,

menambahkan klorida dalam bentuk garam (natrium klorida) atau kalsium klorida pada tingkat 10 klorida untuk setiap 1 nitrit akan mengurangi efek

racun dari nitrit pada ikan. Nitrat, produk akhir dari siklus nitrogen, dianggap tidak berbahaya bagi ikan di sistem-sistem alam dan kolam seperti itu digunakan sebagai pupuk oleh tanaman, termasuk fitoplankton. Dalam sistem tertutup dengan sedikit atau tanpa air pertukaran Namun, nitrat akan terakumulasi dan mungkin berbahaya jika lebih tinggi dari 250 .

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 15

Gambar 5. Siklus Nitrogen Nitrifying bakteri menggunakan oksigen dan alkalinitas untuk mengkonversi amonia dan nitrite ke kurang beracun produk sampingan, nitrat, yang kemudian digunakan oleh tanaman atau kembali ke atmosfer. Nitrogen dalam air terjadi dalam berbagai bentuk senyawa. Nitrogen yang terbanyak dalam bentuk N-molekuler (N2) yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2) atau nitrat (NO3), tetapi tidak dalam bentuk yang berguna bagi jasad hidup. Nitrogen memegang peranan kritis dalam siklus organic dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat protein. Dalam siklus nitrogen, tumbuh-tumbuhan menyerap N-anorganik dalam salah satu gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini membuat protein yang kemudian dimakan hewan dan diubah menjadi protein hewan.Jaringan organic yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasukdidalamnya bakteri pengikat nitrogen yang mengikat nitrogen molekulermenjadi bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3, NH4) dan bakteri denitrifikasi yang melakukan hal sebaliknya. Nitrogen lepas ke udara dan diserap dari udara selama siklus berlangsung. Jumlah nitrogen yang tergabung dalam mineral dan mengendap di dasar laut tidak seberapa besar (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Pola sebaran nitrogen di Samudera Atlantik, Pasifik dan Samudera India tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sebaran menegak dari bentuk-bentuk gabungan nitrogen berbeda di laut. Nitrat terbanyak terdapat di lapisan permukaan, ammonium tersebar secara seragam, dan nitrit terpusat dekat termoklin. Interaksi-interkasi antara berbagai tingkat nitrogen organic dan bakteri sedemikian rupa sehingga pada saat nitrogen diubah menjadi berbagai senyawa anorganik, zat-zat ini sudah tenggelam di bawah termoklin. Hal ini menimbulkan masalah bagi penyediaan nitrogen karena termoklin merupakan penghalang bagi

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 16

migrasi menegak unsur-unsur ini dan kenyataannya persediaan nitrogen akan menjadi faktor pembatas bagi produktivitas di laut (Erghimuhammadnur's, 2010).

2.8

Siklus Amonia

Gambar 6. Siklus Amonia Menurut Sitorus (2009), amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan jamur yang membutuhkan oksigen untuk mengubah senyawaan organic menjadi karbondioksida. Selain itu autoisolasi atau pecahnya sel dan ekskresi ammonia oleh zooplankton dan ikan juga berperan sebagai pemasok ammonia. Amonia dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja; juga dari oksidasi zat organis (HaObCcNd) secara mikrobiologis yang berasal dari air alam atau air buangan industri dan penduduk sesuai reaksi sebagai berikut: HaObCcNd + O2
bakteri

cCO2 +

H2O + dNH3

Dapat dikatakan bahwa amonia berada dimana-mana, dari kadar beberapa pada air permukaan dan air tanah, sampai kira-kira 30 lebih, pada

air buangan. Kadar amonia yang tinggi pada air sungai selalu menunjukkan Oseanografi Kimia Kelompok 13 Page 17

adanya pencemaran. Rasa NH3 kurang enak, sehingga kadar NH3 harus rendah; pada air minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus di bawah 0,5 (syarat mutu air sungai di Indonesia). NH3 tersebut dapat dihilangkan sebagai gas melalui aerasi atau reaksi dengan asam hipoklorik HOCl atau kaporit dan sebagainya, hingga menjadi kloramin yang tidak berbahaya atau sampai menjadi N2 (Al-Nuri, 2010).

2.9

Spektrofotometer Menurut Pudjaatmaka (2002), spektrofotometer adalah alat untuk

mengukur intensitas sinar pada berbagai panjang gelombang setelah sinar itu diserap oleh suatu cuplikan; biasanya langsung terbaca absorbans pada panjang gelombang itu; pada alat tak otomatis diperoleh spektrum serapan dari zat yang diperiksa.

