You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS AKUT

Oleh: dr. M. Yusuf Junaedi Pembimbing : dr.Wahyu Hari Sanyoto Sp.B Pendamping : dr. Puguh Santoso dr. Yulita Wahyu Winarni

RSUD DR.ISKAK TULUNGAGUNG PROGRAM INTERNSIP DOKTER TULUNGANGUNG 2012

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Pekerjaan Alamat Masuk RS No. RM

: Sdr. S : 20 tahun : pelajar : Tanjung Gunung RT03/03 Tulungagung : 28 September 2012 : 5983**

Jenis kelamin : Laki-laki

KELUHAN UTAMA Nyeri perut kanan bawah. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD RSUD dr.Iskak dengan keluhan nyeri perut di daerah kanan bawah disertai demam, mual-mual, tetapi tidak sampai muntah. Nyeri dirasakan sejak 3 hari sebelum MRS bersifat terus-menerus dan menetap. Nyeri mulanya dirasakan di daerah sekitar pusar, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Pasien juga meneluh nafsu makan berkurang dan badan terasa lemas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan BAB. BAK pasien juga lancar, tidak ada rasa nyeri saat BAK, warna kuning normal dan tidak disertai darah. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Penderita belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit gula disangkal. Riwayat penyakit ginjal disangkal. Riwayat darah tinggi disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti ini sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign


: Tampak lemah : Compos mentis, GCS456

TD : 130/80 mmHg Suhu : 37,80C

HR: 80x/mnt RR 22x/mnt STATUS GENERALIS Kepala Mata Hidung Mulut Telinga Leher : Simetris, mesochepal : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+) : Discharge (-/-) : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies gigi (-) : Tidak ada kelainan bentuk : Kelenjar thyroid tidak membesar, kelenjar limfe tidak membesar, JVP tidak meningkat, kelenjar tiroid tidak membesar. Thorax
Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis tak kuat angkat : Batas kiri atas ICS II LPS sinistra Batas kanan atas ICS II LPS dekstra Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra Auskultasi Paru Inspeksi Palpasi Perkusi : Simetris kanan kiri, retraksi (-) : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri : Sonor di seluruh lapangan paru : S1 > S2 reguler, bising jantung (-)

Auskultasi Abdomen Ekstremitas

: Suara dasar vesikuler kanan kiri, suara tambahan (-) : Status lokalis : Superior Inferior : Edema (-/-) : Edema (-/-)

STATUS LOKALIS ABDOMEN


Inspeksi: distensi(-), massa(-), sikatrik(-). Auskultasi: peristaltik usus normal. Palpasi: Supel(+), nyeri tekan dititik Mc Burney(+), nyeri lepas tekan(+), defans muskuler lokal di daerah Mc Burney(+), hepar dan lien tidak teraba. Perkusi: hipertimpani (+) Rebound tenderness (+) Rovsing sign (-) Blumberg sign (-) Psoas sign (+) Obturator test (+) Rectal toucher : nyeri tekan pada jam 9-12 Darah Lengkap:

Pemeriksaan khusus intraperitoneal:

PEMERIKSAAN PENUNJANG Kimia Darah: - GDA : 102 AL AE Hb MCV MCH MCHC AT : 14,22 : 4,87 : 14,8 : 92,6 : 30,4 : 32,8 : 211 : 12,55 : 1,1

Netrofil Limfosit

Netrofil seg. : 88,3 Limfosit seg. : 7,7

Monosit RESUME Clinical Diagnostic Score

: 0,54

Monosit seg. : 3,8

Characteristic Symptoms M = Migration of pain to the RLQ A = Anorexia N = Nausea and vomiting Signs T = Tenderness in RLQ R = Rebound tenderness E = Elevated temperature (>37,5) Lab. L = Leukocytosis S = Shift of WBC to the left Total Nilai : <4 : bukan 4-7 : ragu-ragu (observasi) >7 : appendisitis akut (operasi dini)

Score 1 1 1 2 1 1 2 1 10

In case 1 1 1 2 1 1 2 1 10

DIAGNOSIS KLINIS Appendisitis Akut DD: -Gastroenteritis -Kolik ureter TERAPI

Pro. Appendiktomi Inf. RL 20 tpm Inj. Cefotaxim 3x1 gr Inj. Metronidazole 3x500 mg Inj. Ranitidin 2x50 mg

PROGNOSIS Dubia at bonam

FOLLOW UP Tanggal Subjektif -demam(-) -mual(+) -muntah(-) -BAB(-) -BAK(+) Objektif -S: 37C -N: 76x/mnt -TD: 130/80 -Luka post. OP(+) -supel (+) -BU normal Assesment Planning -Inf. RL:D5%:1:1 20tpm -Inj. Ketorolak 3x30mg -Inj. Pumpitor 1x40mg -Rawat Luka -Mobilisasi -Diet bubur halus

29/9/2012 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM Post.

