You are on page 1of 8

TANTANGAN DALAM MEWUJUDKAN LAHAN PERTANIAN PANGAN ABADI

Tri Wahyu Nugroho, SP. MSi.

Agriculture is the mother of all arts. When it is well conducted, all other arts prosper. When it is neglected all other arts decline. Xenophon (430355 BC)

Pendahuluan
Satu langkah berani yang disampaikan dan pemerintah dalam paket adalah

Revitalisasi Pertanian, dimunculkannya 2005. Lahan mengenai tata pertanian guna

Perikanan

Kehutanan

(RPPK)

wacana pengadaan lahan pertanian abadi pada bulan juni pangan abadi adalah suatu kebijakan yang mengatur lahan, khususnya bertujuan untuk melindungi Pemerintah

pengalihfungsian lahan pertanian untuk keperluan yang lainnya.

mentargetkan pencapaian 15 juta ha lahan sawah ditambah dengan 15 juta ha lahan tegalan, yang hanya diperbolehkan digunakan untuk lahan pertanian, dan tidak diijinkan dialihfungsikan untuk penggunaan yang lainnya. Sebuah tantangan yang sangat besar guna mewujudkan keinginan untuk lahan pertanian pangan abadi. Berbagai persoalan mendasar menghadang di depan mata. Yang pertama adalah, lemahnya perangkat hukum formal yang ada di Indonesia, kondisi ini memberikan peluang yang cukup besar bagi pihak yang tertentu untuk ada di memperebutkan lahan pertanian untuk kebutuhan lainnya. Kedua adalah, kurang terpadunya rencana tata ruang dan wilayah Indonesia. untuk Tidak adanya sinkronisasi pembagian tata ruang dan di dalam mengatur rencana tata ruang dan wilayah antara pemerintah pusat dan daerah, memberikan peluang bagi banyak kepentingan bermain wilayah suatu daerah. Ketiga, lemahnya sistem pengawasan pemerintah, terkait pengalihfungsian lahan khususnya yang terjadi dalam skala kecil. Pemerintah khususnya dari departemen pertanian, juga tidak mampu memberikan langkah persuasif dan preventif terhadap terjadinya pengalihfungsian lahan pertanian ke nonpertanian. Berbagai kendala di atas, merupakan hambatan yang akan dihadapi untuk mewujudkan lahan pertanian pangan abadi di Indonesia. Keseriusan pemerintah dalam dimiliki untuk mewujudkan citacita tersebut ada. tentunya harus dibarengi Kekuatan yang harus dengan persiapan perangkat hukum yang

mencegah terjadinya pengalihfungsian lahan, tentunya harus

dilandasi oleh kekuatan hukum yang mengikat dan menjadi rujukan bagi semua rencana tata ruang dan wilayah di

seluruh lahan

daerah

di

Indonesia.

Termasuk 36

yang

menjadi

ganjalan

adalah

adanya Peraturan Presiden

Nomor

tahun

2005, tentang

pembebasan

untuk kepentingan umum. Kepentingan umum disini lebih besar porsinya

untuk kebutuhan infrastruktur seperti jalan, perkantoran dan lainlain. Maka dari itu, apabila pemerintah secara serius ingin mewujudkan lahan pertanian pangan perpres. Dalam skema kebijakan pembangunan pertanian Indonesia sampai saat ini, yang menjadi persoalan mendasar adalah rendahnya kepemilikan lahan yang dikuasai oleh petani. Sampai kapan pun apabila luasan kepemilikan lahan ratarata dari petani masih sangat kecil, sedangkan introduksi teknologi ke lahan pertanian mengalami stagnasi, maka akan bisa dipastikan sektor pertanian akan mengalami kemunduran. Beberapa kemungkinan akan muncul apabila petani memiliki lahan sempit. Kemungkinan yang pertama adalah, petani akan tetap mempertahankan usahataninya meskipun lambat laun mereka akan semakin terjerat hutang, karena cost petani lainnya, usahataninya production lebih tinggi dari hasil penjualan. yang sangat kecil maka Kemungkinan yang kedua adalah, petani akan mensewakan lahannya kepada karena apabila dalam luasan tidak akan efisien. Sedangkan kemungkinan yang terburuk abadi, maka perlu disiapkan perangkat hukum yang lebih tinggi dari

