You are on page 1of 3

Model Kontemporer Pembangunan dan Keterbelakangan

Sejak akhir dekade 1980-an berbagai kemajuan yang penting telah dibuat dalam analisis pembangunan ekonomi dan keterbelakangan.

Teori Pertumbuhan Baru: Pertumbuhan Endogen Motivasi Pencarian Teori Pertumbuhan yang Baru
Perilaku aliran modal negara-negara berkembang yang aneg (dari negara miskin ke negara kaya) turut memicu konsep teori pertumbuhan endogen (endogenous growth) atau dengan kata lain yang lebih sederhana, teori pertumbuhan baru (new growth theory). Teori pertumbuhan baru ini mencerminkan komponen kunci dari teori pembangunan baru yang muncul. Teori pertumbuyhan baru tersebut memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan endogen, yaitu pertumbuhan GNI persisten yang ditentukan oleh sistem yang mengatur proses produksi dan bukan oleh kekuatan-kekuatan di luar sistem. Namun mungkin aspek yang paling menarik dari model pertumbuhan endogen adalah bahwa model tersebut membantu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian atas investasi yang tinggi yang ditawarkan oleh negara berkembang yang mempunyai rasio modal-tenaga kerja yang rendah (complementary investments) dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastuktur, atau riset dan pengembangan. Pada gilirannya, negaranegara miskin kurang mendapat manfaat dari luasnya keuntungan sosial yang terkait dalam setiap alternatif pengeluaran modal ini. Tidak seperti model Solow, model teori pertumbuhan baru menganggap perubahan teknologi sebagai sebuah hasil endogen dari investasi publik dan swasta dalam sumber daya manusia dan industri padat-pengetahuan. Model pertumbuhan endogen mendorong peran aktif kebijakan publik dalam merangsang pembangunan ekonomi melalui investasi langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan sumber daya manusia dan mendorong investasi swasta asing dalam berbagai industri padat-pengetahuan seperti industri perangkat lunak komputer dan telekomunikasi.

Model Romer
Model tersebut dimulai dengan mengasumsikan bahwa proses pertumbuhan berasal dari tingkat perusahaan atau industri. Setiap industri berproduksi dengan skala yang konstan, sehingga model tersebut konsisten dengan asumsi persaingan sempurna. Romer mengasumsikan bahwa cadangan modal dalam keseluruhan perekonomian secara positif mempengaruhi output pada tingkat industri, sehingga terdapat kemungkinan skala hasil yang semakin meningkat (increasing return to scale-IRS) pada tingkat perekonomian secara keseluruhan.

Kritik Terhadap Teori Pertumbuhan Baru


Kelemahan penting dari teori pertumbuhan baru adalah bahwa teori ini tetap tergantung pada sejumlah teori neoklasik yang sering tidak cocok dengan perekonomian negara berkembang. Lebih lanjut, pertumbuhan ekomomi di negara-negara berkembang sering terhambat oleh inefiesiensi yang timbul karena infrastruktur yang jelek, tidak memadainya struktur kelembagaan, serta pasar modal dan pasar barang yang tidak sempurna. Karena teori pertumbuhan endogen mengabaikan faktor-faktor yang sangat berpengaruh ini, penerapannya dalam studi pembangunan ekonomi menjadi terbatas, terutama ketika melibatkan perbandingan antarnegara.

Keterbelakangan sebagai Akibat Kegagalan Koordinasi


Banyak teori pembangunan ekonomi baru yang berpengaruh pada dekade 1990-an dan pada tahun-tahun pertama abad 21 telah menekankan komplementaritas (complementarities) antarkondisi yang dibutuhkan untuk menyukseskan pembangunan. Pendekatan kegagalan koordinasi (coordination failures) telah berevolusi secara relatif independen dan menawarkan pandangan yang cukup signifikan dan berbeda.

Ketika terdapat komplementaritas, suatu tindakan yang diambil oleh sebuah perusahaan, pekerja, organisasi, atau pemerintah, akan mendorong lembaga lain untuk melakukan hal yang sama. Khususnya, komplementaritas ini serinfg kali meliputi investasi yang hasilnya tergantung pada investasi lain.Dalam ilmu ekonomi pembangunan, efek jaringan tersebut merupakan sesuatu yang umum, termasuk model dorongan besar (big push), dimana keputusan produksi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan sektor-modern sifatnya saling memperkuat, dan juga

model cincin-O (O-ring model), dimana nilai ketrampilan atau kualitas yang meningkat akan tergantung pada peningkatan seupa yang dilakukan oleh lembaga lain. Dalam banyak hal, adanya komplementaritas menciptakan masalah klasik "ayam dan telur": mana yang lebih dulu (dalam hal ini, ketrampilan atau permintaan terhadap ketrampilan tersebut)? Sering kali jawabannya adalah bahwa investasi-investasi komplementer tersebut tersebut harus pada saat yang sama, melalui koordinasi. Hal ini benar khususnya ketika terdapat kesejangan anatara membuat suatu investasi dan memetik hasil dari investasi tersebut, seperti pada kasus umum terjadi.

You might also like