Appendiktomi -Inj. Cefotaxim 3x1gr

30/9/2012 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM Post. -demam(-) -mual berkurang -muntah(-) -BAB(-) -BAK(+) -S: 36,8C -N: 80x/mnt -TD: 120/80 -Luka post. OP(+) -supel (+) -BU normal 1/10/2012 -Nyeri post OP(+) -KU: sedang, CM Post. -demam(-) -mual berkurang -muntah(-) -BAB lembek -BAK(+) -S: 36,5C -N: 72x/mnt -TD: 120/80 -Luka post. OP(+) -supel (+) -BU normal

-Inf. RL:D5%:1:1 20tpm -Inj. Ketorolak 3x30mg -Inj. Pumpitor 1x40mg -Rawat Luka -Mobilisasi -Diet bubur halus -Inf. RL:D5%:1:1 20tpm -Inj. Ketorolak 3x30mg -Inj. Pumpitor 1x40mg -Rawat Luka -Mobilisasi -Diet bubur halus

Appendiktomi -Inj. Cefotaxim 3x1gr

Appendiktomi -Inj. Cefotaxim 3x1gr

TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai penyebab abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi sebagian besar kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai dengan 30 tahun dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.1.2 Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri.1 Sebagai faktor pencetus berupa penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid, fekalith, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.3 Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus dan periumbilikus dimana nyeri tersebut akan beralih ke kuadran kanan bawah yang selanjutnya menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan berupa anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.3 Sekali diagnosis apendisitis dibuat, penderita disiapkan untuk menjalani pembedahan, dan apendiks dengan segera dibuang setiap saat, siang atau malam. Bila pembedahan dilakukan sebelum ruptur dan tanda-tanda peritonitis terjadi, perjalanan pasca bedah umumnya tanpa komplikasi, dan penderita dikeluarkan dari rumah sakit dalam beberapa hari.11 B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara berkembang.1 Di Amerika Serikat apendisitis berlangsung pada 7% populasi, yaitu sekitar 1,1 kasus per 1000 penduduk dalam setahunnya. Secara internasional insiden apendisitis jarang ditemukan pada mereka yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi serat.4

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur baik laki-laki maupun perempuan, dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu sebesar 57% kasus ditemukan pada laki-laki dan 43% kasus menyerang perempuan.2.5 Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok umur antara 20 sampai dengan 30 tahun, dimana puncaknya terdapat pada usia kurang dari 20 tahun, 80% pada mereka dengan usia kurang dari 50 tahun, setelah itu menurun.5.7 Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus apendisitis neonatal dan prenatal.1 Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.7 Penelitian menunjukkan bahwa apendisitis supurative akut sebenarnya berbeda dengan apendisitis akut, dimana insiden apendisitis supuratif akut dapat mengenai semua umur, sedangkan pada apendisitis akut sebagian besar mengenai usia puberitas.14 C. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI 1. Anatomi Apendiks atau Appendix vermiformis (dari bahasa latin worm = cacing) merupakan organ berbentuk tabung, penjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) yang panjangnya melekat pada sekum kurang lebih 2-3 cm di bawah ileocecal junction di bawah valvula ileocecal, dan berpangkal di sekum (menonjol dari dinding posterolateral sekum), yaitu pada pertemuan ketiga taenia coli: 1) Taenia libera, 2) Taenia Colica, 3) Taenia omentum.1.5.8.9 Sekum merupakan bagian pertama usus besar. Proksimal dimana apendiks melekat pada terminal ileum pada usus halus berhubungan dengan sekum. Pada hubungan ini valvula ileocecal mengatur masuknya chyme ke dalam kolon. Apendiks mempunyai mesenterium sendiri yang disebut sebagai meso-apendiks, yang gambarannya dapat membantu membedakannya dengan sekum yang tidak mempunyai mesenterium.5 Apendiks lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.1

