You are on page 1of 58

LAPORAN HASIL FIELD TRIP SOSIOLOGI PERTANIAN DI DESA BULUKERTO, DUSUN KELIRAN, KOTA BATU Oleh: 1. 2. 3. 4. 5.

Nurul Fauziah Agustin Dwi P. Sayyidah Satya Anggun A. Vioryza Balgies P. Setyo Bayu Handiawan Asissten (105040101111062) (1050401011110) (1050401011110) (105040101111095) (1050401011110)

: Dhanang Adhi P.

Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang 2010

KATA PENGANTAR Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang memiliki ciri-ciri khasnya sendiri antara lain adalah bahwa para ahlinyta dituntut untuk memiliki suatu visi, suatu perspektif teori yang merupakan total pangkal kerja mereka. Oleh karenanya ilmu sosiologi penting dianjurkan bagi mereka yang mempelajari sosiologi dan juga menekuni sejarah sosiologi. Makalah ini berisi tentang laporan fieldtrip sosiologi pertanian di desa Bulukerto pada tanggal 4 5 Desember 2010. Dan dalam proses pembuatan makalah ini banyak terdapat kendala dan kekurangan yang dialami penulis. Namun, penulis telah berusaha mencari referensi yang benar dan dengan berdiskusi. Penulis mengucapkan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang mendukung pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna kepada semua pihak dan digunakan dengan sebaik baiknya. Atas saran dan kritik saudara, penulis ucapkan terima kasih.

Malang, 10 Desember 2010

Penulis

Daftar Pustaka

Hlmn. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan 1.4. Manfaat Bab II Tinjauan Pustaka Bab III Metodologi Pelaksanaan 3.1 Metode Pengumpulan Data 3.2 Metode Penentuan Tempat Bab IV Pembahasan 4.1 Keadaan Wilayah 4.2 Rumusan Masalah Bab V Penutup 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran Daftar Pustaka Lampiran

Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sosiologi menurut tradisi studi Eropa daratan dan Anglo-Amerika lahir sekitar akhir abad ke 19, melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan yang dinamisdialektis dan akumulatif. Sosiologi ialah ilmu yang mempelajari tentang hubungan masyarakat antara individu satu dengan individu yang lainnya, antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, dan antara individu satu ke kelompok lainnya. Dalam pertanian mempelajari sosiologi juga sangat dibutuhkan, karena kita juga berinteraksi dengan masyarakat yang berhubungan dengan

pertanian. Adanya masyarakat petani dalam suatu desa pasti menjadi factor penting terjadinya interaksi. Dengan begitu pasti akan ada masalah-masalah sosial yang terjadi. Yang dapat kita pelajari dari masyarakat petani yaitu mulai dari budaya petani, cara-cara bertani atau berladang yang kental dengan budaya desa pasti ada yang berbeda dari setiap petani-petani yang ada di tiap-tiap desa. Stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat pertanian, adanya perbedaan kelas petani yang ada dalam masyarakat juga perlu dibahas atau dikaji, mulai dari buruh tani, petani sedang, dan petani sukses. Selain itu kelembagaan yang ada dalam masyarakat pertanian juga perlu dibahas, adanya kelompok tani yang membantu dalam masalah pertanian mulai dari peminjaman modal dan bibit untuk petani akan dibahas dalam makalah ini. Jaringan sosial yang ada dalam masyarakat pertanian yang ada di desa berhubungan erat dengan sosiologi karena adanya kerjasam antara petani dengan pihak luar. Hal penting lainnya yang harus dibahas juga yaitu adanya globalisasi dalam pertanian, mulai dari perubahan yang terjadi di masyarakat dengan adanya teknologi baru yang masuk dalam dunia pertanian dan kebiasaan-kebiasaaan lama yang masih ada di masyarakat petani desa.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: 1. Apa saja kebudayaan yang ada dalam masyarakat pertanian di desa Bulukerto? 2. Bagaimana stratifikasi sosial yang terjadi di desa Bulukerto? 3. Apa saja kelembagaan yang terdapat di desa Bulukerto? 4. Apakah ada jaringan sosial yan terjadi di desa Buluketo? 5. Bagaimana globalisasi yang terjadi di desa Bulukerto?

6. Bagaimana usaha tani yang ada di desa Bulukerto dusun KeliranBatu?

1.3. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengerti tugas akhir praktikum sosiologi pertanian. Selain itu juga untuk menganalisis kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan, jaringan sosial, dan globalisasi serta usaha tani para petani di desa Bulukerto.

1.4. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat terkait sebagai bahan acuan untuk memperbaiki pertanian di daerah tersebut agar lebih berpengalaman dalam mengatasi masalah-masalah pertanian khususnya untuk petani-petani apel. Melalui makalah ini petani atau pihak yang terkait dapat mengacu masalah-masalah seperti kebudayaan yang ada seperti adanya selamatan setiap malam tahun baru hijriah, selain itu adanya kerjasama antar warga kampung juga perlu dilestarikan. Sehingga keunikan dari desa tersebut tetap terjaga dengan tetap memperhatikan lingkungan dan peraturan yang berlaku. Selain itu dalam makalah ini juga membahas tentang stratifikasi sosial, masyarakat dapat melihat pembagian kelas yang ada dalam desa tersebut. Jika ada yang tidak sesuai masyarakat dapat mengganti sesuai dengan kemajuan zaman yang ada seperti sekarang ini, apakah diperlukan penggolongan kelas atau tidak. Adanya kelembagaan yang dibahas juga bermanfaat bagi mahasiswa atau penduduk setenpat. Pihak yang terkait dapat memperhatikan apakah manfaat adanya beberapa lembaga itu bermanfaat atu tidak bagi petani apel untuk meningkatkan produksi apel.

Dengan membahas jaringan sosial juga memberikan pengetahuan bagi petani apel, hubungan kerjasama dengan pihak luar apakah ada efek dengan peningkatkan produksi apel di desa tersebut. Adanya jaringan sosial juga berhubungan erat dengan globalisasi. Manfaat teknologi baru yang masuk dalam desa tersebut sudah bermanfaat atau tidak bagi masyarakat di sana. Analisis usaha tani yang ada di desa Bulukerto, dusun Keliran ini juga dapat dilihat dalam makalah ini, sehingga bisa menjadi acuan beberapa petani untuk usaha tani tanaman apelnya. Diharapakan petani apel dapat menganalisis masalah yang ada dalam makalah ini sehingga petani dapat menanggulangi masalah-masalah yang ada, dan produksi apel dapat meningkat sesuai dengan permintaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kebudayaan 2.1.1 Pengertian Kebudayaan Budaya atau Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan

dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuiakan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. 2.1.2 Unsur-unsur Kebudayaan

Kebudayaan memiliki unsur-unsur universal, antara lain:


1. Sistem religi dan kehidupan kerohanian yang meliputi sistem kepercayaan

dan keyakinan, sistem upacara keagamaan, kesusastraan suci, komuniti keagamaan, ilmu gaib, sistem nilai dan pandangan hidup.
2. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia yang meliputi alat-alat

produksi, alat-alat distribusi dan transportasi, wadah dan tempat untuk

menaruh, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan.
3. Sistem mata pencaharian hidup yang meliputi berburu dan meramu,

perikanan, bercocok tanam di ladang, bercocok tanam menetap, peternakan, perdagangan.


4. Sistem kemasyarakatan yang meliputi sistem kesatuan hidup setempat,

asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan.


5. Sistem pengetahuan yang meliputi pengetahuan mengenai alam sekitar,

pengetahuan mengenai alam flora, pengatahuan mengenai alam fauna, pengetahuan mengenai tubuh manusia, pengathuan mengenai kelakuan manusia.
6. Bahasa yang meliputi bahasa Lisan dan bahasa Tulisan 7. Seni yang meliputi seni patung, seni pahat, seni lukis dan seni gambar, seni

rias (seni merias dan seni menghias), seni suara atau seni vokal, seni instrumental, seni sastra, dan seni drama. 2.1.3 Kebudayaan Indonesia

Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai hasil cipta rasa dan karsa manusia yang sudah sejak lama ada. Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya. Dalam perjalanannya kedepan (abad 21), sebagai bangsa besar, Indonesia seperti sebuah kapal induk yang sedang oleng di tengah badai. Perjalanan hidup bangsa Indonesia bukan saja seperti kapal induk tanpa peta navigasi, melainkan juga seperti kapal induk yang kehilangan energy untuk menggerakkan seluruh system navigasinya. Dikaitkan dengan cita-cita awal pendirian nagara, seharusnya bangsa Indonesia memiliki daya imortalitas yang tinggi. Dari awal yang dibangun founding fathers adalah semangat atau jiwa bangsa, bukan bangunan material. Gejala yang mengarah pada kematian bangsa Indonesia akhir-

akhir ini dapat diidentikkan dengan semakin memudarnya atau tereliminasinya roh, jiwa atau semangat bangsa. Upaya penemuan kembali nilai-nilai bangsa Indonesia yang telah memudar atau nyaris hilang bukan saja bisa dipandang sebagai upaya menghindarkan bangsa Indonesia tereliminasi dari pergaulan masyarakat dunia, melainkan juga untuk memberi pencerahan ke depan agar Indonesia bisa menjadi bangsa besar di awal abad 21. Upaya menemukan kembali nilai-nilai untuk membangun kehidupan bangsa Indonesia ke depan saat ini mendesak dilakukan. Diharapkan aktualisasi penemuan kembali nilai-nilai untuk membangun kehidupan bangsa ini bisa dijadikan semacam plant form atau bagian dari visi utama rencana strategis Depdagri di masa yang akan datang. Sejalan dengan itu dalam waktu dekat diharapkan dapat dibuat panduan langkah-langkah kongkrit untuk pengembangan konsep Pembangunan Berbasis Nilai-Nilai yang bisa dioperasionalkan oleh kabinet. Dalam rangka pengembangan konsep yang dimaksud dikemukakan langkahlangkah penting yang perlu ditempuh, yaitu: pertama, perlunya melakukan eksplorasi terhadap nilai-nilai ideal dari khasanah agama-agama yang ada di Indonesia. Kedua, perlu ada gagasan awal tentang rumusan niali-nilai yang dianggap mampu merepresentasikan persyaratan agar suatu bangsa dapat mencapai kemajuan secara meyakinkan dalam waktu relative cepat. Ketiga, pemetaan kesenjangan antara nilainilai ideal dan penerapan atau aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, agar strategi pengembangan nilai social-budaya efektif perlu ditelaah faktor pendukung apa saja yang dibutuhkan.