adalah, petani akan menjual lahannya dan akan beralih profesi. Kemungkinan di atas tampaknya bahwa kemungkinan yang terakhirlah yang terjadi secara bersarbesaran di Indonesia. Pada kondisi tersebut, kita tidak bisa menyalahkan untuk pilihan petani melakukan hal tersebut. Pilihan menjual lahannya merupakan pilihan yang paling rasional ditengah

desakan ekonomi yang cukup berat. Namun, secara umum dalam konteks Nasional hal tersebut merupakan ancaman bagi ketahanan pangan Nasional. Pengalih fungsian lahan pertanian secara besarbesaran pada supply semakin pangan menurunnya domestik, supply pangan tentunya akan membawa konsekuensi kecilnya effect domestik. Semakin multiplier

akan memberikan

kepada instabilitas politik dan ekonomi secara Nasional.

Dinamika Reformasi Agraria


Pengertian reformasi agraria / landreform secara luas mencakup

pengaturan hubungan manusia dan lahan, termasuk redistribusi pemilikan lahan, konservasi, dan kelembagaan yang mengatur hubungan manusia dan lahan (Norton, 2004). Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai oleh adanya kebijaksanaan adalah pemerataan kesempatan yang warga Atas menyangkut pemanfaatan lahan bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraannya. dasar tersebut tujuan kebijaksanaan pertanahan dapat meliputi : 1. Pemerataan pemilikan dan penggarapan lahan. tidak terpusat pada segelintir orang, yang Pemilikan dicegah untuk menyebabkan menurunnya

produktivitas lahan. Program landreform merupakan usaha meningkatkan produktivitas, usaha distribusi penguasaan lahan serta usaha mengubah landless menjadi pemilik lahan. Dengan demikian, pemerataan ini akan memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat. 2. Penentuan luas penguasaan lahan yang memungkinkan pemiliknya dapat memaksimumkan manfaatnya (skala usaha). 3. Pengaturan hubungan pemilikpenggarap (UU bagi hasil, dan lainlain). 4. Penyebaran informasi/peraturan masyarakat. 5. Pengaturan tentang konservasi/pelestarian sumberdaya lahan. 6. Pengaturan penggunaan Adapun pendapatan, pengertian (2) dan tujuan lahan dari secara tepat (untuk pertanian, industri, landreform lahan sehingga adalah terjadi : (1) pemukiman, hutan lindung, dan lainlain). penyebaran/pemerataan pemilikan pendapatan nasional. tujuan dari landreform, dapat dikemukakan meningkat sehingga daya belinya juga keuntungan dari landreform, yaitu : 1. Pendapatan petani meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut diharapkan dapat merubah status buruh tani menjadi pemilik tanah. 2. Industri berkembang. 3. Secara multiplier akan meningkatkan GNP. Halhal di atas perlu menjadi perhatian karena kondisi pengusaan lahan di Indonesia yang diperuntukkan sebagai lahan pertanian mengalami penurunan luasan yang banyak akibat adanya konversi lahan. pemerataan Berdasarkan beberapa yang menyangkut pertanahan kepada

peningkatan produktivitas pertanian, dan (3) peningkatan

Ketersediaan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit terutama lahan sawah sehingga upaya peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan semakin bermasalah. Hasil Sensus Pertanian menunjukkan bahwa penyebab penyempitan lahan sawah di Jawa antara lain konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian terutama untuk pembangunan kawasan pemukiman. Konvensi lahan ini, terutama Jawa sebagai gudang pangan nasional, menyebabkan gangguan yang serius Konversi lahan sawah yang dalam pengadaan pangan nasional. tidak terkendali akan dapat menyebabkan

penurunan kapasitas penyerapan tenaga kerja pertanian dan pedesaan serta penurunan hilangnya aset pertanian bernilai tinggi. Akhirakhir ini berkembang kecenderungan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan hasil panen padi per hektar mengalami stagnasi akibat kejenuhan teknologi. maka upaya untuk menekan Dalam situasi tersebut kehilangan produksi pangan akibat konversi

