You are on page 1of 13

Analisa Tekno Ekonomi Pembuatan Biodiesel Dari Ampas Kelapa (Cocos Nucifera) Sebagai Bakar Alternatif *) Alfa Lumempow/

070 316 002 **) Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsumsi bahan bakar minyak khususnya minyak solar merupakan salah satu masalah utama ketersediaan energi di Indonesia, ditengah menurunnya produksi minyak mentah secara alami. Di samping itu, efek yang ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil dapat membahayakan lingkungan dan kelangsungan hidup manusia. Kenyataan tersebut menuntut dikembangkannya bahan bakar alternatif yang bersifat terbarukan (renewable) dan ramah lingkungan. Bahan bakar alternatif yang banyak dikembangkan saat ini adalah fatty acid methyl ester (FAME) yang lebih dikenal dengan nama biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari ester-ester metil asam-asam lemak. Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi dari trigleserida berbagai tumbuhan dan hewan dengan rute konversi reaksi alkoholisis atau transesterifikasi trigleserida dan esterifikasi asam-asam lemak bebas dengan metanol atau etanol ester metil dan gliserol (Markopala, 2007). Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang dianggap cocok untuk dikembangkan mengingat Indonesia sangat kaya akan tumbuh-tumbuhan penghasil minyak, di mana ada sekitar 50 jenis tumbuhan dapat diolah menjadi sumber bahan baku biodiesel. Penggunaan biodiesel memberikan beberapa keuntungan yaitu tidak memerlukan modifikasi mesin diesel yang telah ada, menghasilkan emisi CO , SO , jelaga, CO dan hidrokarbon yang lebih rendah
2 2

dibandingkan dengan emisi dari petroleum diesel, tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang terlibat pendek, kandungan energi yang hampir sama dengan minyak diesel (sekitar 80% dari kandungan petroleum diesel),

(*) Disampaikan dalam Seminar Usulan Penelitian Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNSRAT, pada tanggal 2012

(**) Mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian UNSRAT, dibawah bimbingan Ir. Dedie Tooy, MSi, PhD., Ireine Longdong, STP, MP. Dan Herry Pinatik, STP, MSi.

bilangan cetana yang tinggi, penyimpanan mudah karena titik nyala yang tinggi, terbarui dan biodegradable. Kelapa (Cocos nucifera ) adalah salah satu bahan baku potensial pembuatan biodiesel yang ketersediaannya di dalam negeri cukup melimpah. Minyak kelapa merupakan

komoditas yang berharga cukup mahal di pasar internasional, karena sangat dibutuhkan oleh industri oleokimia dan pangan. Untuk menghindari persaingan penyediaan minyak kelapa sebagai bahan baku kedua industri tersebut, maka dalam memproduksi biodiesel dapat memanfaatkan minyak kelapa yang masih terkandung di dalam ampas kelapa. Ampas kelapa merupakan hasil samping dari ekstraksi daging kelapa untuk mendapatkan santan sebagai bahan baku pembuatan minyak kelapa. Kandungan minyak di dalam ampas kelapa berkisar 12,2 - 15,9% sehingga merupakan potensi yang besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Selama ini ampas kelapa hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan, sisanya terbuang sebagai limbah. Pengolahan menjadi biodiesel akan meningkatkan nilai tambah dari ampas kelapa. Minyak nabati dalam ampas kelapa mengandung trigliserida dan dapat

ditransesterifikasi sehingga dapat terbentuk fatty acid methyl ester (FAME) dari ampas kelapa. Ester metil dan asam-asam lemak yang terkandung dalam FAME memiliki struktur yang sama dengan trigliserida dalam minyak nabati yang ditransesterifikasi sebagai biodiesel, yaitu tersusun atas asam-asam lemak biodiesel dan alkil yang membentuk ester metil (Markopala, 2007). Pembuatan biodiesel yang umum dilakukan adalah dengan reaksi