Posisi apendiks terhadap sekum bervariasi, yaitu terdiri atas posisi retrosekal (65%), antesekal, pelvinal, medial, preileal, postileal, dan lain-lain.1 Pada posisinya yang normal, Appendix vermiformis terletak pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney. Titik Mc Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan pangkal apendiks.Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.1 Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1

Gambar 1. Tipe Lokasi Appendiks vermiformis pada system digestive Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan cabang dari a.ileokolika. Arteri apendikuler ini berfungsi untuk menyalurkan darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi ke apendiks. Arteri ini melewati meso-apendiks dan sampai pada bagian apendiks (terbentang dari mesenterium = meso-apendiks dan berhubungan dengan apendiks terhadap ileum terminal.5.8 Arteri assesorius dapat dipercabangkan dari a.ileokolika atau arteri sekum posterior yang mensuplai sebagian terhadap apendiks.8 Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.1

Gambar 2. Anatomi Appendiks vermiformis Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persyarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.1 2. Histologi Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan struktur rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai fungsi pada manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab Appendix vermiformis pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai gambaran histologikal yang dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal ini diyakini bahwa Appendix vermiformis mempunyai peranan penting dalam fungsi immune yang sampai sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa Appendix vermiformis tidak memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.5

10

Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformis Secara histologi, lapisan dari Appendix vermiformis sesuai dengan lapisan yang pada usus besar dimana terdiri atas tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, dan tunika muskularis.5.9 Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/ kolon). Pada lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri atas aggregasi limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel limfoid sehingga terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada beberapa tempat terlihat jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan masuk ke dalam submukosa.5.9 Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman penyambung padat dengan sedikit jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari lapisan dalam yang serat ototnya berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan longitudinal, pada apendiks tidak dijumpai tenia koli.9 Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.5 Bagaimanapun, semua setuju bahwa pemotongan Appendix vermiformis tidak memperlihatkan adanya kehilangan fungsi dari sistem digestive maupun sistem imun seseorang.5 3. Fisiologi

11

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.1 D. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Penyebab apendisitis berhubungan dengan blokade (sumbatan/ obstruksi) pada lumen apendiks. Secara umum penyebab obstruksi pada lumen apendiks adalah pengentalan mucus, feses (fekalith), calculus, tumor, atau worm ball (Exyuriasis vermicularis) yang selanjutnya mengeras dan dapat dilihat sebagai struktur yang disebut sebagai appendicolith.5

Gambar 4. Menunjukkan perubahan pada Appendix vermiformis yang menyebabkan akut apendisitis. Gambar kiri menunjukkan pembengkakan apendiks yang menempel pada sekum. Gambar kanan menunjukkan appendicolith yang menyumbat lumen apendiks. Biasanya, infeksi bakteri dan virus pada traktus digestive berperan terhadap pembengkakan nodus limfoid, dimana akan menekan apendiks dan menyebabkan obstruksi. Pembengkakan tersebut dikenal sebagai hyperplasia limfoid. Luka traumatik pada abdomen mungkin berperan terhadap terjadinya apendisitis pada

12

sebagian kecil orang. Genetik mungkin sebagai faktor lainnya, dimana sebagai contohnya apendisitis dapat ditemukan pada keluarga dengan varian genetik dimana seseorang cenderung untuk mengalami obstruksi pada lumen apendiks.2 Obstruksi ini berakibat buruk pada apendiks karena fisiologi normal sekresi musinous oleh mukosa ke dalam lumen dapat menyebabkan edema.5 Obstruksi lumen apendiks tersebut oleh apendikolith menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.3 Peningkatan tekanan intraluminal selanjutnya akan menyebabkan penekanan pada pengaliran vena apendiks. Dimana vena apendiks menjadi kolaps sehingga tekanannya menjadi berkurang untuk pengaliran vena, di samping itu juga menyebabkan tidak efektifnya pengaliran limfatik. Perubahan siklus dinamik ini menyebabkan iskemia pada apendiks. Beberapa kondisi tersebut mempermudah invasi bakteri (diapedesis bakteri) pada dinding lumen yang selanjutnya berkembang proses inflamasi. Inflamasi ini merupakan promotor terhadap terjadinya edema dan eksudasi yang menyebabkan pembengkakan hebat dan ulserasi mukosa.3.5 Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.3 Yang selanjutnya seperti lingkaran setan, dimana apabila tidak diobati maka sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan invasi bakteri yang lebih hebat dan menembus dinding, iskemia dan inflamasi hebat, serta pembengkakan yang lebih hebat.3.5 Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif akut.3 Apendisitis supuratif akut sebagian besar berhubungan dengan obstruksi lumen apendiks oleh fekalith atau hiperplasia.14 Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan terbentuknya gangren.3.5 Stadium ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh tersebut pecah, akan terjadi apendisitis

