Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, upaya peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih
berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan negara Indonesia
yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap masyarakat dan
seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan masyarakat, memajukan
kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. UUD 1945 mengamanatkan mengenai pentingnya
pendidikan bagi seluruh warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Ayat (1) bahwa
setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, dan
1 | Page
Pasal 31 Ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Sesuai Ketentuan
Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Pelayanan yang maksimal yang diberikan oleh sekolah dapat mengembangkan potensi
anak- anak yang bersekolah di sekolah Makna Bhakti sebagai bekal mereka untuk dapat
mempersiapkan anak dalam kehidupan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
4. Bagaimana pelayanan pendidikan bagi anak autis di SDLBS B/C Makna Bhakti ?
7. Kegiatan ekrakurikuler apa saja yang tersedia pada SDLBS B/C Makna Bhakti ?
8. Fasilitas apa saja yang ada pada SDLBS B/C Makna Budi Bhakti khususnya pada
SDLBS C ?
C. Tujuan Penulisan
2 | Page
Adapun tujuan penulisan dalam laporan ini adalah sebagai berikut :
D. Sistematika Penulisan
3 | Page
Daftar Pustaka.
E. Metodologi Observasi
Dalam observasi ini kami menggunakan metode observasi berupa deskripsi dari hasil
wawancara dan mengumpulkan data mengenai fisik bangunan dilakukan dengan mengamati
dan mendeskripsikan secara obyektif . Pengumpulan data mengenai proses kegiatan
pembelajaran menggunakan jenis observasi partisipasi dan non partisipasi yang kami lakukan
di SLB C Makna Bhakti antara lain:
1. Wawancara langsung
2. Pengamatan
3. Partisipasi siswa
F. Metodologi Penyusunan
Dalam penulisan laporan ini kami menggunakan metode penyusunan berdasarkan dari
hasil wawancara langsung, pengamatan, serta untuk penyempurnaannya kami melakukan
pengambilan data dari beberapa literatur yang ada pada media internet.
4 | Page
BAB II
PEMBAHASAN
II.I
TUNAGRAHITA
A. Pengertian Tunagrahita
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22)
dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut:
5 | Page
Grahita berarti pikiran.
2. Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Dilihat dari kurva normal, anak yang mengalami tunagrahita adalah mereka yang
mengalami penyimpangan 2 (dua) standar deviasi, yaitu: mereka yang ber IQ 70 ke bawah
menurut skala Wechsler, sedangkan mereka yang ber IQ antara 71 – 85 termasuk runagrahita
borderline (Brown) et. Al., 1996).
Pendapat lain mengatakan, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 ke
bawah. Hallahan, 1988, mengestimasikan jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3 %.
Namun pada tahun 1984, Annual Report to Congress menyebutkan 1,92 % anak usia sekolah
menyandang tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3 : 2.
Pada Data Pokok Sekolah Luar Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelopok usia sekolah,
jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi
estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2 % X
6 | Page
48.100.548 orang = 962.011 orang.
II.2
AUTISME
A. Pengertian Autis
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseotang sejak lahir ataupun saat masa balita,
yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal.
Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masih dalam dunia
repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989)
karakteristik anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan, yaitu dalam bidang Interaksi
social; Komunikasi (bicara, bahasa, dan komunikasi); Perilaku, Emosi, dan Pola bermain;
Gangguan sensoris; dan perkembangan terlambat atau tidak norma. Penampakan gejala dapat
mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil (biasanya sebelum usia 3 tahun). Gejala dapat
beraneka ragam sehingga tampak bahwa tidak ada anak autistic yang benar-benar sama dalam
semua tingkah lakunya, sedangkan perbandingan laki-laki : perempuan adalah sekitar 4 :1 dan
terdapat pada semua lapisan masyarakat etnik/ras, religi, tingkat sosio-ekonomi serta geografi
(Holmes, 1998).
Bentuk layanan pendidikan bagi anak autistic merupakan bagian dari upaya penanganan
masalah autisme, seperti tampak dalam skema dibawah ini.
7 | Page
C. Bentuk Layanan Pendidikan bagi Anak Autis
Layanan yang paling efektif bagi anak autis dapat berupa pendidikan, penempatan
(residensial) dan program pengangkatan tenaga kerja (employment program) (Holmes, 1998).