Gambar 7. Spektrofotometer

Spektrofotometer merupakan salah satu peralatan penelitian yang paling banyak digunakan dalam bidang biologi. Spektrofotometer mengukur jumlah relatif cahaya dari panjang gelombang berbeda yang diserap dan diteruskan oleh larutan pigmen. Cahaya putih dipisahkan menjadi sejumlah warna (panjang gelombang) oleh prisma. Kemudian, satu demi satu, warna cahaya yang berbeda itu dilewatkan melalui sampel. Cahaya yang diteruskan menabrak tabung

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 18

fotolistrik, yang mengubah energi cahaya menjadi listrik, dan arus listriknya diukur dengan suatu alat ukur. Setiap kali panjang gelombang cahaya berubah, alat ukur akan mengidikasikan fraksi cahaya yang diteruskan melalui sampelnya, atau sebaliknya, fraksi cahaya yang diserap (Campbell, 2002).

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 19

3. METODOLOGI

3.1

Alat dan Fungsi 3.1.1 DO (Dissolved Oxygen) Alat yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai Dissolved Oxygen (DO) antara lain: 3.1.2 Botol DO Pipet tetes : Sebagai wadah air sampel : Untuk membantu memindahkan larutan dalam skala kecil Statif Corong : Untuk menyangga biuret : Untuk membantu memindahkan cairan agar terbuang Biuret : Sebagai wadah larutan titran

Pengukuran pH Alat yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai

Pengukuran pH antara lain: 3.1.3 pH meter Beaker glass : Untuk mengukur kadar pH suatu perairan : Untuk membantu memindahkan larutan dalam skala kecil Botol air mineral : Sebagai wadah air laut (sample)

Salinitas Alat yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai

Salinitas antara lain: Salinometer : Untuk mengukur kadar salinitas suatu perairan Pipet tetes : Untuk membantu memindahkan larutan dalam skala kecil Botol air mineral : Sebagai wadah air laut (sample)

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 20

3.1.4

Nitrat Alat yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai

Nitrat antara lain: 3.1.5 Beaker glass Hot plate : Sebagai wadah larutan yang akan diuji : Untuk memanaskan cairan saat membentuk kerak Pipet tetes : Untuk memindahkan larutan dalam skala kecil Spatula : Untuk membantu menghomogenkan larutan Cuvet Spektofotometer : Sebagai wadah penyimpanan larutan : Untuk mengukur panjang gelombang warna Rak tabung reaksi Crustable tank : Sebagai wadah Cuvet : Untuk mengambil beaker glass yang dipanaskan Botol air mineral Fosfat Alat yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai Fosfat antara lain: Spatula : Untuk membantu menghomogenkan larutan Pipet tetes : Untuk memindahkan larutan dalam skala kecil Beaker glass Rak tabung reaksi : Sebagai wadah larutan yang akan diuji : Sebagai wadah penyimpanan tabung reaksi Cuvet Spektofotometer : Sebagai wadah penyimpanan larutan : Untuk mengukur panjang gelombang warna Botol air mineral : Sebagai wadah air laut (sample) : Sebagai wadah air laut (sample)

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 21

3.1.6

Amonia Alat yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai

Amonia antara lain: 3.1.7 Gelas ukur : Sebagai wadah larutan dalam volume tertentu Beaker glass Spatula : Sebagai wadah larutan : Untuk membantu menghomogenkan larutan Cuvet Spektofotometer : Sebagai wadah penyimpanan larutan : Untuk mengukur panjang gelombang warna Rak tabung reaksi Botol air mineral : Sebagai wadah cuvet : Sebagai wadah air laut (sample)

Analisa Karbondioksida (CO2) Bebas Alat yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai

Analisa Karbondioksida Bebas CO2 antara lain: Beaker glass Pipet tetes : Sebagai wadah larutan : Untuk membantu memindahkan larutan dalam skala kecil Statif Biuret : Sebagai penyangga biuret : Sebagai wadah larutan yang akan diteteskan pada proses titrasi Corong : Untuk memasukkan larutan kedalam wadah yang lubangnya kecil Botol air mineral : Sebagai wadah air laut (sample)

3.2

Bahan dan Fungsi 3.2.1 DO (Dissolved Oxygen) Bahan yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai Dissolved Oxygen (DO) antara lain: MnSO4 : Untuk mengikat O2 dalam larutan