13

perforasi, pengeluaran pusnya ke dalam rongga peritoneum yang mengakibatkan peritonitis dan dapat berkembang menjadi septisemia dan menyebabkan kematian.2.3.5 Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding abdomen dalam waktu 24-48 jam pertama. 1 Bila semua proses tersebut berjalan lambat maka usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1.3 Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.3 Penelitian apidemiologik menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan higiene seseorang mempengaruhi terjadinya apendisitis. Berdasarkan Medical Journal of Australia, Teori Diet, khususnya konsumsi serat yang tidak cukup, telah meningkatkan pelaporan geografi penyakit tersebut, tetapi tidak secara penuh menjelaskan epidemiologinya.12 Insiden apendisitis sedikit pada mereka yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat. Diet tinggi serat akan menurunkan viskositas dari feses, menurunkan bowel transit time, dan mengecilkan formasi fekalith yang membuat individu cenderung mengalami obstruksi pada lumen apendiksnya.4 E. GAMBARAN KLINIS Gejala apendisitis akut dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu gejala tipikal dan gejala atipikal (Hobler, K. 1998).Gejala tipikal meliputi nyeri samar-samar dan tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen). Nyeri biasanya berhubungan

14

dengan penurunan nafsu makan (74-78% kasus), demam, mual (61-92% kasus), dan muntah (50% kasus) yang dapat berlangsung atau tidak. Ketika muntah berlangsung, beberapa saat kemudian selalu diikuti oleh sakit perut yang hebat. Pada saat muntah mendahului terjadinya nyeri ini menunjukkan bahwa terjadi obstruksi pada usus.2.4 Gejala atipikal muncul dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.1.12 Tidak semua orang yang menderita apendisitis mengalami semua gejala tersebut.2 Variasi letak Appendix vermiformis, umur pasien, serta beratnya inflamasi membuat gejala dari apendisitis tidak konsisten.4 Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.1 Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.1.4 Disamping itu peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria maupun ureter dapat menyebabkan gejala iritasi, hematuri atau pyuria. Cystitis pada pasien laki-laki jarang hadir. Cystitis pada pasien laki-laki dipertimbangkan jika terjadi inflamasi apendiks dekat dengan pelvis.4 Pada pengamatan jasmani: untuk apendisitis akut tampak penderita yang kesakitan, jalannya agak membungkuk ke depan. Tampak perut agak tegang. Nyeri tekan di perut atas tetapi lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah. Sedangkan untuk apendisitis kronik tidak nampak penderita yang kesakitan. Tetapi pada perabaan perut teraba nyeri tekan di perut atas, dan lebih jelas nyeri tekan dan nyeri lepas di perut kanan bawah.15

15

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.1 1. Tanda Awal : Nyeri dimulai di epigastrium atau di region umbilicalis disertai mual dan anoreksia 2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc.Burney :

Nyeri tekan Nyeri lepas Defans muskuler Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing) Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam, berjalan, batuk, atau mengedan.

3. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :

F. DIAGNOSIS Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya. 1. Anamnesis Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit. Hampir 80% diagnosis penyakit dapat ditegakkan melalui anamnesis. Dalam kasus apendisitis, seorang dokter akan mengajukan banyak pertanyaan antara lain: Keluhan utama ? Dialami sejak kapan ? Lokasinya ? Pola nyeri ? Berat ringannya gejala ? Kondisi medik lainnya ? Riwayat penyakit dalam keluarga ? Riwayat pengobatan ? Riwayat penyakit sebelumnya ? Riwayat penggunaan alkohol, merokok ? 2