Bentuk pelayanan pendidikan untuk anak autis haru desesuaikan dengan karakteristik dan
kemampuan anak. Program pengajaran terstruktur dinyatakan sebagai cara untuk memperoleh
kemajuan yang besar. Hal ini terjadi karena guru secara aktif mengambil inisiatif untuk
berinteraksi dan memberi petunjuk, juga guru menjalankan tugasnya dari bagian terkecil
sehingga anak mudah mengikuti tahap-tahap pembelajaran untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Hal ini juga membuat anak autis dapat memperkirakan apa yang akan
didapatkannya. Perubahan mendadak kadang membuat anak-anak panik dan tantrum. Namun
tetap perlu mengajarkan juga hal-hal yang spontan dan fleksibel terutama dalam ketrampilan
sosialnya. (Baron-Cohen, 1993).
8 | Page
II.3
Kurikulum sebagai bangun dasar dari sebuah proses pendidikan merupakan saripati
masyarakat dalam tatanan masyarakat pendidikan. Kurikulum SLB 1994 sebagai nilai dasar
dan nilai normatif kurikulum belum memungkinkan bagi guru, kepala sekolah, pengelola
pendidikan serta pengambil kebijakan pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran
serta pengelolaan belajar yang lebih inovatif.
9 | Page
1994 dan KBK ditetapkan sebagai mata pelajaran Kemampuan Merawat Diri (KMD),
sedangkan saat ini diperluas menjadi mata pelajaran Bina Diri. Secara konsep Bina Diri
memberikan makna lebih luas dari Kemampuan merawat diri (KMD), karena secara langsung
KMD menjadi bagian dari pembelajaran Bina Diri.
Kendala yang dihadapi saat ini Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bina Diri
belum ditetapkan/belum disusun oleh Depdiknas. Hal ini bukan menjadi hambatan bagi para
guru, karena program bina diri pada hakekatnya dapat dikembangkan oleh guru sendiri
berdasarkan hasil asesmen, sehingga diperlukan kreativitas para guru untuk mengembangkan
program yang dapat diadaftasikan bagi anak tunagrahita.
Ruang lingkup program Bina Diri tidak dapat terlepas dari program pembelajaran yang
lainnya pada satu satuan pendidikan, dalam pengertian pembelajran Bina Diri dapat saling
berkontribusi dengan pembelajaran yang lain, misalnya kebutuhan komunikasi sangat erat
kaitannya dengan program pembelajaran Bahasa.
Berikut ini dibahas materi Bina Diri yang harus dikuasai dan dimiliki anak tunagrahita
sedang dan ringan, sehingga setiap anak dapat hidup wajar sesuai dengan fungsi-fungsi
kemandirian :
Kebutuhan merawat diri identik dengan materi yang telah dilaksanakan pada kurikulum
1994, secara umum program merawat diri bagi anak tunagrahita sangat terkait langsung
dengan aktivitas kehidupan sehari-hari anak tunagrahita. Materi kemampuan merawat diri
meliputi :
Memelihara kesehatan dan keselamatan diri, seperti melindungi dari bahaya sekitar
10 | P a g e
Mengatasi luka yang berkaitan dengan kesehatan
Kebutuhan mengurus diri adalah kebutuhan anak tunagrahita untuk mengurus dirinya
sendiri, baik yang bersifat rutin maupun insidentil, sebagai bentuk penampialan pribadi,
diantaranya :
Mengurus kebutuhan yang bersifat pribadi, seperti makan, minum, menyuap dan tata
cara makan sesuai dengan norma dan kondisi, misalnya makan di rumah, rumah makan
atau dalam kegiatan resepsi.