transesterifikasi/esterifikasi yaitu mereaksikan minyak nabati dengan metanol/etanol dan katalis. Sedangkan untuk membuat biodiesel dari ampas kelapa dilakukan dengan langsung mereaksikan ampas kelapa dengan metanol dan katalis, tanpa terlebih dahulu mengekstraksi minyak yang terkandung di dalam ampas kelapa. Proses ini dikenal dengan reaksi transesterifikasi in situ (ekstraksi dan transesterifikasi serempak). Berdasarkan uraian diatas, Penulis berusaha untuk mengkaji ampas kelapa yang memiliki kandungan trigliserida dalam minyak nabati yang dapat ditransesterifikasi sehingga terbentuk fatty acid methyl ester (FAME) dari ampas kelapa. FAME yang terbentuk dari ampas kelapa ini dapat digunakan sebagai sumber alternatif bahan pembuatan biodiesel.

1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh sumber energi alternatif (biodiesel) yang berasal dari ampas kelapa dengan nilai guna yang tinggi, serta mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi (diesel) yang persediaannya semakin menipis. 1.3 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini akan dihasilkan biodiesel yang memiliki emisi polusi rendah dengan nilai guna tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber energi alternatif untuk bahan bakar bermesin diesel dengan sifat yang ramah lingkungan.

Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Trigliserida 2.1.1 Trigliserida dalam Minyak Nabati Trigliserida merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Minyak nabati secara umum mengandung senyawa asam lemak (fatty acid), alkil ester dan glikoprotein. Pada umumnya trigliserida dalam minyak nabati membutuhkan katalisator dan transesterifikasi untuk mengkode basa protein sehingga fatty acid methyl ester (FAME) dapat terbentuk secara sempurna. Trigliserida dalam minyak nabati banyak ditemukan pada tanaman yang dikembangkan sebagai sumber makanan. Trigliserida yang telah ditransesterifikasi dan membentuk FAME memiliki susunan yang sama dengan biodiesel, yaitu ester metil serta asam-asam lemak. Berdasarkan struktur trigliserida dalam minyak nabati yang ditransesterifikasi dan terjadi pembentukan FAME, semua minyak nabati dapat diolah dan digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil (Nanda Najih, 2010). Semakin tinggi kandungan minyak nabati dalam tanaman, semakin tinggi pula kandungan trigliserida dan FAME yang terbentuk. Berikut ini data berbagai macam tanaman penghasil minyak nabati serta tingkat produktifitasnya. Tabel 1. Berbagai MacamTanaman Penghasil Minyak Nabati dan Tingkat Produktifitasnya
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama Indonesia Sawit Kelapa Alpokat Kacang Brazil Kacang Makadam Jarak pagar Jojoba Kacang pekan Jarak kaliki Zaitun Kanola Nama Latin Elaeis guineensis Cocos nucifera Persea americana Bertholletia excelsa Macadamia ternif Jatropha curcas Simmondsia califor Carya pecan Ricinus communis Olea europea Brassica napus Papaver somniferum Kg-/ha/thn 5000 2260 2217 2010 1887 1590 1528 1505 1188 1019 1000 978

Opium 12 Sumber : Soerawidjaja (2006)