16

Pada umumnya pada kasus apendisitis, pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah dengan sifat nyeri samar-samar dan tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus sebelum terlokalisir pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah abdomen) yang diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah.2.4 Pada kasus apendisitis akut yang klasik gejala-gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1-2 hari, yang dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut kanan bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.1.11.12 Sementara pada kasus apendisitis kronis terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu.1 Sangat penting untuk menanyakan riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat pengobatan maupun riwayat penggunaan alkohol maupun merokok, disebabkan banyak gangguan lain yang juga memberikan gambaran klinis akut abdomen yang harus dibedakan dengan apendisitis akut.2.11 2. Pemeriksaan Fisis Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, seorang dokter maupun seorang perawat sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap status vitalis pasien meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan. Ditemukan bahwa pasien tampak kesakitan, membungkuk, dan memegang perut kanan bawah. Demam biasanya ringan, dengan suhu 37.5 38.5oC. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksiler dan suhu rektal sampai 1oC.1 Pemeriksaan fisis dilakukan dari kepala hingga kaki (Head to Toe) meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.2 a. Inspeksi Pemeriksaan pada perut sangat membantu untuk mempersempit diagnosis. Lokasi nyeri sangat penting.2 Pada inspeksi perut tidak ditemukan adanya gambaran yang spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.1 b. Palpasi

17

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa disertai nyeri lepas (ditemukan pada 96% pasien), tapi ini tidak spesifik.1.4 Nyeri tekan perut kiri bawah ditemukan hanya pada pasien dengan situs inversus atau anatomi apendiks yang panjang sampai pada kuadran perut kiri bawah, hal ini jarang.4 Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.2.4.12 Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya nyeri.1 Dapat pula ditemukan nyeri perut kanan bawah apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan yang disebut sebagai tanda Blumberg.1 c. Perkusi Didapatkan nyeri ketok pada perut kanan bawah, ini menandakan terjadi proses inflamasi pada apendiks.2 d. Auskultasi Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik dapat hilang pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.1 Pemeriksaan fisis lainnya yang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis antara lain melalui pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan uji psoas, maupun pemeriksaan uji obturator.1.2..4.12 a. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.1 b. Pemeriksaan uji psoas Uji psoas merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.1.2.4 Uji psoas ini ditemukan pada sebagian kecil

18

pasien dengan apendisitis akut.4 Uji psoas dilakukan pada apendiks yang letaknya retrosekal.12 c. Pemeriksaan uji obturator Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.2 Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendiks pelvis.1.4 3. Pemeriksaan Penunjang Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.1 Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan labolatorium (pemeriksaan darah rutin, kimia darah, urinalisis, C-Reactive Protein), pemeriksaan radiologi, dan tes lainnya (Clinical Score).4 a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah Rutin Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit.1 Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan peningkatan jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih pada kasus dengan komplikasi.1.3.4 Demam ditemukan pada 4% pasien dengan apendisitis akut dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari 10.000/ml dan netrofil kurang dari 75%.4 Pemeriksaan Kimia Darah Pemeriksaan kimia darah mahal, dan penemuannya tidak spesifik. Pemeriksaan kimia darah ini biasanya memperlihatkan adanya dehidrasi, atau kelainan elektrolit maupun cairan.2 Pemeriksaan Urinalisis

19

Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih, misalnya infeksi traktus urinarius. 2.3 Satu studi pada 500 pasien dengan apendisitis akut menampakkan adanya gejala traktus urinarius seperti disuria dan nyeri panggul kanan. Satu dari tujuh pasien mengalami puyria dengan 10 Leukosit/LPB, dan satu dari enam pasien ditemukan lebih dari 3 eritrosit/LPB. Seorang dokter mungkin melakukan pemeriksaan urinalisis untuk melihat kehamilan pada seorang wanita dalam usia subur (mereka yang mempunyai periode menstruasi yang teratur).2 Pemeriksaan C-Reactive Protein C-Reactive Protein (CRP) merupakan reaktan yang dihasilkan oleh hati yang merespon terhadap infeksi bakteri. Level serum meningkat setelah 6-12 jam pada inflamasi akut jaringan. Spesifitas 50-87%. Tiga studi pada orang dewasa dengan kombinasi leukosit <10.500/ml, neutrofil <75%, dan CRP normal (99-100%), memberikan hasil negative terhadap apendisitis akut.4 b. Pemeriksaan Radiologi USG Abdomen USG abdomen merupakan metode lainnya yang digunakan untuk