2.2

Stratifikasi Sosial 2.2.1 Pengertian stratifikasi sosial

Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara bertingkat. Misalnya dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang, dan strata rendah. Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai, baik berharga atau

bernilai secara sosial, ekonomi, politik, hokum, budaya maupun dimensi lainnya dalam suatu kelompok sosial. Simbol-simbol tersebut misalnya, kekayaan, pendidikan, jabatan, kesalehan dalam beragama, dan pekerjaan. Dengan kata lain, selama dalam suatu kelompok sosial pasti ada sesuatu yang dianggap berharga atau bernilai, maka selama itu pula aka nada stratifikasi sosial dalam kelompok sosial (komunitas) tersebut. 2.2.2 Lapisan Sosial

Tiap kelompok sosial bersifat berlapis-lapis yang mencerminkan adanya kelompok tertentu berada di atas yang lain karena keadaan dan hal-hal tertentu yaitu sesuatu yang pada tempat dan waktu tertentu dihargai dan dipandang dapat menentukan kehidupan kelompok yang bersangkutan. Mereka yang memiliki sesuatu yang berharga akan dipandang oleh masyarakat sebagai kelompok yang terhormat. Benda atau kemampuan yang dihargai di dalam suatu kelompok bisa berupa kharisma seseorang, benda-benda bernilai ekonomi seperti tanah dan barang berharga lain yang dalam perwujudannya bisa berupa kekuasaan seseorang, ilmu pengetahuan, kekayaan dan mungkin juga berada dalam lapisan tertentu karena keturunan. Dalam sejarah ditemukan contoh-contoh mengenai lapisan terjadi karena adanya kelompok yang dipandang berada pada lapisan atas. Sebagai contoh, pada system kekastaan Hindu, seperti Brahmana Ksatria, Waisya, Sudra dan seterusnya. Paparan mengenai pelapisan sosial atau social stratification adalah pelajaran mengenai cara-cara dengan mana kelompok-kelompok manusia mengalokasikan kekuasaan dan hak-hak serta akibat-akibat daripadanya. Ini adalah pelajaran mengenai siapa yang mendapat apa, kapan, mengapa, dan bagaimana. Hal-hal tersebut akan dipaparkan dalam butir-butir sebagai berikut: a. Sistem-sistem kepangkatan. Untuk maksud-maksud analitis, maka relevanlah untuk mengakui bahwa jabatan-jabatan atau posisi-posisi social dimana kekuasaan diletakkan, diatur ke dalam serangkaian hierarkhi sosial. Hierarkhi-hierarkhi jabatan sosial ini akan dinamakan sistem-sistem pangkat atau rank system. Suatu system pangkat dapat didefinisikan sebagai suatu pengaturan hierarkhi atas

jabatan-jabatan sosial yang dapat diperbandingkan atas dasar variasi-variasi dalam tingkatan kekuasaan yang diletakkan dalam jabatan-jabatan itu oleh kelompok. b. Sistem-sistem kelas. Bermacam-macam sistem pangkat ada di dalam setiap masyarakat. Oleh karena itu salah satu dari persoalan-persoalan penting yang harus diperhatikan di dalam memperlajari suatu masyarakat adalh adalah persoalan mengenai tingkatan dimana beberapa sistem pangkat membentuk satu susunan tunggal. Perubahan-perubahan dalam sistem kelas sebagai keseluruhan mempengaruhi bagian-bagian dan perubahan-perubahan dalam bagian-bagian yang mempengaruhi sistem sebagai satu keseluruhan. 1. Pergaulan yang berlainan dalam sistem-sistem kelas. Suatu akibat yang nampaknya tidak dapat dihindari dari kristalisasi kelas adalah bahwa orang cenderung untuk bergaul terutama dengan orang-orang yang mempunyai status yang sama. 2. Differensiasi Kebudayaan dalam Sistem-sistem Kelas. Kebudayaan disampaikan atau diteruskan melalui komunikasi dan pergaulan, yang mana pribadi banyak berfungsi sebagai perantara komunikasi. 3. Alat-alat dalam kebudayaan untuk mempertunjukkan kalau seseorang diketahui sebagai seorang yang mempunyai status tinggi. 2.2.3 Terjadinya Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)

Terjadinya stratifikasi sosial (lapisan masyarakat) dibagi menjadi 2, yaitu : a) Terjadi dengan sendirinya Unsur-unsur yang terjadinya stratifikasi sosial yang terbentuk dngan sendirinnya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotan seorang kepala masyarakat. Unsur-unsur yang dipakai oleh setiap komunitas berbeda-beda. Misalnya pada masyarakat yang mata pencahariannya sebagai petani, kerabat yang

membuka tanah dianggap sebagai orang-orang yang menduduki jbatan yang lebih tinggi dan dalam istilahnya disebut juragan tanah. b) Sengaja disusun Hal ini biasanya berkaitan dengan adanya suatu tujuan bersama yang berkaitan dengan pembagian kekuasaan. Stratifikasi sosial semacam ini digunakan di dalam suatu instansi, organisasi, pemeritahan, dan lain sebagainya.

2.2.4

Sifat Sistem Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)

Sifat sistem stratifikasi sosial (lapisan masyarakat) dibagi menjadi 3, yaitu : a) Bersifat tertutup (closed social stratification) Sistem stratifikasi tertutup tidak memungkinkan untuk pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik gerak pindahnya itu ke atas atau ke bawah. Dalam sistem seperti ini, jalan satu-satunya untuk menjadi salah satu anggota suatu lapisan adalah kelahiran. Sistem ini masih dianut oleh beberapa Negara di dunia salah satunya adalah India. Di India, kasta tertinggi dijabat oleh kasta Brahmana (pendeta), Kasta kedua dijabat oleh kasta Ksatria (bangsawan), kasta ketiga di jabat oleh kasta Vaicya (pedagang), kasta keempat dijabat oleh kasta Sudra (rakyat jelata), kasta kelima atau biasanya tidak dianggap dalam sistem kasta adalah Paria. b) Bersifat terbuka (open social stratification) Dalam sistem ini setiap anggota masyarakat berkesempatan unutuk dapat memperbaiki lapisannya sesuai dengan ketrampilan serta kerja keras. Bagi yang beruntung, orang yang berasal dari lapisan bawah dapat naik ke lapisan atas dan bagi yang kurang beruntung, orang yang berasal dari lapisan atas dapat jatuh ke lapisan bawah. Hampir seluruh negara di dunia ini menganut sistem ini termasuk Indonesia. c) Bersifat campuran Dalam sistem ini terjadi perpaduan antara sistem tertutup dengan sistem terbuka. Misalkan suatu daerah terdapat suku pribumi yang menganut sistem tertutup kemudian tanah mereka didatangi oleh masyarakat pendatang yang menganut sistem terbuka setelah itu para pendatang menetap dan bertempat tinggal di tanah suku

penganut sistem tertutup sehingga terjadilah percampuran atau perpaduan antara kedua sistem tersebut.

2.2.5

Kelas-kelas dalam Masyarakat (social classes)

Kelas Sosial adalah semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukannya dalam suatu lapisan, sedangkan kedudukan mereka itu diketahui serta diakui oleh masyarakat umum. Kelas sosial dalam setiap komunitas berbeda-beda dan penentuannya-pun berbeda, misalnya saja di Inggris kaum bangsawan disebut sebagai nobility sedangkan kaum rakyat dinamakan commoners hal ini mereka sadari bahawa kaum nobility lebih tinggi kedudukannya daripada kaum commoners (sesuai adat istiadat). Kriteria-kriteria untuk meninjau kelas sosial dari segi tradisional: a) Besar jumlah anggota-anggotanya b) Kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajibankewajiban warganya c) Kelanggengan d) Tanda/lambang-lambang yang merupakan ciri khas e) Batas-batas yabg tegas (bagi kelompok itu terhadap kelompok lain) f) Antagonisme tertentu

2.2.6

Dasar Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)

Ukuran-ukuran yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan adalah :

a) Ukuran Kekayaan Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan

pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya. b) Ukuran Kekuasaan Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atasan. Misalkan juragan tanah berwenang mengatur tanahnya dan dengan mudah mmenyuruh bawahannya untuk mengerjakan tanah tersebut yang kemudian nanti diolah untuk bidang pertanian. c) Ukuran Kehormatan Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan/atau keuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat tradisional, biasanya mereka adalah golongan tua atau yang pernah berjasa. d) Ukuran Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif. Karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, ternyata gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal.

