You are on page 1of 14

STANDARISASI NASIONAL PENDIDIKAN Oleh : Dermawati Purba A.

Pendahuluan Konsep mutu (kualitas) telah menjadi suatu kenyataan dan fenomena dalam seluruh aspek dan dinamika masyarakat global memasuki persaingan pasar bebas dewasa ini.Jika sebelumnya kualitas produk dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen, maka kini dunia pendidikan pun mulai tertantang untuk menerapkan hal yang sama dalam menghasilkan kualitas lulusan yang mampu menjawab kebutuhan pasar kerja.Bahwa organisasi pendidikan formal (sekolah dasar sampai perguruan tinggi) sebagai institusi yang bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran kini mulai merasakan bahwa faktor mutu atau kualitas menjadi sangat menentukan tingkat partisipasi dan kepercayaan masyarakat terhadap suatu lembaga pendidikan. Peserta didik, orang tua dan masyarakat adalah pelanggan yang bebas menentukan pilihan yang tepat terhadap institusi mana yang layak memberikan jaminan terhadap masa depan anak-anaknya.Artinya, kualitas layanan yang baik dalam bentuk sarana prasarana, birokrasi, kurikulum, kecakapan tenaga pengajar, kompetensi pimpinan dan karyawan sekolah, budaya serta lingkungan sekolah yang mendukung, akan memungkinkan suatu lembaga pendidikan dipercaya dan menjadi pilihan masyarakat. Pendidikan yang bermutu atau berkualitas tentu akan menghasilkan pendidikan yang baik sehingga dapat diharapkan mendorong peningkatan mutu pendidikan yang berdampak positif baik bagi siswa sendiri, guru maupun masyarakat.Pendidikan system lama yaitu system bank harus diubah menjadi system yang seimbang, egaliter dan adil yaitu system yang memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik untuk ikut serta menentukan arah dan program pendidikan.1 Pertanyaan yang kemudian timbul ialah, apakah pendidikan nasional Indonesia saat ini sudah saatnya distadarisasi ?Apakah pemberlakuan standarisasi dimaksud tidak mempertimbangkan aspek sumber daya manusia, letak geografisnya, sumber daya alamnya dan apakah sarana prasarana sekolah sudah memadai ? Jawabannya tidak gampang, karena

Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,

2012), h.265

kondisi pendidikan di Indonesia secara nasional sangat memprihatinkan dalam semua aspek. Untuk menjawab hal-hal tersebut diatas, pada mata kuliah ini, penulis ingin menguraikan jawabannya dengan makalah yang berjudul : Standar Nasional Pendidikan, pendidikan yang bermutu, studi kitab, pentasihan dan pemberian ijazah, sistim ujian, sistim rekruitmen tenaga pendidik dan kependidikan, sistim studi lanjut, standar nasional pendidikan dan BNSP. B. Pendidikan yang Bermutu Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta menciptakan suasana yang kondusif. Mutu dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.2 Mutu atau kualitas adalah ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau derajat berupa ; kepandaian, kecerdasan, kecakapan dan sebagainya.Sallis (2000) menjelaskan bahwa mutu atau kualitas adalah sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan seseorang atau sekelompok orang.3 Sasaran kualitas manajemen pendidikan adalah proses pencapaian tujuan dan fokusnya adalah kualitas pelayanan belajar yang berimplikasi pada kualitas lulusan. Kualitas pendidikan ini menggambarkan kepuasan para pendidik dalam melaksanakan tugas profesionalnya, karena ia mendapat perlakuan yang sesuai dengan bidang yang digelutinya. Di sisi lain, ia juga menggambarkan kepuasan yang diterima oleh masyarakat atas kualitas pelayanan pendidikan disebabkan masyarakat memperoleh keuntungan dan mamfaat atas kemampuan dan ketrampilan sebagai produk dari pendidikan yang di dalam hal ini sering disebut mutu lulusan.4 Ada empat hal yang terkait dengan prinsip-prinsip
2 Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, . www.ditplb.or.id/2006/index.php? menu=profile&pro=194 - 52k 3 Sallis, E, Total quality Manajement in Education (Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan), alih bahasa : Riyadi dan Fahrurrozi, (Yokyakarta : IRCISoD, 2000), h.56 4 Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Strategi Memenangkan Persaingan Mutu, cet. II (Jakarta: Nimas Multima, 2005), 38.