mengevaluasi apendisitis. Terutama digunakan pada anak-anak, pasien yang kurus, dan kadang-kadang efektif digunakan pada wanita hamil. Meskipun CT-Scan merupakan pemeriksaan gold standar radiologi untuk mendiagnosis apendisitis, akan tetapi terdapat beberapa alasan mengapa USG-Abdomen dipertimbangkan dalam mendiagnosis, antara lain : 1) Biaya lebih murah, 2) Aman digunakan pada wanita hamil, 3) dan tersedia di institusi kesehatan lainnya.5 Beberapa studi mengemukakan bahwa USG abdomen memiliki sensitifitas 85-90% dan spesifitas 92-96%. Lima studi mengemukakan bahwa USG abdomen pada anak-anak memiliki sensitifitas sebesar 85-95% dan spesifitas antara 47-96%. Dan satu studi mengemukakan bahwa pada pasien geriatrik dengan perforasi apendisitis, dengan pemeriksaan USG abdomen memiliki sensitifitas 35% dan spesifitas 98%.4

20

Gambar 9. menunjukkan adanya abses pada apendiks melalui pemeriksaan USG-abdomen longitudinal

Gambar 6. Menunjukkan apendisitis yang ditandai dengan adanya cairan yang mengisi apendiks (tengah gambar) dan penebalan dinding apendiks Beberapa keuntungan USG abdomen pada kasus apendisitis, antara lain :5 Tidak invasif Waktu lebih singkat Tidak membutuhkan kontras Dapat lebih mudah pada anak kecil yang banyak bergerak Pemaparan terhadap radiasi lebih sedikit

21

Mempunyai kemampuan yang besar untuk menemukan penyebab nyeri perut lainnya seperti kista ovarium, kehamilan ektopik, atau abses tuba ovarium).

CT-Scan Abdomen

CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi yang penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak khas terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak mengingat efek radiasi yang ditimbulkan).4.12 Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan akurasi yang tinggi dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi lainnya (sensitifitas dan spesifitas CT-Scan abdomen hampir sama yaitu mencapai 95% = sensitivitas: 94%, spesifitas: 95%)4.12, dalam hal ini CT-Scan abdomen lebih akurat dibandingkan dengan USG abdomen untuk mendiagnosis apendisitis pada orang dewasa dan anak remaja.4 Keuntungan lainnya CT-Scan tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk mengevaluasi kelainan akut abdominal lainnya. 4.5 Kerugiannya antara lain pasien akan terpapar oleh radiasi, berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemakaian kontras intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui mulut, dan pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum.4 CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk membedakan periappendiks flegmon dengan abses.6 Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan radiologi yang dapat menunjukkan adanya obstruksi usus atau perforasi, benda asing dan pada kasus yang jarang dapat memperlihatkan adanya apendikolith pada apendiks.1.6 Adanya apendikolith pada pasien dengan gejala apendisitis yang jelas adalah besar kemungkinan merupakan apendisitis, tetapi ini hanya berlangsung pada beberapa kasus (10% kasus).4

22

Gambar 7. Menunjukkan adanya air fluid level dengan suspek appendicitis atau obstruksi usus halus. Tidak terdapat efek massa atau apendikolith pada area apendiks. Gambaran radiologi ini tidak menyingkirkan adanya apendisitis tetapi kemungkinan adanya nyeri abdomen.

Gambar 8. Menunjukkan foto polos abdomen posisi supine yang diambil pada pasien dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah yang hebat. Adanya lesi pada tulang panggul kanan yang mungkin menyebabkan nyeri. Foto polos abdomen dapat digunakan untuk mengevaluasi kasus lain yang yang menyebabkan nyeri akut maupun kronik abdomen. c. Clinical Diagnostic Score Pemeriksaan lainnya yaitu melalui sistem skoring. Yang terkenal adalah yang dikenal dengan istilah MANTRELS Score (Skor Alvarado).

23

Characteristic M = Migration of pain to the RLQ A = Anorexia N = Nausea and vomiting T = Tenderness in RLQ R = Rebound pain E = Elevated temperature L = Leukocytosis S = Shift of WBC to the left Total Nilai :

Score 1 1 1 2 1 1 2 1 10

<4

: bukan : ragu-ragu (observasi) : appendisitis akut (operasi dini)

4-7 >7

G. DIAGNOSIS BANDING Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.1 Gastroenteritis adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.3 Adenitis mesenterikum, divertikulitis Meckeli, enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodenik, kolik ureter, salfingitis akut, kehamilan ektopic terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri perut di kuadran kanan bawah. Berikut ini memperlihatkan beberapa diagnosa banding apendisitis.3 Tabel . Diagnosa Banding Apendisitis

