You are on page 1of 12

STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

I. Pendahuluan Tiada keraguan bahwa salah satu bagian sejarah paling menarik adalah, kajian atas pandangan berbagai aliran pemikiran. Bagi kita sebagai muslim, sungguh sangat menarik dan di saat yang sama, juga wajib untuk menelaah asalmuasal munculnya beragam interpretasi terhadap agama Islam dan tumbuhnya berbagai mazhab dalam agama ini. Kita juga mesti menyelami pengaruh timbal balik naik-turunnya mazhab-mazhab ini dengan bidang kemanusiaan lain, seperti fenomena sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya. Meski demikian, sudah lama bidang ilmu pengenalan mazhab telah diabaikan dan terlupakan di pentas hauzah dan akademi kita. Padahal, di masa lalu, ilmu perbandingan mazhab/agama sangat akrab dengan muslimin. Beragam metode perbandingan pemikiran, seperti dialog antarpemuka mazhab dan penulisan buku-buku tentang agama dan mazhab, amat populer di pentas keilmuan dan pemikiran. Di sisi lain, bagi para fukaha ternama kita, pemahaman terhadap riwayat dan istinbath Syiah mustahil diwujudkan tanpa lebih dulu memahami pandangan-pandangan Ahlussunnah dalam masalah terkait.

Untungnya, akhir-akhir ini, telah terlihat tanda-tanda ketertarikan dan perhatian generasi baru peneliti terhadap ilmu perbandingan mazhab. Terkait sebab-sebab ketertarikan dan perhatian ini, kami bisa menyinggung faktor-faktor berikut ini: a. Pengaruh kuat sikap rasional dan kritis dalam pentas-pentas ilmu yang kian mengikis fanatisme mazhab b. Kemiripan luar biasa antara pertanyaan-pertanyaan teologis masa kini dengan tema-tema yang diperselisihkan berbagai mazhab di masa lalu. Dengan kemunculan revolusi informasi, perkembangan media komunikasi, serta kecepatan dalam penyimpanan, pengolahan, dan pemrosesan data, maka kini batas-batas antara mazhab-mazhab berada di ambang keruntuhan. Pada akhirnya, muslim di masa ini dihadapkan dengan dua pilihan: berbaur dengan yang lain, atau berlawanan dengan mereka.

Islam sendiri mengatur tentang sistem pemikiran umat manusia untuk membangun sebuah peradaban yang sesuai dengan syariat-syariat Al-quran. Sistem pemikiran yaitu sejumlah prinsip yang mengatur mekanisme berpikir yang diarahkan pada penemuan kesimpulan rasional berdasarkan pada konsep-konsep Islam yang dirumuskan dari premise-premise Al Quran dan Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Islam yang diyakini sebagai jalan hidup menuntut agar dipahami secara utuh, Ad Din (Al Baqarah:208). Sebab kesalahpaham yang sering muncul dalam pengertian kontemporer mengenai islam disebabkan karena islam dipahami sebagai agama dalam pengertian yang tidak utuh. II. Permasalahan Sebelum sampai kepada pembahasan, terlebih dahulu penulis tentukan pokok permasalahan agar permasalahan dalam makalah ini bisa memperjelas maksud yang akan dipahami bersama. Apakah pengertian mazhab? Bagaimana latar belakang munculnya empat mazhab? Apakah perbandingan mazhab dengan pemikiran dalam prespektif islam? III. Pembahasan 1. Pengertian Mazhab Kata mazhab berasal dari bahasa Arab yaitu isim makan (kata benda keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi) (Al-Bakri, Inah athThalibin, I/12). Jadi, mazhab itu secara bahasa artinya, tempat pergi, yaitu jalan (ath-tharq) (Abdullah, 1995: 197; Nahrawi, 1994: 208).

Secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah Tahido Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam. Sedangkan menurut istilah ushul fiqih, mazhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalildalil syariat yang rinci serta berbagai kaidah (qawid) dan landasan (ushl) yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh (Nahrawi, 1994: 208; Abdullah, 1995: 197). Menurut Muhammad Husain Abdullah (1995:197), istilah mazhab mencakup dua hal: (1) sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang imam

mujtahid; (2) ushul fikih yang menjadi jalan (tharq) yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum Islam dari dalil-dalilnya yang rinci . Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan dua unsur mazhab ini dengan berkata, Setiap mazhab dari berbagai mazhab yang ada mempunyai metode penggalian (tharqah al-istinbth) dan pendapat tertentu dalam hukum-hukum syariat. (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/395) . 2. Latar Belakang Munculnya Empat Mazhab Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke nagara yang baru tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan. Sejalan dengan pendapat di atas, Qasim Abdul Aziz Khomis menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf di kalangan 1. 2. 3. sahabat ada tiga yakni:

Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Quran Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat Perbedaan para sahabat disebabkan karena rayu. Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf dari sudut

pandang yang berbeda, Ia berpendapat bahwa salah satu sebab utama ikhtilaf di antara para sahabat prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada zaman Rasulullah SAW Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan dengan masa Tabiin, muncullah generasi Tabiit Tabiin. Ijtihad para Sahabat dan Tabiin dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabiit Tabiin. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika memasuki abad kedua hijriah, di mana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.