pengelolaan kualitas total, yaitu; (i) prehatian harus ditekankan kepada proses dengan terus menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap arif bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional.5 Garvin dan Davis (1994), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.Mutu yang baik selalu menjadi dambaan setiap orang, terlebih pada bidang pendidikan.Mutu pendidikan pada dasarnya terdiri atas berbagai indicator dan komponen yang saling berkaitan.Komponen dan variable yang menentukan terwujudnya mutu pendidikan yang baik secara umum masih dikaitkan dengan system, kurikulum, tenaga pendidik, peserta didik (siswa), proses belajar mengajar, anggaran, sarana prasarana pendidikan, lingkungan belajar, budaya organisasi, kepemimpinan dan sebagainya. Mutu pendidikan tidak diukur hanya berdasarkan hasil ujian atau test peserta didik, karena memiliki rangkaian yang saling berhubungan mulai dari input, output dan outcome.6 Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa komponen-komponen yang dapat menjadikan pendidikan bermutu terdiri dari beberapa komponen, salah satunya partisipasi masyarakat, dalam kaitan ini yang dimaksudkan dengan masyarakat adalah masyarakat yang secara langsung terlibat dalam sistem penyelenggaraan pendidikan. Pada saat ini, masyarakat yang terlibat langsung yaitu masyarakat yang berada pada wadah organisasi Komite Sekolah, dan telah menjadi bagian dari sistem pendidikan. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa pendidikan akan kondusif bila berhubungan dengan lembaga pendidikan menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Mutu pendidikan dan sekolah tertuju juga pada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil, pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Terjadi proses pendidikan yang
Umaedi, Manajemen Peningkatan, h. 5 Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah-Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung : Alfabeta, 2011), h.138
6 5

bermutu jika didukung oleh beberapa faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu, adalah harus didukung oleh personalia, seperti admistrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan profesional. Hal tersebut didukung pula oleh sarana dan prasarana pendidikan, media serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat serta lingkungan yang mendukung. Mutu pendidikan bersifat menyeluruh, menyangkut semua komponen pelaksana, dan kegiatan pendidikan, atau disebut mutu total atau total quality, satu komponen atau satu kegiatan yang bermutu.77 C. Pentahsihan dan Pemberian Ijazah Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 59 tahun 2011 dinyatakan bahwa criteria kelulusan siswa dari setiap satuan pendidikan diberikan Ijazah sebagai tanda pentahsihan kelulusan siswa yang bersangkutan.Pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan atau sertifikat kompetensi.Ijazah tersebut diterbitkan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan tinggi, sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus dari satuan pendidikan. D. Sistem Ujian Dalam proses pendidikan, guru dan dosen menjadi instrument yang sangat berperan penting dalam proses pembelajaran.Sekalipun kini tersedia berbagai media pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar sendiri, namun tidak disangkal bahwa guru atau dosen adalah sosok yang menentukan suatu keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Setiap perkataan atau ucapan yang keluar dari mulut guru atau dosen bagi peserta didik adalah pengetahuan.Setiap tindakannya adalah keteladanan dan ketekunan dan penampilannya yang bersahaja dalam menjalankan tugas adalah pelajaran berharga bagi anak didiknya dan masyarakat sekitarnya mengenai panggilan kemanusiaan yang diembannya.Tugasnya bukan hanya sekedar memberikan ilmu namun juga memberikan
Nana Syaodih Sukmadinata, Ayi Novi Jamiat, Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 7. 7 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, h. 206.
18

18

adalah

sesuatu yang tidak mungkin, hasil pendidikan yang bermutu dapat dicapai hanya dengan