Pergi ke WC
Berpatut diri
Kebutuhan menolong diri, diperlukan oleh anak tunagrahita untuk mengatasi berbagai
masalah yang sangat mungkin dihadapi oleh anak dalam aktivitas kehidupannya sehari-hari,
materi kemampuan menolong diri sendiri, melliputi :
Memasak sederhana
Mencuci pakaian
4. Kebutuhan Komunikasi
11 | P a g e
komunikasi, begitu juga dengan anak tunagrahita komunikasi merupakan sarana penting yang
menunjang langsung pada aktivitas kegiatan sehari-harinya. Kebutuhan komunikasi pada anak
tungrahita meliputi kebutuhan :
komunikasi ekspresif seperti menjawab pertanyaan tentang identitas diri sendiri dan
keluarga, mampu mengungkapkan keinginan
Komunikasi reseftif, seperti mampu memahami apa yang disampaikan oleh teman atau
orang lain, mau mendengarkan percakapan orang lain, memahami simbol-simbol yang
ada di lingkungan sekitar seperti tanda kamar kecil untuk pria dan wanita, tulisan
sederhana di tempat umum.
5. Kebutuhan Sosialisasi/adaftasi
Kebutuhan sosialisasi atau adaftasi dibutuhkan untuk menunjang berbagai aktifitas dalam
kehidupan, seperti :
keterampilan bermain
keterampilan berinteraksi
Kebutuhan keterampilan hidup yang dibutuhkan anak tunagrahita sangat luas, pada
kebutuhan Bina Diri meliputi keterampilan berbelanja, menggunakan uang, berbelanja di toko
atau pasar, cara mengatur pembelanjaan. Disamping keterampilan praktis keterampilan hidup
juga harus ditunjang dengan keterampilan vokasional, seperti kebiasaan bekerja, prilaku sosial
12 | P a g e
dalam bekerja, menjaga keselamatan kerja, mampu menempatkan diri dalam lingkungan kerja.
Seseorang yang tidak dapat mengisi waktu luang dengan baik akan mengalami kejenuhan,
kemampuan mengisi waktu luang dibutuhkan pada anak tunagrahita untuk terus melakukan
aktivitas sehingga kemampuannya dapat terus berkembang karena diisi dengan kegiatan
positif. Kegiatan mengisi waktu luang bagi anak tunagrahita dapat dilakukan melalui media
atau kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan sederhana seperti memelihara ternak atau
tanaman.
Program pendidikan Bina Diri secara prinsif dikembangkan, untuk membantu anak
tunagrahita agar dapat hidup lebih wajar dan mandiri. Untuk membantu anak tunagrahita dapat
hidup mandiri diperlukan program yang mampu membantu anak belajar dan bisa melakukan
dengan wajar dan baik. Dalam Struktur Kurikulum yang ditetapkan Depdiknas alokasi
pembelajaran bina diri 2 jam pelajaran per minggu (60 menit/minggu,atau 1020 menit atau 17
jam per semester).
Dalam pengembangan program Bina Diri sesuai dengan Konsep KTSP, dikembangkan
dengan mengacu pada Visi, Misi dan Tujuan satuan pendidikan, sehingga program Bina Diri
ini harus mampu memberikan kontribusi pada pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah, dan
tetap berpusat pada anak.
1. Asesmen
Asesmen adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak, yang
berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai
bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. (Alimin : 2003 ; 45).
Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan peserta didik pada dua aspek berikut :
a. Kebutuhan peserta didik, yang meliputi siapa dan bagaimana keadaan serta kebutuhan
peserta didiknya, lebih lengkapnya sebagai berikut :
13 | P a g e
a) Berdasarkan tingkat/levelnya dapat diketahui bagaimana kebutuhan peserta didik
sebagai manusia, sebagai warga Negara, sebagai warga daerah, sebagai anggota
masyarakat, sebagai warga sekolah, sebagai individu,
b) Berdasarkan tipe kebutuhan peserta didik dapat diketahui kebutuhan peserta didik
dari segi fisik, sosiopsikologis, pendidikan dan tugas perkembangannya.
