You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

Neurooftalmologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari mengenai gangguan visual yang disebabkan karena kelainan sistem saraf. Gangguan yang ditemui berhubungan dengan sistem penglihatan visual aferen (melibatkan saraf optikus), sistem penglihatan eferen (mengatur pergerakan bola mata) atau reflek pupil. Beberapa penyakit yang termasuk dalam kategori tersebut adalah optik neuritis, optik neuropati, optic atrofi, papil edema, penglihatan ganda (diplopia) serta defisiensi atau intoksikasi optik neuropati. Gangguan penglihatan dapat dibagi dalam gangguan akibat kerusakan pada susunan saraf optikus dan akibat kerusakan pada unsur non-saraf seperti kornea, lensa dan korpus vitreus. Lapangan pada layar yang dapat terlihat secara monocular atau dengan satu mata dinamakan medan penglihatan. Medan penglihatan tiap orang dapat ditentukan dengan menggunakan alat yang dinamakan perimeter. Alat yang lebih sederhana untuk menentukan medan penglihatan ialah kampimeter, suatu papan hitam dimana tertera garis-garis radial suatu bundaran. Medan penglihatan tiap mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk tiap lesi pada susunan nervus optikus. Keluhan yang berhubungan dengan gangguan nervus optikus adalah ketajaman penglihatan berkurang, medan penglihatan berkurang, adanya bercak dalam lapangan pandang yang tidak dapat dilihat, fotofobia atau mata mudah menjadi silau. Pemeriksaan oftalmoskopik merupakan pemeriksaan rutin dalam

neurologi yang tertuju pada perubahan papil. Papil adalah tempat serabut nervus optikus memasuki mata. Papil yang normal mempunyai bentuk yang lonjong, warna jingga muda, dibagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya (retina) tegas, didapatkan lekukan fisiologis (physiologic cup). Pembuluh darah muncul ditengah, bercabang ke atas dan ke bawah, jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelokelok, perbandingan besar vena : arteri ialah 3 : 2 sampai 5 : 4. 3

System penglihatan adalah suata hal yang kompleks mulai dari bola mata sampai keotak bagian oksipital. lobus oksipital adalah suatu area dimana informasi diproses dan kemudian diinterpretasikan oleh mata.sehingga kita tahu tentang apa yang kita lihat (warna, bentuk, lokasi dan jarak benda), Trauma, tumor, proses inflamasi, dll pada jaras penglihatan dapat menyebabkan masalah pada mata dan penglihatan khususnya pada defek lapangan pandang dan penglihatan.

ANATOMI JARAS PENGLIHATAN Saraf Optik Meliputi seluruh serabut saraf optic mata Chiasma Optikum Merupakan tempat penyilangan serabut saraf dari dua nervus optikus yang terdiri dari serat saraf sentral dan perifer meliputi serabut-serabut temporal retina yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral untuk membentuk traktus optikus.serabut nasal retina yang mengalami penyilangan dan bersatu dengan serabut saraf dari temporal retina. Traktus Optikus Meliputi seluruh serat saraf optikus yang ipsilateral dan serat saraf yang mengalami penyilangan. Geniculatum Lateral Merupakan traktus optikus bagian akhir. Optic radiation (geniculocalcarine tracts). Serabut kuadran retina inferior yang melewati lobus temporal kemuadian kuadran superior melewati lobus parietal untuk menuju lobus oksipital Primary visual area (Brodmanns area) Serabut saraf divergen dengan area visual primer

Gambar 01 : visual pathways

FISIOLOGI PENGLIHATAN Benda mamantulkan cahaya cahaya masuk ke mata melalui pupil pangaturan jumlah cahaya oleh pupil melalui m.sphincter pupillae (yang mengkonstriksikan pupil dalam keadaan cahaya terang) dan m.dilator pupillae (yang melebarkan pupil dalam keadaan kekurangan cahaya) difokuskan oleh lensa (bikonveks) konvergensi cahaya bayangan jatuh di retina (bayangan terbalik) ditangkap oleh fotoreseptor, sel batang (berfungsi untuk penglihatan hitam putih) dan sel kerucut (berfungsi untuk penglihatan warna) penjalaran impuls melalui serabut saraf n.optikus dihantarkan ke korteks optik di otak persepsi melihat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 JARAS PENGLIHATAN SENSORIS

Gambar 02 : gambaran jaras optik

Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan. Cahaya dideteksi oleh sel-sel batang dan sel kerucut diretina, ( dapat dianggap sebagai endorgan sensoris khusus penglihatan). badan sel dari reseptor-reseptor ini

mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinap dengan sel bipolar (neuron kedua dijaras penglihatan).sel sel bipolar kemudian bersinap dengan sel-sel ganglion retina.akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk nervus optikus.

