You are on page 1of 16

1

Perkembangan Sosial Remaja Perkembangan Sosial Remaja Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antarmanusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Manusia tumbuh dan berkembang pada masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangan itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi sosial merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial. Pada masa remaja, interaksi dan pengenalan/pergaulan dengan teman sebaya terutama lawan jenis menjadi sangat penting. Pada akhirnya pergaulan sesama manusia merupakan suatu kebutuhan.

Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa. Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan berbagai kelompok umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup. Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang tertutup sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Menurut Erick Erison bahwa masa remaja terjadi masa krisis, masa pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, kehidupan sosial remaja didorong oleh dan

berorientasi pada kepentingan seksual. Pergaulan remaja benyak diwujudkan dalam bentuk kelompok-kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil. Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap anggota kelompok belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi aturan kelompok.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial 1. Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak.

2. Kematangan Fisik dan Psikis Bersosialisasi merupakan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu

mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik, sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.

3. Status Sosial Ekonomi Keluarga Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, ia anak siapa. Secara tidak langsung dalam pergaulan kehidupan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.

4. Pendidikan Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan

sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat. dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah). Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan pada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etik pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

5. Kapasitas Mental : Emosi, dan Intelegensi Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangsn sosial anak. Anak yang berberkemampuan itelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuann berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkemabangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami ornag lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tingggi.

Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap krirtis terhadap situasi dan orang lain. Pengaruh egosentris sering terlihat pada pemikiran remaja, yaitu : Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat jauh dan kesulitan-kesulitan praktis. Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri belum disertai pendapat orang lain. Pencerminan sifat egois dapat menyebabkan dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sifat ego semakin kecil sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang semakin baik dan matang.

Perbedaan Individual dalam Perkembangan Sosial. Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang, baik secara individual maupun kelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat perbedaan individual manusia, yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya. Sesuai dengan teori komprehensif tentang perkembangan sosial yang dikembangkan oleh Erickson, maka di dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya manusia menempuh langkah yang berlainan satu sama lain. Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia (anak) dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok-kelompok sosial yang beranekaragam.

Upaya

Pengembangan

Hubungan

Sosial

Remaja

dan

Implikasinya

dalam

Penyelenggaraan Pendidikan. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsangan terhadap mereka ke arah perilaku yang bermanfaat dan dapat diterima khalayak. Kelompok olahraga, koperasi, kesenian, dan semacamnya di bawah asuhan para pendidik di sekolah atau para tokoh masyarakat di dalam kehidupan msyarakat perlu banyak dibentuk. Khusus di dalam sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti sosial, bakti karya, dan kelompokkelompok belajar di bawah asuhan para guru pembimbing kegiatan ini hendaknya dikembangluaskan.

Ciri Khas Perkembangan Sosial Remaja. Perkembangan sosial pada masa puber dapat dilihat dari dua ciri khas yaitu mulai terbentuknya kelompok teman sebaya, baik dengan janis kelamin yang sama atau dengan jenis kelamin yang berbeda dan mulai memisahkan diri dari orang tua. Kelompok teman sebaya Percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan pemasakan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya anak sudah mampu menjalin hubungan yang erat dengan teman

sebaya. Seiring dengan itu juga timbul kelompok anak-anak untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas dari kelompok anak yang belum pubertas adalah behwa kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan sex ini membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan identifikasi yang mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa puber, anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai kegiatan. Melepas dari Orang Tua Tuntutan anak untuk memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya merupakan suatu reaksi terhadap suatu intern anak muda. Sesudah mulainya pubertas timbul suatu diskrepansi yang besar antara kedewasaan jasmaniah dengan ikatan sosial pada orang tua. Dalam keadaan seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara remaja awal dengan orang tua, yaitu perbedaan standar perilaku, merasa menjadi korban, perilaku yang kurang matang, masalah palang pintu, dan metode disiplin.

