You are on page 1of 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kehamilan 2.1.1 Pengertian kehamilan Kehamilan adalah sebuah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang kemudian bertemu dengan spermatozoa dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan bertumbuh. Lama kehamilan normal adalah 280 hari atau 40 minggu atau 9 bulan 7 hari, dihitung dari hari pertama haid terakhir (Saifudin, 2002). Kehamilan matur (cukup bulan) berlangsung kirakira 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan berlangsung antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur, sedangkan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan post matur. Seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0. Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1 (Manuaba, 2005). Kehamilan pertama ini merupakan pengalaman baru yang menjadi faktor pemicu stress atau disebut stresor bagi suami dan istri (Depkes RI, 1999). Kehamilan merupakan merupakan pengalaman yang biasa dalam kehidupan setiap wanita. Berbagai macam perasaan mungkin muncul, tidak sedikit pula yang merasa cemas dan khawatir. Kekhawatiran ini mungkin lebih disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan informasi yang diperoleh ibu. Seseorang yang akan menjadi ibu perlu mempunyai pengetahuan tentang kehamilan (Wiknjosastro, 2002). Seorang ibu belum tentu dikatakan hamil apabila hanya memiliki tandatanda seperti terlambat haid, mual, muntah, dan perut dan payudara membesar. Karena dikatakan hamil apabila sudah terdengar bunyi denyut jantung janin serta terlihatnya tulang janin melalui ultra sonografi (USG) dan dalam foto rontgen (Mochtar, 2002). 2.1.2 Fisiologi kehamilan Setiap bulan wanita melepas satu atau dua sel telur (ovum) dari indung telur (ovulasi). Kemudian pada tempat yang paling mudah sel sperma masuk dan

kemudian bersatu dengan sel telur (konsepsi). Ovum yang telah dibuahi segera membelah diri sambil bergerak menuju ruang rahim kemudian melekat pada mukosa rahim untuk selanjutnya bersarang di ruang rahim (nidasi). Dari pembuahan sampai nidasi diperlukan waktu kira-kira 6 sampai 7 hari. Untuk menyuplai darah dan zat makanan dari ibu ke janin, dipersiapkan uri (plasenta). Jadi untuk setiap kehamilan harus ada ovum (sel telur), spermatozoa (sel mani), pembuahan (konsepsi), nidasi dan plasentasi (Mohctar, 1998). Proses kehamilan merupakan mata rantai berkesinambungan. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya kehamilan normal kira-kira 280 hari (40 minggu) sampai 300 hari (42 minggu) yang terhitung dari haid terakhir. Kehamilan 40 minggu disebut kehamilan cukup bulan, bila kehamilan lebih dari 42 minggu disebut kehamilan post matur. Kehamilan dibagi 3 fase yaitu trimester I (antara 0 sampai 12 minggu), trimester II (antara 12 minggu sampai 28 minggu), dan trimester III (antara 28 minggu sampai 40 minggu) (Manuaba, 2005). 2.1.3 Tanda-tanda kehamilan Menurut Wiknjosastro (2005) pada wanita hamil terdapat tanda dan gejala antara lain sebagai berikut : 1. Tanda dugaan hamil yaitu: a. Amenore (tidak dapat haid) Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak haid lagi. Penting diketahui tanggal hari pertama haid terakhir supaya dapat ditentukan tuanya kehamilan dan perkiraan persalinan. b. Nausea (mual) dan emesis (muntah) Muntah atau morning sickness merupakan salah satu tanda-tanda dugaan hamil. Mual umumnya terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan disertai kadang-kadang dipicu oleh emosi dan biasanya akan berakhir pada minggu ke-14. Morning sickness dalam batas-batas tertentu merupakan suatu hal yang fisiologik. Bila terlampau sering, dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan disebut Hiperemesis Gravidarum. Setiap wanita hamil juga memiliki tingkat derajat mual yang berbeda beda, ada yang tidak terlalu merasakan perasaan mual dan muntah, tetapi