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 22

3.2.2

NaOH + KI

: Untuk mengikat I2 dan melarutkan endapan cokelat

Na2S2O3 Amilum

: Sebagai titran : Sebagai indikator suasana basa dan indikator warna ungu

Air sampel

: Sebagai bahan yang akan diukur kadar oksigen terlarutnya

H2SO4

: Sebagai pelarut endapan coklat dan melepaskan ikatan I2

Tissue

: Untuk membersihkan alat-alat

Pengukuran pH Bahan yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia

mengenai Pengukuran pH antara lain: Air sampel : Sebagai bahan yang akan diukur kadar oksigen terlarutnya Tissue : Untuk membersihkan alat-alat

3.2.3

Salinitas Bahan yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia

mengenai Salinitas antara lain: 3.2.4 Air sampel : Sebagai bahan yang akan diukur kadar oksigen terlarutnya Tissue Nitrat Bahan yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai Nitrat antara lain: Asam fenol disulfonik : Untuk melarutkan kerak Aquades NH4OH Kertas label Tissue Kertas saring : Sebagai pelarut universal : Untuk membuat lapisan minyak : Sebagai penanda pada cuvet : Untuk membersihkan alat-alat : Untuk menyaring larutan : Untuk membersihkan alat-alat

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 23

3.2.5

Fosfat Bahan yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia

mengenai Fosfat antara lain: 3.2.6 Air sampel : Sebagai bahan yang akan diukur kadar fosfatnya Kertas label Alumunium foil : Sebagai penanda pada cuvet : Untuk menutup cuvet agar kedap udara

Amonium molybdate : Untuk mengikat fosfat menjadi amonium fosfor molybdet SnCl2 Tissue Amonia Bahan yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia : Sebagai indikator basa : Untuk membersihkan alat-alat

mengenai Amonia antara lain: Air sampel : Sebagai bahan yang akan diukur kadar Amonianya Nessler Tissue : Untuk mengikat Amonia : Untuk membersihkan alat-alat

Kertas saring : Untuk menyaring larutan Kertas label : Sebagai penanda pada cuvet

3.2.7

Analisa Karbondioksida (CO2) Bebas Bahan yang digunakan pada praktikum Oseanografi Kimia

mengenai Analisa Karbondioksida Bebas CO2 antara lain: Kertas label Larutan pp Na2CO3 NaOH Air sampel Tissue Kertas label : Untuk menandai pipet tetes dan water sampler : Sebagai indikator warna pink : Sebagai titran : Sebagai titran : Sebagai bahan yang akan diukur kadar CO2 nya : Untuk membersihkan alat-alat : Sebagai penanda pada cuvet

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 24

3.3

Skema Kerja (Flowchart) 3.3.1 DO (Dissolved Oxygen) Dicatat volume botol DO Diambil air sampel di kedalaman 40 cm (1/2 dari nilai kecerahan) dari permukaan Ditutup botol DO di dalam air hingga tidak terjadi gelembung Ditambahkan 2 ml MnSO4 Ditambahkan 2 ml NaOH+KI lalu dihomogenkan hingga berwarna coklat Dibiarkan hingga mengendap Dibuang air bening di atas endapan coklat Ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat lalu dihomogenkan Ditambahkan 3 tetes amylum Dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N hingga tidak berwarna pertama kali Dicatat volume Na2S2O3 0,025 N yang terpakai Dihitung dengan rumus

Dicatat hasilnya

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 25

3.3.2

Pengukuran pH

Diambil air sampel di kedalaman 40 cm dari permukaan dengan botol 1,5 ltr Dituangkan air smpel ke dalam beaker glass Dimasukkan pH meter kedalam air sampel selama 2 menit Dihidupkan pH meter didalam air sampel dengan menekan tombol ON-OFF Ditekan hold apabila angka telah tertera dengan tenang,angka yang ditunjukkan merupakan nilai pH Dicatat hasilnya 3.3.3 Salinitas

diambil air sampel di kedalaman 40 cm dari permukaan dengan botol 1,5 ltr dikalibrasi salinometer dengan menggunakan 2 tetes aquades dikeringkan sensor salinometer menggunakan tissue ditetesi sensor salinometer dengan air sampel ditekan tombol on hingga keluar angka AAAA kemudian ditekan tombol start hingga keluar nilai digital salinitas dicatat hasilnya

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 26

3.3.4

Nitrat

diambil air sampel di kedalaman 40 cm dari permukaan dengan botol 1,5 ltr diambil 12,5 ml dengan gelas ukur disaring menggunakan kertas saring di beaker glass dipanaskan di atas hot plate hingga menjadi kerak ditunggu hingga dingin ditambahkan 0,5 ml asam fenol disulfonik

diratakan menggunakan spatula diencerkan dengan 2,5 ml aquadest

ditambahkan NH4OH hingga terbentuk warna kuning

diencerkan dengan aquadest hingga volume 12,5 ml

diukur dengan menggunakan spektrofotometer

dihitung dengan persamaan : Y = 0,4747x - 0,0073 dikalikan nilai x dengan 4,43 dicatat hasilnya

