You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setiap individu adalah unik. Artinya setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara-cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan dikenal berbagai metode untuk dapat memenuhi tuntutan perbedaan individu tersebut. Di negara-negara maju sistem pendidikan bahkan dibuat sedemikian rupa sehingga individu dapat dengan bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dirinya. Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari dua segi, yakni horizontal dan vertical. Perbedaan segi horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental, seperti tingkat kesadaran, bakat, minat, ingatan, emosi, dan sebagainya. Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah, seperti: bentuk, tinggi dan besarnya badan, tenaga, dan sebagainya. Masing-masing aspek individu tersebut besar pengaruhnya terhadap kegiatan dan keberhasilan belajar. Perbedaan individual disebabkan oleh dua faktor, ialah faktor keturunan atau bawaan kelahiran, dan faktor pengaruh lingkungan. Kedua faktor ini memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa/peserta didik. Mungkin

salah satu factor ada yang lebih dominan, namun tetap kedua faktor tersebut masingmasing berpengaruh, dan pada gilirannya ternyata tidak ada dua individu yang sama. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan individual. Maka perbedaan dalam perbedaan individual menurut Landgren (1980) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis. Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan individu, sebelum dilakukan pengukuran kapasitas mental yang mempengaruhi penilaian sekolah, adalah menghitung umur kronologi. Seorang anak memasuki sekolah dasar pada umur 6 tahun dan ia diperkirakan dapat mengalami kemajuan secara teratur dalam tugas-tugas sekolahnya dilihat dalam kaitannya dengan faktor umur. Selanjutnya ada anggapan bahwa semua anak diharapkan mampu

menangkap/mengerti bahan-bahan pelajaran yang mempunyai kesamaan materi dan penyajiannya bagi semua siswa pada kelas yang sama. Ketidakmampuan yang jelas tampak pada siswa untuk menguasai bahan pelajaran umumnya dijelaskan dengan pengertian faktor-faktor seperti kemalasan atau sikap keras kepala. Penjelasan itu tidak berdasarkan pada kenyataan bahwa para siswa memang berbeda dalam hal kemampuan mereka untuk menguasai satu atau lebih bahan pelajaran dan mungkin berada dalam satu tingkat perkembangan.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perbedaan individu dalam aspek intelegensi, gaya belajar, dan kepribadian? 2. Bagaimana implikasi dari perbedaan individu dalam pembelajaran?

BAB II PEMBAHASAN

Dalam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu: 1. semua diri manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan didalam pola

perkembangannya, 2. di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Murid pada tingkat yang sama memiliki ketertarikan yang berbeda-beda. Mereka sama pada banyak hal, tetapi bahkan ada juga yang sangat berbeda. Salah satu keberanian utama seorang guru adalah menghadapi tugas besar dalam melayani perbedaan diantara siswa di dalam kelas. Perbedaan-perbedaan tersebut dalam hal intelegensi, gaya belajar, dan kepribadian. A. Perbedaan Individu dari Aspek Intelegensi Menurut para ilmuwan, dewasa ini manusia menggunakan 10 persen dari kemampuan otaknya. Dari 10 persen itu sebagian besar hanya mengoptimalkan belahan otak kiri (Stanford Research Institute). Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi jenius. Idealnya memang harus dipersiapkan sejak kecil dengan mengaktifkan fungsi otak untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang menunjang proses pembelajaran. Usia remaja juga dapat memberdayakan otak secara optimal, untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu cara kerja otak tersebut (Sidiarto L. 2008).