ada juga yang merasakan sangat mual dan ingin muntah setiap saat sehingga memerlukan pengobatan (Evans, 2007). c. Mengidam (menginginkan makanan atau minuman tertentu) Mengidam sering terjadi pada bulan-bulan pertama akan tetapi menghilang seiring dengan meningkatnya usia kehamilan. d. Pingsan Sering dijumpai bila berada pada tempat-tempat ramai, dianjurkan pada bulan-bulan pertama tidak berada ditempat tersebut. Keadaan ini akan hilang sesudah kehamilan 16 minggu. e. Payudara Tegang dan Membesar Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang duktuli dan alveoli di payudara. f. Anoreksia (tidak nafsu makan) Pada bulan-bulan pertama kehamilan terjadi anoreksia, tetapi setelah itu nafsu makan timbul lagi. Hendaknya dijaga jangan sampai salah pengertian makan untuk dua orang sehingga kenaikan berat badan tidak sesuai dengan meningkatnya usia kehamilan. g. Sering kencing Kejadian ini terjadi karena kandung kencing pada bulan - bulan pertama kehamilan karena tertekan uterus yang mulai membesar. Pada trimester kedua umumnya keluhan ini hilang oleh karena uterus yang mulai membesar dari rongga panggul dan menekan kembali kandung kencing. h. Obstipasi (sulit buang air besar) Keadaan ini karena pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik usus. i. Pigmentasi kulit Terjadi pada usia kehamilan 12 minggu keatas pada pipi hidung dan dahi. Kadang-kadang nampak deposit pigmen yang berlebihan dikenal sebagai kloasma gravidarum. Aerola mamae lebih hitam karena didapatkan deposit pigmen yang berlebih.

j. Varices Karena pengaruh dari estrogen dan progesteron terjadi penumpukan pembuluh darah vena. Penumpukan pembuluh darah itu terjadi disekitar genetalia eksterna, kaki, betis dan payudara. Penumpukan pembuluh darah ini dapat menghilang setelah persalinan. 2. Tanda pasti kehamilan Gerakan janin pada primigravida dapat dirasakan oleh ibunya pada kehamilan 18 minggu sedang pada multigravida pada 16 minggu oleh karena sudah berpengalaman dari kehamilan terdahulu. Gerakan janin kadang-kadang pada kehamilan 20 minggu dapat diraba secara obyektif oleh pemeriksa, balotemen dalam uterus sudah dapat diraba pada kehamilan lebih tua. Bila dilakukan pemeriksaan dengan sinar rontgen kerangka fetus mulai dapat dilihat. Dengan alat fetal elektro cardiograph denyut jantung janin dapat dicatat pada kehamilan 12 minggu (Wiknjosastro, 2002). Pada trimester kedua terasa gerakan janin lebih gesit. Bunyi jantung janin juga dapat didengar lebih jelas. Bagian-bagian besar janin ialah kepala dan bokong dan bagian-bagian kecil ialah kaki dan lengan dapat pula diraba dengan jelas. Pada primigravida kepala janin mulai turun pada kehamilan kira-kira 36 minggu sedang pada multigravida pada kira-kira 38 minggu (Manuaba, 1999). Secara keseluruhan maka diagnosis pasti kehamilan dapat ditegakan apabila dapat diraba dan kemudian dikenal bagian-bagian janin, dapat dicatat dan didengar bunyi jantung janin dengan beberapa cara, dapat dirasakan gerakan janin dan balotemen, pada pemeriksaan dengan sinar rontgen tampak kerangka janin (Manuaba, 1999). Dengan ultrasonografi (scanning) dapat diketahui ukuran kantong janin, panjang janin (crown rump) dan diameter biparietalis hingga dapat diperkirakan tuanya kehamilan dan selanjutnya dapat dipakai untuk menilai pertumbuhan janin (Manuaba, 1999).