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 27

3.3.5

Fosfat

Diambil air sampel di kedalaman 40 cm dari permukaan dengan botol 1,5 ltr diukur air sampel 25 ml menggunakan gelas ukur dimasukkan ke dalam beaker glass 50 ml ditambahkan 2 ml amonium molybdate menggunakan pipet tetes ditambahkan 3 tetes SnCl3 lalu dihomogenkan dipindahkan ke dalam cuvet

diukur dengan menggunakan spektrofotometer dihitung dengan persamaan : Y = 0,9127x - 0,0074 dicatat hasilnya

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 28

3.3.6

Amonia

diambil air sampel di kedalaman 40 cm dari permukaan dengan botol 1,5 ltr diukur air sampel 25 ml menggunakan gelas ukur disaring dengan kertas saring di beaker glass 50 ml ditambahkan 2 ml Nessler dihomogenkan menggunakan spatula dibiarkan hingga terbentuk warna dengan sempurna diambil air bening di atasnya dipindahkan ke dalam cuvet diukur kadarnya menggunakan spektrofotometer dicatat hasilnya

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 29

3.3.7

Analisa Karbondioksida (CO2) Bebas

diambil air sampel di kedalaman 40cm dari permukaan dengan botol 1,5 ltr diambil air sampel 25 ml menggunakan pipet 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan hati-hati ditambahkan 3-4 tetes phenolphthalein jika berwarna pink maka tidak ada CO2 jika tidak berwarna maka dilanjutkan dengan titrasi

dititrasi dengan Na2CO3 0,0454 N hingga berwarna pink stabil selama 30 detik

dicatat volume titran yang terpakai dihitung kandungan CO2 dengan rumus :

dicatat hasilnya

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 30

PEMBAHASAN

4.1

Analisa Prosedur 4.1.1 Dissolved Oxygen (DO) Pertama-tama disiapkan alat-alat dan bahan yang akan

digunakan. Alat-alat yang digunakan antara lain botol DO untuk mengambil air sample dari laut pada kedalaman tertentu dan untuk pengukuran DO, statif untuk menyangga biuret, pipet tetes untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil, corong untuk membantu dalam pemindahan larutan agar tidak ada yang terbuang, dan biuret untuk wadah larutan titran. Sedangkan bahan bahan yang digunakan antara lain MnSO4 untuk mengikat O2 dalam larutan, NaOH + Kl untuk mengikat I2 dan membentuk endapan coklat, Na2S2O3 0,025N sebagai titran, amylum sebagai indikator basa dan H2SO4 untuk indikator asam serta air sample sebagai bahan yang digunakan untuk oksigen terlarutnya. Kemudian diukur dan dicatat volume botol DO. Di ambil botol DO dan dimasukan kedalam perairan. kemudian tunggu hingga terdengar suara blub yang menandakan botol DO penuh. Dengan segera tutup botot DO agar tidak terkontaminasi udara bebas, kemudian diangkat dan pastikan tidak ada gelembung udara. Lalu tambahkan 2ml larutan MnSO4 untuk mengikat O2 dan 2ml NaOH + Kl untuk mengikat I2 dan membentuk endapan coklat, tutup botol DO dan di bolak-balik hinggal larutan homogen karena agar merata larutannya serta biarkan beberapa menit hingga timbulnya endapan coklat.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 31

Terakhir dibuang air bening yang ada di atas endapan coklat hingga habis karena yang dipakai hanya endapan coklat, kemudian ditambahkan 2ml H2SO4 untuk indikator asam secara perlahan dengan pipet tetes dan ditambahkan pula 3-4 tetes amilum untuk indicator basa. Dititrasi secara perlahan dengan larutan Na2S2O3 0,025N dengan menggunakan biuret hingga berubah menjadi bening pertama kali dan dicatat volume titran yang digunakan saat larutan menjadi bening. Kemudian hitung kadar DO dengan rumus: DO =

4.1.2

Pengukuran pH Pertama-tama disiapkan alat-alat dan bahan yang akan

digunakan. Alat-alat yang digunakan antara lain pH meter untuk mengukur pH air laut dan beaker glass sebagai wadah larutan sementara, sedangkan bahan yang digunakan antara lain tissue untuk membersihkan pH meter, dan air laut sebagai objek pengukuran pH. Terakhir pada saat melakukan praktikum pengukuran pH, pH meter dimasukan atau dicelupkan ke dalam gelas ukur yang sudah terisi air laut agar pH meter dapat membaca pH sample air laut. Kemudian dipastikan sensor pH meter telah tercelup semua dan tekan tombol ON. Tunggu hingga angka pada pH meter stabil dan dicatat suhu air laut yang terletak di bagian bawah. Tekan tombol Hold dan dicatat nilai pH yang berada di bagian atas.

