You are on page 1of 10

A.

Pendahuluan Jika kita berbicara tentang Makkah, maka kita pasti akan teringat tentang sebuah bangunan berbentuk kubus yang dijadikan arah bagi kaum muslimin untuk mengarahkan atau menghadapkan wajahnya dalam melakukan shalat. Bangunan yang disebut kabah ini merupakan tempat peribadatan yang paling terkenal dalam islam, dan biasa disebut dengan Baitullah (the temple or house of god). Kabah dijadikan sebagai kiblat umat muslim ketika melakukan shalat yang mana pengertian kiblat dikutip dari encyclopedia of islam: the qibla, or direction of Mecca, defines the direction of prayer in islam. Dan dalam kutipan lain kiblat is an Arabic word for derection that should be faced when a moeslim prays during salat. Jadi, kita biasa ambil kesimpulan bahwa kiblat adalah arah yang dihadap oleh muslim ketika melaksanakan ibadah atau shalat, yakni arah menuju kabah di Mekkah. Secara Etimologi, kata qiblat berasal dari bahasa arab yaitu salah satu bentuk masdar dari kata kerja , yang berarti menghadap.sedangkan secara Terminologi kata kiblat memilki beberapa definisi salah satunya Abdul Aziz Dahlan yang mendefinisikan kiblat sebagai bangunan kabah atau arah yang dituju kaum muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah. Karena kabah adalah bangunan istimewa dan suci bagi umat islam serta tempat peribadatan yang terkenal tentunya kita pasti ingin mengetahui apa sejarah kabah itu sendiri sehingga dijadikan bagi kaum muslimin dalam melaksanakan ibadahnya. Maka makalah ini mencoba memaparkan sejarah singkat tentang kabah yang dijadikan kiblat bagi kaum muslimin. B. Sejarah Menghadap Kiblat Kabah adalah bangunan suci kaum muslimin atau tempat peribadatan paling terkenal dalam Islam yang ada dikota Makkah di dalam masjidil haram, ia merupakan bangunan yang dijadikan sentral arah dalam peribadatan umat islam yakni shalat dan yang wajib dikunjungi dalam saat pelaksanaan haji atau umrah. Kabah menurut bahasa adalah bait Al-Haram di Mekkah, Al-Ghurfatu (kamar), kullu baitin murabbain (setiap bangunan yang berbentuk persegi empat). Kabah disebut juga dengan Baitullah, Baitul Haram, Baitul Atiq atau rumah tua yang di bangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail atas perintah Allah SWT. Hal ini sebenarnya merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah swt telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturukan dalam Al-Quran:

Artinya: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia . (QS. Ali Imran : 96).