Salah satu bentuk nyata untuk melihat perbedaan anak adalah dengan memeriksa hasil pencapaian dalam tes standar. Tingkat pencapaian anak merupakan suatu fungsi yang menunjukkan nilai belajar anak. Murid dalam posisi puncak di suatu kelompok biasanya mampu belajar dengan cepat, sementara murid dengan posisi rendah di dalam kelas biasanya merupakan pebelajar yang lambat. Pada posisi tengah-tengah, sekitar 50 persen diantaranya memiliki kemampuan yang merata dalam pencapaian. Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya .Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008). Garrett (1946) dalam Dalyono. 2007, mengemukakan Intelegence includes at least the abilities demanded in the solution of problems which requer the comprehension and use of symbols. (Intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta mengunakan permasalahan, simbol-simbol. setiap Karena manusia harus hidup senantiasa menghadapi manusia

permasalahan

dipecahkan agar

manusia

memperoleh keseimbangan (homeostasis) dalam hidup. Menurut Jean Piaget dalam Suryabrata, 2010, intelligence atau inteligensi diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berpikir,

mempertimbangkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan. Pendapat ini mempertegas bahwa inteligensi adalah seluruh kemungkinan koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi mental terhadap situasi baru. Dalam arti sempit inteligensi sering kali diartikan sebagai inteligensi operasional, termasuk pula di dalamnya tahapan-tahapan yang sejak dari periode sensorimotoris sampai dengan operasional formal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi sehingga mengakibatkan adanya perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lainnya yaitu : 1. Pembawaan : pembawaan ditentukan oleh sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat dan tidaknya memecahkan suatu soal atau masalah, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada pula yang bodoh, meskipun sama-sama menerima latihan dan pelajaran yang sama, tetapi perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada. 2. Kematangan : Setiap organ di dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan, setiap organ ( fisik maupun psikis ) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya masing-masing. 3. Pembentukan : yaitu segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. 4. Minat dan pembawaan yang khas, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Anak-anak berbeda dalam tingkat kecerdasannya. Kapasitas intelektual anak secara tradisional diukur dengan menggunakan tes IQ. Namun, validitas tes IQ merupakan subjek yang masih diperdebatkan secara terus-menerus, dan beberapa kritik serta klaim

bahwa tes IQ merupakan diskriminasi dan berlawanan bagi anak dengan latar belakang sosial ekonomi rendah. Perbedaan kecerdasan dapat dilihat dari perbedaan skor IQ. Tingkatan intelegensi (IQ) anak menurut Lewis Terman, antara lain: Intelegensi (IQ) Over 140 120 139 110 119 90 109 80 89 70 79 50 69 20 49 Below 20 Genius Very superior Superior Average Dull normal Bordederline deficiency Maron Imbecile Idiot Klasifikasi

Tingkatan intelegensi (IQ) anak menurut Wechsler, antara lain: Intelegensi (IQ) 130 and Over 120 129 110 119 90 109 80 89 70 79 60 and under Very superior Superior High average Average Low average Bordederline Extremely low Klasifikasi

Siswa yang kurang cerdas menunjukkan ciri-ciri belajar lebih lamban, memerlukan banyak latihan, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk maju, tidak mampu melakukan abstraksi. Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi pada umumnya memilki perhatian yang lebih baik, belajar lebih cepat, kurang memerlukan latihan,

mampu menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu yang singkat, mampu menarik kesimpulan dan melakukan abstraksi. Intelegensi Majemuk menurut Gardner Howard Gardner (1999) menyatakan bahwa orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, atau disebut juga intelegensi majemuk (multiple intelligence) yang relative independen satu sama lain. Gardner berpendapat bahwa berbagai intelegensi memiliki manifestasi yang berbeda-beda dalam budaya-budaya yang berbeda. Gadner menyajikan bukti untuk mendukung adanya intelegensi majemuk. Sebagai contoh, ia

mendeskripsikan orang yang sangat terampil dalam suatu bidang, misalnya dalam membuat komposisi music, namun ahaknya memiliki kemampuan rata-rata dalam bidangbidang lainnya. Tabel intelegensi majemuk menurut Gardner Jenis intelegensi
Intelegensi bahasa: Kemampuan berbahasa secara efektif

Contoh perilaku yang relevan


Berargumentasi secara persuasive Menulis puisi Memperhatikan nuansa-nuansa halus dalam makna kata

