You are on page 1of 13

PENGOLAHAN LIMBAH OLI INDUSTRI KELAPA SAWIT PT.

MUSIM MAS
PT MUSIM MAS ( INDUSTRI KELAPA SAWIT)
Musim Mas, yang memiliki asal bisnisnya di Nam Pabrik Sabun Cheong, didirikan pada tahun 1972 oleh pendiri terlambat, Pak Anwar Karim.Selama tiga dekade terakhir, visi dan komitmen terhadap kualitas membuat Grup pemain dominan di bidang itu beroperasi masuk Hari ini, Musim Mas telah berkembang pesat menjadi sebuah corporation palm besar sepenuhnya terpadu minyak. Tumbuh dari kekuatan ke kekuatan, Musim Mas adalah salah satu dari kelompok Indonesia yang paling dinamis, dengan portofolio diversifikasi produk dan aset. Kegiatannya dipusatkan pada bisnis intinya budidaya sawit dan pengolahan kelapa sawit. Ini adalah pemimpin pasar dalam pembuatan kelapa sawit, sabun, margarin dan memiliki kapal, tanker, terminal gandum dan terminal tangki massal. Prestasi tengara Group termasuk memiliki salah satu kilang minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Indonesia adalah pasar asli Grup Musim Mas dan peringkat di antara produsen terbesar di Indonesia penyulingan minyak nabati dan industri manufaktur sabun. Hal ini bangga operasinya sinergis dan sangat terintegrasi yang telah menetapkan patokan baru dalam industri.Sebagai cerminan dari keberhasilannya, Musim Mas telah diberikan Penghargaan Eksportir Terbaik di Indonesia oleh Pemerintah delapan dari sepuluh kali penghargaan ini telah diberikan.

LIMBAH PT MUSIM MAS

limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang

berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi (leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah.

1. LIMBAH CAIR limbah yang menjadi permasalahan adalah limbah cair karena jumlahnya cukup banyak. Apabila kandungan bahan organik dalam air limbah kelapa sawit sangat tinggi dengan angka perbandingan BOD dan COD cukup besar menunjukan bahwa air limbah kelapa sawit tidak megandung komponen-komponen organik yang sukar didegradasi (Chin, et al 1985) Oleh sebab itu bila air limbah minyak kelapa sawit tidak langsung diolah akan mengakibat terjadinya proses pembusukan di badan air penerima. Proses pembusukan mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen terlaut dalam air, sehingga akan mengangu kehidupan biodata air (Arjuna, 1990) Limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik yang sangat tinggi yaitu BOD 25.500 mg/l, dan COD 48.000 mg/l, sehingga kadar bahan pencemaran akan semakin tinggi. Salah satu bentuk teknik pengendalian dan pengeporasian limbah pabrik kelapa sawit ialah dengan melakukan bio degradasi terhadap komponen organik menjadi senyawa organik sederhana dalam kondisi anaerob sehingga baku mutu limbah cair dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan. Dengan demikian aspek pengendalian pengolahan secara optimal dapat : 1. Mengurangi dampak negatip atau tingkat pencemaran yang ditimbulkan dapat dikendalikan. 2. tercapainya standar/baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air.

Selanjutnya limbah cair ini sebelum dibuang ke badan sungai harus mendapat perlakuan terlebih dahulu. Limbah cair ini akan masukkan ke IPAL sebelum dibuang ke badan sungai.

2. LIMBAH PADAT

Limbah padat yang perlu perlakuan khusus yaitu limbah padat yang berasal dari slug IPAL. Limbah ini harus melewati uji TCLP, uji TCLP dilakukan oleh Laboratorium Puspitek Serpong. Hasil dari uji TCLP yaitu limbah padat dari slug IPAL dibawah baku mutu. Karena uji TCLP tidak terlampaui maka penghasil limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis. Sesuai dengan pasal 7 ayat 3 dan pasal 8 ayat 3 Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 Tentang pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang menyebutkan bahwa : Pasal 7 ayat 3 Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222, dan D223 dapat dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan uji karakteristik dan atau uji toksikologi.

Pasal 8 ayat 3 Pembuktian secara ilmiah dilakukan berdasarkan: a. Uji karakteristik limbah B3; b. Uji toksikologi; dan atau Hasil studi yang menyimpulkan bahwa limbah yang dihasilkan tidak menimbulkan pencemaran dan gangguan kesehatan terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya.

3. LIMBAH OLI BEKAS Oli bekas yang merupakan salah satu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) banyak dihasilkan dari bengkel mobil atau motor. Oli banyak digunakan sebagai pelumas mesin mobil dan kebanyakan penghasilnya banyak yang masih sembarangan menampung oli bekas. Oleh karena itu, karena disinyalir mengandung limbah B3,maka dikeluarkan

surat BLH No. 458.41/PPL-B3/2009 tentang imbauan pengelolaan oli bekas agar semua pemilik atau pengusaha bengkel kendaraan bermotor bisa mengelola limbah dengan baik.