Konon di zaman Nabi Nuh as, kabah ini pernah tenggelam dan runtuh bangunannya hingga datang masa Nabi Ibrahim as bersama anak dan istrinya ke lembah gersang tanpa air yang ternyata disitulah pondasi Kabah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah swt memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali kabah di atas bekas pondasinya dahulu. Dan dijadikan Kabah itu sebagai tempat ibadah bapak tiga agama dunia. ). . Dan ketika Kami menjadikan rumah itu (kabah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku dan yang sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27). Dalam the Encyclopedia of Religion dijelaskan bahwa bangunan kabah ini merupakan bangunan yang dibuat dari batu-batu (granit) Makkah yang kemudian dibangun menjadi bangunan berbentuk kubus (cube like building) dengan tinggi kurang lebih 16 meter, panjang 13 meter dan lebar 11 meter. Batu-batu yang dijadikan saat itu diambil dari lima sacred mountains, yakni: Sinai, al-judi, hira, olivet dan Lebanon. Menurut Yaqut Al-Hamami(575 H/1179 M-626 H/1229 M. Ahli sejarah dari Iran) menyatakan bahwa bangunan kabah berada dilokasi kemah Nabi Adam As setelah diturunkan Allah SWT dari surge ke bumi oleh karena itu Nabi Adam As dianggap sebagai peletak dasar bangunan kabah dibumi. Kemudian setelah Nabi Adam wafat, bangunan tersebut di angkat kelangit dan lokasi itu dari masa ke masa di agungkan dan disucikan oleh para Nabi. Ada juga di antara penelusuran yang dilakukan oleh kaum mufassirin dan lainnya mengatakan tidak ditemukan teks yang menyebutkan siapa pendiri pertama dari kabah itu. Alquran hanya menyebutkan bahwa kabah adalah rumah pertama yang diperuntukkan bagi manusia untuk beribadah kepada Allah seperti yang telah disebutkan dalam Qs. Ali imran ayat 96 tadi, hal ini dikarenakan Nabi Ibrahim As bersama putranya Nabi ismail hanya membangun kembali atau meninggikan dasar-dasar baitullah. Dalam sejarahnya pada pembangunan kabah itu, Nabi Ismail As menerima hajar aswad (batu hitam) dari malaikat Jibril dijabal Qubais, lalu meletakkannya di sudut tenggara bangunan, dalam the Encyclopedi of Religion disebutkan bahwa hajar aswad atau batu hitam yang terletak disudut tenggara bangunan kabah ini sebenarnya tidak berwarna hitam, melainkan berwarna merah kecoklatan (gelap). Hajar aswad ini merupakan batu yang disakralkan oleh umat islam. Mereka mencium atau menyentuh hajar aswad tersebut saat melakukan thawaf karena nabi Muhammad SAW juga melakukan hal tersebut. Pada dasarnya pensakralan tersebut dimaksudkan bukan untuk menyembah hajar aswad, akan tetapi dengan tujuan menyembah Allah SWT. Bangunan kabah berbentuk kubus yang dalam bahasa arab disebut mukaab. Dari kata ini lah kemudian muncul sebutan kabah. ,

Ketika itu kabah belum berdaun pintu dan belum ditutupi kain. Orang pertama yang membuat daun pintu kabah dan menutupinya dengan kain adalah raja Tubba dari dinasti himyar (pra islam) di Najran (daerah Yaman).setelah Nabi Ismail wafat, pemeliharaaan kabah dipegang oleh keturunannya, lalu bani jurhum, lalu bani khuzaah yang memperkenalkan penyembahan berhala. Selanjutnya pemeliharaan kabah dipegang oleh kabilah-kabilah quraisy yang merupakan generasi penerus keturunan Nabi Ismail. Menjelang kedatangan islam, kabah dipelihara oleh Abdul Mutholib, kakek Nabi Muhammad SAW. Ia menghiasi pintunya dengan emas yang ditemukan ketika menggali Sumur zam-zam. Kabah di masa ini, sebagaimana halnya dengan sebelumnya, menarik perhatian banyak orang. Abrahah, gubernur Najran, saat itu merupakan daerah bagian kerajaaan Habasyah (sekarang Ethiopia) memerintahkan penduduk Najran, yaitu bani Abdul Madan bin Ad-Dayyan Al-Harisi yang beragama nasrani untuk membangun tempat peribadatan seperti bentuk kabah di Makkah untuk menyainginya. Bangunan itu di sebut biah, dan dikenal sebagai kabah Najran. Kabah ini di agungkan oleh penduduk Najran dan dipelihara oleh para uskup. Ketika itu raja Abrahah pernah bermaksud untuk menghancurkan kabah di Makkah dengan pasukan gajah, namun pasukan itu lebih dahulu dihancurkan oleh tentara burung yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang berapi sehingga mereka menjadi seperti daun yang dimakan ulat. Hal ini sesuai dengan ayat al-quran surah Al-Fill . , , , ,