2.2.7

Unsur-unsur Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)

Unsur-unsur baku yang ada dalam stratifikasi sosial dibagi menjadi 2, yaitu : a) Kedudukan (Status) Kedudukan adalah tenpat seseorang dalam suatu pola tertentu. Seseorang memiliki beberapa kedudukan dikarenakan seseorang tersebut biasanya ikut serta dalam bebagai pola kehidupan. Masyarakat pada umumnya mengembangkan 3 macam kedudukan yaitu: i) Ascribed Status

yaitu

kedudukan

seseorang

dalam

masyarakat rohaniah

tanpa dan

memerhatikan

perbedaan-perbedaan

kemampuan.kedudukan ini diperoleh melalui kelahiran. Misalkan kedudukan anak bangsawan adalah bangsawan pula. Kedudukan semacam ini banyak dijumpai pada sistem lapisan tertutup. Namun, kedudukan semacam ini masih dijumpai pada sistem lapisan terbuka, misalkan kedudukan anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. ii) Achieved Status Yaitu keududkan yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini diperoleh tidak berdasarkan kelahiran melainkan melalui perjuangan dan kerja keras. Misalkan kedudukan seseorang sebagai manager suatu

perusahaan dikarenakan orang tersebut memenuhi kriteria sebagai manager. iii) Assigned Status Yaitu kedudukan yang diberikan. Kedudukan semacam ini erat kaitannya dengan achieved status. hal ini bisa diartikan sebagai pemberian kedudukan yang lebih tinggi kepada orang yang berjasa oleh suatu organisasi atau instansi. 2) Peranan (Role) Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan. Peranan dan kedudukan tak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batasbatas tertentu, sehingga orang tersebut dapat menyesuaikan perilaku diri sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Peranan mencakup 3 hal, yaitu : a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan merupakan rangkaianrangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

b) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c) Peranan merupakn perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

2.2.8

Perlunya Sistem Stratifikasi Sosial

Setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajibankewajibannya sebagai akibat penempatan tersebut. Dengan demikian, masyarakat menghadapi dua persoalaan, yaitu pertama, menempatkan individu-individu tersebut dan kedua mendorong agar mereka melaksanakan kewajibannya. Apabila semua kewajiban selalu sesuai dengan keinginan setiap orang maka maka persoalan yang mereka hadapi tentunya akan mudah, tetapi kenyataannya lain. Setiap kedudukan memiliki kewajiban kewajiban yang berbeda dengan kedudukan lainnya. Maka, dengan demikian sistem stratifikasi sosial sangat dibutuhkan untuk memilah-milah kewajiban agar setiap individu mengetahui kewajiban-kewajiban apa saja yang harus dikerjakan. Hal ini juga dapat menjadikan solusi untuk memecahkan masalah yag dihadapi masyarakat, yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajibannya yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya.

2.3

Kelembagaan 2.3.1 Pengertian kelembagaan

Kelembagaan merupakan

2.3.2

Permasalahan Kelembagaan Agribisnis

Selama pembangunan jangka panjang tahap pertama, telah berhasil ditumbuhkan dan dibangun berbagai kelembagaan agribisnis baik kelembagaan formal maupun kelembagaan nonformal.

Kebijaksanaan pemerintah selama ini dalam membangun kelembagaan agribisnis telah banyak mendorong tumbuhnya usaha/industry yang bergerak dibidang agribisnis baik BUMN, swasta maupun koperasi. Namun demikian sector agribisnis ini tetap berkembang agak lamban, terutama agribisnis tanaman pangan dan holtikultura. Apabila ditelususri lebih jauh lambatnya perkembangan agribisnis tanaman pangan dan holtikultura disebabkan antara lain: Kebujaksanaan yang kurang mendukung. Berbagai kebijaksanaan pemerintah yang menumbuhkan kelembagaan melalui Top-down policy tampaknya belum dapat menghasilkan kelembagaan agribisnis yang kuat dan mandiri. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam mendesain penumbuhan kelompok tani, koperasi unit desa, dan kelembagaan sarana produksi lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada kelembagaan pasca panen, pengolahan, pemasaran hasil serta kelembagaan permodalan. Intervensi pemerintah tampaknya terlalu jauh masuk dalam kelembagaan agribisnis, sehingga terkesan membatasi ruang gerak bisnis yang dilakukan oleh kelembagaan yang bersangkutan. Hal ini diperparah lagi dengan berbagai kebijaksanaan yang mendorong kea rah terjadinya monopoli dalam usaha di bidang agribisnis, pengendalian harga, subsidi, dan sebagainya. Dalam menghadapi era globalisasi dan liberalisasi yang dicirikan dengan persaingan yang semakin ketat; reformasi di bidang kebijaksanaan dalam membangun kelembagaan agribisnis ini merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi, dan mutlak harus dilaksanakan. Upaya deregulasi, dan debirokratisasi di bidang pembangunan kelembagaan agribisnis ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses reformasi. Masalah Intern Kelembagaan.

Sebagai dampak dari kebijaksanaan sebagaimana diuraikan di atas, terlihat dengan jelas pada kinerja kelembagaan yang masih belum sesuai dengan harapan. Apabila ditelusuri lebih jauh kedalam setiap subsistem agribisnis, akan ditemukan titik-titik rawan berupa kelembagaan yang kinerjanya rendah sebagai berikut:

1. Kelembagaan Sarana Produksi Titik rawan dan kelemahan yang terlihat dalam kelembagaan sarana produksi antara lain dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi yang dilakukan oleh KUD. Titik rawan berikutnya dalam rangkaian kelembagaan sarana produksi adalah kelembagaan penyedia bibit/benih, baik produsen benih (BUMN, swasta) maupun kelembagaan penangkar dan penyaluran benih di tingkat lapangan. Akibat kelemahan kelembagaan ini dalam menangani penyediaan saprodi maka prinsip enam tepat yaitu tepat jenis, jumlah, waktu, lokasi, harga, dan mutu sarana produksi sering tidak tercapai.

2. Kelembagaan Usaha Tani/Produksi Unit usaha tani keluarga sebagai kelembagaan usaha tani terkecil masih menghadapi masalah struktural yang masih sangat sulit di atasai. Masalah yang menonjol antara lain, rendahnya tingkat pendidikan petani selaku pelaku agribisnis. Selain tingkat pendidikan yang rendah, kepemilikan lahan usaha juga relatif kecil. Sejalan dengan masalah tersebut di atas, dari segi kelembagaan tani berupa kelompok tani, juga mengalami masalah yaitu, sebagian besar kelompok tani memiliki tingkat kemampuan kelas pemula 37,1%, kelas lanjut 33,8%, sedangkan kelas madya batu sebesar 20,8% dan kelas utama sebanyak 3,0%.

Masalah struktural tersebut diatas tampaknya menyulitkan upaya memposisikan petani/kelompok tani sebagai kelembagaan agribisnis yang tangguh.

3. Kelembagaan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Masalah kelembagaan yang dialami pasca panen yang melakukan usaha dibidang pasca panen primer adalah: masalah teknologi yang terkait dengan alsin, permodalan, dan manajemen usaha. Berbeda dengan unit usaha pasca panen primer, unit usaha dibidang pengolahan hasil tanaman pangan dan hortikultura mengahdapi permasalahan yang berbeda, tergantung komoditi yang diolah. Permasalahan di bidang pengolahan hasil dapat dalam bentuk keseterdiaan bahan baku yang tidak kontinu, kesulitan modal usaha (bagi usaha kecil), persaingan bisnis (usaha kecil vs perusahaan besar), permodalan dan manajemen usaha.

4. Kelembagaan Pemasaran

Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang pemasaran hasil tanaman pangan dan hortikultura menghadapi berbagai permasalahan yang menyangkut: a. Efisiensi pemasaran yang rendah, karena panjangnya rantai pemasaran dan biaya transportasi yang tinggi sehingga biaya pemasaran menjadi tinggi. b. Fluktuasi harga yang besar. c. permodalan usaha. d. Keterampilan manajemen di bidang usaha pemasaran hasil yang rendah. Kemampuan kelembagaan pemasaran dalam mengkoordinasikan permintaan dan penawaran komoditas tanaman pangan dan

hortikultura secara efektif masih rendah, dan tidak mampu mengendalikan sifat pasar yang monopsonistis atau oligopsonistis yang cenderung menekan harga pada tingkat petani.

5. Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung Diantara kelembagaan jasa layanan pendukung, maka kelembagaan permodalan merupakan kelembagaan penting yang posisinya relative rendah. Banyak skema-skema kredit yang disediakan pemerintah di bidang agribisnis belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong perkembangan agribisnis. Selain kelembagaan permodalan, kelembagaan jasa layanan pendukung yang mempunyai fungsi strategis dalam pembangunan system agribisnis adalah BPP. Kelembagaan ini meskipun jumlahnya banyak dan tersebar di hamper setiap kecamatan, namun kemampuannya dalam pengembangan agribisnis di pedesaan masih sangat lemah. Oleh Karena itu kemampuan malakukan alih teknologi di bidang agribisnis kepada kelompok tani juga lemah. 2.3.3 Fungsi Kelembagaan Suatu lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan pokok dari manusia, pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi: 1. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan. 2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan. 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistim pengendalian sosial (social control) yaitu artinya sistim masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

2.4

Jaringan Sosial 2.4.1 Pengertian Jaringan Sosial Menurut Mitchel (1969;1-2), jaringan social merupakan seperangkat

hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk diantara sekelompok orang dimana karakteristik hubungan-hubungan tersebut dapat digunakan untuk

menginterpretasikan motif-motif perilaku social dari orang-orang yang terlibat didalamnya. Dalam kenyataan kehidupan, jaringan social ini sedemikian kompleks dan saling tumpang tindih atau saling memotong satu sama lain.

2.4.2 Macam-macam Jaringan Sosial Menurut Barnas(1969), membedakan jaringan social menjadi dua, yaitu : 1. Jaringan social menyeluruh, yaitu keseluruhan jaringan yang dimiliki individu-individu dan mencakup beberapa konteks atau bidang dalam kehidupan masyarakat. 2. Jaringan social parsial, yaitu jaringan yang dimiliki individuindividu terbatas pada bidang-bidang kehidupan tertentu, misalnya jaringan ekonomi, keagamaan, dam kekerabatan. Ditinjau dari hubungan social yang membentuk jaringan social, dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Jaringan kekuatan (power), merupakan hubungan-hubungan social yang membentuk kekuasaan. Dalam jaringan kekuasaan,

konfigurasi keterkaitan antar pelaku didalamnya disengaja atau diatur. Tipe jaringan ini muncul bila pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditargetkan membutuhkan tindakan kolektif dan konfigurasi yang saling berhubungan antar pelaku yang biasanya bersifat permanen.

2. Jaringan kepentingan (interest), merupakan jaringan di mana hubungan-hubungan social yang membentuknya bemuatan

kepentingan. Jaringan ini terbentuk oleh hubungan-hubungan yang bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus. Struktur yang muncul dari tipe jaringan social ini adalah sebentar dan berubah. 3. Jaringan social perasaan (sentiment), merupakan jaringan yang terbentuk atas dasar muatan perasaan, dimana hubungan-hubungan social itu sendiri menjadi tujuan dan tindakan social. Struktur yang dibentuk oleh hubungan perasaan ini cenderung mantap dan permanen. Hubungan soial yang terwujud biasanya cenderung menjadi hubungan dekat dan kontinyu. Diantara para pelaku cenderung menyukai atau tidak menyukai pelaku-pelaku lain dalam jaringan social. Oleh karena itu, muncul adanya saling control yang relative kuat antar pelaku.