Menggabungkan bayangan2 mental Kemampuan memperhatikan detail-detail pada Menggambar sebuah objek secara mirip hal-hal yang dilihat, membayangkan, dan Membuat perbedaan yang halus diantara objek-objek secara visual mirip memanipulasi objek-objek visual dalam benak seseorang Intelegensi logika-matematika: Memecahkan soal-soal matematika secara cepat Kemampuan bernalar secara logis, khususnya Menghasilkan pembuktian matematis dalam bidang matematika dan sains Merumuskan dan menguji hipotesis mengenai gejala yang diobservasi Intelegensi music: Memainkan instrument music Intelegensi spasial: Kemampuan menciptakan, memahami, dan Membuat komposisi karya music Memiliki kesadaran yang tajam mengenai menghargai musik struktur yang melandasi musik Intelegensi ragawi: Berdansa 8

secara Intelegensi interpersonal: Kemampuan memperhatikan aspek-aspek yang halus dan tidak kentara (subtle) dari perilaku Kemampuan terampil menggunakan tubuh orang lain Intelegensi intrapersonal:

Kesadaran terhadap perasaan, motif, dan hasrat sendiri

Intelegensi naturalis:

Kemampuan mengenali pola-pola di alam dan perbedaan-perbedaan diantara berbagai bentuk kehidupan dan objek-objek alami

Bermain bola basket Bermain pantomim Membaca suasana hati orang lain Mendeteksi maksud dan hasrat orang lain Menggunakan pengetahuan mengenai orang lain untuk mempengaruhi pikiran dan perilakunya Membedakan emosi-emosi yang mirip seperti sedih dan menyesal Mengidentifikasi motif-motif yang menggambarkan perilakunya sendiri Menggunakan pengetahuan mengenai diri sendiri agar dapat berelasi secara lebih efektif dengan orang lain Mengidentifikasi anggota-anggota dari spesies tumbuhan atau hewan tertentu Mengklasifikasikan bentuk-bentuk alam (seperti batu, jenis-jenis gunung) Menerapkan kemampuan yang dimiliki mengenai alam dalam aktivitas-aktivitas seperti bertani, semi bertanam, dan melatih hewan

B. Perbedaan Individu dari Aspek Gaya Belajar Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Ausubel membedakan belajar menjadi dua, yakni belajar menerima dan belajar menemukan. Pada belajar menerima, bentuk akhir dari sesuatu yang diajarkan itu diberikan, sedangkan belajar menemukan bentuk akhir itu harus dicari sendiri oleh siswa. Selain itu, Ausubel (dalam Dahar, 1989) juga membedakan antara belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna adalah suatu proses dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki siswa yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal diperlukan untuk memperoleh informasi baru,
9

seperti definisi, teorema, posutulat, dan dalil. Menurut teori belajar bermakna, belajar menerima dan belajar menemukan keduanya dapat menjadi belajar bermakna apabila konsep baru atau informasi baru dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam penelitian ini, teori belajar David Ausubel berhubungan erat ketika menyusun hasil temuan atau hasil diskusi kelompok, mereka selalu mengaitkan dengan pengertian-pengertian yang telah mereka miliki sebelumnya. Pada prinsipnya, tidak ada dua individu yang memiliki kecerdasan sama. Suatu individu mengaku belajar lebih baik dengan satu cara tertentu, sebagian yang lain mengaku bisa belajar dengan cara yang lain pula. Setiap orang memiliki gaya belajar yang unik. Tidak ada suatu gaya belajar yang lebih baik atau lebih buruk daripada gaya belajar yang lain. Tidak ada individu yang berbakat atau tidak berbakat. Setiap individu secara potensial pasti berbakat, tetapi ia mewujud dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada individu yang pintar, individu yang bodoh. Ada individu yang cerdas secara logikamatematika, namun ada juga individu yang cerdas di bidang kesenian. Pandanganpandangan baru yang bertolak dari teori Howard Gardner mengenai inteligensi ini telah membangkitkan gerakan baru pembelajaran, antara lain dalam hal melayani keberbedaan gaya belajar pebelajar. Suatu cara pandang baru inilah yang mengakui keunikan setiap individu manusia. Secara umum, gaya belajar dapat dikelompokkan berdasarkan kemudahan dalam menyerap informasi (perceptual modality), cara memproses informasi (information processing), dan karakteristik dasar kepribadian (personality pattern). Pengelompokan berdasarkan perceptual modality didasarkan pada reaksi individu terhadap lingkungan fisik dan cara individu menyerap data secara lebih efisien. Pengelompokan berdasarkan

