You are on page 1of 11

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Namun demikian, di dalam pedoman ini, ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA yang dimasukkan dalam pedoman ini adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus, paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory syndromeassociated coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza.

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease (2,3). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (4,5). Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan (6).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris. Tanda-tanda klinis

Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris hypoxemia, hypercapnia dan acydosis (metabolik dan atau respiratorik) (4). Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin

BRONKITIS
Penyakit Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan organisme yang menyerupai bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia) Serangan Penyakit Bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paruparu dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:

Sinusitis kronis Bronkiektasis Alergi Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.

Penyakit Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh:


Berbagai jenis debu Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik, klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromin Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida Tembakau dan rokok lainnya.

Gejalanya Penyakit Bronkitis berupa:


batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan) sesak napas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu) bengek

lelah pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan pipi tampak kemerahan sakit kepala gangguan penglihatan.

Penyakit Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya Penyakit Bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. Pada Penyakit bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak napas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi napas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadi pneumonia.
2.1 Definisi

Sindrom croup
2.2 Epidemiologi

adalah berbagai penyakit respiratorik yang

ditandai dengan gejala akibat obstruksi laring yang bervariasi dari ringan sampai berat berupa stridor inspirasi, batuk menggonggong, suara parau, sampai gejala distres pernapasan (Oma dkk, 2005).

Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun. Dilaporkan, sindrom ini jarang terjadi pada orang dewasa (Alberta Medical Association, 2008). Insidensinya lebih tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak perempuan (Cherry, 2008). Dalam penelitian Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang didiagnosis menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4% dirawat di rumah sakit, dan kira-kira 1 dari 4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1 dari 170 anak yang dirawat di rumah sakit) (Alberta Medical Association, 2008). 2.3 Klasifikasi

2.3.1 Klasifikasi Berdasarkan Beratnya Gejala Anak-anak yang menderita sindrom croup, secara luas dapat dikategorikan berdasarkan 4 derajat beratnya gejala: 1). Ringan Gejala batuk menggonggong yang kadang-kadang, tidak terdengar suara stridor saat istirahat, dan tidak adanya retraksi sampai adanya retraksi ringan suprastrenal dan/atau interkostal. 2). Sedang Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, suara stidor saat istirahat yang dapat dengan mudah didengar, dan retraksi suprasternal dan dinding sternal saat istirahat, tetapi tidak ada atau sedikit gejala distres pernapasan atau agitasi. 3). Berat Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, stridor inspirasi yang menonjol dan kadang-kadang stidor ekspirasi, retraksi dinding sternal yang jelas, dan adanya gejala distres pernapasan dan agitasi yang signifikan. 4). Kegagalan pernapasan terjadi segera Batuk menggonggong (sering tidak menonjol), terdengar stridor saat istirahat (kadang-kadang sulit di dengar), retraksi dinding sternal (dapat tidak jelas), letargi atau penurunan kesadaran, dan jika tanpa tambahan oksigen, kulit tampak kegelapan. 2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Terapi suportif Oleh karena gejala croup sering timbul pada malam hari, banyak orang tua yang merasa khawatir dengan penyakit ini, sehingga meningkatkan kunjungan ke unit gawat darurat. Sehingga penting untuk memberikan edukasi kepada orang tua tentang penyakit yang secara alami dapat sembuh sendiri ini. Melembabkan Udara (Pengabutan)