Apabila dilihat dari status social ekonomi individu yang terlibat, terdapat dua jenis jaringan social, yaitu: 1. Jaringan social horizontal, jaringan social dikatakan bersifat horizontal jika individu-individu yang terlibat didalamnya

memiliki status social yang relative sama. Mereka memiliki kewajiban yang sama dalam perolehan sumber daya dan suber daya yang yang dipertukarkan relative sama. 2. Jaringan social vertical, jaringan social dikatakn bersifat vertical jika individu-individu yang terlibat di dalamnya tidak memiliki status social yang sepadan.

2.4.3 Perspektif Teori dalam Kajian Jaringan Sosial Grootaert (2002), menyatakan bahwa capital social merupakan salah satu alternative unjtuk mengatasi kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan ketersediaan capital ekonomi di tingkat ekonomi. Bahkan menurutnya, kontribusi capital social

sebanding dengan modal manusia. Artinya, capital social yang bersifat non fisik diyakini mampu menandingi. Perkembangan pemikiran mengenai capital itu sendiri tidak lepas dari kritik, terutama mengenai beragamnya konsep dan definisi capital social. Aspek lainnya yang perlu dicermati adalah mengenai penetuan indicator yang sesuai dalam mengukur capital social,serta dalam hal bagaimana membangun atau

mengembangkan capital social. Perbedaan pandangan dan cara mendefinisikan capital-kapital social juga terkait dengan metode yang digunakan untuk menjelaskan capital social itu sendiri. Akan tetapi, bagaimanapun perbedaan cara pandang dan metode analisis dalam studi-studi capital social, ternyata tidak saling

mempertentangkan peran capital social terutama kontribusi jaringan social dalam dinamika pembangunan, termasuk dalam upaya pengembangan komunitas agribisnis.

2.4.4 Perspektif Sosiologi Ekonomi Pemberdayaan Jaringan Sosial dalam Pengembangan Agribisnis Pemberdayaan jaringan social dalam pengembangan agribisnis dapat dikaitkan dengan upaya Nee dalam menjelaskan konsep new institusionalism atau kelembagaan ekonomi baru yang dikembangkan Victor Nee. Menurut Nee, new institusionalism adalah sebuah gagasan yang menggabungkan antara ekonmi institusional dan teori ktertambatan Granocetter, yakni melekatnya jaringan social dalam struktur social.

2.5 Globalisasi

2.5.1 Ciri yang menunjukkan adanya Globalisasi Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia: Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global

terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.

Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).

Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). Saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.

Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain. 2.5.2 Bentuk bentuk dari Globalisasi Globalisasi Informasi Kemajuan teknologi informasi melalui satelit, komputer, internet dan media massa memungkinkan berita dari belahan dunia dapat cepat sampai ke belahan dunia lain. Mengecilnya ruang dan waktu telah mengakibatkan bahwa hampir tidak ada kelompok orang atau bagian dunia yang hidup dalam isolasi . Informasi tentang keadaan/situasi lain dapat menciptakan suatu pengetahuan umum yang jauh lebih luas dan aktual dari yang ada sebelumnya. Batas-batas teritorial suatu negara menjadi tidak relevan. Batas negara tidak lagi menjadi batas informasi karena seseorang mahasiswa di Indonesia dapat dengan cepat berkomunikasi langsung dengan seorang mahasiswa di Harvard ( AS ). Globalisasi Ekonomi Dalam bidang ekonomi ada tuntutan dunia yang berupa perdagangan internasional tanpa hambatan batas-batas negara ( eksport dan import ). Proteksi berupa bea masuk yang tinggi atau larangan masuknya barang dari

luar negeri dianggap bertentangan dengan arus globalisasi. Menurut Tantri Abeng perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi meliputi: a.Globalisasi produksi b.Globalisasi pembiayaan c.Globalisasi tenaga kerja d.Globalisasi jaringan informasi e.Globalisasi perdagangan Globalisasi Kebudayaan Perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal abad ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku yang kemudian menjadi suatu budaya. Pengembangan kebudayaan diharapkan dapat memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional yg sesuai dgn nilai-nilai luhur budaya bangsa. Ciri-ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan antara lain : Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional Penyebaran prinsip multikebudayaan Berkembangnya industri pariwisata Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain Berkembangnya mode yang berskala global Bertambah banyaknya event-event berskala global

Isu-isu global yang muncul dengan adanya globalisasi : - Demokrasi - Hak Asasi Manusia - Pelestarian lingkungan hidup - Pluralisme ( perbedaan dan keanekaragaman ) - Pasar Bebas ( AFTA untuk Asean, APEC untuk Asia Pasifik)

2.5.3 Dampak yang ditimbulkan Globalisasi Dampak Positif a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional. b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju. c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dampak Negatif Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut: a. Pola Hidup Konsumtif Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada. b. Sikap Individualistik Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial. c. Gaya Hidup Kebarat-baratan Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di

Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain. d. Kesenjangan Sosial Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang

pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial. 2.5.4 Indonesia sebagai korban Globalisasi Globalisasi melestarikan kompradorisme (kaki tangan dan kepanjangan tangan kapitalisme internasional), tetapi sekaligus juga hendak menancapkan kukunya lebih dalam lagi guna menguasai secara total perekonomian nasional suatu negara. Pada intinya adalah menghancurkan kedaulatan nasional. Di Indonesia telah banyak terjadi kasus globalisasi yang kemudian telah menghancurkan dan mengorbankan Indonesia, baik dari segi kedaulatan nasional, kedaulatan hukum, dan korban berjuta juta rakyat Indonesia memasuki masa depan yang gelap. Krisis yang terjadi hingga kini adalah gambaran bahwa Indonesia merupakan korban terparah globalisasi. Berikut contoh kasus kasus dampak globalisasi di Indonesia: 1. Perampokan besar besaran Bank Sentral 2. Tambal sulam kemiskinan lewat utang 3. Penghancuran ketahanan pangan 4. Penciptaan pasar tanah 5. Penguasaan air minum 6. Mafia utang lewat kredit ekspor 7. Penjarah kekayaan intelektual masyarakat/komunitas

BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Pengumpulan Data Data yang kami peroleh guna memenuhi tugas akhir praktikum sosiologi pertanian diambil dari desa Bulukerto dusun Keliran kecamatan Bumi Aji, kota Batu, Malang. Kami melakukan pengambilan data secara berkelompok, yakni satu kelompok besar yang terdiri dari dua puluh orang kemudian dibagi menjadi sebuah kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 orang mahasiswa dan didampingi oleh seorang asisten praktikum yakni Dhanang adhi P. Pengambilan data dilakukan selama dua hari satu malam, yakni pada hari Sabtu dan Minggu pada tanggal 4-5 Desember 2010. Kami bertempat tinggal di rumah bapak X selaku ketua RW desa tersebut. Kami menuju lokasi pengambilan data pada pukul 08.00 WIB dan sesampainya disana pada pukul 09.00. Kami disambut ramah oleh keluarga bapak X dan kami pun dijelaskan sekilas tentang profil desa serta para penduduknya yang mayoritas berprofesi sebagai petani apel. Pengumpulan data dimulai pada sore hari ketika para petani sudah pulang dari kebun mereka. Hal ini memang telah diprediksikan oleh asisten kami agar kegiatan kami ini tidak mengganggu kegiatan para petani setempat. Pengambilan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1. Wawancara

Para petani yang akan kami wawancara terdiri dari tiga kelas, yakni kelas petani miskin, petani sedang, dan petani kaya. Pengambilan data secara wawancara dilakukan secara kelompok kecil dan dilakukan pada sore hari. Kami diberi beberapa lembar pertanyaan yang menjadi acuan kami untuk melakukan wawancara dengan para petani. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan cakupan yang nantinya akan disusun menjadi sebuah laporan akhir. Pertanyaan tersebut terdiri dari profil petani, pengetahuannya tentang lembaga ataupun keadaan desa, kegiatannya dalam melakukan usaha, pendapatnya tentang perubahan jaman yang berdampak pada usaha pertaniannya hingga perannya dalam kelembagaan yang ada di desa. Selain itu, kami juga bertanya bagaimana usaha para petani dalam menanggulangi hama yang menyerang. Wawancara dilakukan selama kurang lebih tiga puluh menit dan diakhiri dengan pemberian sembako sebagai rasa terima kasih kami kepada para petani selaku narasumber. 2. Dokumentasi Selain wawancara kami juga melakukan dokumentasi kepada para narasumber. Foto serta video kami ambil guna kelengkapan serta bukti yang nantinya akan dilampirkan dalam laporan. Foto dan video tersebut kami ambil bersamaan dengan wawancara. Jadi selain wawancara dengan narasumber, kami pun meminta izin untuk mengambil foto sang narasumber serta merekamnya dengan media handphone.

3. Observasi Langsung Observasi dilakukan pada keesokan harinya ketika para narasumber pergi ke kebun. Kami meminta izin untuk turut ikut ke kebun guna terjun langsung dalam lapang. Kami berkesempatan untuk pergi ke kebun seorang petani sukses yang mempunyai kebun apel dan sayuran. Pukul 06.00 WIB kami berangkat dengan panduan sang narasumber yang bernama bapak Y. Di

kebun, selain wawancara kami juga turut membantu pekerjaan sang narasumber. Kebetulan pada saat itu bapak Y sudah memanen buah apel dan pekerjaan selanjutnya ialah merontokkan daunnya. Hal ini dilakukan agar daun baru dapat tumbuh. Perontokan daun ini memerlukan cukup banyak orang sehingga bapak Y menyewa buruh tani yang semuanya adalah ibu rumah tangga. Butuh waktu sekitar tiga hari untuk merontokkan seluruh daun di kebun tersebut karena jumlah pohonnya yang banyak. Kami juga mengambil foto kegiatan tersebut serta tanaman-tanaman yang ada di kebun tersebut. Selama hampir dua jam kami melakukan observasi langsung di kebun apel milik bapak Y.