Perkembangan Bahasa Remaja Pengertian Perkembangan Bahasa Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat bergaul. Oleh karena itu, penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan komunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi berkomunikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seseorang (bayi-anak) dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial. Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi secara lisan, tertulis, maupun menggunakan tandatanda dan isyarat. Bahasa disebut sebagai alat adaptasi sosial apabila seseorang berada di suatu tempat yang memiliki perbedaan adat, tata krama dan aturan-aturan dari tempatnya berasal. Bahasa dalam lingkungan sosial masyarakat satu dengan yang lainnya berbeda. Dari adanya kelompok-

kelompok sosial tersebut, menyebabkan bahasa yang digunakan bervariasi. Kebervariasian bahasa ini timbul sebagai akibat dari kebutuhan penutur yang memilih bahasa yang digunakan agar sesuai dengan situasi konteks sosialnya. Oleh karena itu, variasi bahasa timbul bukan karena kaidah-kaidah kebahasaan, melainkan disebabkan kaidah-kaidah sosial yang beraneka ragam.

Karakteristik Perkembangan Bahasa Remaja Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Anak remaja telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk oleh kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya pergaulan teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa ibu. Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus pada perilaku berbahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di masyarakat luas, anak (remaja) mengikuti proses belajar di sekolah. Sebagaimana diketahui, di lembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem tercipta secara khusus untuk kepentingan khusus pula. Bahasa gaul remaja adalah dialeg nonformal baik berupa slang atau prokem yang digunakan oleh kalangan remaja perkotaan, bersifat sementara, hanya berupa variasi bahasa, penggunaannya meliputi kosa kata dan intonasi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu, perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Umur anak Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya.

2. Kondisi Lingkungan Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerah terpencil dan di kelompok sosial yang lain.

3. Kecerdasan anak Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal tandatanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik seseorang berkolerasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik, dan memahami atau menangkap maksud pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak.

4. Satatus Sosial Ekonomi Keluarga Keluarga yang berstatus ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan lebih tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain, pendidikan keluarga berpengaruh pula terhadap perkembangan bahasa.

5. Kondisi Fisik Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, atau organ

suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangan berkomunikasi dan tentu saja akan mengganggu perkembangannya dalam berbahasa.

Pengaruh Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling berpengaruh satu sama lain. Bahwa kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa dan sebaliknya, kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan berpikir. Seseorang yang rendah kemampuan berpikirnya akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis, dan sistematis. Hal ini akan berakibat sulitnya komunikasi. Ketidaktepatan hasil pemrosesan pikir ini diakibatkan kekurang mampuan dalam berbahasa.

Perbedaan Individual dalam Kemampuan dan Perkembangan Bahasa. Menurut Chomsky (Woolflok, dkk., 1984 : 70) anak dilahirkan ke dunia telah memiliki kapasitas berbahasa. Akan tetapi seperti pada bidang yang lain, faktor lingkungan akan mengambil peranan yang cukup menonjol, dalam mempengaruhi perkembangan bahasa anak tersebut.Mereka belajar makna kata dan bahasa sesuai dengan apa yang mereka lihat, dengar, dan mereka hayati dalam kehidupannya sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang berbeda-beda. Kemampuan berpikir anak berbeda-beda, sedang berpikir dan bahasa mempunyai kolerasi tinggi; anak dengan IQ tinggi akan berkemampuan bahasa yang tinggi. Nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan individual anak, dan dengan demikian, kemampuan mereka dalam bahasa juga bervariasi sesuai dengan variasi kemampuan mereka berpikir.

Perkembangan Nilai, Moral, Sikap dan Religi remaja Perkembangan Nilai Remaja Dalam kamus bahasa Indonesia, nilai adalah harga, angka kepandaian. Menurut Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam perspektif Spranger,

kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai dan kesejahteraan. Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui kekuatan individual yang dikenal dengan istilah roh subjektif (subjective spirit) dan kekuatan nilai-nilai budaya merupakan roh objektif (objevtive spirit). Roh objektif akan berkembang manakala didukung oleh roh subjektif, sebaliknya roh subjektif terbentuk dan berkembang dengan berpedoman kepada roh objektif yang diposisikan sebagai cita-cita yang harus dicapai. Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai. Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. Nilai merupakan standar konseptual yang relatif stabil dan emplisit membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai serta aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologisnya. Spranger menggolongkan nilai itu kedalam enam jenis, yaitu: a. nilai teori atau nilai keilmuan (I) b. nilai ekonomi (E) c. nilai sosial atau nilai solidaritas (Sd) d. nilai agama (A) e. nilai seni (S) f. nilai politik atau nilai kuasa (K)