2.1.2 Trigliserida dalam Ampas Buah Kelapa Potensi buah kelapa di dunia sangat besar. Hal ini ditandai dengan perolehan kelapa yang mencapai 226 kg per hektar per tahun (dapat dilihat pada Tabel 2.1). Keunggulan trigliserida yang dapat membentuk FAME dalam minyak nabati pohon kelapa (Cocos nucifera) dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif biodiesel. Kandungan asam lemak jenuh tinggi yang dimiliki trigliserida dapat membentuk FAME dalam jumlah yang tinggi pula. Ampas buah kelapa yang merupakan bahan sisa setelah pengolahan buah kelapa memiliki kandungan minyak nabati total 12-15% per buah. Jumlah tersebut cukup berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai biodiesel. Kandungan trigliserida yang tersisa dalam ampas buah kelapa dapat ditransesterifikasi sehingga terkumpul kandungan FAME ampas kelapa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif biodiesel (Markopala, 2007). 2.2 Biodiesel Metil ester atau biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang bersifat terbarukan karena bersumber dari sumber daya hayati, seperti minyak nabati. Minyak nabati mempunyai potensi sebagai bahan bakar yang terbarukan, sekaligus sebagai alternatif bahan bakar minyak yang berbasis minyak bumi (Yulianingtyas, 2011). Biodiesel sebagai bahan bakar alternatif memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum (Haryanto, 2007). Kelebihan tersebut antara lain (1) merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi, (2) mempunyai bilangan setana yang tinggi, (3) mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx, dan (4) terdapat dalam fasa cair. Yulianingtyas (2011) menambahkan bahwa penggunaan biodiesel memiliki keuntungan antara lain emisi biodiesel yang bebas sulfur, meningkatkan pendapatan petani, mengurangi beban impor akan bahan bakar, serta karakteristik biodiesel tidak berbeda jauh dengan solar. Dengan keunggulan-keunggulan di atas, biodiesel dapat menjadi bahan bakar minyak yang dapat dikomersialisasikan dan memiliki nilai tambah lebih tinggi daripada solar. 2.3 Transesterifikasi Transesterifikasi adalah tahap konversi trigliserida menjadi alkil ester melalui reaksi dengan alkohol dan menghasilkan produk samping gliserol. Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti NaOH, KOH, NaOCH3 dan KOCH3 (Kusumaningtyas, 2011). Pada prinsipnya transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari

minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (metanol) menjadi metil ester. Reaksi transeseterifikasi merupakan reaksi yang bersifat reversible dengan kalor reaksi kecil. Pergeserannya reaksi ke arah produk biasanya dilakukan dengan menggunakan alkohol berlebih. Metanol, etanol, propanol dan butanol banyak digunakan dalam reaksi ini (Kusumaningtyas, 2011). Pelarut metanol lebih sering digunakan karena harganya lebih murah dibandingkan dengan alkohol jenis lainnya dan dapat bereaksi cepat dengan trigliserida serta dapat melarutkan katalis asam dan basa. Selain itu, secara fisiko-kimia metanol bersifat polar dan memiliki rantai paling pendek. Rendemen transesterifikasi juga dapat diperbaiki dengan penggunaan katalis basa yang berlebih untuk minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi, karena asam lemak bebas yang tidak teresterifikasi dapat dikonversi menjadi garam alkalinya/sabun (Haas et al.,2003 dalam Kusumaningtyas, 2011). Tetapi terbentuknya sabun menyulitkan proses pencucian dan memungkinkan hilangnya produk yang berguna. Alternatifnya, proses dilakukan dengan dua tahapan proses yang menggunakan katalis asam dan katalis basa. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa H2SO4 harus dilakukan pada minyak yang bersih, bebas air dan tidak mengandung katalis. Menurut Kusumaningtyas, (2011) kandungan asam lemak bebas dan air yang lebih dari 0,3% dapat menurunkan rendemen transesterifikasi. Berdasarkan penelitian Lee et al. (2002) dalam Kusumaningtyas, (2011) rendemen transesterifikasi dapat ditingkatkan dari 25% menjadi 96% dengan memurnikan minyak jelantah yaitu menurunkan kadar asam lemak bebas dari 10% menjadi 0,23% dan kadar air dari 0,2% menjadi 0,02%. Mekanisme reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi Proses transesterifikasi yang umumnya dilakukan pada minyak hasil ekstraksi bahan alami dilakukan pada rasio mol metanol:minyak 6:1 dengan 1% katalis basa (NaOH atau KOH) pada 60 0C selama 1 jam (Nurinawati et al,. 2007). Transesterifikasi merupakan reaksi yang berlangsung dalam 3 tahap. Pertama, trigliserida (TG) dihidrolisis menjadi digliserida

(DG), selanjutnya digliserida dihidrolisis menjadi monogliserida (MG) yang akhirnya membentuk alkil ester dan gliserol (Darnoko & Cheryan 2000 dalam Kusumaningtyas, 2011).