Artinya: apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan kabah) itu siasia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat. Kabah sebagai bangunan pusaka purbakala semakin rapuh dimakan waktu, sehingga banyak bagian-bagian temboknya yang retak dan bengkok. Selain itu Makkah juga pernah dilanda banjir hingga menggenagi kabah dan meretakkan dinding-dinding kabah yang memang sudah rusak. Pada saat itu orang;orang quraisy berpendapat perlu diadakan renovasi bangunan kabah untuk memelihara kedudukannya sebagai tempat suci. Dalam renovasi ini turut serta pemimpinpemimpin kabilah dan para pemuka masyarakat quraisy. Sudut-sudut kabah itu oleh quraisy dibagi empat bagian, tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Ketika sampai pada tahap peletakkan Hajar Aswad mereka berselisih tentang siapa yang akan meletakkannya.kemudian pilihan mereka jatuh ketangan seseorang yang dikenal sebagai al-Amin (yang jujur atau terpercaya) yaitu Muhammad bin Abdullah (yang kemudian menjadi Rasulullah SAW). Setelah penaklukan kota Makkah (Fathul Makkah), pemeliharaan kabah dipegang oleh kaum muslimin. Dan berhala-berhala sebagai lambing kemusyrikan yan terdapat disekitarnya pun dihancurkan oleh kaum muslimin.

Di masa Nabi Muhammad, awalnya perintah shalat itu ke baitul Maqdis di Palestina. Hal ini dilakukan berhubungan kedudukan baitul maqdis saat itu masih dianggap yang paling istimewa dan Baitullah masih dikotori oleh beratus-ratus berhala yang mengelilinginya. Namun menurut sebuah riwayat, sekalipun Rasulullah shalat menghadap Baitul Maqdis, jika berada di Makkah Rasulullah saw berusaha untuk tetap shalat menghadap ke Kabah. Caranya adalah dengan mengambil posisi di sebelah selatan Kabah. Dengan mengahadap ke utara, maka selain menghadap Baitul Maqdis di Palestina, beliau juga tetap menghadap Kabah. Namun ketika beliau dan para shahabat hijrah ke Madinah, maka menghadap ke dua tempat yang berlawanan arah menjadi mustahil. Dan Rasulullah saw sering menengadahkan wajahnya ke langit berharap turunnya wahyu untuk menghadapkan shalat ke Kabah. Hingga turunlah ayat berikut : .

Artinya: Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orangorang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. AlBaqarah : 144). Demikianlah Rasulullah pernah menghadap kiblat ke Baitul Maqdis ketika beliau ada di mekkah dan di madinah hampir kurang lebih 17 bulan, seteleh turun ayat yang memerintahkan Nabi Muhammad untuk memalingkan wajahnya untuk menghadap ke Kabah maka ditentukanlah kiblat, arah shalat bagi umat muslim sampai sekarang adalah kabah yang terletak di Mekkah. Jadi, di dalam urusan menghadap Kabah, umat Islam punya latar belakang sejarah yang panjang. Kabah merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah manusia pertama. Dan Allah swt telah menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke Kabah sebagai bagian dari aturan baku dalam shalat. A. Landasan Hukum Menghadap Kiblat Para ulama telah membuat kesepakatan atau consensus (ijma) yang menetapkan kabah sebagai arah atau kiblat bagi seluruh umat islam dalam melaksanakan ritual ibadah shalat , dengan berdasarkan firman Allah dan sabda rasululullah SAW. a. AlQuran Banyak ayat al-Quran yang menjelaskan mengenai dasar hukum menghadap kiblat, antara lain firman Allah SWT dalam Qs. Al- Baqarah 144: .

Artinya: Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orangorang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. AlBaqarah : 144). Juga dalam Qs Al-Baqarah 150: ,