lahan sawah menjadi lebih penting. Untuk kasus di Jawa, memang sulit menghindari kenaikan lahan untuk kegiatan non pertanian, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas. Atas pertimbangan itu, diperlukan upaya mengarahkan proses konversi lahan pada lahan pertanian yang kurang produktif, sedangkan lahan pertanian produktif dicadangkan bagi produksi pangan Berbagai upaya untuk melakukan reformasi agraria sebenarnya sudah sejak lama dilakukan pemerintah Indonesia. Conference on Pada tahun Reform and untuk and 1979, Rural Indonesia telah mengirimkan sebuah delegasi besar yang dipimpin oleh Menteri Pertanian pada World Development Organization pembaruan di Roma (FAO). agraria Agrarian Food yang diselenggarakan Agriculture mewujudkan

Sayangnya, di

sejak pertemuan FAO 1979 tersebut hingga Buktibuktinya dia ntaranya yakni masih

saat ini, masih terjadi proses hambatan yang signifikan Indonesia.

adanya ketimpangan struktur kepemilikan dan penguasaan lahan pertanian serta masih terbatas dan lemahnya akses petani kepada sumber daya lahan. Karena masalah sumber daya lahan pertanian yang belum terselesaikan akibat program reforms agraria belum berjalan, pembangunan pertanian saat ini dihadapkan kepada semakin masalah dan sekaligus jumlah tantangan rumah yang cukup petani kompleks. Pertama, (RTP) gurem yang bertambahnya tangga

menguasai lahan di bawah 0,5 ha. Jumlah petani gurem telah bertambah dari 10,8 juta KK pada tahun 1993 yang menjadi 13,7 juta KK pada tahun 2003 yang berarti meningkat 2,4% per tahun. Kedua, laju konversi lahan pertanian dalam tiga tahun terakhir berdasarkan data BPS (tahun 2004), telah mencapai: (1) alih fungsi lahan sawah ke non sawah = 187.720 ha per tahun, dengan rincian: (a) alih fungsi ke non pertanian = 110.164 ha per tahun dan (b) alih fungsi ke pertanian lainnya = 77.556

ha per tahun; (2) alih fungsi lahan kering pertanian ke non pertanian, sebesar 9.152 ha per tahun. Ketiga, perbankan tanah dan belum terjaminnya petani Keempat, kepastian dalam hak atas tanah sumber degradasi kritis di petani (land pembiayaan pertanian makin tenure), sehingga posisi mengakses

sangat lemah. air

terjadinya lahan

lahan

akibat pengelolaan lahan yang tidak menerapkan kaidah mengakibatkan jumlah

teknis konservasi Indonesia

bertambah. Pada tahun 1992 luas lahan pertanian kritis di luar kawasan hutan mencapai 18 juta hektar, pada tahun 2005 meningkat menjadi + 25 juta hektar. Kelima, banyaknya lahan terlantar (idle land) yang untuk perluasan areal pertanian semakin terbuka lebar. Masalah penyusutan lahan pertanian produktif yang sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan tersebut, apabila tidak segara diambil langkah kebijakan yang tepat untuk mengendalikannya, maka ketergantungan Indonesia terhadap pasokan pangan dari luar akan semakin meningkat dan ketahanan pangan nasional dapat terganggu. Jelas bahwa penyusutan lahan pertanian melalui konversi lahan pertanian ke non pertanian akan memberikan pangan, dan hal ini akan membawa dampak negatif pada ketersediaan terjadi karena masalah landreform cukup luas, apabila masalah ini dapat dipecahkan maka peluang

dampak yang lebih buruk terhadap stabilisasi nasional. Berikut adalah data mengenai konversi laha sawah selama periode 2000 2002 berdasarkan hasil sensus pertanian 2003. Tabel. Konversi lahan sawah selama 20002002
Wilayah Konversi lahan sawah Luas areal (000 ha/th) Persentase terhadap luas sawah tahun 2002 (%) 1,68 2,98 2,42 Alokasi penggunaan sawah yang dikonversi (000ha/th) Non Pertanian Pertanian bukan sawah