3.2

Metode Penentuan Tempat Tempat atau desa yang kami datangi ditentukan oleh para asisten praktikum

masing-masing kelompok, dan kami mendapatkan desa Bulukerto sebagai tempat pengambilan data. Selain itu, pembagian narasumber pun ditentukan oleh asisten atas data dari bapak X.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Wilayah

KEADAAN SOSIAL EKONOMI

A. LUAS TANAH No. 1. 2. Jenis Tanah Tanah Irigasi milik Penduduk Tanah Irigasi Ganjaran Luas (Ha) 63.241 6.504

B. LUAS TANAH KERING No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis Tanah Tanah Pekarangan milik Penduduk Tanah Tegalan milik Penduduk Tanah Ganjaran milik Penduduk Tanah Bondo Desa Tanah Kuburan milik Desa Tanah Sekolah milik Desa Luas (Ha) 29.467 414.350 24.850 1.500 3 600

C. LUAS TANAH KERING LAINNYA No. 1. 2. 3. Jenis Tanah Tanah Waqof Tanah Jalan Desa Tanah Kehutanan Negara Luas (Ha) 1.225 5.000 400

Keterangan : Tanah WAQOF, antara lain : 1. Kebun apel keliran dari sawdari Denok Sukesi 2. Masjid keliran dari almarhum Bapak Daim 3. Langgar keliran RT.07 dari Ibu Sriatun 4. Langgar Jl. Kenangan RT.07 dari Ibu Sriatun 5. Tanah Balik keliran muka Sawdara Tariman 6. Masjid R. Anam 7. Langgar RT.01 R Anam dari Bapak Kasemo

ASAL-USUL / LATAR BELAKANG DESA

Telah kami terangkan bahwa Desa Bulukerto terdiri dari beberapa pendukuhan, dimana masing-masing pendukhan memiliki beberapa desa. Desa-desa tersebut juga mmiliki sejarah dan latar belakang yang berbeda-beda. Dari sekian banyak desa tersebut, desa Buludendenglah yang merupakan sentra daripada terbentuknya desa Bulukerto. Nama Bulukero Berasal dari kata BULU= pohon bulu dan KERTO= ramai. Jadi desa Bulukerto berarti pohon bulu yang ramai dikunjungi dan dikelilingi oleh beberapa desa. Tempat dimana pohon bulu berada, memang selalu ramai didatangi orang. Terutama pada hari Jumat legi. Mereka datang untuk mengadakan selamatan yang tujuannya adalah ucapan syukur kepada arwah di Bedek Krawang yang telah berjasa membuka desa dan merestui perkembangan desa hingga saat ini.

Kini pohon bulu yang punya nilai sejarah itu sudah tidak ada karena sudah roboh. Bersamaan dengan robohnya phon bulu tersebut, Kepala Desa sebelum ini meniggal dunia. Sebagai penghormatan di tempat dimana pohon itu roboh, sekarang telah dibangun sebuah altar yang biayanya diperoleh dari swadaya masyarakat desa. Perlu diketahui bahwa di Bedek krawang tersebut dahulu juga dimakamkan di baah pohon bulu, dan hingga saat ini empa kerama tersebut terkenal dengn sebutan PUNDEN. Adapun erita singkat untuk maing-masing desa yang berada pada tiap-tiap pnduuhan adalah sebagai berikut:

1. CANGAR Berasal dari kata CINGUR=CANGAR. Cangar yang dimakud disini tidak lain adalah cingur sapi yang letaknya pda bagian kepala sapi.

Dahulu kala cangar adalah hutan leba yang mana hal ini merupkan senjata terbaik bagi para pencuri spi unuk menghilang atau menghindr dari kejarn orang-orang desa. Setiap sapi yang hilang pasti dilarikan ke hutan tersebut dan pengejarnya akan pulang dengan tangan hampa. Kejadian ini menyebabkan kegelisahan bagi warga desa yang bertempat tinggal disekitar hutan tersebut. Bagi pencuri itu sendiri hasil curiannya dijagal ditempat itu dimana bagian kepala sapinya igantugkan pada pohon-pohon pinggiran hutan, sedangkan dagingnya dijual ke pasar.

Peritiwa ini menimbulkan tanda anya bagi warga desa, terutamabagi mereka yang kehilangan sapinya. Anehnya pada kesokan harinya bagian kepala sapi tersebut selalu didapatnya tergntung pada pohon-pohon di pinggir hutan. Kejadian ini bagi bedek krawang dijadikannya sebagai dasar untuk memberikan nam bagi desa yang dibabatnya.

Karena banyaknya cingur sapi yang terdapat dalam hutan tersebut, maka si bedek krawang menamakan desa yang dibentuknya itu dengan sebutan DESA CANGAR

2. GRINTING Grinting berasal dari nama sejenis rumput, yaitu RUMPUT GRINTING. Dahulu pada waktu bedek krawang meninggal, jenazahnya dimakamkan di desa itu. Karena makam tersebut kurang terpelihara, maka pada bagian pusara banyak ditumbuhi rumput grinting. Untuk mengenang jasa si bedek krawang, maka tempat tersebut dinamakan Desa Grinting.

3. KELIRAN Keliran berasl dari kata KALIREN=KELAPARAN. Sebutan keliran diberikan Karena meninggalnya si bedek krawang dalam kondisi kelaparan dan tidak ada yang sudi merawatnya.

4. GEMULO Gemulo berasal dari kata GEMULENG yang berarti asap yang mengepulngepul berkumpul menjadi satu. Maksudnya di tempat tersebut terdapat sebuah mata air yang dpat memberikan kehidupan bagi 3 desa. Untuk mengucapkan rasa terimakasih itu, maka pada saat tertentu mereka dating untuk mengadakan selamtan dan menaruh sesajen pada tempat tersebut yang sering disebut dengan UMBUL

Banyaknya orang yang berkumpul diibaratkan seperti asap yang gemulung. Kejadian itulah yang mengakibatkan lahirnya sebuah desa yng disebut GEMULO.

5. GINTUNG Gintung berasal dari sejenis pohon hutan yng sangat besar. Oleh si bedek krawang, pohn tersebut dinamakan pohon GINTUNGAN. Dari nama pohon tersebut dijadikanlah sebuah desa yang diberi nama GINTUNG.

6. BULUDNDENG Buludendeng berasal dari kata BULU=pohon bulu dan DENDENG=sejenis makanan. Buludeneng rtinya seorng nak dibelah di pohon bulu. Adapun ceritanya adalah sebagai berikut :

Dahulu kala hiduplah seorang ayah yang memiliki 2 orang anak,satu perempuan (kakaknya) dan satu lki-laki asih bayi (adiknya). Suatu ketik sang yh hendak bepergian dan sebelum meninggalkan rumah, beliau berpesan kepada anaknya,anakku..selama ayah pergi, adikmu ini rumaten yang baik. Kat rumaten dikira remeten yang berarti ditumbuk-tumbuk/didendeng. Maka

setelah sng yah pergi, segeralah si putrid tersebut menunaikan tugasnya. Diambilnya sebilah pisau dan disembelihnya di bawah pohon bulu. Setelah disembelih ank terebut kemudin didndeng yng kemudian dihidngkn kepada ayahnya sewktu pulang. Karena bda letih dan perut lapar, dimakanlah dendeng itu dengan lahapnya. Selesai makan, ayahnya menanyakan anak lakilakinya pad putrinya. Kemudian oleh putrinya dijawab bahwa masakan dendeng yang telh dimakan tadi adalah anak laki-lakinya sendiri.

Dari peistiwa ini oleh si bdek krawang dijadikan nama desa yaitu desa BULUDENDENG.

7. REKESAN Rekesan berasal dari kta REKES(dari bahasa Belanda) yang artinya perijinan. Jadi trbentuknya desa Rekesan ini berdasrkan ijin dari pemerintah Belanda pada tahun 1934.

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH DESA BULUKERTO (LAMPIRAN KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NO.28 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DESA)

BPD NURCHOLIQ

KEPALA DESA SUGENG MARIONO, SR

SEKRETARIAT DESA SISWA PRAYITNO, S.Sos

KAUR KEUANGAN HERI WAHYUDI

KAUR PEMBANGUNAN EKO HADI IRAWAN, S

KAUR EKBANG SUPII

KAUR KESRA EDY ZAKARIA

KAUR UMUM SUNTARI WALUYO

KASUN CANGAR SUPARTO

KASUN KLIRAN AGUS SETIONO

KASUN GINTUNG MISTOHADI

LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA LPMD DESA BULUKERTO-KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

Ketua Wakil ketua Sekretaris 1 Sekretaris 2 Bendahara Sie pembangunan dan lingkungan hidup Sie sosial Sie peranan wanita Sie agama Sie kesehatan Sie pemuda dan olahraga Sie linmas Sie pendidikan Sie ekonomi / BUMDES

Untung Santoso Sujianto Zainul Kaenani Indah WahIndah Wahuningsih Budiono Raun Kadis Sri bawon Amenan Sukarni Sugeng wahyudi Akyak Hadi Nurman Efendi

SUSUNAN PENGURUS KARANG TARUNA DESA BULUKERTO

Ketua Wakil ketua Sekretaris Bendahara Ketua RW I Ketua RW II Ketua RW III Ketua RW IV

Arif Rahman Dwi Suhermanto Laila Anisa Dwi Ekawati Agus Sigiharto Fauzi Purnomo Prayit Sugeng Wahyudi

4.2. Jawaban Rumusan Masalah Ada beberapa aspek yang dapat dibahas di desa Bulukerto, dusun Keliran, kota batu ini mulai dari kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan, jaringan sosial, dan globalisasi. Masyarakat desa tidak memiliki system budaya/adat istiadat yang diterapkan dalam kegiatan pertanian, begitu juga tentang pranoto mongso atau penggunaan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian. Secara umum jenis komoditi yang dibudidayakan adalah apel namun ada juga petani yang membudidayakan beberapa sayuran seperti cabai rawit, terong, dan jagung manis. Karena petani setempat menggunakan system pertanian tradisional tidak ada pengaruh dari teknologi modern yang ada sekarang.