Artinya: Dan dari mana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajahmu kearah masjidil haram, dan dimana saja kamu semua berada maka palingkanlah wajahmu kearahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang dhalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atas kamu, dan supaya kamu dapat petunjuk. (QS. AL-Baqarah :150) Artikulasi ditetapkannya kabah sebagai arah kiblat bukan dimaksudkan sebagai bentuk penyucian (pen-taqlidan) dan pensakralan satu arah tertentu, akan tetapi eksistensinya dalam pelaksanaan ritual ibadah hanya dimaksudkan sebagai methode ketaatan terhadap perintah Allah SWT, sebagaimana firman-Nya bahwa orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata:apakah yang memalingkan mereka (umat islam) dari kiblatnya (baitul maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?, katakanlah: kepunyaan Allah timur dan barat, Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.(QS. Al-Baqarah : 142). Ayat ini menepis anggapan orang-orang yang kurang pikirannya (sufaha) sehingga tidak dapat memahami maksud pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Kabah. Kita ketahui bahwa ketika Rasulullah SAW berada di Mekkah ditengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17 bulan nabi berada di Madinah di tengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani, beliau disuru oleh Tuhan untuk mengambil Kabah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa ibadat dalam shalat arah Baitul Maqdis dan Kabah bukanlah menjadi tujuan, tetapi Allah menjadikan Kabah sebagai kiblat untuk persatuan umat islam. b. Hadits Disamping dasar hukum menghadap kiblat yang tertuang dalam alquran sebagai sumber hukum pertama, banyak hadis yang berkaitan dengan sikap , sabda, dan perbuatan Rasulullah SAW sebagai penjelas dan aplikasi perintah menghadap kiblat dalam alquran. Diantara hadis yang berkaitan dengan penjelasan dan dasar menghadap kiblat adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Tsabit bin Anas beliau berkata:

) .

Artinya: bahwa sesunggunya Rasulullah SAW(pada suatu hari) sedang shalat dengan menghadap Baitul Maqdis, kemudian turunlah ayat Sesungguhnya Aku melihat mukamu setimh menengadah ke langit, maka sungguh kami palingkan mukamu ke kiblat yang kamu kehendaki. Palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram. Kemudian ada seseorang dari Bani Salamah bepergian, menjumpai sekelompok sahabat sedang ruku pada shalat fajar. Lalu ia menyeru Sesungguhnya kiblat telah berubah. Lalu mereka berpaling seperti kelompok Nabi, yakni kearah kiblat.(HR. Muslim). Juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: ) (

Artinya: Menghadaplah ke kiblat lalu takbirlah(HR. Bukhari) Meskipun para Ulama telah sepakat tentang Kabah sebagai kiblat seluruh umat islam dalam melakukan kewajiban ibadah shalat, akan tetapi dapat varian perbedaan pendapat, terutama pada teritorial daerah yang jauh dari kabah. Sebaliknya, pada daerah yang jauh hingga tidak tampak bentuk fisik kabah para ulama masih berbeda pendapat tentang teknis menghadap kiblatnya. Setidaknya ada dua versi pendapat di kalangan ulama. Pndapat pertama menyatakan bahwa di manapun umat islam berada, baik yang dekat maupun jauh dari kabah, mereka wajib menghadap bentuk fisik kabah (ain kabah). Pendapat ini didukung oleh Imam SyafiI dan Imam Ahmad ibn Hambal. Sedangkan pendapat kedua merekomendasikan bahwa umat islam cukup menghadap kea rah kabah saja (jihah al-kabah). Pendapapat kedua ini di dukung oleh Imam Abu Hanifah dan Malik Ibn Anas. Titik temu dari kedua pendapat tersebut pada konteks bahwa bagi umat islam pada territorial daerah yang mampu melihat fisik kabah maka cara menghadapnya adalah menghadap bentuk fisik (ain kabah), sedangkan bagi-bagi yang jauh dan tidak dapat melihat bentuk fisik kabah maka diperkenankan untuk tidak persis menghadap ain al-kabah secara yaqinan (yakin) tetapi paling tidak secara dhannan (dugaan kuat). Hal ini diperkuat dengan berdasarkan dalil hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda: ( )

Artinya: diantara timur dan barat terdapat kiblat, jika seseorang menghadapnya kea rah Baitullah. (HR. Baihaqi) ) (

Artinya: Baitullah kiblat bagi penghuni Masjidil Haram, Masjidil Haram kiblat bagi penghuni tanah Haram, Tanah Haram kiblat bagi penduduk bumi di penjuru timur dan barat dari umatku. ( HR. Baihaqi)