2.2 Konsep Dasar Hiperemesis Gravidarum 2.2.1 Pengertian hiperemesis gravidarum Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan, sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu dan keadaan umum ibu menjadi buruk (Prawirohardjo, 2006). Pada keadaan ini ibu hamil sering memuntahkan segala sesuatu yang telah dimakan dan diminum sehingga berat badannya dapat menurun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri (Sastrowinata, 2004). Selain itu, hiperemesis gravidarum yang berlangsung terus menerus dapat menyebabkan kekurangan zat nutrisi yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga perlu segera dilakukan pengobatan (Wiknjosastro, 2005). Selama trimester pertama dari usia kehamilan janin merupakan keadaan yang sulit bagi ibu hamil. Karena pada periode ini ibu hamil sering merasakan mual dan muntah. Mual dan muntah ini mulai terjadi pada bulan bulan pertama kehamilan dan biasanya akan berakhir pada minggu ke- 14 (Wiknjosastro, 2005). Namun pada beberapa ibu hamil keadaan ini dapat menjadi sangat berat dan membutuhkan penanganan yang serius (Evans, 2007). Apabila keadaan ini tidak segera diatasi maka mual dan muntah ini dapat berlangsung terus sampai pada minggu ke- 21 hingga sepanjang masa kehamilannya. Mual dan muntah selama masa kehamilan yang dapat menyebabkan perubahan pada keadaan umum ibu hamil seperti berat badan yang menurun serta mengalami dehidrasi maka keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum (Wiknjosastro, 2005). Penilaian mengenai mual dan muntah yang terjadi pada ibu hamil selama periode trimester pertama memiliki peranan yang sangat penting untuk mencegah terjadinya hiperemesis gravidarum (Davis, 2004). 2.2.2 Etiologi hiperemesis gravidarum Penyebab dari hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti dan belum ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, dan juga tidak ditemukan adanya kelainan biokimia. Perubahan perubahan anatomi pada otak, jantung, hati, dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain. Beberapa faktor -faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis yaitu:

a. Faktor organik: masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal, perubahan metabolik akibat hamil, resistensi yang menurun dari pihak ibu dan alergi. b. Faktor psikologis: rumah tangga yang retak, hamil yang tidak diinginkan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu dan kehilangan pekerjaan (Wiknjosastro, 2005). c. Faktor endokrin: diabetes mellitus dan hipertiroid (Porter et al., 2005). 2.2.3 Faktor Predisposisi Faktor predisposisi dari hiperemesis gravidarum adalah: a. Primigravida Gravida, para, dan abortus merupakan bagian dari riwayat obstetrik pada wanita. Istilah gravida digunakan untuk menunjukan jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh seorang wanita. Para digunakan untuk menunjukan jumlah kelahiran janin yang pernah dialami oleh seorang wanita. Sedangkan abortus digunakan untuk menunjukan jumlah keguguran janin yang pernah dialami oleh seorang wanita (Creinin et al., 2009). Wanita yang sudah mengalami 2 kali kehamilan dengan kelahiran janin yang hidup akan dicatat sebagai G2 dan P2. Sedangkan wanita yang sudah mengalami 4 kali kehamilan dan mengalami 1 kali keguguran akan dicatat G4 P3 dan A1. Hal ini sangat penting untuk diketahui agar memudahkan dalam menentukan diagnosis dan juga penanganan yang tepat bagi ibu hamil pada saat mengalami gangguan pada masa - masa kehamilan (Porter et al., 2008). Riwayat obstetrik ibu hamil juga diperlukan unuk mendeteksi adanya faktor resiko terjadinya hiperemesis gravidarum. Faktor resiko yang

paling sering ditemukan pada hiperemesis gravidarum adalah wanita yang baru pertama kali hamil (primigravida). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kejadian hiperemesis gravidarum lebih sering dialami oleh primigravida dari pada multigravida. Hal ini berhubungan dengan tingkat kestressan dan usia ibu hamil saat menghadapi kehamilan pertama (Prawirohardjo, 2002).

