You are on page 1of 3

TUGAS SANITASI INDUSTRI Kasus Penolakan Produk Pangan Ekpor dari Indonesia Ke Eropa

Disusun Oleh RENDRA BAYU MURTHI 09/283220/TP/9432

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Perubahan global secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perkembangan perdagangan internasional. Perubahan ini menuntut semua negara untuk berupaya optimal dalam menghasilkan produk ekspor yang berdaya saing. Salah satu syarat dalam menghasilkan produk ekspor yang berdaya saing adalah terjaminnya mutu dan keamanan produk khususnya produk pangan. Era globalisasi perdagangan menuntut diterapkannya jaminan mutu seperti, Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) untuk pangan dan persyaratan produksi yang berwawasan lingkungan (Ecolabelling), serta sistem pengelolaan keamanan pangan dalam ISO 22000 : 2005. Produk pangan ekspor yang tidak memenuhi jaminan mutu dan keamanan dapat ditahan dan ditolak masuk ke negara pengimpor. Kasus penahanan dan penolakan produk pangan di luar negeri telah banyak terjadi setiap tahunnya. Indonesia sebagai salah satu negara yang mengekspor produk pangan ke luar negeri sering mengalami berbagai kasus penolakan dan penahanan ekspor pangan yang sebagian besar disebabkan oleh masalah mutu dan keamanan yang dianggap tidak memenuhi persyaratan internasional. Adapun alasan mengapa penahanan bahkan sampai penolakan produk produk pangan ekspor dari indonesia dikarenakan belum terdaftarnya beberapa produsen makanan kaleng (needs fce) 14,1 %, belum diberi label nutrisi 4,7 %, karena tulisan label berbahasa Indonesia dan sisanya tidak diketahui. Berdasarkan data dari FDA, pada tahun 2009 terjadi sekitar 239 kasus penolakan terhadap produk pangan ekspor Indonesia, sedangkan data dari Europa-RASFF (Europa-Rapid Alert System for Food and Feed) menyebutkan bahwa terjadi 11 kasus penolakan produk ikan Indonesia pada tahun 2010. Alasan penolakan tersebut bermacam-macam mulai dari filthy (kotor), mengandung bahan kimia berbahaya serta mengandung nikroorganisme seperti Salmonella sp yang banyak mencemari produk ikan. Dapat diketahui produk ekspor ikan sangat lah rentan atas pencemaran salmonella, adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne. Oleh karena itu penangan bahan produk ikan ini sangat dijaga ketat dapat dilihat dari Peraturan yang berkaitan dengan ekspor pangan dari Indonesia ke negara lain adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 (PP 28/2004) tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Pasal 41 yang mengatur mengenai pengeluaran pangan dari wilayah Indonesia. Selain itu, peraturan lain yang terkait adalah PP 28/2004 Pasal 6 tentang pedoman cara produksi pangan olahan yang baik. Standar yang dapat diacu adalah SNI 01-2172.1-2006 mengenai spesifikasi ikan dalam kaleng sterilisasi.

Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan kasus tersebut adalah Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2004 membahas tentang keamanan, mutu dan gizi pangan. Pelanggaran kasus tuna dalam kaleng sterilisasi ini terdapat pada pasal 41, ayat 1 dan 2, di mana setiap pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia wajib memenuhi persyaratan keamanan pangan dan setiap orang yang mengeluarkan pangan dari wilayah Indonesia bertanggung jawab atas keamanan, mutu dan gizi pangan. Maksud dari keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pelanggarannya berupa

ditemukannya Salmonella sp. pada produk ekspor tuna dalam kaleng. Kasus pelanggaran tuna dalam kaleng sterilisasi ini juga melanggar pasal 6 ayat 1, dimana produksi ekpor tuna dalam kaleng ini tidak bisa mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis yaitu Salmonella sp. Menurut SNI 01-2712-1992, produk tuna dalam kaleng sterilisasi memiliki persyaratan angka lempeng total (ALT) sebesar 0. Dengan kata lain tidak boleh terdapat satu pun koloni yang ditemukan dalam produk tuna. Selain itu, SNI juga menyatakan bahwa jumlah koloni Salmonella sp. pada produk tuna dalam kaleng sterilisasi harus

negatif sehingga jelas tidak boleh terdapat cemaran Salmonella sp. di dalam produk tuna kalengan sterilisasi. Pada kasus ini ditemukan cemaran Salmonella sp. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa produk tuna kalengan yang diproduksi dan diekspor tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan menurut SNI 01-2172.1-2006.

Sumber Referensi Anonim.2012.Penolakan Produk panganrepository.ipb.ac.id/. Di akses pada tanggal 6 oktober 2012. http://biologipedia.blogspot.com/2011/07/penyebab-penolakan-di-eropa.html Peraturan pemerintah. Diakses pada.sisni.bsn.go.id/

You might also like