penilaian atau memberikan ujian sudah sampai dimana kemampuan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.8 Penilaian yang dilaksanakan guru atau dosen nampaknya tidak sejalan dengan pemerintah, di mana pemerintah melaksanakan ujian desentralisasi yakni Ujian Nasional atau UN.Padahal mata pelajaran yang diujikan hanya beberapa mata pelajaran saja sudah menjadi penentu kelulusan siswa padahal sesungguhnya dalam hal pelulusan siswa tidaklah demikian.Penilaian kognitif tidaklah menjadi standar kelulusan siswa namun harus juga termasuk psikomotorik dan afektif siswa atau dengan kata lain sebenarnya dalam hal system ujian ini harus di rubah menjadi hak wewenang sekolah yang bersangkutan. Sistem ujian ini harus dikembalikan ke sekolah masing-masing agar kelulusan siswa benar-benar diperhatikan seluruh aspeknya.Mutu dan kompetensi siswa, pemerintah hanya menilai pada hasil ujian nasional, sementara proses yang dijalani seorang siswa selama tiga tahun sama sekali tidak dijadikan sebagai indicator yang menentukan keberhasilannya. Sistem ujian atau evaluasi di dalan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada BAB XII pasal 79 dijelaskan bahwa evaluasi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir semester, sekurang-kuranya meliputi tingkat kehadiran peserta didik, pendidik dan tenaga pendidikan, hasil belajar peserta didik.9 E. Sistem Rekrukmen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Perekrutan Tenaga Pendidik dan Tenaga kependidikan harus melalui uji kelayakan dari semua aspek termasuk kwalifikasi pendidikan.Hal ini dimaksusdkan agar tenaga pendidik yang ditempatkan benar-benar mampu menguasai bidangnya.Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada bagian Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan dinyatakan bahwa criteria pendidikan termasuk pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.Standar ini disusun oleh dan dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik minimal Strata satu (S1) tidak boleh lagi yang tidak strata satu mengajar di

8 9

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : CV.Wacana Prima, 2007), h. 43 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, (Jakarta : PT.Pustaka Amani, 2006), h.201

semua tingkatan dan memiliki Akta empat atau akta mengajar dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani. Kualifikasi akademik untuk tenaga pendidik khusunya harus memiliki tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah/Sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi profesionalisme dan kompetensi social.10 E. Mulyasa mengatakan bahwa tenaga kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efisien guna mencapai hasil optimal, namun tetap dalam kondisi menyenangkan.11 Tenaga kependidikan mencakup tujuh komponen, yaitu: 1. Perencanaa pegawai 2. Pengadaan pegawai 3. Pembinaan dan pengembangan pegawai 4. Promosi dan mutasi 5. Pemberhentian pegawai 6. Kompensasi 7. Penilaian pegawai.12 Tujuh komponen ini dilaksanakan secara tertib, urut, dan berkesinambungan sehingga harus melalui tahapan-tahapan yang sudah ditentukan. Tahapan awal menjadi prasyarat bagi tahapan kedua, sedang tahapan kedua menjadi prasayarat bagi tahapan ketiga dan begitu selanjutnya. F. Sistem Studi Lanjut Dewasa ini tengah terjadi perubahan paradigma dalam bidang pendidikan, yaitu suatu cara pandang yang mendasari berbagai komponen pendidikan.Visi, misi, tujuan,
10

Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah-Konsep, Strategi dan Implementasi, h.245 11 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, (Bandung: PT. waiRemaja Rosdakarya, 2002), h. 42. 12 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 130.

kurikulum, proses belajar mengajar, peran dan fungsi seorang guru, pengelolaan dan berbagai komponen pendidikan lainnya, saat ini tengah terjadi perubahan yakni system studi lanjut.13 Pendidikan dewasa ini bukan hanya sekedar mengejar target, namun sudah diarahkan kepada memfungsikan pendidikan sebagai pranata social yang unggul dan terdepan sesuai dengan visi masing-masing sekolah.Dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, progresif, percaya diri, mandiri, memiliki bekal pengetahuan canggih serta memiliki daya tahan mental spiritual yang tangguh.Sistem studi lanjut ini diarahkan pada upaya melaksanakan dan menjadikan bagi dirinya bangsa dan Negara. G. Standar Nasional Pendidikan Perdebatan seputar perlu-tidaknya pendidikan di Indonesia distandardisasi seperti yang berlaku di Negara-negara maju Pendidikan, baik pada tataran formal, informal dan non formal, mendapat pro kontra baik dari masyarakat, praktisi, akademisi dan pemerhati pendidikan.Standarisasi dimaknai sebagai penentuan standar/criteria minimal terhadap layak tidaknya unsure-unsur penting dalam penyelenggaraan pendidikan.Penetapan standar sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003, setidaknya menggambarkan optimisme Pemerintah dengan DPR untuk mendongkrak mutu pendidikan nasional sehingga diharapkan tidak tertinggal jauh di bandingkan dengan Negara-negara maju lainnya khususnya di Asia Tenggara. Perubahan tata penyelenggaraan pemerintahan yang semula sentralistik berganti menjadi desentralisasi dan otonomi.Perubahan konsep ini pada gilirannya mengubah system pendidikan secara nasional.Jadi pendidikan tidak lagi menjadi alat kekuasaan tetapi menjadi sarana pemberdayaan masyarakat.Lahirnya undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional yang mengganti undang-undang nomor 2 tahun 1989 telah membawa angin segar bagi bangsa Indonesia untuk menata ulang proses penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi, karakteristik dan keunggulan yang dimiliki masing-masing daerah.14 pendidikan sebagai kebutuhan serta sarana untuk memberdayakan manusia agar menjadi orang yang berguna

