You are on page 1of 2

PERBANDINGAN HUKUM PERDATA DALAM BIDANG HUKUM TANAH DALAM 3 SISTEM HUKUM, YAITU HUKUM BARAT, HUKUM ADAT

DAN HUKUM ISLAM Dalam hampir setiap sistem hukum diadakan perbedaan antara barang yang bergerak ( roerende goederen, movables) dan barang yang tidak bergerak atau barang tetap (onroerende goederen, immovable/ real property). Perbedaan ini membawa perbedaan dalam hal cara-cara untuk memperoleh, dalam hal cara-cara penyerahan (pemindahan) dan juga dalam hal jaminanjaminan yang dapat diberikan untuk perutangan. Misalnya dalam BW, barang tetap (tanah) dipindahkan hak miliknya dengan balik nama dikadaster, sedangkan barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan belaka atas barangnya. Dalam hukum adat diadakan perbedaan antara tanah dan barang-barang lainnya. Sebagaimana diketahui dalam BW, dalam hal tanah menganut apa yang dinamakan asas vertikal sedangkan hukum adat menganut asas horizontal. Menurut asas vertikal maka hak milik atas sebidang tanah meliputi benda-benda yang berada di atasnya (bangunan). Oleh karena itu, maka asas vertikal juga dinamakan asas absorpsi, artinya menyedot segala apa yang berada di atasnya. Menurut asas horizontal hak milik atas sebidang tanah tidak meliputi bangunan yang ada di atasnya. Dalam hukum nasional yang akan dating sudah disepakati oleh para sarjana hukum kita untuk menganut asas horizontal, tetapi dengan memungkinkan pengecualian-pengecualian. Perbedaan antara hipotek dan gadai tanah menurut hukum adat memberikan kesimpulan tentang adanya perbedaan mengenai sifat dan peranan masing-masing dalam lalu lintas hukum, yaitu kalau hipotek dimaksudkan sebagai suatu perjanjian accessoir, sebaliknya gadai tanah menurut hukum adat merupakan suatu perjanjian yang berdiri sendiri (zelfstandige overeenkomst). Lagi pula dalam gagasan orang Indonesia gadai tanah adalah suatu transaksi tanah dan bukan jaminan atas suatu transaksi uang. Dalam daripada itu dapat dikonstantir adanya suatu kecenderungan untuk membuat suatu perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali dimuka notaries, padahal yang dimaksudkan adalah gadai tanah menurut hukum adat. Para pihak mengadakan perjanjian seperti itu adalah untuk menghindari larangan menjanjikan bahwa tanahnya akan menjadi miliknya si penggadai apabila setelah lewatnya waktu tertentu tidak ditebus. Dapat diterangkan bahwa oleh pengadilan perjanjian tersebut sudah mulai dianggap sebagai perkembangan dalam gadai tanah menurut

hukum adat. Menurut kenyataannya, larangan untuk memperjanjikan bahwa barang jaminan akan menjadi miliknya si berpiutang (kreditor) terdapat dimana-mana, artinya dalam banyak sistem hukum yang kita kenal. Di Indonesia sekedar mengenai tanah telah terbentuk hukum nasional yang seragam, namun dualisme masih terdapat sekedar mengenai barang bergerak. Kesamaan antara BW dan dalam hukum adat sudah ada sekedar mengenai asas perlindungan si pembeli yang beritikad baik, yang berlaku dalam kedua-duanya, dalam BW terhadap barang bergerak (pasal 1977), dalam hukum adat terhadap semua macam barang. Kalau mengenai tanah, di masa yang lampau diadakan peraturan antar tata hukum (intergentil) yang menunjukkan banyaknya perbedaan yang bisa menimbulkan perselisihan, namun kita tidak pernah mendengar tentang adanya perselisihan (konflik) antara kedua sistem hukum tersebut sekedar mengenai barang yang bergerak. Menurut pendapat ahli hal itu disebabkan karena persyaratan tentang penyerahan kekuasaan (bezit) yang diadakan oleh BW untuk peralihan hak milik, secara kebetulan adalah sesuai dengan sifat tunai jual beli menurut hukum adat. Kalau barangnya sudah diserahkan secara fisik, maka dalam kedua-duanya sistem hak milik berpindah. Namun bagaimanakah kalau harga sudah dibayar oleh pembeli tetapi barangnya belum diserahkan? Menurut BW teranglah bahwa hak milik belum berpindah. Apakah itu sesuai dengan sifat tunai jual beli dalam hukum adat? Di sinilah terdapat dualisme. Dalam hal pembeli telah membayar itu, kalau barangnya adalah yang tersedia dan tertentu, maka rasa hukum orang Indonesia menghendaki bahwa hak milik atas barang berpindah kepada pembeli yang sudah melakukan perbuatan tunai membayar itu.

You might also like