KIBLAT Apakah yang dimaksud dengan Kiblat? Secara literal, kiblat berarti arah dari pemusatan perhatian. Adapun arti Kiblat dalam Islam adalah arah menghadapkan wajah ketika mengerjakan shalat. Allah SWT berfirman didalam Surat Al-Baqarah Ayat 115, Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, kemanapun kamu menghadap disitulah Wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. Sepertinya, ayat ini menerangkan bahwa tidak ada arah tertentu yang perlu ditetapkan untuk menyembah kepada-Nya. Jika tidak diperlukan arah secara lahiriah, maka setiap orang bisa menghadapkan wajahnya kemanapun ketika dia mengerjakan shalat. Adakah hikmah dibalik penetapan Kiblat? Sebagaimana kita ketahui, ibadah puasa dan dzikrullah (mengingat Allah SWT) adalah ibadah individu. Adapun Shalat dan Haji adalah ibadah yang dikerjakan secara berjamaah (bersama-sama). Dalam penetapan Kiblat terkandung makna penegasan dan pengajaran tata-cara dan tata-krama (etika) suatu dinamika kelompok. Prinsip terpenting untuk mencapai kesatuan dan kesetia-kawanan (solidaritas) kelompok adalah dengan penyatuan arah pandangan yang menafikkan pengelompokan atas dasar kebangsaan, rasialisme, kesukuan, asal wilayah, bahasa, maupun asal negara. Allah SWT memilih Kiblat sebagai jalan-keluar untuk mencapai Kesatuan dan Solidaritas Umat karena, pilihan selain Kiblat, alih-alih mempersatukan, justru mengkotak-kotakkan Umat. Agama Islam adalah agama semua Nabi. Maka, satu-satunya penegasan bahwa semua Nabi hanya mengajarkan satu ajaran (yakni, Tauhid) adalah dengan penetapan sebuah Titik-Arah Peribadatan. Kiblat yang tunggal untuk semua orang di seluruh penjuru dunia melambangkan kesatuan dan keseragaman diantara mereka. Lebih dari itu, perintah ini sangat sederhana dan mudah dikerjakan, baik oleh lelaki ataupun perempuan, berpendidikan tinggi ataupun rendah, orang kampung ataupun orang kota, kaya ataupun miskin, semuanya menghadap ke titik yang sama. Hal ini menunjukkan betapa sederhananya dan betapa indahnya Al-Islam. Perlu dicatat dalam ingatan bahwa, jika keputusan ini diserahkan kepada umat niscaya terjadilah ketidak-sepakatan yang sangat tajam. Namun, dengan Rahmat Allah SWT diputuskan-Nya hal ini sekali saja untuk ditaati oleh semua insan, sebagai pemersatu dan penyeragaman Umat Islam. Maka dari itu, ketika Adam AS sampai ke bumi, pondasi Baitullah (Kabah) telah diletakkan oleh para malaikat. Kiblat untuk Nabi Adam AS dan keturunannya adalah Kabah yang bentuknya masih sangat sederhana ini. Allah SWT berfirman didalam Surat Ali Imran ayat 96: Sesungguhnya, rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat ibadah) manusia, adalah Baitullah di Bakkah (Makkah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi semesta alam. Setiap insan mengikuti ketentuan Kiblat sehingga sampai pada masa Nabi Nuh AS, dimana pada waktu itu Kabah ikut hancur diterjang banjir besar. Sekian waktu berselang, Nabi Ibrahim AS