10

information processing didasarkan pada cara individu merasa, memikirkan, memecahkan masalah, dan mengingat informasi. Sedangkan pengelompokan berdasarkan personality pattern didasarkan pada perhatian, emosi, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka cara belajar individu dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori. Ketiga kategori tersebut adalah cara belajar visual, auditorial dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya yang memiliki salah satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik cara belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika sang individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik cara belajar dirinya maka akan cepat ia menjadi "pintar" sehingga kursus-kursus atau pun les private secara intensif mungkin tidak diperlukan lagi. Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality), yaitu: 1. Gaya Belajar Visual (Visual Learners) Seorang individu yang biasa berbicara cepat dan melirik keatas bila berbicara, biasanya memiliki gaya belajar visual. Oleh karena mata/penglihatan yang memegang peranan penting bagi individu yang dominan di visual, maka ia akan lebih cepat menyerap suatu informasi melalui tampilan-tampilan visual seperti media gambar,

11

video, diagram, penggunaan alat peraga, dan warna. Individu ini harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka orang yang memberikan informasi (bisa guru atau orangtua) untuk dapat mengerti informasi yang disampaikan oleh lawan bicaranya. Gaya belajar visual menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi orangorang yang menyukai gaya belajar visual ini, yaitu: (1) kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, (2) memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, (3) memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, (4) memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, (5) terlalu reaktif terhadap suara, (6) sulit mengikuti anjuran secara lisan, (7) seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan. Sedangkan karakteristik perilaku individu dengan gaya belajar visual, antara lain: 1. 2. 3. rapi dan teratur (mementingkan penampilan) berbicara dengan cepat mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik

4. teliti dan rinci 5. lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar

6. mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual 7. memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik

12

8. biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar 9. sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis) 10. merupakan pembaca yang cepat dan tekun 11. lebih suka membaca daripada dibacakan 12. dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan. 13. jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara 14. lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain 15. sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak 16. lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah 17. lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik 18. seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata Ciri-ciri gaya belajar visual ini yaitu : 1. 2. 3. Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak

13

4. Tak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif dalam kegiatan diskusi. 5. Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan

6. Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan 7. Dapat duduk tenang ditengah situasi yang ribut dan ramai tanpa terganggu.

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual: 1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta. 2. Gunakan warna untuk menandai bagian-bagian atau hal-hal penting. 3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi. 4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video). 5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar atau menggunakan metode mind-mapping.

2.

Gaya Belajar Auditori (Auditory Learners) Seorang individu yang bicaranya sedang-sedang saja (tidakterlalu cepat dan tidak terlalu lambat) dan melirik ke kiri/ke kanan ketika berbicara, biasanya memiliki gaya belajar auditori. Telinga adalah organ tubuh yang paling penting dalam penyerapan dan pemprosesan informasi bagi individu dengan gaya belajar auditori. Oleh karena itu, individu ini akan lebih mudah dan cepat menyerap suatu informasi melalui kegiatan diskusi atau mendengarkan orang lain (guru atau orangtua) berbicara. Individu ini peka dengan nada suara, tinggi rendahnya suara, dan kecepatan bicara. Sedangkan, informasi tertulis akan memberikan makna yang sangat terbatas bagi individu dengan gaya belajar ini.