13 14

Djamaluddin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam, (Semarang : RaSail, 2010), h. 97 Tilaar, H.AR, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h. 86

Secara konseptual adalah instrument social yang memungkinkan memanusiakan manusia.Artinya, manusia membutuhkan pendidikan sebagai sarana untuk memberdayakan potensi sumber daya yang ada dalam dirinya untuk berkembang secara dinamis menuju suatu format kepribadian yang cerdas, unggul, kreatif, trampil, bertanggung jawab dan berakhlaq mulia. Sebagai tindaklanjut dari ditetapkannya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), maka Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menetapkan standar nasional pendidikan yang dapat dijadikan sebagai pedoman yang mengarahkan setiap praktisi, birokrat dan penyelenggara pendidikan untuk menggunakan standarisasi dalam proses, penyelenggaraan dan hasil pendidikan dari semua jenjang dan satuan pendidikan.Dalam pasal 1 ayat 1 dan ayat 4 s/d 11 disebutkan 15: 1. Standar Nasional Pendidikan adalah criteria minimal tentang system pendidikan di seluruh wilayah hokum Nagara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemempuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 23 tahun 2006. 3. Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituanglkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan sillabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006. 4. Standar Proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai satandar kompetensi lulusan.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007. 5. Standar Pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam jabatan.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 27 tahun 2008. 6. Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
15

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, (Jakarta : PT.Pustaka Amani, 2006), h.213

beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang di perlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 24 tahun 2007. 7. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, Kabupaten/Kota, Provinsi atau Nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 19 tahun 2007. 8. Standar Pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.Standar ini diatur dalam PP Nomor 48 tahun 2008. 9. Standar Penilaian Pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.Standar ini dikembangkan BSNP dan ditetapkan oleh Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2007.16 Sebagai manifestasi dari perlakuan undang-undang nomor 20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, maka operasionalisasi ketentuan mengenai komponen-komponen pendidikan yang memerlukan standarisasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal. I. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kualitas sumber daya manusia adalah kunci keberhasilan pembangunan bangsa dan negara. Dalam kaitan dengan bidang ketenagakerjaan, kualitas sumber daya manusia tercermin dari kompetensi kerja dan profesionalisme tenaga kerja. Badan Nasional Sertifikasi Profesi sebagai lembaga pelaksana uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi kerja, pada dasarnya adalah lembaga penjamin mutu kompetensi tenaga kerja dalam rangka peningkatan daya saing nasional. Apa dan Siapa BNSP
16

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, h.214

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dibentuk berdasarkan Peraturan Nomor 23 tahun 2004 atas perintah UU Nomor 13 tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan. BNSP merupakan badan independen yang bertanggung jawab kepada Presiden. BNSP bertugas menyelenggarakan sertifikasi kompetensi profesi bagi tenaga kerja. Pembentukan BNSP dimulai dariSKB Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Industri dan Perdagangan serta Ketua Umum Kadin Indonesia pada bulan Mei 2000.17 Pembentukan BNSP merupakan bagian integral dari pembangunan sistem kelembagaan paradigma baru pengembangan SDM berbasis kompetensi. Dalam pengembangan SDM berbasis kompetensi ada tiga pilar utama yang harus dibangun secara sinejik, yaitu pengembangan standar kompetensi nasional, pengembangan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, serta pengembangan sistem dan kelembagaan sertifikasi kompetensi yang independen. Dalam melaksanakan tugasnya BNSP dapat mendelegasikan pelaksanaan uji coba kompetensi dan sertifkasi kompetensi profesi tersebut kepada Lembaga Uji Kompetensi (LSP) melalui lisensi. Visi dan Misi BNSP Visi Menjadi lembaga otoritas sertifikasi profesi yang independen dan terpercaya dalam menjamin kompetensi tenaga kerja di dalam maupun luar negeri. Misi

Mengembangkan sistem sertifikasi kompetensi profesi yang terperaya. Meningkatkan rekognisi dan daya saing tenaga kerja Indonesia di dalam maupun di luar negeri. Membangun kerjasama saling pengakuan sertifikasi kompetensi secara internasional.