Jawa Luar Jawa Total

55,72 (24,73) 132,01 (75,27) 187,72 (100,00)

43,60 (78,25) 66,56 (50,42) 110,16 (58,68)

12,12 (21,75) 65,44 (49,58) 77,56 (41,32)

Keterangan : ( ) = persentase Sumber : Irawan, 2005

Arahan Kebijakan Pembangunan Pertanian Melalui Reformasi Agraria Seutuhnya


Proses pembangunan di sektor pertanian di negara berkembang seperti di Indonesia, tidak bisa delepaskan dari konteks penataan dan pengelolaan masalah agraria. Secara konsepsi, agraria sebenarnya terdiri dari dua aspek pokok yang berbeda, yaitu dilihat dari aspek penguasaan dan pemilikan serta yang lain. Aspek yang pertama berkenaan dilihat dari aspek penggunaan dan pemanfaatannya. Kedua aspek tersebut jelas berbeda antara satu dengan dengan aspek hukum yang merupakan hubungan relasi antara manusia dengan lahan. Kemudian aspek yang kedua adalah membicarakan tentang penggunaan dan pemanfaatan lahan sebagai sumber penghidupan. Undangundang Pokok kepemilikan. agraria Sedangkan Agraria (UUPA) no 5 tahun 1960, beserta sedikit mampu amandemennya memiliki kesan hanya mengedepankan masalah penguasaan dan masalah kita dan pemanfaatan ingin dan penggunaannya proses harus kita disentuh. Padahal, apabila berbicara sebuah maka reformasi

yang seutuhnya

berkesinambungan,

menyeimbangkan diantara keduanya. Namun, kita bisa menyadari mengapa UUPA lebih menekankan pada aspek pemerataan kepemilikan lahan, karena pada saat itu isu politik yang berhembus adalah isu pemerataan kesejahteraan. Pendekatan yang dilakukan pemerintah melalui departemen pertanian pada masa revolsi hijau, pemerintah lebih menekankan pada peningkatan hasil panen. Pemerintah mengedepankan hanya mengejar output hasil panen tanpa aspek pemerataan kesejahteraan kepada seluruh petani. Pola tersebut, lahan mengakibatkan pertanian kemampuan merata secara

pendekatan yang dilakukan pmerintah tidak dapat dilakukan.

intervensi pemerintah terhadap penguasaan

Lemahnya pemerintah dalam memberikan larangan

untuk alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, membawa dampak pada penurunan share kesejahteraan. Pembangunan pertanian melalui proses reformasi agraria yang seutuhnya serta berkesinambungan, perlu memadukan secara proporsional dan seimbang antara lahan pemerataan petani dan penguasaan lahan dan nilai pemanfaatan manfaat lahan lahan untuk yang sektor optimal. Pemerintah harus konsentrasi pada upaya peningkatan kepemilikan upaya meningkatkan pertanian. Perbaikan kondisi lahan berkaitan dengan kesuburan tanah, juga tidak bisa ditinggalkan. Maka, dengan upayaupaya tersebut, proses reformasi agraria yang diharapkan akan memberikan manfaat yang lebih bagi kesejahteraan dan pemerataan ekonomi.

Dalam

jangka

menengah/panjang yakni: dengan perluasan dan

strategi tanah

yang

harus

diambil

dalam pelaksanaan reformasi agraria produktif; (2) Simultan dan komprehensif; transmigrasi perlu disempurnakan

(1) Perluasan tanah pertanian pertanian, pengembangan secara kerja lebih non sistematis di pertanian

dilakukan

(3) Perluasan

kesempatan

pedesaan yang diarahkan pada industri yang berbasis sumber daya pedesaan; (4) Reforma pajak tanah perlu dilaksanakan dengan pengenaan pajak yang tinggi pada tanah diatas pajak maksimum; (5) Setahap demi setahap, terus dilakukan secara persiapan untuk melaksanakan reforma agraria di lokasilokasi yang secara politikekonomisosial budaya adalah layak, harus sistematis dan konsisten, diantaranya adalah mempersiapkan kelembagaan

masyarakat yang kuat dan pengaturan sistem penyakapan.