Perkembangan Moral Remaja Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam

10

kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan. Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individual, dan mengendalikan perilaku melalui perkembangan hati nurani. Tokoh yang paling terkenal dalam kaitannya dengan pengkajian perkembangan perkembangan moral adalah Lawrence E. Kohlbert (1995). Melalui desertasinya yang sangat monumental yang berjudul The Development of Modes of Moral Thinking and Choice in the Years 10 to 16. Berdasarkan penelitiannya itu, Kohlbert (1995) menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut: 1. penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional. 2. Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk

mempertanggungjawabkan perbuatan moralnya. 3. Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral. Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu: 1. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum. 2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kodeprilaku. 3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri. Tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal diseluruh dunia adalah yang dikemukakan oleh Lawrence E. Kohlbert (1995), yaitu sebagai berikut: Tingkat Prakonvensional Tingkat prakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu/anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya baik berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan.

11

Tingkat prakonvensional memiliki dua tahap, yaitu: Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini, akibat-akibat fisik pada perubahan menentukan baik buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghidari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Tahap 2: Orientasi relativis-instrumental Pada tahap ini, perbuatan dianggap benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia diipandang seperti huubungan di pasar yang berorientasi pada untung-rugi.

Tingkat Konvensional Tingkat konvensional atau konvensional awal adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat. Tingkat konvensional memiliki dua tahap, yaitu: Tahap 1: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau desebut orientasi Anak Manis Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Tahap 2: Orientasi hukum dan ketertiban Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap, penjagaan tata tertib sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menhormati otoritas, aturan yang tetap, dan penjagaan tata tertib sosial yang ada. Semua ini dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dalam dirinya.

12

Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berdasarkan Prinsip Tingkat pascakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Tingkat pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu: Tahap 1: Orientasi kontrak sosial legalitas Pada tahap ini, individu pada umumnya sangat bernada utilitarian. Artinya perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh masyarakat. Pada tahap ini terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai dan pendapat pribadi sesuai dengan relativisme nilai tersebut. Terdapat penekanan atas aturan prosedural untuk mencapai kesepakatan, terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, dan hak adalah masalah nilai dan pendapat pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandang legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Di luar bidang hukum, persetujuan bebas, dan kontrak merupakan unsur pengikat kewajiban . Tahap 2: Orientasi prinsip dan etika universal Pada tahap ini, hak ditentukan oleh suara batin sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu kepada komprehensivitas logis, universalitas, dan konsestensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis, bukan merupakan peraturan moral konkret. Pada dasarnya inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas, persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat kepada manusia sebagai pribadi. Berdasarkan tingkatan dan tahapan perkembangan moral, kohlberg (1995)

menerjemahkannya ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan moral. Sesuai dengan harapan perkembangan moral, motif-motif perilaku moral manusia adalah sebagai berikut: Tahap 1: Perbuatan moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap hukuman dan suara hati yang pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap hukuman.

13

Tahap 2: perbuatan moral individu dimotivasikan oleh keinginan untuk mendapat ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh jadi reaksi rasa bersalah diabaikan dan hukuman dipandang secara pragmatis (membedakan rasa takut, rasa nikmat, atau rasa sakit dari akibat hukuman). Tahap 3: perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan orang lain, baik yang nyata atau yang dibayangkan secara hipotesis. Tahap 4: perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan yang mendalam karena kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa bersalah diri atas kerugian yang dilakukan terhadap orang lain. Tahap 5: perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap upaya mempertahankan rasa hormat terhadap orang lain dan masyarakat yang didasarkan atas akal budi dan bukan berdasarkan emosi , keprihatinan terhadap rasa hormat bagi diri sendiri (misalnya, untuk menghindari sikap menghakimi diri sendiri sebagai makhluk yang tidak rasional, tidak konsisten, dan tanpa tujuan). Tahap 6: perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap sikap mempersalahkan diri karena melanggar prinsip-prinsipnya sendiri. Individu cenderung membedakan rasa hormat dari diri sendiri. Selain itu juga dibedakan antara rasa hormat terhadap diri karena mencapai rasionalitas dan rasa hormat terhadap diri sendiri karena mampu mempertahankan prinsip-prinsip moral.