Dalam tengkorak 2 nervus optikus menyatu membentuk kiasma optikus.dikiasma lebih dari separuh serabut (yang berasal dari separuh retina) mengalami dekusasi dan menyatu dengan serabut-serabut temporal yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing traktus optikus berjalan mengelilingi pedunkulus cerebri menuju kenukleus genikulatus lateralis, tempat traktus tersebut akan bersinaps. Semua serabut yang menerima impuls dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap mata membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri.demikian juga, separuh kiri lapangan pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum kanan. 20 % serabut ditraktus menjalankan fungsi pupil.serabut-serabut ini meninggalkan traktus tepat disebelah anterior nucleus dan melewati brachium coliculli superioris menuju kenukleus pretectalis otak tengah. Serat-serat lainnya bersinaps dinukleus genikulatus lateralis. Badan-badan sel struktur ini membentuk traktus genikulokalkarina. Traktus genikulokalkarina berjalan melalui crus posterius capsula interna dan kemudian menyebar seperti kipas dalam radiation optica yang melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan kekorteks oksipitalis (korteks kalkarina, striata, atau korteks penglihatan primer).

2.2 LOKASI LESI DIJARAS PENGLIHATAN

Gambar 03 : defek lapangan pandang akibat berbagai lesi dijaras-jaras optik

Lesi pada jaras optikus dapat disebabkan oleh berbagai factor patologis. Tumor yang luas pada otak dan struktur-struktur yang terletak didekatnya seperti glandula hypophysis dan meninges serta penyakit serebrovaskuler adalah penyebab yang paling sering. Efek penyabaran yang paling luas pada penglihatan terjadi bila tumor terdapat ditempat serabut serabut saraf jaras visual berkumpul menjadi satu, seperti pada nervus opticus atau traktus optikus. Defek lapangan pandang diberbagai lokasi dijaras penglihatan: 1. BUTA SIRKUMFERENSIAL Keadaan ini dapat disebabkan oleh hysteria atau neuritis optica. Neuritis optica dapat timbul setelah infeksi pada sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis, saraf terinfeksi ketika berjalan melalui kanalis optikus untuk masuk kedalam rongga orbita. 2. BUTA TOTAL PADA SATU MATA Keadaan ini dapat disebabkan oleh putusnya satu nervus optikus. 3. HEMIANOPIA NASALIS Keadaan ini dapat terjadi akibat lesi parsial pada sisi lateral chiasma opticum. 4. HEMIANOPIA BITEMPORALIS Keadaan ini disebabkan oleh terpotongnya chiasma opticum secara sagital.kondisi ini paling sering terjadi sebagai akibat tumor glandula hypophysis yang menekan chiasma opticum. 5. HEMIANOPIA HOMONYM KONTRALATERAL Disebabkan karena terputusnya traktus optikus atau radiation optica atau kerusakan korteks visual satu sisi; lesi dapat menimbulkan hemianopia yang sama pada kedua mata : yaitu hemianopia homonym.

2.3 HEMIANOPSIA BITEMPORALIS Pada penglihatan hemianopsia bitemporal terjadi kehilangan pada

sebagian luar (temporal atau lateral) dari kedua lapang pandang kanan dan kiri. Informasi dari lapang pandang temporal yang jatuh pada retina (medial) nasal. Retina nasal bertanggung jawab untuk membawa informasi melalui syaraf optik,