Gambar 2. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Proses konversi pada reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan kondisi yang berasal dari minyak, seperti kadar air dan asam lemak bebas. Sedangkan faktor eksternal merupakan kondisi yang berasal dari luar bahan, seperti suhu reaksi, waktu reaksi, kecepatan pengadukan, rasio metanol dan jenis katalis yang digunakan.

Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Rancangan Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental untuk menguji efektifitas trigliserida dalam minyak nabati yang ditransesterifikasi sehingga terbentuk FAME ampas buah kelapa. Pada penelitian ini menggunakan variasi pengaruh jumlah katalis kalium metoksida dan suhu/ temperatur reaksi pada proses transesterifikasi in situ terhadap FAME dan gliserol yang dihasilkan. 3.1.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboraturium Pascapanen Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi selama kurang lebih 2 bulan. 3.1.3 Diagram alir pelaksanaan penelitian Persiapan alat dan bahan

Transesterifikasi minyak nabati ampas kelapa dengan variasi tertentu

Pemisahan FAME dan gliserol

Pencucian dan pemurnian biodiesel hasil transesterifikasi

Pemisahan FAME dan air

Pengeringan biodiesel Instrumen Penelitian

3.2 Instrumen Penelitian 3.2.1 Alat


1. Labu destilasi (penyulingan) yang dilengkapi dengan kondensor dan termometer

2. Bunsen burner (pembakar bunsen) 3. Pengaduk magnet (magnetic stirrer) 4. Corong pisah 5. Dekantator 6. Gelas kimia 7. Oven 8. Alat pengepres 3.2.2 Bahan 1. Minyak nabati Penelitian ini menggunakan minyak nabati sebanyak 1 liter dari ampas buah kelapa sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Minyak nabati didapatkan melalui proses pengepresan ampas buah kelapa(Sistem basah). 2. Alkohol Alkohol yang digunakan di dalam penelitian ini adalah adalah metanol (CH OH).
3

Kemurnian yang digunakan untuk metanol adalah 99,5 %. 3. Katalis Katalis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu katalis basa KOH sebanyak 0,3 liter untuk reaksi transesterifikasi.

3.2.3 Proses Pembentukan FAME Sebagai Biodiesel a. Transesterifikasi Trigliserida Transesterfikasi meliputi pencampuran minyak ampas buah kelapa dan metanol dengan menggunakan katalis KOH. Hasil campuran dimasukkan dalam labu destilasi. Temperatur bunsen burner sebagai pemanas diukur dengan termometer, yaitu 60C (agar tidak terjadi denaturasi pada katalis). Dalam proses transesterifikasi diperlukan kondensor untuk mengembalikan metanol yang telah teruapkan kembali ke dalam labu reaksi. Perbandingan metanol dengan minyak nabati ampas buah kelapa dan lama waktu transesterifikasi menggunakan variasi yang telah ditentukan. Selama transesterifikasi dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer.

b. Pemisahan Gliserol Untuk mendapatkan FAME murni, diperlukan pemisahan antara FAME dan produk transesterifikasi sampingan (gliserol). Setelah reaksi transesterifikasi selesai, produk didiamkan selama 15 menit hingga membentuk 2 fasa (lapisan). Fasa atas merupakan FAME dan fasa bawah adalah gliserol. Sifat fisis fasa FAME berwarna kekuningan sedangkan fasa gliserol berwarna kuning lebih gelap. Langkah selanjutnya adalah pemisahan FAME dan gliserol menggunakan corong pisah. c. Pencucian dan Pemurnian FAME Hasil Transesterifikasi Setelah FAME dipisahkan dari gliserol, dilakukan pencucian untuk mendapatkan FAME yang lebih murni. Pencucian dilakukan dengan air dan terbentuk 2 fasa, yaitu FAME dan air yang terdekomposisi dengan gliserol. FAME dicuci dengan air sejumlah 10% dari volume FAME. Pemisahan FAME dengan air pencuci dilakukan dengan cara dekantasi. d. Pengeringan FAME FAME yang telah dicucui harus dikeringkan untuk menghilangkan sisa-sisa air saat pencucuian. Pengeringan FAME dilakukan dengan memasukkan produk FAME (di dalam gelas kimia) ke dalam oven dengan suhu 90C dan didiamkan selama 2 jam. Pengeringan FAME menggunakan prinsip perbedaan kecepatan penguapan antara air dan FAME.