Membangun dan Mewujudkan Lahan Pertanian Pangan Abadi


Memang tidak mudah untuk mewujudkan lahan pertanian pangan

abadi, namun berbagai upaya konstruktif harus dilakukan pemerintah utuk mewujudkan hal tersebut. Target pencapaian luasan lahan pertanian pangan abadi seluas 15 juta hektar memerlukan upaya yang kuat. Semangat ini sebenarnya mecerminkan adanya aspek reformasi agraria (land reform). Pada oleh Presiden diarahkan rakyat saat dicanankannya dikatakan untuk RPPK di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, ini besar bahwa revitalisasi sebagian

meningkatkan kesejahteraan

dan meletakkan landasan yang kokoh bagi pembangunan ekonomi.

Terkait dengan aspek keagrariaan dalam RPPK tersebut, pemerintah berencana untuk mewujudkan lahan pertanian abadi seluas 15 juta hektar di seluruh Indonesia. Untuk mewujudkan target lahan pertanian abadi tersebut saya menilai mustahil tercapai tanpa adanya program reforms agraria, Reformasi keagrariaan terhadap lahan dan air diperlukan untuk meningkatkan lahan meningkatkan rasio akses petani serta luas lahan perkapita. lahan

Selain dengan reforms agraria, pengembangan luas lahan pertanian juga dilakukan dengan mengendalikan abadi untuk pertanian konversi sekitar pertanian 15 juta dan pencadangan hektar, suasana yang kondusif

fasilitasi terhadap pemanfaatan lahan (pembukaan lahan pertanian baru), serta penciptaan untuk agroindustri pedesaan sebagai penyedia lapangan kerja dan peluang peningkatan pendapatan serta kesejahteraan keluarga petani.

Kebijakan berpedoman

lahan

pertanian baru.

pangan

abadi

dari

sisi

tata lahan

ruang abadi

nasional, merupakan

wacana

Penetapan

mekanisme

kepada penentuan rancangan umum tata ruang suatu wilayah. yang ditegakkan lain. dalam Konsistensi p engalihfungsian

Setelah ditetapkan menjadi lahan pertanian abadi, maka lahan tersebut tidak boleh dipergunakan untuk kegunaan pemerintah lahan. perlu

Kesimpulan
Beberapa hal yang bisa dijadikan simpulan dari paparan di atas antara lain : 1. Proses reformasi agraria harus mampu menyeimbangkan antara kebutuhan pemerataan penguasaan atas lahan dan upaya pemanfaatan lahan itu sendiri untuk peningkatan kesejahteraan 2. Sebagai upaya untuk mewujudkan lahan pertanian pangan abadi, pemerintah harus memberikan payung hukum yang cukup kuat, khususnya untuk mencega terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. 3. Pemerintah diharapkan memberikan insentif khusus untuk pengelolaan lahan pertanian abadi, agar lahan pertanian pangan abadi tersebut memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi untuk kesejahteraan. 4. Pengkoreksian penggunaan lahan, khususnya untuk penggunaan lahan pertanian pangan abadi dilakukan minimal selama 75 100 tahun. 5. Pemerintah diharapkan sesegera mungkin untuk mengkoordinasikan dengan pemerintah daerah, terkait masalah tata ruang dan tata wilayah yang ada di setiap daerah. Daftar Pustaka : Anonymous, 2006. Mencari Model Reforma Agraria untuk Wujudkan Lahan Abadi Pertanian. Majalah Pengelolaan Lahan dan Air. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Irawan, B. 2001. Pencadangan Lahan Pertanian di Jawa. Bulletin Agro Ekonomi, 1(2) : 16 ______, 2005. Konversi lahan sawah, potensi dampak, pola pemanfaatannya dan faktor determinan.Buletin Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol 23. no 1. juli 2005. 118 Silitonga, C., D.J. Rachbini, M.H. Sawit dan A. Pakpahan. 1995. Perkembangan Ekonomi Pertanian Nasional 19691994. Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, Jakarta. Syahyuti, 2006, Kebijakan Lahan Pertanian Abadi sulit di wujudkan, Buletin Analisis kebijakan pertanian, vol 4 no 2.juni 2006 : 96108

You might also like