10

Sedangkan pencegahan yang dapat dilakukan pada ibu yang baru pertama kali hamil dapat dilakukan pengawasan yang ketat terhadap gangguan yang dialami selama trimester pertama (Wiknjosastro, 2005). b. Hamil pada usia muda Umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses kehamilan dan persalinan. Rekomendasi dari WHO untuk usia yang dianggap paling aman untuk menjalanin persalinan dan kehamilan adalah 20 tahun 35 tahun, sedangkan kehamilan dibawah umur 20 tahun dan diatas 35 tahun memiliki resiko yang besar terhadap ibu dan janin yang dikandung. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan angka kematian ibu dan janin sebanyak 4 6 kali lipat dibandingkan dengan wanita hamil dan bersalin pada umur 20 tahun 35 tahun. Selain itu kehamilan dibawah umur 20 tahun juga berisiko terkena kanker serviks (WHO, 2005). Wanita yang berumur 20 tahun 35 tahun dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan persalinan karena kondisi fisik yang prima dan rahim yang sudah mampu memberikan perlindungan secara maksimal untuk menjalani kehamilan. Di usia 20 tahun 35 tahun ini umumnya wanita sudah lebih siap secara mental untuk hamil yang nantinya akan berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara hati hati (Manuaba, 1999). Umur yang terlalu muda untuk hamil juga merupakan salah satu faktor resiko terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum. Hal ini terutama terjadi pada wanita hamil yang berumur dibawah 30 tahun dibandingkan yang berumur diatas 30 tahun (Fell et al,. 2009). Dari wanita hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum ditemukan 50% wanita yang berumur dibawah 30 tahun (Goodwin, 2009). c. Berat badan yang kurang ideal (obesity dan underweight) Pada masa kehamilan, menjaga kestabilan berat badan ibu hamil untuk mendapatkan berat badan yang ideal adalah merupakan hal penting. Berat badan yang ideal adalah merupakan berat badan yang diharapkan berdasarkan usia, jenis kelamin dan tinggi badan. Untuk mengetahui seseorang memiliki berat badan yang ideal dapat dilakukan dengan cara

11

menghitung body mass index dari seseorang tersebut. Body mass index (BMI) adalah suatu ukuran berat badan seseorang yang dihitung melalui berat badan dan tinggi badannya. BMI mempunyai indikator yang dapat diandalkan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami kegemukan, normal, atau terlalu kurus (Evenson, 2004). Selama masa kehamilan berlangsung janin yang dikandung oleh ibu hamil memerlukan banyak nutrisi harian yang dapat diperoleh dari sumber makanan ibu hamil. Sehingga menjaga berat badan ibu hamil agar tetap stabil merupakan hal yang penting untuk pertumbuhan janin didalam

kandungan. Pada beberapa kehamilan telah ditemukan adanya kasus berat bayi lahir rendah yang disebabkan oleh rendahnya berat badan ibu hamil terutama pada masa trimester pertama. Berat badan yang terlalu tinggi selama kehamilan juga dapat menyebabkan gangguan gangguan selama masa kehamilan terutama pada trimester ke tiga. Gangguan yang biasanya muncul akibat berat badan yang terlalu tinggi dapat berupa mudah lelah, kaki yang terasa sakit, serta nyeri punggung. Selain itu dapat juga terjadi peningkatan resiko diabetes gestasional dan tekanan darah tinggi (Cunningham et al., 2002). Berat badan yang tidak stabil selama masa kehamilan seperti kegemukan dan terlalu kurus juga merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya hiperemesis gravidarum. Selain itu hiperemesis gravidarum juga dapat memperberat keadaan ibu hamil yang memiliki berat badan rendah sehingga diperlukan penanganan yang lebih serius pada kasus ini (Heinrichs,. 2002). Pertambahan berat badan yang ideal selama masa kehamilan adalah 11 kg 15 kg untuk ibu hamil yang memiliki nilai BMI 18,5 24,9 sebelum masa kehamilan, 12 kg 18 kg untuk ibu hamil yang memiliki nilai BMI dibawah 18,5 sebelum masa kehamilan, dan 4 kg 9 kg untuk ibu hamil yang memiliki nilai BMI lebih dari 30 sebelum masa kehamilan (Rasmussen, 2009).