dan melintasi ke sisi lain di kiasma optikum. Ketika ada kompresi pada kiasma optikum dorongan visual dari kedua retina nasal yang terkena, menyebabkan ketidakmampuan untuk melihat sisi temporal, atau perifer. Fenomena ini dikenal sebagai hemianopsia bitemporal. Mengetahui aliran jaras penglihatan melalui saluran optik sangat penting dalam memahami hemianopsia bitemporal. Hemianopsia Bitemporal paling sering terjadi sebagai akibat dari tumor yang terletak di kiasma optikum. Karena struktur yang berdekatan adalah kelenjar hipofisis, beberapa tumor umum yang menyebabkan kompresi adalah adenoma hipofisis dan kraniofaringioma. Juga etiologi neoplastik lainnya yang relatif umum adalah meningioma. Etiologi yang berasal dari vaskular adalah aneurisma dari arteri anterior penghubung yang timbul unggul kiasme, memperbesar, dan kompres itu dari atas.

2.3.1 TUMOR HIPOFISIS lobus anterior hipofisis adalah tempat awal tumor hipofisis. Gejala dan tanda adalah hilangnya penglihatan, perubahan lapang pandang, disfungsi hipofisis, kelumpuhan saraf ekstraokular dan bukti tumor selar atau supraselar pada CT atau MRI. Terapi kombinasi dengan radiasi dan pembedahan mendapat tantangan dari terapi medis dengan bromokriptin yang dibuktikan efektif tidak hanya untuk tumor yang berkaitan dengan galaktorea tetapi juga untuk sebagian tumor sel nul (atau secara endokrinologis inaktif). Penurunan penglihatan atau disfungsi endokrin adalah indikasi pengobatan. Ketajaman penglihatan dan lapang pandang dapat pulih secara dramatis setelah tekanan terhadap kiasma dihilangkan. Gambaran awal ujung saraf optikus tidak memprkirakan hasil akhir visual.

2.3.2 KRANIOFARINGIOMA Kraniofaringioma adalah sekelompok tumor yang jarang ditemukan yang berasal dari sisa epitel kantung Rathke (80% dari populasi normal memiliki sisa tersebut) dan secara khas menjadi simptomatik antara usia 10 sampai 25 tahun tetapi

kadang-kadang belum sampai usia 60 atau 70an. Tumor-tumor ini biasanya terletak supraselar, kadang-kadang intraselar. Gejala dan tanda sangat bervariasi sesuai usia pasien dan letak pasti tumor serta kecepatan pertumbuhannya. Apabila tumor terletak supraselar makanya yang menonjol adalah lapang pandang traktus atau kiasma asimetri. Papiledema lebih sering ditemukan pada tumor hipofisis. Pada tumor yang telah ada sejak bayi dapat dijumpai hipoplasia saraf optikus. Dapat timbul defisiensi hipofisis, dan keterlibatan hipotalamus dapat menyebabkan penghentian

pertumbuhan. Kalsifikasi bagian-bagian tumor menyebabkan timbulnya gambaran radioopak, terutama pada anak-anak. Pengobatan terdiri dari pengangkatan secara bedah selengkap mungkin pada tindakan pertama, karena pada operasi ulang cenderung mengenai hypothalamus, dan prognosis pasien menjadi kurang baik. Sering digunakan radioterapi adjuvant, terutama apabila pengangkatan secara bedah tidak sempurna.

2.3.3 MENINGIOMA SUPRASELAR Meningioma supraselar berasal dari meningen yang menutupi tuberkulum selar dan planum sfenoidale, dan banyak pasien adalah wanita. Tumor biasanya terletak sebelah anterior dan superior terhadap kiasma. Perubahan lapang pandang akibat keterlibatan saraf optikus dan kiasma sering terjadi secara dini (tetapi secara asimetris) diikuti olrh kerusakan progresif jalur penglihatan secara perlahan. CT-scan dengan penguatan kontras akan mudah memperlihantkan tumor ini. Hiperostosis yang berkaitan dengan erosi tulang dan tumor padat berkalsifikasi adalah tanda utama meningioma pada pemeriksaan radiologi. Pengobatan merupakan pengangkatan secara bedah

2.3.4 GLIOMA KIASMA DAN SARAF OPTIKUS Glioma kiasma dan saraf optikus jarang dijumpai, biasanya merupakan kelainan indolen pada anak-anak yang kadang-kadang timbul sebagai bagian dari gambaran klinis neurofibromatosis. Awitan mungkin mendadak, dengan penurunan prnglihatan secara cepat. Terjadi atrofi optikus, dan defek lapang pandang

memoerlihatkan suatu sindriom kiasmatik atau saraf optikus. CT-scan mungkin memperlihatkan pembesaran saraf optikus dan sebuah massa didaerah kiasma dan hypothalamus.pengonatan bergantung pada letak tumor dan perjalanan klinisnya. iridiasi dapat diberikan selama fase pertumbuhan cepat tumor, dab kadang-kadang dilakukan reseksi saraf optikus apabila tumor saraf optikus mulsi meluas secara intracranial kearah kiasma.