4.1.3

Salinitas Pertama-tama disiapkan alat-alat dan bahan yang akan

digunakan. Alat-alat yang digunakan antara lain salinometer untuk mengukur salintas suatu perairan, pipet tetes untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil, washing bottle sebagai wadah aquades, dan beaker glass sebagai wadah larutan sementara, sedangkan bahan yang digunakan antara lain tissue untuk membersihkan lubang pada

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 32

salinometer, dan air laut sebagai objek pengukuran salinitas, dan aquades sebagai kalibrasi salinometer. Terakhir kalibrasi sensor salinometer dengan menggunakan aquades untuk memastikan bahwa sensor salinometer steril. Lalu di keringkan dengan menggunakan tissue agar air sample yang digunakan tidak tercampur aquades. Kemudian diambil sample air laut

menggunakan pipet tetes dan teteskan pada sensor yang ada disalinometer dan nyalakan salinometer dengan menekan tombol start dan lihat nilai salinitasnya serta di catat hasil pengukuran pada salinometer.

4.1.4

Nitrat Pertama-tama disiapkan alat-alat dan bahan yang akan

digunakan. Alat-alat yang digunakan antara lain gelas ukur untuk mengukur volume suatu larutan, pipet tetes untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil, beaker glass sebagai wadah larutan sementara, hot plate untuk memanaskan sample, spatula untuk menghomogenkan larutan, crushable tank untuk mengambil beaker glass panas dan spektofotomoteri untuk mengukur panjang sinar gelombang, sedangkan bahan yang digunakan antara lain air laut sebagai bahan yang diuji asam, fenol disulfonik untuk melarutkan kerak, NH4OH untuk membuat lapisan minyak, aquades sebagai pelarut universal, kertas saring untuk mengukur larutan dan kertas label untuk menandai beaker glass. Kemudian disiapkan air laut dan diukur sebanyak 12,5 ml dengan gelas ukur, lalu dituangkan ke dalam beaker glass sambil disaring dengan kertas saring agar hanya kandungan nitrat yang terambil dengan bantuan corong, setelah di saring beaker glass di panaskan di atas hotplate dengan suhu 200oC agar kita mendapatkan kerak dari sample yang diuji. Ditunggu hingga menjadi kerak lalu di ambil oleh gunting penjepit dan ditunggu hingga benar-benar dingin. Selanjutnya ditambahkan 0,5 ml asam fenol disulfonik untuk melarutkan kerak dan diratakan dengan spatula serta diencerkan dengan aquades sebanyak 2,5 ml dengan bantuan pipet tetes agar tidak tumpah. Lalu di tambahkan NH4OH untuk membuat lapisan minyak hingga terbentuk warna kuning, kemudian

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 33

diencerkan dengan aquades sebanyak 12,5 ml agar tidak terlalu pekat kadar nitratnya dan dimasukan ke dalam cuvet. selanjutnya di ukur nilai panjang gelombang (y) dengan spektofotometer dan dihitung nilai x dengan rumus y = 0,4747x - 0,0073. Setelah diketahui nilai x, kemudian dikalikan 4,43 untuk mengetahui kadar nitrat yang terkandung pada air sample.

4.1.5

Fosfat Pertama-tama disiapkan alat-alat dan bahan yang akan

digunakan. Alat-alat yang digunakan antara lain gelas ukur untuk mengukur volume suatu larutan, pipet tetes untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil, beaker glass sebagai wadah larutan sementara, hot plate untuk memanaskan, spatula untuk menghomogenkan larutan dan spektofotomoteri untuk mengukur panjang sinar gelombang, sedangkan bahan yang digunakan antara lain air laut sebagai bahan yang diuji, larutan SnCl2 sebagai indikator basa, kertas label untuk menandai beaker glass, aluminium foil untuk mencegah terjadinya penguapan dan amonium molybdate untuk mengikat fosfat menjadi amonium fosfor molybdate. Kemudian diukur air sample sebanyak 25 ml menggunakan gelas ukur dan dimasukan ke dalam beaker glass. Kemudian diteteskan 2 ml larutan amonium molybdate untuk mengikat fosfat menjadi amonium fosfor molybdate dengan pipet tetes, ditambahkan 3 tetes SnCl2 untuk mengetahui kondidi basa dan dihomogenkan agar larutan tercampur secara merata lalu dipindahkan kedalam cuvet serta ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya di ukur nilai panjang gelombang (y) dengan spektofotometer dan dihitung nilai x dengan rumus: y = 0,9127x - 0,0074. Dicatat hasil yang diperoleh.