Meskipun peran dan kedudukan petani sangat penting karena mayoritas penduduk desa Bulukerto, dusun Keliran bekerja sebagi buruh tani dan petani tidak ada penggolongan kelas dalam masyarakat tersebut, begitu juga tidak ada perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan karena pekerjaan yang dilakukan sama saja. Sebuah lembaga pertanian merupakan salah satu sarana untuk menunjang usahatani. Sama halnya di desa Bulukerto, lembaga pertanian tersebut berperan sebagai sarana yang membantu para petani dalam pengembangan usaha mereka, seperti membantu pengadaan bibit maupun mengadakan penyuluhan-penyuluhan guna pengembangan usaha. Namun di desa tersebut, peran lembaga pertanian kuranglah maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya petani yang tidak tahu akan keberadaan lembaga, selain itu banyak petani yang belum merasakan manfaat dari adanya lembaga pertanian. Para petani di desa Bulukerto telah banyak yang melakukan kerjasama dengan pihak luar. Mereka bekerjasama dengan para pedagang guna pemasaran hasil panen mereka. Namun ada pula petani yang melakukan pemasaran seorang diri. Mereka tidak melakukan kerjasama dengan pihak luar. Mereka menjual sendiri hasil panen mereka ke pasar. Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masyarakat Bulukerto. Masih terdapat kebiasaan-kebiasaan lama, seperti gotong royong, wiwit, dll. Rasa kekeluargaan pun masih terasa kental disana. Budaya modern pun belum banyak masuk ke desa tersebut. Mereka masih menggunakan pertanian tradisional dalam usahatani mereka.

Buruh Tani

I. Lokasi

IDENTIFIKASI PETANI : RT 4/RW 2 Desa Bulukerto, Kec/Kab Bumiaji, kota Batu.

Nama Petani Umur

: Bpk. Suwaris : 47 tahun

Tingkat pendidian formal Pekerjaan KK

: STM :a. Utama: Buruh Tani b. Sampingan: Pengerajin Keranjang Apel

Jumlah anggota RTG

: 3 orang ha ha ha ha ha ha ekor ekor ekor ekor ekor

Luas lahan pertanian sawah :a. Milik: b. Sewa:

c. Bagi hasil: Luas lahan tegal :a. Milik: b. Sewa: -

c. Bagi hasil: Jumlah ternak yang dipelihara : a. Sapi:

b. Kerbau: c. Kambing: d. Domba: e. Ayam:

II.

KEBUDAYAAN Dari hasil identifikasi kearifan lokal yang ada di masyarakat desa Bulukerto, info yang kami dapat dari Bpk. Suwaris seorang buruh tani di desa setempat tidak ada adat istiadat yang istimewa yang diterapkan masyarakat setempat dalam kegiatan pertanian. Selain itu tidak ada pranoto mongso atau penggunaan tandatanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian. Hanya saj ada selamatan pada malam satu suro sekitar pukul 24.00 warga desa berkumpul dan membaca doa bersama bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Menurut Bpk. Suwaris jenis tanaman yang ditanam di lahan tegal ada apel dan jagung manis yang diselingi dan ditumpangsarikan. Karena di sana masih menggunakan sistem pertanian tradisional, dan tidak menggunakan peralatan modern. Hanya saja pengaruh pupuk anorganik yang berdampak tidak baik bagi tanah. Di desa tersebut tidak ada aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh setiap

anggota masyarakat, karena tidak ada keterikatan kebiasaan cara-cara dalam usaha tani.

III.

STRATIFIKASI SOSIAL Peran dan kedudukan petani dalam kegiatan partisipasi (paguyuban) di desa Bulukerto sangat penting, karena sebagian besar masyarakat di desa ini bekerja sebagai buruh tani dan petani apel. Selain itu penggolongan kelas dalam masyarakat di desa tersebut tidak ada, perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan pun juga tidak ada karena ada juga perempuan yang mencangkul di tegal dan ad juga laki-laki yang memetik apel / daun apel begitu juga sebaliknya. Jadi laki-laki dan perempuan sama saja.

IV.

KELEMBAGAAN Kelembagaan yang ada dalam desa Bulukerto adalah kelompok tani, menurut Bpk.Suwaris beberapa tahun lalu ada banyak kelompok tani namun setelah mencoba menjadi anggotanya para petani di desa tersebut belummerasakan hasil yang maksimal dari adanya kelompok tani tersebut. Karena dirasakan kepengurusan yang ada dalam kelompok tani yang penah diikuti tidak sesuai, penyuluhan hanya dilakukan 1 bulansekali setelah itu tidak pernah ada penyuluhan lagi. Dan dana bantuan yang seharusnya diberikan kepada petani hanya sedikit bahkan pernah tidak sampai ke tangan petani. Jadi tidak ada keuntungan yang didapatkan petani dengan adanya kelompok tani tersebut. Hingga sekarang hanya beberapa kelompok tani yang masih ada. Selain kelompok tani juga ada pengajian mingguan yang diikuti ibu-ibu yang diadakan rutin setiap satu minggu sekali, dan berkeliling dimasing-masing rumah warga desa tersebut. Pengajian yang diikuti bapak-bapak juga ada yang dilakukan setiap satu minggu sekali dan dilakukan malam hari bergantian di rumah salah satu warga desa tersebut. Dengan adanya pengajian rutin ini keuntungna yang didapat masyarakat adalah semakin mempererat hubungan antar warga desa dan

juga melestarikan budaya turun-menurun dari nenek moyang yang biasa disebut oleh warga sekitar tahlilan.

V.

JARINGAN SOSIAL Para petani desa Bulukerto tidak melakukan kerjasama dengan pihak luar. Karena pendistribusian barang langsung diberikan pada tengkulak, lalu tengkulak menyalurkan ke pasar dari sana mengikuti alur pasar kemana distributor akan menyalurkan barangnya. Ada beberapa tengkulak yang menyalurkan barangnya ke luar kota ataupun luar jawa, namun akhir-akhir ini sudah jarang ada pengiriman karena produksi apel semakin menurun tidak seperti beberapa tahun yang lalu. Para petani apel di desa Bulukerto hanya memproduksi dan memanen saja. Adanya dana bantuan sosial dari pemerintah dalam melakukan pengolahan lahan pertanian masih belum bisa dirasakan oleh semua petani, hanya petani tertentu saja yang mendapatkan bantuan. Petani tertentu yang pernah mendapatkan bantuan puntidak merasakan sepenuhnya, hanya setengah saja yang didapatkan dari seharusnya bahkan tidak kurang dari seperempat bantuan yang turun ke tangan petani.

VI.

GLOBALISASI Perubahan yang terjadi di masyarakat dengan adanya teknoogi baru belum terasa, karena para petani tidak menggunakan teknologi modern atau perlatan modern yang ada karena terbatasnya dana. Kebiasan kebiasaan lama (gotong royong, wiwit, metal) sudah tidak ada dalam masyarakat desa Bulukerto ini.

VII.

ANALISIS USAHA TANI a. Pengadaan SAPRODI Petani apel desa Bulukerto menggunakan teknik undestam, jadi tidak menanam langsung benih. Untuk menanam apel teknik undestam ini paling

cocok, petani dapat mendapatkan berbagai macam jenis apel dengan mensteknya dan kualitas apel unggulan pun bisa diproduksi. Menurut Bpk. Suwaris yang sudah berpuluhan tahun menjadi buruh tani pupuk yang cocok untuk tanaman apel adalah NPK, dan pupuk lain seperti Urea/ZA/KCL/Phonska pernah dicoba dan kurang baik untuk tanaman apel di desa Bulukerto. Dan pemberian pupuk seperti musim hujan sekarang ini akan mempengaruhi dosisnya. Pemberian pupuk akan dua kali lebih besar dari musim sebelumnya, karena pada musim penghujan hama dan penyakit yang menyerang tanaman apel akan semakin banyak. b. Pengolahan Usaha Tani Tanaman apael yang cara menanamnya tidak menggunakan benih ini cara persemaiannya dilakukan dengan cara stek batang. Tanaman yang memiliki kualitas unggul seperti apel dengan ukuran besar namun rasanya kurang manis dapat distek dengan apel yang memiliki ukuran kecil namunrasanya manis, dank an didapat kualitas apel dengan ukuran besar dengan rasa manis. Pengolahan tanah untuk laha tegal apel ini biasa - biasa saja, hanya saja penggunaan dari pupuk kimia yang terlalu sering mengakibatkan tanah menjadi keras. Namun sampai sekarang belum sampai ke titik terparah yaitu erosi tanah. Kegiatan tanam yang dilakukan Bpk. Suwaris ini adalah mengerjakan lahan tegal milik orang lain. Beliau hanya bekerja sebagai buruh tani, yang biasanya memetik buah,memetik daun, member pupuk, dan segala macam perawatan untuk tanaman yang ada di laha tegal yang sedang dikerjakan. Sejak satu tahun yang lalu penyakit yang menyerang tanaman apel adalah kutu sisik, penyakit ini memakan kambium pada batang sampai akar dan pertumbuhan tanaman apel menjadi terhambat. Pada musim hujanseperti saat ini kutu sisik akan semakin banyak ditemui pada batang apel dan sampai sekarang belum diketahui obat yang dapat menghilangkannya. Penyiangan (upah harian atau upah borongan) yang di dapat dari seorang buruh tani adalah Rp 27.500,- bekerja mulai pukul 07.00 14.00 , Rp 15.000,-