2.4 PEMERIKSAAN LAPANGAN PANDANG PERIMETRI GOLDMAN

Gambar 04 : perimetri goldman

Tujuan : perimetri dilakukan untuk mencari batas luar persepsi sinar perifer dan melihat kemampuan penglihatan daerah yang sama dan dengan demikian dapat dilakukan pemeriksaan defek lapang pandangan.

Dasar : saraf yang mempunyai fungsi sama akan mempunyai kemampuan melihat yang sama.bila ada rangsangan sinar pada retina maka retina akan melihat rangsangan tersebut

Alat : perimetri goldman Tekhnik : o Pemeriksa menerangkan terlebih dahulu tentang perlunya kerja sama pada pemeriksaan, perlunya fiksasi terus-menerus dan diminta untuk bereaksi cepat bila sudah melihat sinar datang diperifer.

o Pasien diminta duduk didepan perimetri goldman dengan dagu terletak pada bantalan dagu. o Sebelah mata ditutup o Mata yang tidak ditutup diberi koreksi untuk jauh disertai kaca mata adisi dan diminta fiksasi pada target yang terletak 33 cm didepan mata pasien. o Objek bercahaya digeser dari perifer kesentral daerah fiksasi o Pasien harus segera member tahu bila melihat cahaya, yang dicatat pada kartu kampus o Hal ini dilakukan pada 18 20 meridian Selama pemeriksaan dapat melihat kemampuan fiksasi pasien melalui lubang pengintip

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Suku Bangsa Agama Alamat Pekerjaan Tgl. Pemeriksaan Rumah Sakit Rekam Medik Dokter Pemeriksa : : : : : : : : : : : Ny. R 38 tahun Perempuan Jawa/Indonesia Islam Cibitung Ibu rumah tangga 25 Juli 2012 RSUD Kab.Bekasi 018xxx Dr. M. Ilham Zain, Sp. M

II. ANAMNESIS Keluhan Utama Keluhan Tambahan : Penglihatan kabur pada kedua mata : nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata sejak + 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan tidak dapat melihat benda baiknya yang jarak dekat maupun jauh. Selain keluhan penglihatan kabur, pasien mengalami sakit kepala terutama pada saat berbaring. Keluhan sakit kepala pasien dirasakan sebelum terjadi penurunan penglihatan. Pasien pernah berobat ke klinik terdekat

sebelumnya dan diberikan obat sakit kepala tetapi tidak ada perbaikan. Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat diabetes dan hipertensi disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti pasien. Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat ataupun makanan.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran o Tanda vital o Nadi o Suhu : tampak sakit ringan : compos mentis : 120/80 mmHg : 80 x/menit : 36, 5 oC

o Frek. Napas : 20x/menit Kepala Mata THT Gigi Geligi Leher Toraks Abdomen Ektremitas : Normochepal : (Lihat Status ophtalmologi) : Dalam batas normal : Tidak terbatas caries dan karang gigi : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI OD Gerakan baik ke segala arah Positif 1/60 Normal/palpasi Normal, tumbuh teratur, madarosis (-), sikatrik (-) Edema (-), kalazion (-), hordeolum (-), Palpebra Ortoforia Visus TIO Supersilia Keterangan Posisi Hirscberg OS Gerakan baik ke segala arah Positif 1/60 Normal/palpasi Normal, tumbuh teratur, madarosis (-), sikatrik (-) Edema (-), kalazion (-), hordeolum (-),