4.1.6

Amonia Pertama-tama disiapkan alat-alat dan bahan yang akan

digunakan. Alat-alat yang digunakan antara lain gelas ukur untuk mengukur volume suatu larutan, pipet tetes untuk mengambil larutan

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 34

dalam jumlah kecil, corong untuk membantu dalam pemindahan larutan agar tidak ada yang terbuang, beaker glass sebagai wadah larutan sementara, cuvet sebagai tempat wadah larutan sementara dan spektofotomoteri untuk mengukur nilainya dengan parameter sinar gelombang, sedangkan bahan yang digunakan antara lain air laut sebagai bahan yang diuji, kertas label untuk menandai beaker glass, aluminium foil untuk mencegah terjadinya penguapan dan Nessler untuk mengikat Amonia. Terakhir diukur air sample sebanyak 25 ml menggunakan gelas ukur dan di masukan kedalam beaker glass. Kemudian disaring dengan kertas saring agar hanya kandungan amonia yang terambil dan dibantu oleh corong, setelah itu ditambahkan 2 ml Nessler untuk mengikat Amonia dan dihomogenkan dengan spatula agar larutan tercampur secara merata. Ditunggu hingga berubah warna dan mengendap. Selanjutnya diambil larutan bening yang ada di bagian atas dan dimasukan kedalam cuvet dan ditutup dengan aluminium foil agar tidak terkontaminasi oleh udara bebas dan diukur kadarnya kadarnya dengan spektofotometer. Dicatat hasil nilai yang diperoleh.

4.1.7

Karbondioksida Bebas (CO2) Pertama-tama disiapkan alat-alat dan bahan yang akan

digunakan. Alat-alat yang digunakan antara lain statif untuk menyangga biuret, pipet tetes untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil, corong untuk membantu dalam pemindahan larutan agar tidak ada yang terbuang, dan biuret untuk wadah larutan titran. beaker glass sebagai wadah larutan sementar. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain air laut sebagai bahan yang diuji, kertas label untuk menandai beaker glass, larutan phenolphthalein sebagai indikator asam, Na2CO3 sebagai titran, dan air laut sebagai bahan yang diukur kadar CO2-nya. Kemudian diukur volume air laut sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas ukur dan diambil air laut sebanyak 25 ml dan di letakan di beaker glass. Selanjutnya diteteskan 3-4 larutan

phenolphthalein agar mengetahui kandungan CO2-nya dan diamati perubahannya. Apabila air laut berubah menjadi pink maka praktikum ini

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 35

selesai tetapi jika tetap berwarna bening, maka di lanjutkan dengan titrasi menggunakan Na2CO3 atau NaOH, jika menggunakan Na2CO3 digunakan rumus: CO2 = digunakan rumus: CO2 = CO2 yang tedapat pada air sample. , tetapi jika menggunakan NaOH . Kemudian di catat kadar

4.2

Analisa Hasil 4.2.1 Dissolved Oksigen Pada pratikum Oseanografi Kimia mengenai Oksigen Terlarut diperoleh hasil Vtitran awal adalah 25 ml dan Vtitran sisa adalah 14,5 ml. Jadi Vtitran yang digunakan adalah 25 14,5 = 10,5 ml, kemudian Ntitran adalah 0,025 N dan volume botol DO adalah 250 ml. Jadi jumlah kadar DO dapat dihitung dengan rumus: DO = = = = 8,54 Menurut Wardana (1995), oksigen diperlukan oleh organism air untuk menghasilkan energy yang sangat penting bagi proses pencernaan dan asimilasi makanan pemeliharaan keseimbangan osmotik, dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen terlarut di perairan sangat sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan, makhluk hidup lain yang hidup di perairan, karena akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan organism air tersebut. Kandungan oksigen terlarut minimum 2 normal. sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara
, ,

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 36

4.2.2

Pengukuran pH Pada pratikum Oseanografi Kimia tentang Pengukuran pH, pada

perairan diperoleh hasil bahwa nilai pH adalah 7,95 dan menunjukkan sifat basa, suhu di perairan tersebut 31,60 C. pH merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion Hidrogen (H+) di dalam air. Biasanya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H, pH sangat penting sebagai parameter kualitas air, karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme air (Sitorus, 2009).