jika mendapat makan mulai pukul 07.00 11.30 , dan jika 10 orang mengepack apel akan mendapatkan upah borongan sebesar Rp 375.000,-, dan Bpk. Suwaris mendapatkan upah harian setiap harinya. Informasi benih didapatkan Bpk Suwaris dari pengalaman yang sudah bekerja perpuluh-puluh tahun sebagai buruh tani apel,melalui pengalaman yang telah diajarkan dari pemilik lahanlama-lama BPk Suwaris mengerti seluk beluk tentang cara bertanam apel. Kebanyakan petani apel yang ada di desa Bulukerto memasarkan hasil panennya 100% ke tengkulak, lalu tengkulak yang menyalurkan ke penjual pasar atau distributor lainnya. Para petani menjual dengan hitungan perkilo ke tengkulak. Petani apel di desa Bulukerto ini tidak menggunakan system irigasi pada musim penghujanseperti saat ini. Namun pada musim kemarau mereka menggunakan pump untuk mengairi lahan mereka danbergiliran dalam penggunaanya. c. Perubahan Sosial Dalam usaha tani yang terjadi di desa Bulukerto dalam tahun ke tahun pasti terjadi perubahan sosial. Ada beberapa aspek perubahan sosial yang tejadi di dalamnya, yaitu tanah, produksi apel, dan jumlah petani. Dilihat pada tahun 2000 lalu tanah yang ada di lahan desa Bulukerto masih subur dan belum tercemar oleh zat-zat kimia lain, namun sekarang pada tahun 2010 tingkat keasaman pada tanah sudah tinggi hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kimia yang sudah sering dilakukan sehingga unsure hara yang ada pada tanah berkurang dan mempngaruhi produksi apel yang semakin sedikit. Selain itu produksi apel pada tahun 2000 masih tinggi dan banyak hamper seminggu sekali mengirim panen ke luar kota, sekarang pada tahun 2010 prosuksi apel menurun pengiriman apel ke luar kota hanya satu kali dalam sebulan. Hal tersebut mempengaruhi jumlah petani yang ada di desa Bulukerto. Pada tahun 2000 hampir setiap rumah di sana memiliki lahan sendiri dan memproduksi apel, namun sekarang banyak petani apel yang

memilih menjadi buruh tani karena penghasilan yang didapatkan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Petani Sedang IDENTIFIKASI PETANI

Lokasi Batu. Nama petani Umur Tingkat pendidikan formal Pekerjaan KK

: RT 03/RW 04, desa Bulukerto dusun Keliran, kota

: Hj. Supari Sujanto : 47 tahun :: a. Utama : petani b. Sampingan : pedagang

Jumlah anggota RTG

: 4 orang

Luas lahan pertanian sawah : a. Milik : 2000 m2 b. Sewa : c. Bagi hasil : Luas lahan tegal : a. Milik : 2000 m2 b. Sewa : c. Bagi hasil : Jumlah ternak yang dipelihara : a. Sapi b. Kerbau ::ekor ekor ekor ekor ekor

c. Kambing : d. Domba e. ayam ::-

I.

KEBUDAYAAN Hj. Supari Sujanto yang bertempat tinggal di desa Bulukerto dusun Keliran

kecamatan Bumi Aji kota Batu, Malang ini adalah seorang petani apel yang memiliki lahan pertanian sawah dan tegal seluas 2000 m2. Bapak berusia 47 tahun ini selain berprofesi sebagai petani juga berprofesi sebagai pedagang. Setelah selesai tugasnya

di kebun, bapak dari dua orang anak ini pergi ke pasar untuk menjual hasil kebunnya. Beliau memiliki kebun apel dan sayuran, seperti jagung, wortel, dan buncis. Lahan yang beliau miliki adalah lahan pribadinya yang dikelolanya sendiri sehingga tidak ada pembagian hasil dengan petani lain. Bapak Supari membeli bibit dari pasar kemudian yang diolanya sendiri. Apabila tanaman yang ia tanam terkena penyakit, ia mencoba untuk mengobatinya dengan obat yang ia tahu dari petani-petani lain, seperti sulfin. Penyakit yang sering diderita oleh pohon apel ialah kutu sisik, mata ayam, cabuk merah, cabuk hijau dan cabuk putih. Karena penyakit-penyakit tersebut bapak Supari sering mengalami gagal panen yang mengakibatkan kerugian. Oleh karena itu, untuk menambah daya tahan dan peningkatan kualitas tanaman yang beliau budidayakan, maka bapak Supari menggunakan pupuk kimia seperti urea, ZA, rose3, dan Bloner. Desa Bulukerto merupakan suatu desa yang masih kental dengan kebudayaan tradisionalnya meskipun sudah banyak perubahan yang terjadi akibat budaya modern yang masuk ke desa. Menurut bapak Supari kebudayaan yang masih dipertahankan di desa Bulukerto adalah budaya selamatan. Hal ini didasari karena mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani sehingga banyak petani sebelum panen mengadakan selamatan guna kesuksesan panennya. Selain itu, adanya pranoto mongso juga merupakan kebudayaan di desa tersebut. Misalnya bapak Supari menanam jagung dan buncis dilahannya ketika musim hujan, sedangkan wortel pada musim kemarau. Musim kemarau menyebabkan adanya pembagian aliran air. Bapak Supari mendapat air selama dua malam dalam satu minggu. Air yang bersumber dari sumberbrantas ini harus dibagi rata antar para petani. Ini merupakan suatu aturan yang harus dipatuhi oleh para petani desa Bulukerto. Selain itu, sistem pertanian yang ada di desa tersebut masih tradisional. Hal ini dapat dilihat dari alat-alat pertaniannya yang masih tradisional seperti cangkul. Sistemnya pun masih tradisional. Bapak Supari pun masih menggunakan sistem tradisional dan menurut beliau belum ada pengaruh dari teknologi modern dalam usaha tani yang dilakoninya.

II.

STRATIFIKASI SOSIAL Bapak Supari yang sudah menunaikan haji merupakan anggota dari

perkumpulan haji di desa Bulukerto, ia menjabat sebagai anggota dan setiap hari jumat malam diadakan pengajian. Pengajian tersebut bertujuan untuk mengingatkan para anggota untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan untuk penggolongan kelas, menurut bapak Supari pribadi tidak ada penggolongan kelas di desa tempatnya tinggal. Namun terdapat pembagian tugas antara laki-laki dan wanita. Misalnya saja dalam keluarga Bapak Supari, beliau berperan sebagai kepala keluarga sekaligus sebagai pencari nafkah. Sedangkan istrinya berperan sebagai ibu rumah tangga yang kadang juga turut membantu bapak Supari di kebun. Namun tugasnya ialah membawakan makanan untuk bapak Supari dan juga buruhnya apabila hari sudah siang. III. KELEMBAGAAN Di dalam sebuah desa yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani seharusnya terdapat sebuah lembaga yang menaungi para petani dalam kegiatan usahanya. Namun menurut bapak Supari, kelembagaan seperti lembaga pertanian di desa tersebut tidaklah ada, padahal menurut sumber kami yang lain di desa yang sama menyebutkan ada sebuah lembaga pertanian yang aktif di desa Bulukerto. Ini membuktikan bahwa tidak meratanya sebuah informasi di desa tersebut yang berdampak pada pengetahuan bapak Supari tentang lembaga pertanian sehingga beliau tidak pernah merasakan manfaat yang dihasilkan oleh lembaga pertanian desa, seperti bantuan bibit untuk para petani. Bapak Supari harus bekerja seorang diri, baik dalam hal pembelian bibit, pengelolaan, hingga mencari informasi tentang obat-obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit tanamannya.

IV.

JARINGAN SOSIAL Dalam kerjasama dengan pihak luar, petani apel ini seperti menutup diri.

Selain tidak mengetahui adanya lembaga pertanian, bapak Supari pun tidak melakukan kerjasama dengan pihak luar dalam pengembangan kebunnya. Beliau murni melakukan usahanya seorang diri. Mulai dari pembelian bibit, pengolaan,

hingga pemasarannya. Untuk pemasaran, bapak Supari menjual langsung ke pasar. Oleh karena itu, tidak ada pembagian lahan maupun hasil yang dilakukan oleh bapak Supari. V. GLOBALISASI Untuk alat-alat pertanian, di desa Bulukerto masih menggunakan alat-alat tradisional. Menurut petani yang kami wawancara, belum ada teknologi modern yang masuk ke desanya. Selain itu di desa Bulukerto masih terdapat kebiasaan-kebiasaan lama seperti gotong royong. ANALISIS USAHA TANI a. Pengadaan SAPRODI Petani mendapatkan benih dari membeli di pasar. Selain itu penggunaan pupuk yang digunakanBpk supari adalah pupuk ura, ZA, dan Rose3 untuk tanaman apel. b. Pengolahan Usaha Tani Bapak Supari membeli bibit dari pasar kemudian yang diolanya sendiri. Hasilnya pun beliau jual sendiri di pasar. Apabila tanaman yang ia tanam terkena penyakit, ia mencoba untuk mengobatinya dengan obat yang ia tahu dari petani-petani lain, seperti sulfin. Penyakit yang sering diderita oleh pohon apel ialah kutu sisik, mata ayam, cabuk merah, cabuk hijau dan cabuk putih. Karena penyakit-penyakit tersebut bapak Supari sering mengalami gagal panen yang mengakibatkan kerugian. Oleh karena itu, untuk menambah daya tahan dan peningkatan kualitas tanaman yang beliau budidayakan, maka bapak Supari menggunakan pupuk kimia seperti urea, ZA, rose3, dan Bloner. c. Perubahan Sosial Namun banyak perubahan yang terjadi di desa tersebut selama sepuluh tahun terakhir. Seperti, tanah, tanaman, peralatan, air, penjualan hasil, dan transportasi. Dulu tanah lebih subur, tanaman pun lebih baik kualitasnya. Namun untuk penjualan hasil serta transportasi lebih menguntungkan sekarang.

Petani Sukses I. IDENTIFIKASI PETANI : RT 5 RW 2 Desa Bulukerto, Kec/Kab Bumiaji Batu : Bpk. Sugiono : 28 tahun : SMP :a. Utama: Petani b. Sampingan: -

Lokasi Nama Petani Umur Tingkat pendidian formal Pekerjaan KK

Jumlah anggota RTG

: 3 orang 1/8 ha ha ha ha ha ha 7 ekor ekor ekor ekor ekor

Luas lahan pertanian sawah :a. Milik: b. Sewa:

c. Bagi hasil: Luas lahan tegal :a. Milik: b. Sewa: -

c. Bagi hasil: Jumlah ternak yang dipelihara : a. Sapi:

b. Kerbau: c. Kambing: d. Domba: e. Ayam:

II.