Dari mata rantai sejarah ini jelas terlihat bahwa pemikiran fiqih dari zaman sahabat, tabiin hingga munculnya mazhab-mazhab fiqih pada periode ini. dan dari sini pula kita dapat merumuskan apa sebab-sebab munculnya mazhab pada periode ini. Namun mazhab-mazhab muncul pada periode ini tidak terbatas pada empat mazhab Mazhab Hanafi, Maliki, Syafiie dan Hambali seperti yang ada sekarang. Dr. Thaha Jabir Fayyadh al-Ulwani berkesimpulan bahwa saat itu muncul sekitar tiga belas mazhab yang semuanya berafiliasi sebagai mazhab yang Ahlu Sunnah, tetapi hanya delapan atau sembilan mazhab saja yang dapat diketahui dengan jelas dasardasar dan metode fiqhiyah yang mereka pergunakan. Para imam mazhab-mazhab itu adalah : Imam Abu Said bin Yasar alBashir (wafat 110 H.), Imam Abu Hanifah al-Numan bin Tsabit bin Zuthi (wafat 150 H.), Imam Auzaie Abu Amr Abdur Rahman bin Amru bin Muhammad (wafat 157 H.), Imam Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri (wafat 160 H.), Imam Laits bin Sad (wafat 157 H.), Imam Malik bin Anas alAnshari (Wafat 179 H.), Imam Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H.), Imam Muhammad bin Idris al Syafiie (wafat 204 H.), dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (wafat 241 H.) .Muhammad Khudari Beik (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh menjadi enam periode. Yaitu Periode risalah, Periode khulafaurrasyidun, Periode awal pertumbuhan fiqih, Periode keemasan, Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqih, dan yang terakhir adalah periode kemunduran fiqih .

1. Periode risalah. Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW.

Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode Makkah, risalah Nabi SAW lebih banyak tertuju pada masalah aqidah. Ayat hukum yang turun pada periode ini tidak banyak jumlahnya, dan itu pun masih dalam rangkaian mewujudkan revolusi aqidah untuk mengubah sistem kepercayaan masyarakat jahiliyah menuju

penghambaan kepada Allah SWT semata. Pada periode Madinah, ayat-ayat tentang hukum turun secara bertahap. Pada masa ini seluruh persoalan hukum diturunkan Allah SWT, baik yang menyangkut masalah ibadah maupun muamalah.

2. Periode al-Khulafaur Rasyidun. Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu'awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yang akan ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam nash. Pada masa ini, khususnya setelah Umar bin al-Khattab menjadi khalifah (13 H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat.

3. Periode awal pertumbuahn fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini merupakan titik awal ertumbuhan fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam. Dengan bertebarannya para sahabat ke berbagai daerah semenjak masa al-Khulafaur Rasyidun (terutama sejak Usman bin Affan menduduki jabatan Khalifah, 33 H./644 M.), munculnya berbagai fatwa dan ijtihad hukum yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat daerah tersebut.

4. Periode keemasan. Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000). Seperti periode sebelumnya, ciri khas yang menonjol pada periode ini adalah semangat ijtihad yang tinggi dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu pengetahuan berkembang. Perkembangan pemikiran ini tidak saja dalam bidang ilmu agama, tetapi juga dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan umum

lainnya. Dinasti Abbasiyah (132 H./750 M.-656 H./1258 M.) yang naik ke panggung pemerintahan menggantikan Dinasti Umayyah memiliki tradisi keilmuan yang kuat, sehingga perhatian para penguasa Abbasiyah terhadap berbagai bidang ilmu sangat besar. Para penguasa awal Dinasti Abbasiyah sangat mendorong fuqaha untuk melakukan ijtihad dalam mencari formulasi fiqh guna menghadapi persoalan sosial yang semakin kompleks. Perhatian para penguasa Abbasiyah terhadap fiqh misalnya dapat dilihat ketika Khalifah Harun ar-Rasyid (memerintah 786-809) meminta Imam Malik untuk mengajar kedua anaknya, al-Amin dan al-Ma'mun. Periode keemasan ini juga ditandai dengan dimulainya penyusunan kitab fiqh dan usul fiqh. Diantara kitab fiqh yang paling awal disusun pada periode ini adalah al-Muwaththa' oleh Imam Malik, al-Umm oleh Imam asySyafi'i, dan Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir oleh Imam asy-Syaibani. Kitab usul fiqh pertama yang muncul pada periode ini adalah ar-Risalah oleh Imam asy-Syafi'i. Teori usul fiqh dalam masing-masing mazhab pun bermunculan, seperti teori kias, istihsan, dan al-maslahah al-mursalah.

5. Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqh. Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 H. Yang dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulas pendapat para imam mereka. Periode ini ditandai dengan melemahnya semangat ijtihad dikalangan ulama fiqh. Ulama fiqh lebih banyak berpegang pada hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh imam mazhab mereka masing-masing, sehingga mujtahid mustaqill (mujtahid mandiri) tidak ada lagi. Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, maka ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip mazhab yang mereka anut. Artinya ulama fiqh tersebut hanya berstatus sebagai mujtahid fi al-mazhab (mujtahid yang melakukan ijtihad berdasarkan prinsip yang ada dalam mazhabnya).

Akibat dari tidak adanya ulama fiqh yang berani melakukan ijtihad secara mandiri, muncullah sikap at-ta'assub al-mazhabi (sikap fanatik buta terhadap satu mazhab) sehingga setiap ulama berusaha untuk

mempertahankan mazhab imamnya.Mustafa Ahmad az-Zarqa mengatakan bahwa dalam periode ini untuk pertama kali muncul pernyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Menurutnya, paling tidak ada tiga faktor yang mendorong munculnya pernyataan tersebut:

o Dorongan para penguasa kepada para hakim (qadi) untuk menyelesaikan perkara di pengadilan dengan merujuk pada salah satu mazhab fiqh yang disetujui khalifah saja.

o Munculnya sikap at-taassub al-mazhabi yang berakibat pada sikap kejumudan (kebekuan berpikir) dan taqlid (mengikuti pendapat imam tanpa analisis) di kalangan murid imam mazhab.

o Munculnya gerakan pembukuan pendapat masing-masing mazhab yang memudahkan orang untuk memilih pendapat mazhabnya dan menjadikan buku itu sebagai rujukan bagi masing-masing mazhab, sehinga aktivitas ijtihad terhenti. Dari sini muncul sikap taqlid pada mazhab tertentu yang diyakini sebagai yang benar, dan lebih jauh muncul pula pernyataan haram melakukan talfiq.

6. Periode kemunduran fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnya Majalah al-Ahkam al- 'Adliyyah (Hukum Perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26 Sya'ban l293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan lanjutan dari perkembangan fiqh yang semakin menurun pada periode sebelumnya. Periode ini dalam sejarah perkembangan fiqh dikenal juga dengan periode taqlid secara membabi buta.

Pada masa ini, ulama fiqh lebih banyak memberikan penjelasan terhadap kandungan kitab fiqh yang telah disusun dalam mazhab masing-masing. Penjelasan yang dibuat bisa berbentuk mukhtasar (ringkasan) dari buku-buku

yang muktabar (terpandang) dalam mazhab atau hasyiah dan takrir (memperluas dan mempertegas pengertian lafal yang di kandung buku mazhab), tanpa menguraikan tujuan ilmiah dari kerja hasyiah dan takrir tersebut. Mustafa Ahmad az-Zarqa menyatakan bahwa ada tiga ciri perkembangan fiqh yang menonjol pada periode ini.

o Munculnya upaya pembukuan terhadap berbagai fatwa, sehingga banyak bermunculan buku yang memuat fatwa ulama yang berstatus sebagai pemberi fatwa resmi (mufti) dalam berbagai mazhab.

o Muncul beberapa produk fiqh sesuai dengan keinginan penguasa Turki Usmani, seperti diberlakukannya istilah at-Taqaddum (kedaluwarsa) di pengadilan. Disamping itu, fungsi ulil amri (penguasa) dalam menetapkan hukum (fiqh) mulai diakui, baik dalam menetapkan hukum Islam dan penerapannya maupun menentukan pilihan terhadap pendapat tertentu. Sekalipun ketetapan ini lemah, namun karena sesuai dengan tuntutan kemaslahatan zaman, muncul ketentuan dikalangan ulama fiqh bahwa ketetapan pihak penguasa dalam masalah ijtihad wajib dihormati dan diterapkan. Contohnya, pihak penguasa melarang berlakunya suatu bentuk transaksi. Meskipun pada dasarnya bentuk transaksi itu dibolehkan syara', tetapi atas dasar pertimbangan kemaslahatan tertentu maka transaksi tersebut dilarang, atau paling tidak untuk melaksanakan transaksi tersebut diperlukan pendapat dari pihak pemerintah. Misalnya, seseorang yang berutang tidak dibolehkan mewakafkan hartanya yang berjumlah sama dengan utangnya tersebut, karena hal itu merupakan indikator atas sikapnya yang tidak mau melunasi utang tersebut. Fatwa ini dikemukakan oleh Maula Abi as-Su 'ud (qadi Istanbul pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman al-Qanuni [15201566] dan Salim [1566-1574] dan selanjutnya menjabat mufti Kerajaan Turki Usmani). Di akhir periode ini muncul gerakan kodifikasi hukum (fiqh) Islam sebagai mazhab resmi pemerintah. Hal ini ditandai dengan prakarsa pihak pemerintah Turki Usmani, seperti Majalah al-Ahkam al-'Adliyyah yang merupakan kodifikasi hukum perdata yang berlaku di seluruh Kerajaan Turki Usmani berdasarkan fiqh Mazhab Hanafi.