4.2.3

Salinitas Pada pratikum Oseanografi Kimia tentang Salinitas, diperoleh

salinitas sebesar 340/00. Salinitas adalah konsentrasi ion yang terdapat diperairan. Salinitas menggambarkan padatan total di air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan dengan klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas air laut bebas mempunyai kisaran 30-36 ppt (Brotowidjoyo et al, 1995).

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 37

4.2.4

Nitrat Pada pratikum Oseanografi Kimia mengenai Nitrat, pada perairan

diperoleh hasil panjang gelombang sebesar 0,076. Kemudian untuk mendapatkan kadar nitrat dihitung dengan rumus: y = 0,4747x 0,0073 Maka: y = 0,4747x 0,0073 0,0076 = 0,4747x 0,0073 0,0833 = 0,4747x x=
, ,

x = 0,1755 Kemudian nilai x dikalikan dengan 4,43 sehingga diketahui kadar nitratnya sebesar 0,7774 .

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient (Alaerst dan Sartika, 1987). 4.2.5 Fosfat Pada pratikum Oseanografi Kimia kali ini tentang Fosfat diperoleh hasil panjang gelombang sebesar 0,004. Kemudian untuk mendapatkan kadar fosfat dihitung dengan rumus: y = 0,9127x 0,0074 Maka: y = 0,9127x 0,0074 0,004 = 0,9127x 0,0074 0,0114 = 0,9127x x=
, ,

x = 0,0125

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 38

Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan proses metabolism bagi organism. Fosfat juga berperan dalam transfer energy di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine diphosfate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan (Boyd, 1982).

4.2.6

Amonia Pada praktikum Oseanografi Kimia mengenai Amonia diperoleh

hasil panjang gelombang sebesar 0,12. Berarti kadar amonia yang terkandung di air laut itu 0,12 .

Menurut Brown (1957) dalam Pescod (1973), mengemukakan bahwa kadar amonia yang rendah baik untuk kehidupan ikan. Tetapi kadar amonia 2 sampai 7 ppm dapat mematikan beberapa jenis ikan. Kadar amonia yang baik untuk kehidupan ikan dan organism perairan lainnya adalah kurang dari 1 ppm.

4.2.7

Analisa Karbondioiksida Bebas CO2 Pada praktikum Oseanografi Kimia kali ini tentang Analisa

Karbondioksida Bebas CO2 diperoleh hasil bahwa air sampel berwarna pink setelah diberi 3 hingga 4 tetes pp. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan CO2 dalam perairan tersebut sedikit. Menurut Brown (1957), kadar CO2 sebesar 50 sampai 100 ppm akan membunuh ikan dalam jangka waktu yang relative lama. Untuk itu perlu kita menentukan apakah suatu perairan mengandung CO2 yang cukup untuk tumbuh-tumbuhan air, tetapi masih belum berbahaya bagi kehidupan ikan.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 39

4.3 No.

Data Hasil Pengamatan Materi Hasil

Dissolved Oxygen (DO)

8,54

Pengukuran pH

7,95

Salinitas

34

Nitrat

0,7774

Fosfat

0,0125

Amonia

0,12

Analisa Karbondioksida Terlarut

Kandungan CO2 sedikit.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 40

PENUTUP

5.1

Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari praktikum Oseanografi Kimia kali ini antara

lain adalah: Parameter kimia yang diuji adalah oksigen terlarut, pH, salinitas, kandungan nitrat, kandungan fosfat, kandungan amonia dan kandungan karbondioksida dalam perairan. Kadar oksigen terlarut di Perairan Sendang Biru pada Pos 2 mempunyai nilai sebesar 8,54 . Ini menandakan bahwa kondisi Perairan di

Sendang Biru dalam keadaan baik karena kadar oksigen terlarut di Perairan Indonesia yang baik pada umumnya lebih dari 5 .

Nilai pH di Perairan Sendang Biru pada Pos 2 mempunyai nilai sebesar 7,95. Ini menandakan bahwa kondisi Perairan di Sendang Biru masih dalam keadaan baik karena pH di Perairan Indonesia yang baik pada umumnya berkisar antara 6,0-8,5.

Salinitas air laut bebas di Perairan Sendang Biru pada Pos 2 mempunyai nilai sebesar 34 ppt. Ini menandakan bahwa kondisi Perairan di Sendang Biru masih dalam keadaan baik karena salinitas di Perairan Indonesia yang baik pada umumnya berkisar antara 30-36 ppt.