KEBUDAYAAN Budaya kearifan lokal yang ada di masyarakat desa Bulukerto menurut Bpk

Sugiono dulu pernah ada sistem budaya/adat istiadat yang diterapkan, namun sekarang sudah tidak ada lagi. Untuk melakukan aktivitas petanian masyarakat setempat tidak mneggunakan tanda-tanda alam atau biasa disebut dengan pranoto mongso. Jika sudah panen selama 4,5 bulan mereka akan memulai dengan tanam baru lagi tidak ada syarat-syarat yang harus dilakukan.

Ada beberapa jenis komoditas yang ditanam di lahan milik Bpk Sugiono, yaitu apel, terong, lobak, dancabai rawit. System pertanian yang digunakan adalah system petanian tradisional, dan tidak ada aturan-aturan dalam penggunaannya. Karena menggunakan system pertanian tradisional tidak ada pengaruh teknologo modern yang terjadi di lahan milik Bpk Sugiono ini.

III.

STRATIFIKASI SOSIAL Sebagian atau setengah dari masyarakat desa Bulukerto bekerja sebagai petani

dan buruh tani sehingga peran dan kedudukan petani dalamkegiatan pertisipasi masyarakat (paguyuban) di desa sangt penting sekali. Penggolongan kelas dalam masyarakat desa tersebut tidak ada sehingga tidak ada perbedaan gender antar laki-laki dan perempuan. Tugas yang dilakukan lakilaki sama juga dilakukan perempuan desa tersebut dalam kegiatan budidaya pertanian.

IV.

KELEMBAGAAN Kegiatan kelompok tani di desa tersebut pernah ada dulu banyak sekali

kelompok tani namun sekarang hanya tinggal beberapa saja. Menurut Bpk Sugiono pernah mengikuti kelompok tani satu kali, dan mendapatkan hanya 10 biji bibit apel namun bibit tersebut tidak layak digunakan. Selain pembagian bibit kegiatan kelompok tani waktu itu adalah pembahasan masalah penyakit yang sedang terjadi namun penyuluh hanya pernah datang satu kali dama satu bulan, dan tidak ada perubahan yang terjadi pada kegiatan usaha tani di desa tersebut. Akhirnya sekarang beliau tidak pernah ikut dalam kegiatan kelompok tani lagi. Karena menurutnya ada atau tidak ada kelompok tani petani tetap berjalan menanam apel. Selain itu menurut beliau di tempatnya tidak ada lembaga pertanian masyarakat atau pengajian mingguan di desa.

V.

JARINGAN SOSIAL Dalam hal jaringan sosial petani tidak pernah bekerjasama dengan pihak luar,

petani menjalankan sendiri usahanya. Dan tidak pernah ada bantuan dana sosial dari pemerintah dalam melakukan pengolahan lahan pertanian di desa Bulukerto.

VI.

GLOBALISASI Bpk Sugiono menggunakan sistem pertanian tradisional sehingga beliau tidak

menggunakan teknologi baru atau modern yang sudah ada sekarang. Selain itu kebiasan-kebiasn lama seperti gtong royong, wiwit, metal sudah tidak ada dalm masyarakat desa Bulukerto.

VII.

ANALISIS USAHA TANI

d. Pengadaan SAPRODI Petani mendapatkan benih dari hasil sendiri. Selain itu penggunaan pupuk yang digunakanBpk Sugiono adalah pupuk kandang dan pupuk Mutiara untuk tanaman apel. Sedangkan untuk sayuran beliau menggunakan pupuk urea. e. Pengolahan Usaha Tani Cara persemaian yang dilakukan Bpk Sugiono yaitu stek batang. Sedangkan tanah di lahannya masih subur, kegiatan tanam yang dilakukan sehari-hari dilakukan pemilik sendiri dan beberapa temannya. Sama dengan warga desa lainnya jenis penyakit yang sedang menyerang tanaman apel di lahannya adalah kutut sisik yang sampai sekarang belum ada obatnya. Upah harian yang diberikan untuk pekerjanya selama setengah haru mulai dari pukul 06.00 12.00 adalah Rp 12.000 + makan siang + rokok. Bpk Sugiono mendapatkan informasi tentang benih yang didapat dari ketua ketua kelompok tani dulu yang pernah diikutinya. Pemasaran hasil

budidaya pertanian 99% dijual ke tengkulal dan 1% digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Karena saat ini adalah musim hujan lahan Bpk Sugiono tidak menggunkan system irigasi hanya mengandalakan cuaca, dan mengatur saluran pembuangan agar lancer. f. Perubahan Sosial Menurut Bpk Sugiono mulai dari tahun 2000 sampai tahun 2010 ada beberapa aspek yang berubah sesuai dengan perubahan sosial. Mulai dari produksi apel pada tahun 2000 yang banyak sekarang menjadi menurun dan sedikit. Dan pekerjaan penduduk yang dulu pada tahunn 2000 mayoritas sebagai petani sekarang banyak petani yang gulung tikar karena produksi apel sekarang sudah menurun. Berbeda dengan beberapa tahun yang lalu tanah masih subur belum tercemar denga zat-zat kimia yang terdapat dalam pupuk anorganik, sehingga mempengaruhi kualitas produksi apel. Selain itu dulu juga banyak berdiri kelompok tani, namun sekarang setelah petani merasakan tidak ada perubahan yang signifikan terjadi dalam pertanian apel di desa tersebut jumlh kelompk tani menjadi sedikit.

Anilisis Usaha Tani Hasil KomoditiPertanian Anggota Kelompok Tani 1.Komoditi Buah Apel/..ha No Uraian Satuan/..Ha Nilai satuan 1 Input sarana produksi -Bibit (batang) -Pupuk (urea) -Pupuk SP-36(kg) -Pupuk KCL(kg) -Pupuk kandang(kg) Jumlah biaya -pembersihan lahan -lubang tanaman -tanam -pemupukan -penyiangan -pembersihan hama

Jumlah (Rp)

-panen 3 Jumlah biaya 4 Total biaya 5 Hasil(kg) 6 Keuntungan Perhitungan analisis usaha tani: a.Break even point (BEP) 1.BEP produksi=Total biaya produksi=Rp.=... Harga Rp Hasil tersebut menandakan bahwa saat produksi mencapaikgusaha buah apel tidak mengalami keuntungan atau kerugian pada tingkat hargaRp../kg 2.BEP harga=Total biaya produksi=Rp.=... Harga Rp Hasil tersebut menandakan bahwa saat produksi mencapaikgusaha buah apel tidak mengalami keuntungan atau kerugian pada tingkat hargaRp../kg

b.Return of coast ratio(R/C) R/C=Total pendapatan=Rp.=... Total biaya Rp Artinya dari setiap Rp..biaya yang dikeluarkan untuk usaha produksi buah apel akan memperoleh keuntungan

Anilisis Usaha Tani Hasil KomoditiPertanian Anggota Kelompok Tani 1.Komoditi Buah sayur/..ha No Uraian Satuan/..Ha Nilai satuan 1 Input sarana produksi -Bibit (kg) -Pupuk urea -Pestisida -Pupuk kandang(kg) Jumlah biaya -tanam -pemupukan

Jumlah (Rp)

-penyiangan -panen 3 Jumlah biaya 4 Total biaya 5 Hasil(kg) 6 Keuntungan Perhitungan analisis usaha tani: a.Break even point (BEP) 1.BEP produksi=Total biaya produksi=Rp.=... Harga Rp Hasil tersebut menandakan bahwa saat produksi mencapaikgusaha buah apel tidak mengalami keuntungan atau kerugian pada tingkat hargaRp../kg 2.BEP harga=Total biaya produksi=Rp.=... Harga Rp Hasil tersebut menandakan bahwa saat produksi mencapaikgusaha buah apel tidak mengalami keuntungan atau kerugian pada tingkat hargaRp../kg

b.Return of coast ratio(R/C) R/C=Total pendapatan=Rp.=... Total biaya Rp Artinya dari setiap Rp..biaya yang dikeluarkan untuk usaha produksi buah apel akan memperoleh keuntungan

BAB V PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil wawancara di desa Bulukerto, para petani mayoritas merupakan petani apel yang masih menggunakn pertanian tradisional. Di lihat dari sudut pandang kami, para narasumber termasuk dalam tiga golongan, yaitu buruh tani, petani sedang, dan petani kaya. Kebudayaan pada desa Bulukerto masih terdapat budaya kepercayaan, misalnya

selametan sebelum panen. Mereka yang melakukannya percaya apabila melakukan hal tersebut hasil panennya akan berjalan lancar. Para petani di bulukerto masih kurang akan informasi tentang pertanian modern.maka dari itu mereka sampai saat ini masih menjadi petani yang menggunakan system tradisional. Di tambah lagi dengan adanya penyakit yang menyerang tanaman sehingga menyebabkan banyak petani mengalami rugi. Apalagi saat ini sedang mengalami musim penghujan sehingga para petani banyak yang gagal panen. Kegagalan ini sangat merugikan para petani karena mereka kebanyakan hanya penjadi petani meskipun ada pula darimereka yang tidak hanya bermata pencaharian petani seperti berdagang. Dalam system pertanian di bulukerto tidak ada penggolongan kelas seperti petani kaya, petani miskin dan petani sedang. Di desa bulukerto informasi tentang lembaga pertanian belumlah merata. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak semua petani mengetahui keberadaan lembaga pertanian. Para petani di desa Bulukerto tidak bekerjasama dengan pihak luar karena mereka lebih memilih bekerja sendiri tanpa berhubungan dengan pihak luar. Mereka berfikir jika bekerjasama dengan pihak luar akan membagi hasil dengan pihak luar.

6.2 Saran Kurangnya informasi tentang pertanian modern membuat masyarakat masih terikat dengan pertanian tradisional. Sebaiknya para petani bulukerto mulai mencari informasi tentang system modern saat ini. Selain itu pemerintah harus lebih memaksimalkan kerjanya untuk memajukan pertanian di desa bulukerto khususnya.

Daftar Pustaka Lampiran

You might also like