Blefarospasme (-) Normal, kecil/sempit (-), besar/lebar (-) Trikiasis (-), ektropion (), entropion (-) Folikel (-), papil (-), hiperemis (-), sikatrik (-), hordeolum (-), Kalazion (-) Folikel (-), papil (-), hiperemis (-), sikatrik (-), hordeolum (-), Kalazion (-) Injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-), Injeksi episklera (-), Pinguekula (-), pterigium (-), perdarahan subkonjungtiva (-) Jernih, infiltrat (-) Dalam, hipopion (-) Sinekia posterior (+), kripti (+) normal Miosis, anisokor, reflek cahaya lansung (+) Jernih Jernih Lensa Vitreous Pupil Kornea BMD/COA Iris Konjungtiva Bulbi Konjungtiva Tarsal Inferior Kojungtiva Tarsal Superior Margo Palpebra Fisura palpebral

Blefarospasme (-) Normal, kecil/sempit (-), besar/lebar (-) Trikiasis (-), ektropion (), entropion (-) Folikel (-), papil (-), hiperemis (-), sikatrik (-), hordeolum (-), Kalazion (-) Folikel (-), papil (-), hiperemis (-), sikatrik (-), hordeolum (-), Kalazion (-) Injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-), Injeksi episklera (-), Pinguekula (-), pterigium (-), perdarahan subkonjungtiva (-) Jernih, infiltrat (-) Dalam, hipopion (-) Sinekia anterior (-), kripti (+) normal Bulat, miosis, reflex cahaya langsung (+) Jernih Jernih

Papil saraf optik : Bulat, merah kekuningan, batas tegas, CDR < 0,3 Pembuluh darah retina: Arteri (merah terang), vena (merah tua), perselubungan (-), kaliber A/V 2:3 Retina: Merah oranye, edema (-), eksudat (-), perdarahan (), sikatrik (-), ablasio (-) Macula: Reflek fovea (+)

Fundus

Papil saraf optik : Bulat, merah kekuningan, batas tegas, CDR < 0,3 Pembuluh darah retina: Arteri (merah terang), vena (merah tua), perselubungan (-), kaliber A/V 2:3 Retina: Merah oranye, edema (-), eksudat (-), perdarahan (), sikatrik (-), ablasio (-) Macula: Reflek fovea (+)

V.

RESUME Pada anamnesa : Pasien perempuan, usia 36 tahun datang dengan keluhan : Penglihatan kabur pada kedua mata sejak + 2 minggu sebelum masuk rumah sakit Nyeri kepala yang dirasakan terutama saat berbaring.

Pada pemeriksaan ophtalmologis: Mata kanan, didapatkan hasil: o Visus: 1/60 o Tes konfrontasi: lapang pandang menyempit pada bagian temporal

Mata kiri, didapatkan hasil: o Visus: 1/60 o Tes konfrontasi: temporal lapang pandang menyempit pada bagian

VI.

DIAGNOSA KERJA Suspect lesi pada kiasma optikum e.c neoplastik

VII. DIAGNOSA BANDING Suspect lesi pada kiasma optikum e.c vaskular

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG o Rencana CT-Scan

IX. PENATALAKSANAAN Metilprednisolon Vitamin B komplek

X. PROGNOSIS o Quo ad Vitam o Mata kanan o Mata kiri o Quo ad Functionam o Mata kanan o Mata kiri : : dubia : dubia : : dubia : dubia

XI. KESIMPULAN Dari hasil anamnesis pasien mengeluh kedua mata penglihatan kabur dan nyeri kepala sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan nyeri kepala semakin memberat dirasakan apabila pasien berbaring. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus menurun dan penyempitan lapang pandang pada bagian temporal serta pemeriksaan funduskopi tidak didapatkan kelainan. Diagnosis kerja sementara pasien adalah suspek lesi pada kiasma optkum Lesi pada kiasma optikum dapat disebakan adanya defek pada kiasma optikum yang kelainannya dapat bersifat neoplastik, vascular maupun inflamasi. Sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu CT-Scan untuk menegakkan diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta. 2000.hal : 289. 2. http://en.wikipedia.org/wiki/Bitemporal_hemianopsia\ 3. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta

4. Wijaya N. Ilmu Penyalit Mata. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;1993. 5. http://www.sciencedaily.com/articles/b/bitemporal_hemianopsia.htm

You might also like