24

H. PENATALAKSANAAN Pada penatalaksanaan pasien dengan apendisitis beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain: 1) Penatalaksanaan sebelum operasi, 2) Operasi apendektomi, 3) Penatalaksanaan pascaoperasi 4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi.3 1. Penatalaksanaan Sebelum Operasi Penatalaksanaan pada pasien apendisitis dimulai dengan memelihara pasien dari makanan maupun minuman apapun sebagai persiapan operasi. Drips intravena untuk hidrasi pasien. Antibiotik diberikan secara intravena seperti cefuoxamine dan metronidazole untuk membunuh bakteri dan mengurangi infeksi perut maupun komplikasi postoperative pada luka di perut.12 Antibiotik yang digunakan merupakan antibiotik gram negative spektrum luas dan anaerobik.4 Bagaimanapun secara umum, apendisitis tidak dapat diobati hanya dengan pemberian antibiotik saja, tetapi memerlukan operasi.2

25

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan torak tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya gejala.3 2. Operasi Apendiks Pembedahan pada kasus apendisitis akut dilakukan oleh ahli bedah dengan mengangkat apendiks. Pada operasi ini diperlukan kerja sama dengan ahli anestesi, dan biasanya anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi umum jika lambung kosong (tidak terisi makanan sejak 6 jam yang lalu), dapat pula dengan menggunakan anestesi spinal.12 Operasi dapat saja dengan membuat insisi kecil pada perut bagian bawah (apendektomi) atau dengan menggunakan laparoskop yaitu membuat insisi kecil sebanyak tiga atau empat buah. Pada kasus lain yang dicurigai apendisitis dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan laparoskopi. Laparoskopi lebih disukai pada operasi terbuka karena insisi lebih kecil sehingga luka yang dihasilkan sedikit, waktu perawatan di rumah sakit lebih cepat, dan nyeri lebih sedikit.2.4 Kerugiannya yaitu membutuhkan biaya yang lebih mahal, dan waktu operasi kira-kira 20 menit lebih lama dibandingkan dengan open apendektomi.4 Pembedahan laparoskopi dikenal juga sebagai minimally invasive surgery (MIS), bandaid surgery, atau keyhole surgery, atau pinhole surgery yang merupakan tehnik operasi modern pada abdomen dengan membuat insisi kecil (biasanya 0.5-1.5cm).17 Operasi laparoskopi apendektomi ini berhasil kira-kira 90% pada apendisitis perforasi. Kontraindikasinya pada pasien dengan intra-abdominal adhesi yang signifikan.4

26

Apendektomi direncanakan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.1 SERI APENDEKTOMI

Appendix terinfeksi

Lokasi Insisi Apendektomi

27

Prosedur Insisi Apendektomi

Post Operasi Apendektomi Pada apendektomi, untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara tehnik operatif mempunyai keuntungan dan kerugian :

Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan SIAS (Spina Iliaka Anterior Superior) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, setelah itu akan tampak peritoneum parietal (mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang

28

lebih besar, mengkilat, lebih kelabu/putih, dan tidak mempunyai haustrae dan taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli.3 Tehnik inilah yang paling sering digunakan karena keuntungannya tidak mungkin terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam.3

Insisi menurut Roux (Muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus dinding otot perut tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana, dan mudah. Kerugiannya bahwa diagnosis harus tepat sehingga lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga pendarahan lebih banyak, masa istirahat pasca operasi lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu pasien, nyeri pasca operasi lebih sering, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.3

Insisi Pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rectus abdominis dextra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Keuntungannya, tehnik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendisitis yang belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak secara langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.3

3. Penatalaksanaan Pascaoperasi Pascaoperasi apendektomi, perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila

29

tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, maka pasien dipuasakan terus sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai dari 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk ditempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat duduk dan berdiri di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan diperbolehkan pulang.3 4. Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.3 I. KOMPLIKASI Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi progresif dan perforasi.3 Komplikasi apendisitis yang paling sering adalah ruptur. Ruptur terjadi apabila apendisitis tidak didiagnosa dan ditangani dengan cepat dan tepat. Mereka yang beresiko tinggi mengalami ruptur apendiks adalah bayi, anakanak, dan mereka yang lebih tua. Ruptur ini dapat berkembang menjadi abses dan peritonitis. Peritonitis merupakan infeksi yang sangat berbahaya, dimana terjadi perforasi sehingga bakteri dan bagian lainnya bocor ke dalam rongga perut. Pada beberapa pasien peritonitis ini menyebabkan kegagalan organ dan terjadi kematian.2 J. PROGNOSIS Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminology apendisitis kronik sebenarnya tidak ada.3.12 Waktu penyembuhan bergantung pada usia, kondisi pasien, keadaan gizi, komplikasi dan berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya

30

penyembuhannya berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih muda (sekitar 10 tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Seorang dokter menganjurkan agar pasien tidak mengkonsumsi alkohol setelahnya.12

DAFTAR PUSTAKA
1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In; R.

Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2th ed. Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2002. 639-46
2. Anonyma.

Appendicitis.

Available

from

URL;

http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=57743. Last update July 22, 2007.


3. Mansjoer Alif. Bedah Digestif. In; Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika

Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta. Media Aesculapius FKUI; 2000. 307-13.

31

4. Craig Sandy. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,

PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler, MD, editors. Available from URL; http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm. Last up date July 22, 2007.
5. Joseph Nicholas, Garrett James. Radiography of Acute Appendicitis. Nicholas

Joseph,

James

Garrett,

editors.

Available

from

URL;

http://www.ceessentials.net/article17.html. Last up date July 22, 2007.


6. Yamada Tadataka. Approach to The Patient with Acute Abdomen. In; Tadataka

Yamada,M.D, David H.Alpers,M.D, Neil Kaplowitz, M.D, Loren Laine,M.D, Chung Owyang,M.D, Don W.Powell,M.D, editors. Gastroenterology. 4th ed. USA. Wolters Kluwer Company; 2003. 818.
7. Lipsky S. Martin. Abdominal Pain in Adults. In; Martin S.Lipsky,M.D, Richard

Sadovsky,M.D, editors. Gastrointestinal Problems. USA. Wolters Kluwer Company, 2000. 3, 9, 11, 14, 17.
8. Long Sarah Melanie. The Intestine. Daniel Horton-Szar, Paul M Smith, editors.

Gastrointestinal System. 1st ed. USA. Mosby; 2002. 119.


9. Lianury

N Robby. Usus Besar. Robby N Lianury. Histologi Sistem Appendectomy Series. Available from URL;

Gastrohepatologi. Makassar. FKUH. 2002. 23.


10. Anonyma.

http://health.allrefer.com/health/appendectomy-appendectomy-series-2.html. Last up date July 22, 2007.


11. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Lambung dan Duodenum. In; Sylvia

Anderson Price, Lorraine McCaerty Wilson, editors. Patofisiologi. 4th ed. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. 401-2.
12. Hobler.

Appendicitis. Human Anatomy.

Available Available

from from

URL; URL;

http://en.wikipedia.org/wiki/Vermiform_appendix. Last up date July 22, 2007.


13. Anonyma.

http://www.factmonster.com/ce6/sci/A0804398.html. Last up date July 22, 2007.


14. Hobler E Kirtland, MD. Acute and Suppurative Appendicitis: Disease Duration

and its Implications for Quality Improvement. Available from URL;

32

http://xnet.kp.org/permanentejournal/spring98pj/appendicitis.html. Last up date July 22, 2007.


15. Hadi Sujono. Nyeri Epigastrik; Penyebab dan Pengelolaannya. Available from

URL; http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik .html. Last up date July 22, 2007.


16. Forbes Alastair. Colon II. In Alastair Forbes, JJ. Misiewicz, Carolyn C Compton,

Marc S Levine, M Shafi Quraishy, Stephen E Rubesin, Paul J Thuluvath. Atlas of Clinical Gastroenterology. 4th ed. USA. Elsevier Mosby; 2005. 188-9.
17. Anonyma.

Laparoscopic

Surgery.

Available

from

URL;

http://en.wikipedia.org/wiki/Laparotomy. Last up date July 22, 2207.


18. Labeda Ibrahim. Akurasi Diagnosis Apendisitis Akut berdasarkan Sistem Skor

Kalesaran Mei-Oktober 1998. In: dr Ibrahim Labeda, SpB-KBD, dr. Murni A. Rauf, SpB-KBD, dr.Djumadi Achmad, Sp.PA, dr. Nadjib Bustan, dan dr. John Pieter, editors. Kumpulan Makalah Ilmiah Sebagai Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah FK-UH. 1999.

33

You might also like