b. Kebutuhan Sosial, berdasarkan tingkat/level dan tipe kebutuhan sosial dari peserta didik
dan lingkungan sosialnya, lengkapnya sebagai berikut :
2. Analisis SWOT
SWOT secara prinsip tidak jauh berbeda dengan Asesmen, tetapi dengan analisis SWOT
dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan/ancaman sehingga dapat
ditetapkan skala prioritas program mana yang sangat esensial dan kaitannya dengan kondisi
sekolah dan lingkungan sekitar. SWOT ini dapat digunakan untuk pengembangan program
bina diri secara umum. SWOT dilakukan juga untuk mengetahui fungsi-fungsi pembelajaran
tertentu apakah sudah memiliki kesiapan dan daya dukung terhadap program yang akan
dikembangkan
Program pendidikan Bina Diri dikembangkan berdasarkan hasil asesmen ataupun analisis
lingkungan, alur penyusunan program Bina diri dilakukan melalui tahapan berikut :
14 | P a g e
ASESMEN
HASIL ASESMEN
SKALA PRIORITAS
PROGRAM
PROGRAM:
1. SK/KD
2. Silabus
3. RPP
EVALUASI
Model program yang dikembangkan oleh guru tidak terikat pada salah satu model tetapi
lebih bersifat fleksibel, misalnya untuk program yang dapat diikuti semua siswa dapat
digunakan model tematik, analisis tugas atau silabus mata pelajaran secara klasikal, tetapi
untuk program yang bersifat khusus dapat digunakan Program Pembelajaran Individual (PPI)
atau melalui program sistem ganda.
Yang harus diperhatikan dalam pengembangan program adalah ketersedian sumber daya
yang ada, dukungan lingkungan dan antisipasi berbagai hambatan yang mungkin muncul.
Nama :
15 | P a g e
Kelas :
SK/KD :
16 | P a g e
Aspek Analisis
Program
Waktu
Materi
metoda
Sumber
Media
Evaluasi
Duplikasi/Reguler
Modifikasi /penyesuaian
17 | P a g e
18 | P a g e
II.4
Layanan Pendidikan Awal, yang terdiri dari Program Terapi Intervensi Dini dan Program
Terapi Penunjang. Layanan Pendidikan Lanjutan, yang terdiri Kelas Transisi atau Kelas
Persiapan dan program lanjutan lainnya seperti Program Inklusi, Program Terpadu, Sekolah
Khusus Autis.
Pada dekade terakhir ini, terjadi banyak kemajuan dalam mengenali karakteristik dan
perilaku anak autis, dimana hasil positif tampak pada anak-anak usia muda yang mendapatkan
intervensi dini. Dengan intervensi dini, potensi dasar (functional) anak autis dapat meningkat
melalui program yang intensif. Ini sejalan dengan hipotesa bahwa anak autistik
memperlihatkan hasil yang lebih baik bila program intervensi dini dilakukan pada anak usia
dibawah 5 tahun dibandingkan diatas 5 tahun. Ada beberapa pendapat mengenai efektitas
pada intervensi dini untuk anak autis dan masalah perilakku yang disampaikan oleh Dunlap
dan Fox di tahun 1996 (Dunlap dan Fox dalam Erba 2000):
b. Karena tingkah laku anak balita lebih mudah dipahami, maka program intervensi lebih
mudah dibuat dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu anak bersangkutan.
c. Keberhasilan tampak lebih baik bila adanya kolaborasi antara keluarga dengan anak-anak
yang memerlukan layanan khusus (anak MLK) dibandingkan pada keluarga dengan anak
19 | P a g e
MLK remaja dan dewasa. Karena sistem keluarga mempunyai pengaruh pada
perkembangan anak-anak, maka keikutsertaan keluarga dalam seluruh aspek program
intervensi seharusnya dilakukan sedini mungkin.
d. Autisme biasanya diasosiasikan dengan berbagai perilaku dimana anak, keluarga dan
teman sebayanya mulai terganggu. Oleh sebab itu, lebih mudah melakukan intervensi
pada saat anak masih kecil, sehingga perilaku agrasif dan mnyakutkan diri sendiri seperti
memukulkan kepala (head banging) dan menggigit dapat segera diatasi. Pelayanan
program intervensi dini wajib disediakan untuk seluruh anak-anak MLK termasuk anak
autis.
Untuk program terapi intervensi dini Eropa dalan American Journal of Orthopsychiatry
(Jan, 2000) membahas empat program intervensi dini bagi anak autistic yaitu:
1. DiscreteTrial Training (DTT), dari Lovaas dkk, 1987.
2. Learning Experience an Alternative Program for preshoolers and parents (LEAP), dari
Strain dan Cordisco, 1994.