Pada abad ke-20 terapi dengan melembabkan udara (terapi uap) merupakan dasar dari manajemen croup, tetapi sekarang ini efektivitasnya masih dipertanyakan. Rumah sakit saat ini menggunakan peralatan penguapan untuk tujuan ini. Cara yang sederhana termasuk memaparkan anak pada udara malam yang basah, atau memaparkan anak pada uap air yang panas (Wikipedia, 2008). Oksigen Tatalaksana pemberian oksigen dapat dipakai untuk anak dengan hipoksia (dimana saturasi Oksigen dalam ruangan biasa < style="">Alberta Medical Association, 2008). Gabungan Oksigen-Helium Pemberian gas Helium pada anak dengan croup diusulkan karena potensinya sebagai gas dengan densitas rendah (dibanding nitrogen) dalam menurunkan turbulensi udara pada penyempitan saluran pernapasan (Alberta Medical Association, 2008). 2.7.2 Farmakoterapi Analgesik/Antipiretik Walaupun belum ada penelitian khusus tentang manfaat analgesik atau antipiretik pada anak dengan croup, sangat beralasan memberikan obat ini karena membuat anak lebih nyaman dengan menurunkan demam dan nyeri (Alberta Medical Association, 2008). Antitusif dan Dekongestan Tidak ada penelitian yang bersifat eksperimental yang potensial dalam menunjukkan keuntungan pemberian antitusif atau dekongestan pada anak dengan croup. Lagipula, tidak ada dasar yang rasional dalam penggunaannya, dan karena itu tidak diberikan pada anak yang menderita croup (Alberta Medical Association, 2008). Antibiotik Tidak ada penelitian yang potensial tentang manfaat antibiotik pada anak dengan croup. Croup sebenarnya selalu berhubungan dengan infeksi virus, sehingga secara empiris terapi antibiotik tidak rasional. Lagipula, jika terjadi super infeksi paling sering bacterial tracheitis dan

pneumonia- merupakan kejadian yang jarang (kurang dari 1:1.000) sehingga pemakaian antibiotik untuk profilaksis juga tidak rasional (Alberta Medical Association, 2008). Epinephrine Berdasarkan data terdahulu, penggunaan epinephrine pada anak dengan croup berat, dapat mengurangi kebutuhan alat bantu pernapasan. Epinephrine dapat mengurangi distres pernapasan dalam waktu 10 menit dan bertahan dalam waktu 2 jam setelah penggunaan. Beberapa penelitian retrospektif dan prospektif menyarankan pasien yang mendapat terapi epinephrine dapat dipulangkan selama gejalanya tidak timbul kembali setidaknya dalam 2-3 jam setelah terapi (Alberta Medical Association, 2008). Bentuk epinephrine tartar yang umum digunakan untuk pasien croup; epinephrin 1:1.000 memiliki efek yang sebanding dan sama amannya dengan bentuk tartar. Dosis tunggal (0,5 ml epinephrine tartar 2,25% dan 5,0 ml epinephrine 1:1.000) digunakan untuk semua anak tanpa menghiraukan berat badan (Alberta Medical Association, 2008; Kerby, 2003). Anak yang hampir mengalami gagal napas, dapat diberikan epinephrine secara berulang. Pemberian epinephrine yang kontinyu dilaporkan telah digunakan dibeberapa unit perawatan intensif anak (Alberta Medical Association, 2008). Glucocorticoids Steroid adalah terapi utama pada croup. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan jumlah dan durasi pemakaian intubasi, reintubasi, angka dan durasi dirawat di rumah sakit, dan angka kunjungan berulang ke pelayanan kesehatan, serta menurunkan durasi gejala pada anak yang menderita gejala derajat ringan, sedang dan berat (Alberta Medical Association, 2008). Dexamethasone sama efektifnya jika diberikan per oral atau parenteral. Dexamethasone dosis 0,6 mg/kg BB merupakan dosis yang umumnya digunakan. Pemberiannya dapat diulang dalam 6 sampai 24 jam. Terdapat beberapa bukti juga yang mengatakan dexamethasone dosis rendah 0,15 mg/kg BB juga sama efektifnya. Di sisi lain, penelitian meta-analisis dengan kontrol, yang memberikan kortikosteroid dosis lebih tinggi, memberikan respon klinis yang baik pada sebagian besar pasien (Alberta Medical Association, 2008; Kerby, 2003).

Inhalasi budesonide juga menunjukkan efektivitas yang sama dengan dexamethasone oral, tetapi cara pemakaiannya lebih traumatik dan lebih mahal sehingga tidak secara rutin digunakan. Pada pasien dengan gejala gagal napas yang berat, pemberian budesonide dan epinephrine secara bersamaan adalah logis dan dapat lebih efektiv daripada pemberian epinephrine saja. Pada pasien dengan gejala muntah-muntah juga merupakan alasan untuk memberikan inhalasi steroid (Alberta Medical Association, 2008). Penatalaksanaan simdrom croup berdasarkan beratnya gejala terdapat pada lampiran 1. 2.8 Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul adalah: Perlunya pemasangan intubasi pada sejumlah kecil pasien (<1%) Bacterial tracheitis dapat memperburuk keadaan pasien croup Henti kardiopulmoner dapat timbul pada pasien yang tidak dimonitor dan tidak diterapi secara adekuat Serta timbulnya pneumonia yang merupakan komplikasi dari croup yang jarang terjadi (Alberta Medical Association, 2008). 2.9 Prognosis Oleh karena pada umumnya penyebab sindrom croup adalah virus, maka sindroma ini dapat sembuh dengan sendirinya, dan sangat jarang menyebabkan kematian akibat obstruksi saluran pernapasan total. Gejalanya dapat berlangsung dalam 7 hari, tetapi puncaknya pada hari kedua dari perjalanan penyakit (Wikipedia, 2008).