Kadar nitrat di Perairan Sendang Biru pada Pos 7 mempunyai nilai sebesar 0,7774 . Ini menandakan bahwa kondisi Perairan di

Sendang Biru dalam keadaan buruk karena kadar nitrat di Perairan Indonesia yang baik pada umumnya berkisar antara 0,036-0,163 .

Kadar fosfat di Perairan Sendang Biru pada Pos 7 mempunyai nilai sebesar 0,012 . Ini menandakan bahwa kondisi Perairan di

Sendang Biru dalam keadaan cukup baik karena kadar fosfat di Perairan Indonesia yang baik pada umumnya berkisar antara 0,034-0,102 .

Kadar amonia di Perairan Sendang Biru pada Pos 7 mempunyai nilai sebesar 0,12 . Ini menandakan bahwa kondisi Perairan di Sendang

Biru dalam keadaan buruk karena kadar amonia di Perairan Indonesia yang baik pada umumnya tidak mengandung ammonia terlarut.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 41

Kadar karbodioksida terlarut di Perairan Sendang Biru pada Pos 2 mempunyai kadar yang sedikit. Ini menandakan bahwa kondisi Perairan di Sendang Biru masih dalam keadaan baik karena kadar karbondioksida terlarut yang baik adalah karbondioksida terlarut yang sedikit.

5.2

Saran Disarankan kepada para asisten agar teliti dalam memilih koordinator

kelompok, pililhlah yang kiranya dapat membimbing para anggotanya. Serta diharapkan pula untuk membagi kelompok dengan adil agar dapat bekerjasama dengan baik.

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 42

DAFTAR PUSTAKA

Al-Nuri, M. 2010. Air. Medan: Universitas Sumatera Utara Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Alabama: Auburn University Agricultural Experimenta Satation Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Yogyakarta: Penerbit Liberty Campbell, Neil A. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga Deshifery. 2009. Siklus Nitrogen. http://defishery.files.wordpress.com/2009/11/ sistem-ammonia-di-perairan.pdf Diakses tanggal 1 Desember 2011 Effendie. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jogjakarta: Kanisius Erghimuhammadnur. 2010. Siklus Nitrogen di Laut. http://erghimuhammadnur241 2.wordpress.com/2010/05/22/siklus-nitrogen-di-laut Diakses tanggal 1 Desember 2011 Erliani, et al. 2007. Kualitas Perairan Di Sekitar Bbpbap Jepara Ditinjau Dari Aspek Produktivitas Primer Sebagai Landasan Operasional

Pengembangan Budidaya Udang Dan Ikan. Jurnal Pasir Laut, Volume 2, Nomor 2, Halaman 1-17 Kangkan, Alexander Leonidas. 2006. Studi Penentuan Lokasi Untuk

Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia Dan Biologi Di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Semarang: Universitas Diponegoro Nasution, M. 2010. Analisa Kebutuhan Oksigen Biologi (KOB) dan Oksigen Terlarut (OT) Pada Air Sungai Denai Buangan Limbah Pabrik. Makalah. Medan: Universitas Sumatera Utara Nganro, Noorsalam R. 2009. Metoda Ekotoksikologi Perairan Laut Terumbu Karang. Monograf. Bandung: Institut Teknologi Bandung Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka Purba, Noir P. dan Khan, A. M. A. 2010. Karakateristik Fisika-Kimia Perairan Pantai Dumai Pada Musim Peralihan. Jurnal Akuatika, Volume I, Nomor 1

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 43

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana, Volume XXX, Nomor 3, Halaman 21-26. Simanjutak, Marojahan. 1994. Kondisi Kimia Oseanografi Di Perairan Hutan Mangrove. Jakarta: LIPI. Halaman 9 SITH ITB. 2011. Bakteri Nitrifikasi. http://www.sith.itb.ac.id/d4_akuakultur_kultur_ jaringan/bahankuliah/%28Pertemuan4%29_Teknologi_Pengelolaan_ Kualitas_Air_KUALITAS_AIR_BIOLOGIS_dan_MANIPU%20%20%20 %20%20%20%20%20%20%20%20%20LASI_Bakteri_Nitrifikasi.pdf Diakses tanggal 1 Desember 2011 Sriharti. 1992. Budidaya Ikan. Jakarta: LIPI Suhendro. 2007. Teknik Konservasi Lingkungan. Tugas. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Wardana. W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset. Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UIPress) Wijaya, Habib Krisna. 2009. Komunitas Perifiton Dan Fitoplankton Serta Parameter Fisika-Kimia Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air Di Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 44

LAMPIRAN

Oseanografi Kimia Kelompok 13

Page 45

You might also like