3. Floor Time, dari Greenspan dan Wider, 1998.
20 | P a g e
Program DTT adalah program individu yang berdasarkan kekurangan pada anak (child’s
deficits), tatapi program intervensinya mengikuti suatu bentuk kurikulum standar. Walaupun
profil anak menentukan program awal, tetapi semua anak harus menguasai bahan yang sama
untuk semua perintah. Pada program Lovaas, orang tua diminta menyediakan 10 jan dari 40
jam terapi setiap minggunya dan orangtua dilatih dalam melakuakan prosedur terapi. Pada
Floor Time orang tua juga dilatih selaku terapis, dan program didasari kekurangan anak itu
sendiri. Baik DTT dan Floor Time dilakukan terutama dirumah. Sebaliknya intervensi dini
pada TEACCH dan program LEAP dilakukan di lingkungan sekolah dengan dukungan
konsultatif dan bantuan untuk program dirumah. Para orangrua ikut serta secara aktif dalam
program terapi, tetapi tidak diminta untuk melakukan intervensi one-on-one untuk anak-
anaknya. TEACCH didasari kelebihan anak (strength), sedangkan LEAP didasari
kelemahaannya (deficits). Semua program menekankan pentingnya program intensif, namun
besar waktu intervensi berkisar antara 15 sampai 40 jam per minggu.
Table : Program terapi intervensi dini untuk anak autistic di SLB Makna Bhakti
Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistic dapat diberikan yang disesuaikan
dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara lain:
a. Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulu sehingga membantu anak
berbicara lebih baik.
e. Terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada
sensorinya.
f. Sensory Integration Terapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya.
22 | P a g e
C. Kelas Transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak autistic yang
telah diterapi secara terpadu dan terstruktur. Program kelas trasnsisi bertujuan membantu anak
autistic dalam mepersiapkan transisi ke benruk layanan pendidikan lanjutan. Dalam kelas
transisi akan digali dan dikembangkan kemampuan, potensi dan minat anak, sehingga akan
terlihat gambaran yang jelas mengenai tingkat keparahan serta keunggulan anak (child’s
deficits and strengths), yang merupakan karakteristik spesifik dari tiap-tiap individu.
Berdasarkan karakteristik dan tingkat kemauan anak yang dicapai dalam program
sebelumnya, dapat dibuat rencana pendidikan lanjutan yang paling sesuai. Kelas Transisi
merupakan titika acuan dalam pemelihan bentuk pendidikan selanjutnya. Kelas Transisi dapat
pula merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan menggunakan acuan
kurikulum SD yang berlaku yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal
ini idealnya penyelenggaraan kelas transisi sedapat mungkin dibawah naungan SD regular.
Siswa kelas transisi pada saat tertentu dapat digabungkan dengan siswa SD regular, sehingga
siswa-siswa ini dapat bersosialisasi dengan anak yang lain. Jadi tujuan kelas transisi adalah
membantu anak MLK dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler, dan kebentuk
layanan pendidikan lanjuarn lainnya.
Prasyarat umum:
Anak autistic sudah pernah menjalani pernah menjalani terapi intervensi dini.
Karakteristik anak: tidak mendistraksi teman lain dan tidak terdistraksi oleh adanya teman
lain (bisa belajar secara kasikal).
Diperlukan guru terlatih dan terapis, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku,
terapis bicara, terapis okupasi dsb)
Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai
bidang ilmu (psikolog, pedagogi, speech pathologist, terapis, guru dan orang rua/relawan)
Karakteristik anak: verbal, sudah dapat menerima instruksi dan sudah ada kontak mata,
dengan batasan kemampuan adalah program kurukulum awal dari manual yang dibuat oleh
Catherine Maurice, 1996.
23 | P a g e
Masalah utama adalah dalam sosialisasi dan akademis, termasik maslaha konsentrasi,
kepauhan dan dalam berinteraksi dengan teman sebaya.
Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah regular untuk memudahkan proses transisi
dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas regular pada saat olah raga atau
istirahat atau prakarya dsb)
Walaupun anak sudah patuh dan dapat berkonsentrasi pada saat terapi, tetapi di kelas transisi
anak masih memerlukan waktu penyesuaian untuk dapat mengikuti tatacara pengajaran yang
berbeda dengan pada saat terapi. Anak biasa ditangani dengan guru khusus sendirian, dan di
kelas anak harus berbagi dengan teman-temannya dengan bahasa guru yang berbeda dengan
terapisnya dan bersifat klasikal. Ia perlu belajar mengenal dan mengikuti peraturan di
sekolahnya, berinteraksi/bersosialisasi dengan teman sebayanya dan harus mengerti instruksi
guru dengan cepat.
Program pendidikan Inklusi dilaksanakan pada sekolah regular yang menerima anak MLK
termasuk anak atustuk. Karakteristik anak untuk program ini adalah anak sudah “sembuh”
yang artinya sudah mampu mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal,
berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai
anak seusianya. Program ini dapat berhasil bila ada:
Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal
Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah
umum. Sebelum masuk sekolah anak diperkenalkan pada lingkungan sekolah dengan
mengikuti kegiatan kegiatan tertentu bersama-sama dengan anak-anak regular, seperti olah
raga, musik, tari, upacara, dsb.
24 | P a g e
Idealnya dalam satu kelas sebaiknya hanya ada satu anak autistic. Batasan kemampuan
adalah program kurikulum menengah dan lanjut dari manual yang dibuat oleh Catherine
Maurice, 1996.
Sebaiknya anak autistic didampingi oleh seorang guru pembimbing khusus (GPK) dan
atau guru pendamping/shadow. Guru pembimbing khusus (GPK) adalah ortopedagog (tenaga
ahli PLB) yang bertugas sebagai:
Sedangkan guru pendamping/shadow adalah seorang yang dapat membantu guru kelas
dalam mendampingi anak autistic pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat
berjalan lancer tanpa gangguan. Prasyarat menjadi guru pendamping/shadow adalah:
Banyak persepsi yang salah mengenai guru pendamping ini. Guru pendamping bukanlah
asisten anak sekolah yang bertugas membantu anak dalam segala hal. Guru kelas tetap
mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya
peraturan yang berlaku. Tugas seorang guru pendamping/shadow adalah:
Pada kenyataannya dari Kelas Transisi terevaluasi bahwa tidak semua anak autistic dapat
transisi ke sekolah regular. Kemampuan dan kebutuhan anak autistic berbeda-beda, dimana
ada yang dapat belajar bersama anak di sekolah regular dalam satu kelas, ada yang hanya
mampu bersama-sama hanya untuk mata pelajaran tertentu saja. Bahkan ada yang sama sekali
tidak dapat belajar dalam satu kelas. Karakteristik anak autistic seperti ini memerlukan
penanganan secara intensif akan pelajaran yang tertinggal dari teman-teman sekelasnya.
Dalam hal ini secara teknis pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan terpadu
memerlukan kelas khusus yang hanya akan digunakan oleh anak autistic jika anak tersebut
memerlukan bantuan dari guru pembimbing khusus (GPK) atau guru pendamping (shadow),
untuk pelajaran tertentu yang tidak dimengertinya. Jadi tidak selamanya anak tersebut berada
dikelas khusus. Anak masih dapat ikut serta dalam kegiatan sekolah seperti saat upacara,
kegiatan olah raga dan kesenian, karya wisata dsb. Program ini akan berhasil bila:
Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (mempunyai IEP/Program
Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya) Anak dapat “tamat” (bukan lulus) dari
sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan dikelasnya bersama-sama teman
sekelasnya/peers.
Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah
umum.
Sekolah ini diperuntukkan bagi anak autis yang tidak memungkinkan mengikuti
pendidikan dan pengajaran di sekolah regular (terpadu dan inklusi). Karakteristik anak ini
adalah sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya ditraksi disekeliling mereka.
Dalam hal ini, anak tersebut diberi pendidikan dan pengajaran yang difokuskan dalam
program fungsional, misalnya Program Bina Diri (ADL), bakat dan minat, yang sesuai
dengan potensi yang dimiliki oleh anak autistic. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang
sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, computer, matematika,
keterampilan dsb. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga
potensi mereka dapat dikembang secara maksimal. Contohnya kelas keterampilan, kelas
pengembangan olahraga, kelas musik, kelas seni lukis, kelas computer, dll.