17

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, h.198

Tugas dan Fungsi BNSP BNSP memiliki tugas melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja bagi tenaga kerja. Untuk melaksanakan tugas tersebut BNSP melaksanakan fungsi :

Verifikasi standar kompetensi; Pemberian lisensi; Pengaturan dan pengendalian pelaksanaan sertifikasi kompetensi; Kerjasama kelembagaan dan promosi; Pengembangan sistem dan manajemen mutu.

Kerjasama Kelembagaan BNSP menjalin kerjasama kelembagaan yang erat dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Asosiasi Profesi, Lembaga Pelatihan Profesi serta Lembaga sejenis dan pembina kelembagaan. Keanggotaan dan Organisasi BNSP Kepengurusan BNSP terdiri dari Ketua merangkap anggota dan Anggota yang terdiri dari unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Mereka mewakili berbagai sektor ekonomi dan berbagai bidang profesi. Anggota BNSP adalah

Dr. Tjepy F.Aloewie,M.Sc (Ketua) Ir. Sumarna Fathulbari Abdurahman (Wakil Ketua) Agus Sutarno,SKp,MNsc. Drs. Dasril Yadir. DR.Ir.Djoko Darwanto Gitokarsono. Endang Irwansyah, S.Pd. DR. Handito Hadi Joewono. Drs. Johnny Hadisoeryo, SE. Parlagutan Silitonga, SH, M.B.A, MM.

Drs. Sugiyanto, M.B.A Ir. Surono M.Phil. Ir. Thomas Darmawan Tjokronegoro. Tetty Desiarti Soemarsono, S.ST.Par Ir. Drs. A.Wahab Achmad. Drs. Budi Santoso Martono, SH, MSi, M.H Ir. M.Muslich. Drs. Rachmad Sudjali. Dr. Ronald Hutapea, S.K.M, PhD. Ir. R.Soeryadi, MSc. Drs. Suherman Ahmad, MBA. Ir. Sjarifudin Hattap.

J.

Penutup Sesungguhnya pencarian format dan konsep yang mengarah kepada peningkatan mutu bagi dunia pendidikan kita terus berlanjut tanpa henti, seperti roda pedati yang terus berlaju mengejar arah yang dituju. Dan sebagai ujung tombak yang mengemban amanat undang-undang dasar 1945 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dunia pendidikan terus menata diri seiring dengan demokrasisasi pendidikan yang mengusung konsep penerapan pengelolaan pendidikan yang berfokus pada otonomi dan independensi

dalam penentuan keputusan dan kebijakan local dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan. Sejak diterapkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional maka Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dapat dijadikan sebagai pedoman yang mengarahkan setiap praktisi, birokrasi dan penyelenggara pendidikan untuk menggunakan standarisasi dalam proses, penyelenggaraan dan hasil pendidikan dari semua jenjang satuan pendidikan. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, penggunaan istilah tenaga kependidikan adalah anggota penyelenggara pendidikan.Selanjutnya istilah pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lainnya serta yang berpartisipasi dalam penyelenggraan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2012), Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta : Persada Nusantara, 2007. Sallis, E, Total quality Manajement in Education (Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan), alih bahasa : Riyadi dan Fahrurrozi, (Yokyakarta : IRCISoD, 2000) Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, Strategi Memenangkan Persaingan Mutu, cet. II (Jakarta: Nimas Multima, 2005)

Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah-Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung : Alfabeta, 2011) Nana Syaodih Sukmadinata, Ayi Novi Jamiat, Ahman, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Bandung: Refika Aditama, 2006) Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung : CV.Wacana Prima, 2007) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Amani, 2006). E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, (Bandung: PT. waiRemaja Rosdakarya, 2002). Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007) Djamaluddin Darwis, Dinamika Pendidikan Islam, (Semarang : RaSail, 2010) Tilaar, H.AR, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002). Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, (Jakarta : Amani, 2006). PT.Pustaka Pendidikan, (Jakarta : PT.Pustaka

You might also like