dan Nabi Ismail AS membangun ulang Kabah atas perintah dan bimbingan langsung dari Allah SWT, kemudian menjadi Kiblat bagi mereka dan para pengikutnya. Setelah itu, Al-Quds (BaitulMaqdis/Masjidil-Aqsa) ditetapkan sebagai Kiblat untuk para Nabi dari Bani Israil. Itupun, ketika para Nabi mengerjakan shalat di dalam Al-Quds, biasanya menghadap sedemikian rupa sehingga Al-Quds dan Baitullah (Kabah) berada tepat di arah depan mereka. Dikisahkan oleh Al-Qurthubi, ketika shalat telah diwajibkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang-orang mukmin, semula arah Kiblat sama seperti semasa leluhur beliau, Nabi Ibrahim AS. Setelah hijrah ke Madinah; ada pula ulama yang mengatakan menjelang hijrah; Allah SWT memerintahkan agar beliau menghadapkan wajah ke Al-Quds. Rasulullah SAW biasa melakukan dengan berdiri diantara Hajar Aswad dan Rukun Yamani, sehingga Baitullah dan Baitul-Maqdis, dua-duanya, berada didepan beliau. Menurut hadits Bukhari, Rasulullah Muhammad SAW mengerjakan shalat dengan Kiblat Al-Quds selama sekitar 16 atau 17 bulan sewaktu di Madinah. Beliau SAW sepenuhnya berserah diri kepada perintah Allah SWT. Namun demikian beliaupun berharap bahwa Kiblat hendaknya sama seperti semasa Nabi Adam AS dan Nabi Ibrahim AS. Adapun Allah SWT Maha Mengabulkan harapan insan-insan pilihan-Nya. Oleh karena itu Rasulullah SAW sangat berharap bahwa keinginan beliaupun dikabulkan Allah SWT. Berkalikali beliau menengadahkan wajah ke langit, dari hari ke hari, mengharapkan turunnya wahyu perihal Kiblat. Dan, Allah SWT pun berfirman didalam Surat Al-Baqarah Ayat 144: Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram. Dengan diturunkannya wahyu ini, Allah SWT mengabulkan keinginan Rasulullah SAW. Selanjutnya, perhatikanlah kata syathra disini berarti bahwa orang-orang di negara lain bilamana melaksanakan shalat hendaklah berusaha sebaik-baiknya untuk menghadapkan wajah ke arah masjidil-haram, namun tidak perlu harus persis ke arah bangunan Kabah. Akan tetapi, bagi mereka yang dapat melihat Baitullah wajib menghadap tepat ke Kabah sewaktu mengerjakan shalat. Begitu kaum Yahudi di Madinah mengetahui bahwa Kiblat kaum Muslim telah berubah ke arah Masjidil Haram dan tidak lagi ke Masjidil Aqsa, mereka bukan saja berolok-olok dan menertawakan, melainkan juga terperanjat dengan perubahan itu. Ini karena selama ini mereka dapat menerima keberadaan umat Muslim sehubungan dengan kesamaan Kiblat dengan mereka. Kini dengan terpisahkannya Kiblat kaum Muslim dengan kaum Yahudi berarti pula bahwa orang-orang Muslim adalah sebuah umat tersendiri dan terpisahkan dari mereka orang-orang Yahudi. Maka sejak saat itu mereka memperkeras sikap pertentangan terhadap umat Islam dan memperlakukan umat Islam sebagai musuh. Lebih jauh lagi, perubahan Kiblat ini mempertegas penjelasan bahwa Al-Aqsa maupun MasjidilHaram bukanlah sebentuk berhala (benda yang disembah), dan tujuan sebenarnya dari menghadap ke arah Kiblat adalah melaksanakan perintah Allah SWT. Bisa saja diperintahkanNya kita menghadap ke Masjidil-Haram ataupun Masjidil-Aqsa. Kewajiban kita adalah mematuhi perintah-Nya dengan segenap akal dan sepenuh hati. Manfaat lain dari pengalihan Kiblat adalah untuk memisahkan antara orang-orang munafik