3.3 Variasi Variasi yang dilakukan adalah variasi jumlah metanol (4 variasi yang digunakan yaitu 0,2, 0,3, 0,4, dan 0,5 liter) dan waktu reaksi pada saat transesterifikasi (4 variasi yaitu 30, 40, 60, 70 menit). Adapun temperatur reaksi pada saat transesterifikasi menggunakan suhu margin maksimal (60 C).

10

Bab IV Daftar Pustaka Afif, Nanda. 2010. Pemanfaatan Fatty Acid Methyl Ester (Fame) Ampas Buah Kelapa (Cocos Nucifera) Sebagai Sumber Alternatif Biodiesel. Karya Tulis Ilmiah. Jombang: SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT RSBI. Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman 19952009. Jakarta : Badan Pusat Statistik Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional, 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 047182:2006 tentang Biodiesel. Jakarta: BSN. Dadang. 2008. Jarak Pagar: Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar Swadaya. Deli, Nur Asma. 2011. Disain Proses Produksi Biodiesel Dari Residu Minyak Sawit dalam Tanah Pemucat Bekas. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi, Hanafie H, Reksowardjojo IK, Rivai M, Ihsanur M, Suryadarma P, Tjitrosemito S, Soerwidjaja TH, Prawitasari T, Prakoso T, Purnama W. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta : Penebar Swadaya. Haryanto B. 2007. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel (Pengenalan I). Sumatera : USU Digital Library, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Kartika IA, Yuliani S, Ariono D. 2009. Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak Melalui Transesterifikasi In Situ. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II-DIKTI. Departemen Teknologi Industri Pertanian. FATETAIPB. Kusumaningtyas, Nur Widi. 2011. Proses Esterifikasi Transesterifikasi In Situ Minyak Sawit Dalam Tanah Pemucat Bekas Untuk Proses Produksi Biodiesel. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press. Markopala, P. 2007. Studi Efektivitas Transesterifikasi In Situ Pada Ampas Kelapa (Cocos nucifera) Untuk Produksi Biodiesel. Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Markopala, P. 2010. Ampas Kelapa, Bahan Baku Alternatif Pembuatan Biodiesel. http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/index.php/id/berita/183. Diakses tanggal 25 maret 2012.

11

Murniasih, Dedeh. 2009. Kajian Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum. L).Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nazir, Novizar. 2011. Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas l.) Melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen Dan Detoksifikasi. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Nurinawati, Seinda dan Uminah, Fara. 2007. Pembuatan Biodiesel Langsung Dari Sumber Bahan Minyak Lemak. Skripsi. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Sahirman. 2009. Perancangan Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Biji Nyamplung (Calopyllum inophyllum). Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soerawidjaja, Tatang H., Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel, Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Bio-diesel sebagai Energi Alternatif Masa Depan, UGM Yogyakarta, 15 April 2006 (a). Soerawidjaja, Tatang H., Energi Alternatif dari Kelapa, Makalah yang disajikan pada Konperensi Nasional Kelapa ke-VI (KNK-6), Gorontalo, 16 18 Mei 2006 (b). Yulianingtyas, Putri. 2011. Kajian Proses Produksi Biodiesel Melalui Transesterifikasi In Situ Biji Jarak Pagar (jatropha curcas l.) Pada Skala Pilot. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

12

SURAT PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN Nama NIM Jurusan Prog. Studi Judul : Alfa Lumempow : 070 316 002 : Teknologi Pertanian : Teknik Pertanian : Analisa Tekno Ekonomi Pembuatan Biodiesel Dari Ampas kelapa (Cocos Nucifera) Sebagai Bakar Alternatif

Mengetahui Dosen Pembimbing

Ir. Dedie Tooy, MSi, PhD Ketua Dosen Pembimbing

Ireine Longdong, STP, MP Anggota Dosen Pembimbing

Herry Pinatik, STP, MSi. Anggota Dosen Pembimbing

13

You might also like