3. Perbandingan antara Mazhab dan Pemikiran Setelah tadi membahas tentang latar belakang munculnya Mazhab, penulis akan mencoba menganalisis mengenai hubungan serta perbandingan antara mazhab dengan pemikiran itu sendiri. Pemikiran adalah suatu upaya mental yang dilakukan oleh manusia untuk menemukan kesimpulan berdasarkan premise-premise (Woodworth, Robert, Psycholoy 1971:615). Mazhab itu berasal dari Al Quran dan sunnah yang oleh masing-masing imam memiliki penafsiran masing-masing. Perbedaan penafsiran dalam mazhab tiap imam tersebut seharusnya disikapi dengan keobjektifitasan dalam melihat suatu kondisi yang terjadi pada saat penyampaiannya dilakukan oleh imam tersebut. Karena banyak yang menganggap jika yakin akan mazhab suatu imam yang diyakini dan diikuti pemikirannya maka, mereka menganggap imam yang lain tidak laik untuk diikuti mazhabnya sehingga hal ini menimbulkan bidah diantara pengikut tersebut. Hal yang harus dipahami bersama adalah beradanya mazhab amat penting setelah wafatnya Rasul S.A.W dan para sahabat r.a, karena setiap ulama mempunyai cara dan metode tersendiri dalam memahami Al-Quran dan sunnah. Permasalahan yang ada dalam ummat islam adalah sifat taassub dikalangan penganut mazhab, sehingga seseorang itu lebih mengutamakan qaul mazhab daripada hadith atau nash yang sahih. Ini jelas apabila mereka masih enggan meninggalkan perbuatan bidah dan khurafat yang telah lama diamalkan oleh masyarakat. Imam-imam mazhab sendiri sebenarnya tidak bertanggung jawab terhadap amalan-amalan tersebut, kebanyakan yang terjadi adalah ulamaulama mazhab yang mentafsirkan dan mengembangkan mazhabnya, jadi yang sepatutnya menjadi ukuran adalah al-Quran dan Sunnah, qaul mazhab boleh diterima selagi tidak bercanggah dengan Hadith Sahih. Jadi kesimpulannya tidak salah bermazhab (mengikut imam tertentu) akan tetapi tidak boleh taassub atau taqlid ama (taqlid buta) pada mazhab tertentu, seseorang muslim dituntut untuk menuntut ilmu dan mendalami fiqih agar tidak taqlid dan jauh daripada bidah dan khurafat.

Bagaimana dengan pemikiran? Pemiikiran tidak berasal dari al quran dan sunnah. Mazhab dan pemikiran adalah dua hal yang berbeda, baik kedudukannya ataupun kebenarannya. Bisa dikatakan, pemikiran itu bersifat subjektif tergantung orang, kelompok atau komunitas mana yang mengeluarkan pendapatnya tersebut. Contoh pemikiran yaitu sosialis,komunis, liberalis, islamis dan lain-lain. Jadi menurut hemat penulis bahwa antara mazhab dengan pemikiran itu berbeda konteks, karena mazhab adalah landasan pemikiran yang ada di dalam Al Quran dan sunnah. Mazhab mengatur bagaimana proses ketauhidan kita kepada ALLAH SWT dan proses muamalah yang harus dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
www.hasanalbanna.com diunduh pada pukul 08.00 18 mei 2012 www.blogspot.com muhammad iqbal,diunduh pada pukul 08.10 18 mei 2012 www.blogspot.com dinislam, diunduh pada pukul 08.15 18 mei 2012

STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM


Disusun dalam rangka memenuhi Sidang Makalah Pra DM 2 KAMMI Daerah Semarang

ADHITIA PRATAMA KOMISARIAT FISIP UNDIP

You might also like