Perkembangan Sikap Remaja Fishbein (1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten yang mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik dengan respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara operasional, sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau situasi. Menurut Chaplin (1981) dalam Dictionary of Psychology menyamakan sikap dengan pendirian. Chaptin menegaskan bahwa sumber dari sikap tersebut bersifat kultural, familiar, dan personal. Artinya, kita cenderung beranggapan bahwa sikap-sikap itu akan berlaku dalam

14

suatu kebudayaan tertentu, selaku tempat individu dibesarkan. Jadi, ada semacam sikap kolektif (collective attitude) yang menjadi stereotipe sikap kelompok budaya masyarakat tertentu. Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari generasi ke generasi di dalam struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa darin tingkah laku individu juga berkembang selaku orang dewasa berdasarkan pengalaman individu itu sendiri. Para ahli psikologi sosial bahkan percaya bahwa sumber-sumber penting dari sikap individu adalah propaganda dan sugesti dari penguasa-penguasa, lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya yang secara sengaja diprogram untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu. Stephen R. Covey mengemukakan tiga teori determinisme yang diterima secara luas, baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu: 1. Determinisme genetis (genetic determinism): berpandangan bahwa sikap individu diturunkan oleh sikap kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang memiliki sikap dan tabiat seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya. 2. Determinisme psikis (psychic determinism): berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil pelakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya. 3. Determinism lingkungan (environmental determinism): berpandangan bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut. Bagaimana atasan/pimpinan memperlakukan kita, bagaimana pasangankita memperlakukan kita, situasi ekonomi, atau kebijakan-kebijakan pemerintah, semuanya membentuk perkembangan sikap individu. Sikap merupakan salah satu aspek psikologi individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga perilaku individu menjadi bervariasi. Pentingnya aspek sikap dalam kehidupan individu, mendorong para psikolog untuk mengembangkan teknik dan instrumen untuk mengukur sikap manusia. Beberapa tipe skala sikap telah dikembangkan untuk mengukur sikap individu, kelompok, maupun massa untuk mengukur pendapat umum sebagai dasar penafsiran dan penilaian sikap. Dari beberapa teknik atau skala sikap yang dapat digunakan, ada dua skala sikap yang utama dan dikenal sangat luas, yaitu:

15

Skala Likert Dalam skala ini disajikan satu seri pertanyaan-pertanyaan sederhana. Kemudian responden diukur sikapnya untuk menjawab dengan cara memilih salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan. Yaitu: 1) Sangat setuju 2) Setuju 3) Ragu-ragu/netral 4) Tidak setuju, dan 5) Sangat tidak setuju.

Skala Thurstone Dalam skala ini terdapat sejumlah pernyataan derajat-derajat kekuatan yang berbeda-beda dan responden/subjek yang bersangkutan dapat menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap pernyataan-pernyataan tersebut. Butir-butir pernyataannya dipilih sedemikian rupa sehingga tersusun sepanjang satu skala interval-sama, dari yang sangat menyenangi sampai yang sangat tidak menyenangkan.

Perkembangan Religi Remaja Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia. Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap danpraktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan. Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap

16

kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya. Dari sudut pandangan social, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.

Motivasi Beragama Pada Remaja Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu: 1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian. 2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat. 3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia. 4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan. Indikator Pencapaian Tugas Perkembangan Aspek Religi Remaja o o o o o o o Mengembangkan pemahaman agama Meyakini agama sebagai pedoman hidup Meyakini bahwa setiap perbuatan manusia tidak lepas dari pengawasan Tuhan Meyakini kehidupan akhirat Meyakini bahwa Tuhan Maha Penyayang dan Maha Pengampun Melaksanakan shalat Mempelajari kitab suci

You might also like