12

d. Ibu hamil yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya Sebagi pecegahan terjadinya hiperemesis gravidarum pada ibu hamil yang sudah memiliki riwayat obstetri sebelumnya (multigravida), sebaiknya dipertanyakan mengenai riwayat kehamilan sebelumnya untuk mengetahui apakah terdapat riwayat hiperemesis gravidarum pada ibu hamil tersebut. Selain itu perlu diperkirakan adanya pengalaman yang kurang dari kehamilan sebelumnya dan juga tingkat kestressan yang tinggi sehingga dapat menimbulkan resiko terjadinya hiperemesis gravidarum

(Wiknjosastro, 2005). e. Ras Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai hiperemesis gravidarum, telah ditemukan angka kejadian yang lebih tinggi pada orang yang berkulit putih dibandingkan dengan orang berkulit hitam. Hal ini diduga berkaitan dengan faktor hormonal (Porter et al., 2008). f. Overdistensi rahim Hal ini diduga disebabkan oleh adanya kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa, dan kadar hormone estrogen dan HCG yang tinggi (Wiknjosastro, 2005). 2.2.4 Patologi Hasil otopsi dari wanita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh hasil (Prawirohardjo, 2002): a. Hati Pada tingkat ringan hanya ditemukan degradasi lemak tanpa adanya nekrosis. b. Jantung Pada bagian jantung ditemukan atrofi jantung dan terkadang ditemukan adanya perdarahan sub endokardial. c. Otak Pada bagian otak ditemukan adanya bercak perdarahan dan kelainan seperti ensefalopati werniche.

13

d. Ginjal Pada bagian ginjal terlihat pucat dan disertai degenerasi lemak pada tubula kontorti. 2.2.5 Patofisiologi hiperemesis gravidarum Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada kehamilan muda yang terjadi secara terus menerus dan dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Perasaan mual disebabkan oleh meningkatnya kadar hormon estrogen. Sedangkan akibat kekurangan cairan karena muntah akan memicu terjadinya dehidrasi yang akan menimbulkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang dan membuat frekuensi muntah semakin berlebihan (Prawirohardjo, 2002) Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. kurangannya volume cairan yang diminum dan hilangnya cairan tubuh karena muntah menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida air kemih turun. Selain itu juga dapat menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah berkurang. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal menambah frekuensi muntah muntah lebih banyak, sehingga dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran yang sulit dipatahkan. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi robekan pada mukosa esophagus dan lambung (Sindroma Mallory Weiss) dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri, jarang sampai diperlukan transfusi atau tindakan operasi (Wiknjosastro, 2005). 2.2.6 Manifestasi klinis hiperemesis gravidarum Berdasarkan berat dan ringannya gejala maka hiperemesis gravidarum dapat dibagi kedalam 3 tingkatan yaitu: a. Tingkatan I: Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali/menit

14

dan tekanan darah sistolik turun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung. b. Tingkatan II: Muntah, penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit menurun, lidah mengering dan Nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterik. Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan, karena pempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing. c. Tingkatan III : Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma, terdapat ensefalopati werniche yang ditandai dengan nistagmus, diplopia, gangguan mental, kardiovaskuler ditandai dengan: nadi kecil, tekanan darah menurun, dan temperatur meningkat, gastrointestinal ditandai dengan: ikterus makin berat, terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya gangguan hati (Prawirohardjo, 2002). Pada hiperemesis gravidarum keadaan mual dan muntah ini dapat berlangsung hebat selama masa kehamilan sehingga menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau gangguan elektrolit yang dapat mengganggu aktivitas sehari hari (Mochtar, 1998). Ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum dapat mengalami frekuensi muntah lebih dari 4 kali dalam 24 jam (Lacroix, 2000). Dan ada juga yang menyatakan bahwa frekuensi muntah pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis dalam 24 jam dapat mencapai lebih dari 10 kali (Babak, 2004). Akan tetapi batas jelas antara mual dan muntah yang masih dalam batas wajar dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum (Wiknjosastro, 2005). 2.2.7 Diagnosis hiperemesis gravidarum Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum ibu hamil. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda

15

dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah (Evans, 2007). Muntah yang terus menerus dan disertai dengan adanya penurunan berat badan pada trimester pertama kehamilan juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk menegakan diagnosis hiperemesis gravidarum (Jewell dan Young, 2003). Hasil test laboratorium yang dapat mendukung diagnosis hiperemesis gravidarum adalah: a. Hasil analisis serum menunjukan penurunan kadar protein, klorida, natrium, dan pontasium serta peningkatan kadar urea nitrogen dalam darah. b. Tes laboratorium lain menunjukan adanya ketonuria, proteinuria ringan, kadar hemoglobin yang tinggi serta peningkatan jumlah sel darah putih (Achadiat, 2004). 2.2.8 Pencegahan hiperemesis gravidarum Prinsip pencegahan hiperemesis gravidarum adalah mengobati emesis agar tidak sampai menjadi hiperemesis gravidarum, dapat dilakukan denga dengan cara yaitu: a. Memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik. b. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan. c. Menganjurkan mengubah makan sehari - hari dengan makanan dalam jumlah kecil tapi sering. d. Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, terlebih dahulu makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. e. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. f. Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. g. Menghindari kekurangan kardohidrat merupakan faktor penting,

dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula (Wiknjosastro, 2005).

16

2.2.9 Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum Dalam melakukan Penatalaksanaan kepada pasien hiperemesis gravidarum diperlukan tindakan rawat inap untuk mengindentifikasi penyebab muntah dan mencegah kondisi pasien menjadi bertambah buruk (Tiran, 2009). Terapi farmakologi dan terapai non farmakologi pada pasien hiperemesis gravidarum adalah sebagai berikut: a. Obat - obatan; Sedativa: Phenobarbital, Vitamin: Vitamin B1 dan B6 atau B-kompleks, Anti histamin: dramamin, avomin, Anti emetik (pada keadaan lebih berat): Dislikomin hidroklorida atau khlorpromasin. b. Isolasi; Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik, catat cairan yang keluar masuk, hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita sampai muntah berhenti pada penderita mau makan. Tidak diberikan makanan atau minuman dan selama 24 jam. Kadang - kadang dengan isolasi saja gejalagejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan. c. Terapi psikologika; perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik. d. Cairan parenteral; cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan fisiologis (2 - 3 liter/hari), dapat ditambah kalium dan vitamin (vitamin B komplek, vitamin C), bila kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara intravena, bila dalam 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat diberikan minuman dan lambat laun makanan yang tidak cair. Dengan penanganan tersebut, pada umumnya gejala - gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik. e. Menghentikan kehamilan; Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik, manifestasi komplikasi organis adalah delirium, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keadaan yang memerlukan pertimbangan gugur kandung diantaranya adalah gangguan kejiwaan (ditandai dengan: delirium, apatis, somnolen sampai koma, terjadi

17

gangguan jiwa),

gangguan penglihatan (ditandai dengan: pendarahan

retina, kemunduran penglihatan), ganggguan faal (ditandai dengan: hati dalam bentuk ikterus, ginjal dalam bentuk anuria, jantung dan pembuluh darah terjadi nadi meningkat, tekanan darah menurun) (Wiknjosastro, 2005). Selain itu, dapat juga dilakukan penatalaksanaan pada pasien hiperemesis gravidarum dengan menggunakan rumus king yaitu: Rumus King: W+P+T/F+Ps Keterangan: W : Waktu kehamilan, makin tua semakin cepat sembuh P : Faktor psikologis kehamilan T : Terapi keseimbangan fisik Keseimbangan cairan dengan subsitusi cairan Pengbotan dengan anti emesis serta psikologis dengan obat penenang F : Faktor gangguan keseimbangan fisik dan metabolisme yang menjurus kepada pembentukan keton bodi. Ps : Faktor gangguan keseimbangan psikologis yang mempengaruhi kehamilan. Dalam memberikan terapi hiperemesis gravidarum, tidak didapatkan angka yang dimasukan dalam rumus. Pengobatan hiperemesis gravidarum merupakan pengobatan fisik dan psikologis yang seharusnya diberikan secara seimbang (Manuaba, 2004). 2.2.10 Prognosis Dengan penanganan yang baik maka prognosis akan sangat memuaskan. Namun pada tingkat yang berat dapat menyebabkan kematian ibu dan janin (Wiknjosastro, 2005).

You might also like