Penyimpanan Oli Bekas Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum dilakukan penyimpanan limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman.

Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas pasal 1(1), oli

bekas atau minyak pelumas bekas (selanjutnya disebut minyak pelumas bekas) adalah sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, minyak pelumas bekas termasuk kategori limbah B3. Meski minyak pelumas bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak dikelola dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan.

Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, ukuran tempat penyimpanan minyak pelumas bekas berukuran 2m x 2m. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Kemasan (drum, tong, atau bak kontainer)yang digunakan harus: a) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat, atau rusak; b) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan; c) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya;

d) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan.

Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah,

pembentukan gas, atau terjadinya kenaikan tekanan. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya satu minggu satu kali. Pemeriksaan tersebut meliputi: a) apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan, b) apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah.

Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih dari ketentuan berikut : pelapisan (di bagian luar tangki); tanggul (vault;berm) dan atau tangki berdinding ganda, dengan ketentuan bahwa penampungan sekunder tersebut harus: a) dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3 yang disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah kerusakan akibat pengaruh tekanan; b) ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan tangki terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang diakibatkan karena pengisian, tekanan, atau uplift; c) dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan 24 jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan sekunder, atau lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan sekunder; d) penampungan sekunder dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat cairancairan yang berasal dari kebocoran,ceceran, atau presipitasi.

Limbah yang disimpan tidak melebihi waktu 90 hari dan wajib diupayakan langsung diangkut/dibawa oleh perusahaan pengumpul dan atau ke fasilitas pengolahan, diupayakan 3R, dimanfaatkan oleh pihak lain yang telah mempunyai izin pemanfaatan dari KLH-RI. Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas, tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan : a) karakteristik pelumas bekas yang disimpan; b) kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau tangki; c) pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani;

d) lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift); e) penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak; f) lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan dilengkapi dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air. Bak penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain; g) mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang kedap air.

Adapun persyaratan untuk bangunan pengumpulan antara lain: a) lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang, kuat, dan tidak retak; b) konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1 %; c) bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas bekas; d) rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau pengumpulan; e) bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.

Pengangkutan Oli Bekas Sistem pengangkutan yang akan dijelaskan adalah sistem yang mengacu pada sistem pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Sebagai pengangkut dari oli bekas, yang harus dilakukan pertama-tama adalah mendaftarkan diri kepada Kementrian Lingkungan Hidup (Department of Environmental Protection) untuk mendapatkan nomor

identifikasi EPA (Environmental Protection Agency). Setelah itu, calon pengangkut harus menentukan apakah oli bekas yang akan diangkut mengandung 100 ppm total halogen atau tidak (hasil penelitian oli bekas ini harus berlaku selama 3 tahun). Uji protokol yang dapat dilakukan adalah metode uji SW-846 9075, 9076, dan 9077.

Tujuan pengangkutan oli bekas juga hanya bisa kepada pengangkut oli bekas yang lain, prosesor oli bekas, dan perusahaan pembakaran oli bekas. Setelah itu, semua dokumen pengangkutan dan pengiriman harus valid selama kurang lebih 3 tahun. Informasi yang ada mencakup: - Nama dan alamat dari penerima oli bekas - Nomor identifikasi U.S EPA - Tanggal pengiriman - Tanda tangan dari penerima atau penyedia oli bekas

Apabila selama pengangkutan terjadi kebocoran oli bekas, maka hal-hal yang harus dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan segera melakukan pencegahan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, misalnya dengan cara mengumpulkan kebocorannya atau dengan mengontak pihak berwajib.

Untuk perusahaan pengangkutan yang menyimpan oli bekasnya dalam jangka waktu tertentu, diperlukan pengaturan-pengaturan khusus untuk mencegah pengaruh kimiawi oli bekas terhadap kesehatan dan lingkungan, yaitu: Oli bekas hanya boleh disimpan di dalam tangki atau kontainer yang berada dalam kondisi bagus dan tidak bocor Area penyimpanan kontainer oli bekas harus dilengkapai dengan sistem penyimpanan sekunder sedemikian rupa guna mencegah oli bekas terserap ke dalam tanah, air tanah maupun air permukaan Tangki penyimpanan yang berada di atas permukaan tanah harus dilengkapi dengan sistem penyimpanan sekunder sedemikian rupa guna mencegah oli bekas terserap ke dalam tanah, air tanah, maupun air permukaan (apabila tangki penyimpanan dipasang setelah tanggal 20 Oktober 1998 maka lantainya harus menutupi tanah yang berada di

bawah tangki. Apabila pemasangan dilakukan sebelum tanggal 20 Oktober 1998, maka lantainya hanya harus diperbesar sampai titik di mana tangkinya bertemu dengan tanah). Semua tangki oli bekas harus diberi label, termasuk pipa input oli bekas, dan kontainer harus diberi label juga. Apabila terjadi tumpahan ke lingkungan, maka yang harus dilakukan adalah: Menghentikan tumpahan Mengumpulkan oli bekas yang tumpah di dalam suatu wadah Membersihkan dan mengatasi oli bekas yang tumpah Membenarkan atau mengganti kontainer atau tangki yang rusak sehingga dapat digunakan kembali