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang


disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian

(mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis / TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kirakira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC . TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Basil Mycobacterium Tuberculosis atau basil tuberkel yang tahan asam. Penularannya melalui udara apabila orang yang menderita TBC dalam paru-paru atau tenggorokan batuk, bersin atau berbicara sehingga kuman/basil dilepaskan ke udara. Kuman/basil dapat bertahan beberapa jam dalam suhu kamar/lingkungan rumah, maka jika ada orang disekitar penderita maka kuman/basil akan mudah menular ke semua orang disekitarnya/yang kontak dengan penderita.

2.4 TANDA TANDA DAN GEJALA KLINIS Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk darah. Adapun gejala-gejala lain dari TB pada orang dewasa adalah sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus. Gejala umum, meliputi : Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha. Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada. Jika anda menemui pasien mengeluh : Sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan

menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan Maka Minta yang bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, Puskesmas atau Dokter Praktek Swasta ! Sebaiknya jangan memberikan obat, misalnya obat sesak, obat demam, obat penambah nafsu makan dan lain sebagainya. 20 Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam abdomen. Gejala Khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya : TB kulit atau skrofuloderma TB tulang dan sendi, meliputi : Tulang punggung (spondilitis) : gibbus Tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul Tulang lutut: pincang dan atau bengkak TB otak dan saraf Meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun. Gejala mata Conjunctivitis phlyctenularis Tuburkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi) Seorang anak juga patut dicurigai menderita TB apabila: Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG (dalam 3-7 hari). 2.4 DIAGNOSIS Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang. 21 Pada orang dewasa, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam diagnosis, hal ini disebabkan suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium tubeculosis. Selain itu, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita TB. Misalnya pada penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus), malnutrisi berat, TB milier dan morbili. Sementara diagnosis TB ekstra paru, tergantung pada organ yang terkena. Misalnya nyeri dada terdapat pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan pembengkakan tulang belakang pada Sponsdilitis TB. Seorang penderita TB ekstra paru kemungkinan besar juga menderita TB paru, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto

rontgen dada. Secara umum diagnosis TB paru pada anak didasarkan pada: Gambaran klinik Meliputi gejala umum dan gejala khusus pada anak. Gambaran foto rontgen dada Gejala-gejala yang timbul adalah: Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal Milier Atelektasis/kolaps konsolidasi Konsolidasi (lobus) Reaksi pleura dan atau efusi pleura Kalsifikasi Bronkiektasis Kavitas Destroyed lung Uji tuberkulin Uji ini dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan dengan cara intra kutan) Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif pada anak TB 22 berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif, dan lain-lain). Reaksi cepat BCG Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis. Respons terhadap pengobatan dengan OAT Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TB. 23

BAB III TERAPI


3.1 PENGANTAR TERAPI Pengendalian atau penanggulangan TB yang terbaik adalah mencegah agar tidak terjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB pada dasarnya adalah : 1) Mencegah penularan kuman dari penderita yang terinfeksi 2) Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penularan. Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai cara, yang utama adalah memberikan obat anti TB yang benar dan cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan obat.

Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko, yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku dan lingkungan, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari, mengurangi kepadatan anggota keluarga, mengatur kepadatan penduduk, menghindari meludah sembarangan, batuk sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang. Dengan demikian salah satu upaya pencegahan adalah dengan penyuluhan.. Penyuluhan TB dilakukan berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peranserta masyarakat dalam penanggulangan TB. Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk; 1) menyembuhkan penderita sampai sembuh, 2) mencegah kematian, 3) mencegah kekambuhan, dan 4) menurunkan tingkat penularan.

You might also like