26 | P a g e
Contoh program pendidikan di Sekolah Khusus Autistik, terdiri dari program dasar
(kemampuan kognitif, bahasa, sensomotorik, kemandirian, sosialisasi, seni dan bekerja),
program keterampilan (melukis, memasak, menjahit, sablon, kerajinan, kayu, dsb) dan
program-program lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan anak.
II.5
A. Identitas Sekolah
2. Lokasi sekolah : Jl. Dakota V/22 Kec. Kemayoran Jakarta Pusat DKI Jakarta
Sekolah ini berada di pinggir jalan lingkungan perumahan, selain itu berdekatan dengan
SDN 03, 04,05.
3. Keadaan atau kondisi SDLB B/C MAKNA BHAKTI cukup terawat, gedung terdiri
dari dua lantai, mempunyai lapangan olahraga, mempunyai pagar yang cukup tinggi
karena sekolah ini terletak di pinggir jalan, komplek sekolah yang juga ditempati oleh
SMP LB Makna Budi Bhakti dan SMA Makna Budi Bhakti
4. Sekolah ini terdiri dari dua lantai dan memiliki ruangan diantaranya:
1. Ruang kelas
27 | P a g e
Ruang kelas berjumlah 7 kelas
Ruang kepala sekolah berjumlah 1 ruangan yang terletak lantai dasar berada jauh
dari ruangan kelas dan menyatu dengan ruangan administrasi SDLB B/C MAKNA
BHAKTI
• Lemari-lemari
• TV, radio
• Dispenser
• Sofa
3. Ruang guru
• Papan pengumuman
• 1 Lemari tempat hasil portofolio murid serta tempat alat kegiatan belajar
mengajar lainnya.
• Meja, kursi
28 | P a g e
4. Ruangan kelas
• Di dalam ruangan kelas terdapat meja dan kursi murid, meja dan kursi guru,
lemari, papan tulis, papan absent, media gambar serta poster yang menempel
pada dinding kelas.
• Penerangan
Satu buah lampu dan jendela kaca sehingga cahaya matahari dapat masuk kedalam
ruangan kelas.
• Ventilasi
Setiap ruangan memiliki ventilasi yang cukup baik karena terdapat banyak jendela
dan lubang ventilasi serta 1 buah kipas angin
• Alat peraga/media
5. Musholla
6. Ruang terapi
B. Keadaan siswa
Jumlah siswa keseluruhan di SDLBS Makna Bhakti ± 88 siswa, siswa yang aktif ± 85
orang, baik tuna rungu, tuna grahita, dan autis
29 | P a g e
• Jumlah penjaga sekolah : 1 orang
Administrasi guru : Absensi siswa, RPP, silabus, KTSP, buku evaluasi, dll.
Kegiatan olahraga dan kesenian dilakukan secara klasikal dan secara teratur.
Sistem Evaluasi : assesment Autentik, meliputi penilaian tiga ranah yaitu afektif,
psikomotor, dan kognitif. Ujian yang dilaksanakan hampir sama
seperti sekolah reguler dengan tingkat kognitif agak mudah dan
30 | P a g e
bentuk soal ujian didominasi oleh gambar- gambar sebagai
simbol yang mereka pahami.
Sumber buku yang dipakai : buku yang dipakai siswa berupa buku buatan wali kelas yang
telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan tingkat
kemampuan per individu.
Kegiatan ekstrakurikuler : Seni musik gamelan, tata rias, tata boga, tata busana, dsb
1. Ruang komputer
Laboratorium komputer sarana belajar bagi guru dan
siswa dalam keterampilan komputer.
31 | P a g e
2. Ruang keterampilan tata busana
4. Ruang Kecantikan
Sarana belajar dimana didalamnya dikembangkan
keterampilan tata kecantikan merias wajah dan menata
rambut.
32 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
33 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
http//www.dit.plb.com
http//www.slbn yogyakarta.com
http//www.anakciremai.com
http//www.kompas.com
34 | P a g e