Apabila oli bekas disimpan dalam waktu lebih dari 35 hari, maka perusahan pengangkut akan dikenai tuntutan sebagai prosesor oli bekas. Tuntutan-tuntutan ini lebih mengikat daripada standar fasilitas pengangkutan. Perusahaan pengangkut harus mengikuti serangkaian rencana pencegahan, termasuk rencana pengembangan dan rencana perawatan serta distribusi rencana sampingan untuk fasilitas perusahaan pengangkut. Selain itu, perusahaan pengangkut juga akan dikenai tuntutan untuk menutup area penyimpanan oli bekasnya. Berikut adalah contoh sistem pengangkutan dan pengiriman yang dilakukan oleh salah satu perusahan pengangkutan limbah B3 :

Gambar 1. Sistem Pengangkutan Oli Bekas

1) Melakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan sample limbah yang dihasilkan oleh industri untuk di uji kesesuaian (laboratorium) 2) Memberikan penawaran harga sesuai klasifikasi dan karakteristik limbah dan biaya pengangkutan dan pembersihan. 3) Mempersiapkan jadwal pengangkutan setelah menerima order dari perusahaan. 4) Melakukan penempatan yang sesuai jenis limbah yang diterima dari penghasil limbah. 5) Membuat perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak secara tertulis. 6) Didalam perjanjian kerjasama khususnya pengangkutan limbah yang berasal dari perairan laut / kapal, perusahaan pengangkut akan memberikan tanggung jawab sepenuhnya terhadap resiko apapun setelah limbah diterima dari kapal laut sampai dengan tujuan perusahaan pengangkut.

Pembuangan dan Penimbunan Oli Bekas Pembuangan oli bekas secara sembarangan akan merusak lingkungan, khususnya akan mencemari tanah. Jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah. Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik yang tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan ruang di tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli, juga terbuat dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis. Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan.

Oleh sebab itu, oli bekas serta wadahnya sebaiknya diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan agar tidak berbahaya dan mencemari lingkungan. Berdasarkan PP no.18 1999 tentang Pengelolaan limbah B3, maka dalam melakukan penimbunan sebaiknya : 1. Penimbunan limbah B3 wajib menggunakan sistem pelapis yang dilengkapi dengan saluran untuk pengaturan aliran air permukaan, pengumpulan air lindi dan pengolahannya, sumur pantau dan lapisan penutup akhir yang telah disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penimbunan limbah B3 ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.

Lokasi penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. b. c. Bebas dari banjir; Permeabilitas tanah maksimum 10 pangkat negatif 7 centimeter per detik; Merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi penimbunan limbah B3 berdasarkan rencana tata ruang; d. Merupakan daerah yang secara geologis dinyatakan aman, stabil tidak rawan bencana dan di luar kawasan lindung; e. Tidak merupakan daerah resapan air tanah, khususnya yang digunakan untuk air minum. Terhadap lokasi penimbunan limbah B3 yang telah dihentikan kegiatannya wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut: a. Menutup bagian paling atas tempat penimbunan dengan tanah setebal minimum 0,60 meter; b. c. Melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat penimbunan limbah B3; Melakukan pemantauan kualitas air tanah dan menanggulangi dampak negatif yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke lingkungan, selama minimum 30 tahun terhitung sejak ditutupnya seluruh fasilitas penimbunan limbah B3; d. Peruntukan lokasi penimbun yang telah dihentikan kegiatannya tidak dapat dijadikan pemukiman atau fasilitas umum lainnya.

CRADLE TO GRAVE PT MUSIM MAS ( INDUSTRI KELAPA SAWIT)

PROPER PERUSAHAAN PT MUSIM MAS (INDUSTRI KELAPA SAWIT) PT Musim Mas periode 2009-2010 mendapatkan proper merah, dikarenakan upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan belum sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan dalam tahapan melaksanakan sanksi administrasi. Ketidak sesuain pengelolan lingkungan PT Musim Mas yaitu belum adanya TPS (Tempat Pembuangan Sementara) limbah B3, dan pada IPAL belum ada flow meter. Tahun 2012 PT Musim Mas sudah mendapat proper biru dikarenakan PT Musim Mas telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

You might also like