dengan Muslim yang sejati. Perhatikanlah Firman Allah SWT didalam Surat Al-Baqarah Ayat 143, Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Menurut sebuah hadits didalam Musnad Ahmad, yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, Orang-orang Ahli Kitab cemburu terhadap umat Muslim karena tiga perkara; Pertama, Allah SWT telah menetapkan satu hari ibadah dalam seminggu untuk seluruh umat terdahulu. hari Sabtu untuk Yahudi, hari Ahad untuk Nasrani dan kemudian hari Jumat ditetapkan untuk umat Muslim. Ke-dua, perubahan Kiblat. Ke-tiga mengucapkan Amiin setelah Imam. Para Ahli-Kitab tidak mendapatkan semua itu. Perlu diingat bahwa adakalanya Sunnah dibatalkan oleh Al-Quran, dan jika tidak dibatalkan maka keabsahannya setara dengan Al-Quran. Misalnya, Semula arah Kiblat tidak disebutkan didalam Al-Quran, maka umat Muslim mengikuti Sunnah. Kemudian perubahan Kiblat ditegaskan didalam Al-Quran, namun ditekankan pula bahwa shalat yang telah dikerjakan menurut sunnah tidaklah sirna (nilainya). Menurut sebuah Hadits didalam Bukhari dan Muslim, perubahan Kiblat terjadi ketika Rasulullah SAW sedang melaksanakan Shalat Ashar, beberapa riwayat menyatakan Shalat Dhuhur (sebagaimana dinukilkan didalam tafsir Ibnu Katsir). Beberapa orang sahabat menyelesaikan shalat mereka bersama-sama Rasulullah SAW. Mereka melihat saudara-saudara mereka sedang shalat didalam masjid di lingkungan mereka, menghadap ke arah Masjidil-Aqsa. Para sahabat lantas mengumumkan dengan lantang bahwa mereka baru saja menyelesaikan shalat bersama-sama Rasulullah Muhammad SAW dengan menghadap ke arah Baitullah. Maka mereka yang sedang shalat pun memutar arah menghadap mereka dan tetap melanjutkan shalat tanpa membantah ataupun bertanya-tanya sepatah katapun. Kejadian ini membawa hikmah penting, yakni didalam Islam kredibilitas (sifat dapat dipercaya) seseorang sebagai saksi, dalam banyak hal sudahlah mencukupi untuk didengar perkataannya. Perubahan arah Kiblat itu terdengar di Masjid Quba pada keesokan harinya. Sebagaimana juga diriwayatkan didalam hadits Bukhari dan Muslim, maka para jamaah masjid Quba pun mengubah arah menghadap didalam shalat mereka seketika mendengar pemberitahuan perubahan itu, meskipun pemberitahuan itu hanya disampaikan oleh seorang saja. Betapa nampak jelas disini bahwa begitu besar rasa saling menghormati, rasa saling yakin dan percaya, dimanfaatkan dan diamalkan para sahabat Nabi Muhammad SAW. Sebuah Hadits didalam Bukhari, yang diriwayatkan oleh Al-Bara' bin Adzib, ketika Kiblat diubah ke arah Masjidil-Haram orang-orang bertanya kepada Rasulullah SAW, bagaimanakah dengan umat Muslim yang telah wafat sedangkan dahulu mereka berkiblat ke arah MasjidilAqsa. Pertanyaan ini dijawab dengan wahyu Allah SWT, yang menerangkan bahwa shalat mereka itu sah adanya, tidak serta merta hilang terbawa perubahan, dan diterima oleh Allah SWT. Jawaban ini pun menjadi bagian dari Surat Al-Baqarah Ayat 143,

dan Allah tidaklah akan menyia-siakan keimananmu (shalatmu) Menarik untuk dicermati bahwa pada ayat ini kata Iman telah dipergunakan oleh Allah SWT sebagai kata-ganti untuk shalat. Maka, ini berarti bahwa belumlah terdapat keimanan (keyakinan tentang Islam) dalam diri seseorang tanpa mendirikan shalat. Dengan kalimat lain; Shalat adalah penanda (indikator) Iman seseorang. coleage Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk mendirikan shalat secara teratur sehingga dari padanya menguatkan Iman kita. Dan Semoga Allah SWT mempersatukan umat Muslim diseluruh penjuru dunia, yang mengikatkan diri pada satu Kiblat yang sama. Amiin.

You might also like