14

Gaya belajar ini mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, anak harus mendengar, baru kemudian dia bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar auditori ini, yaitu: (1) orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, (2) memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, (3) memiliki kesulitan menulis ataupun membaca. Sedangkan karakteristik perilaku individu dengan gaya belajar auditori, antara lain: 1. 2. 3. sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca

4. jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras 5. dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara

6. mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita 7. berbicara dalam irama yang terpola dengan baik

8. berbicara dengan sangat fasih 9. lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya 10. belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat

15

11. senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar 12. mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi 13. lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya 14. lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik. Gaya belajar auditori memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelompok/ kelas 2. 3. Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/lagu di televisi/radio Cenderung banyak bicara

4. Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya 5. Kurang cakap dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis

6. Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain 7. Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas. Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori: 1. Menghafal akan lebih cepat dengan cara membaca materi dengan diucapkan keras-keras (sehingga terdengar kembali oleh telinganya). 2. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga. 3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.

16

4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal. 5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya kedalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.

3.

Gaya Belajar Kinestetik Individu yang berbicara lambat dan saat berbicara lebih sering melirik ke bawah, biasanya mempunyai gaya belajar kinestetik. Individu ini menyerap informasi melalui menyentuh, bergerak, dan melakukan sesuatu. Oleh karena itu, individu yang gaya belajar kinestetik ini sulit untuk diam berjam-jam (misalnya duduk diam di dalam kelas berjam-jam). Gaya belajar kinestetik mengharuskan individu yang bersangkutan,

menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar kinestetik ini adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya. Sedangkan karakteristik perilaku individu dengan gaya belajar kinestetik, antara lain: 1. 2. 3. berbicara dengan perlahan menanggapi perhatian fisik menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka

4. berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain 5. banyak gerak fisik

17

6. memiliki perkembangan otot yang baik 7. belajar melalui praktek langsung atau manipulasi

8. menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung 9. menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca 10. banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal) 11. tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama 12. sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut 13. menggunakan kata-kata yang mengandung aksi 14. pada umumnya tulisannya jelek 15. menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik) 16. ingin melakukan segala sesuatu. Ciri-ciri gaya belajar kinestetik ini antara lain: 1. 2. 3. Menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, termasuk saat belajar Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar 4. Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar 5. Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, symbol dan lambing

6. Menyukai praktek/percobaan 7. Menyukai permainan dan aktivitas fisik

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik: 1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.

18

2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru). 3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet atau sediakan camilan pada saat belajar. 4. Gunakan warna terang untuk menandai bagian-bagian atau hal-hal penting dalam bacaan. 5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

Setiap individu menggunakan semua indera dalam menyerap informasi. Tetapi, secara umum, individu mempunyai kecenderungan lebih kuat pada salah satu gaya belajar. Sebagian individu mudah menangkap informasi dalam bentuk visual, sebagian yang lain menyukai informasi bentuk verbal dan sebagian yang lain lebih nyaman dengan cara aktif dan interaktif. Dengan mengetahui gaya belajar yang dimiliki anak, maka guru maupun orangtua dapat menentukan cara-cara atau strategi pembelajaran yang sesuai. Guru dapat memberikan materi-materi pelajaran dengan metode yang bervariasi disesuaikan dengan gaya belajar tiap-tiap anak di kelasnya. Sedangkan orangtua dapat mendampingi anak belajar dengan metode-metode yang juga disesuaikan dengan gaya belajar anak, sehingga penyerapan materi dan proses belajar anak pun menjadi optimal serta efektif. Temuan Riset Gaya Belajar Beberapa penelitian yang mengungkapkan tentang gaya belajar seorang pebelajar dalam proses pembelajaran, telah dilakukan para ahli. Uraian mengenai temuan riset para ahli adalah sebagai berikut:
19

a.

Penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John, di Jamaica, New York, dan para pakar Pemrograman NeuroLinguistik seperti, Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder, telah mengidentifikasi tiga gaya belajar dan komunikasi yang berbeda: Visual. Belajar melalui melihat sesuatu. Kita suka melihat gambar atau diagram. Kita suka pertunjukan, peragaan atau menyaksikan video; Auditori. Belajar melalui mendengar sesuatu. Kita suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal; dan Kinestetik. Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Kita suka menangani, bergerak, menyentuh dan merasakan/mengalami sendiri. (Rose & Nicholl, 2002).

b.

Grinder dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 di antaranya rata-rata dapat belajar secara efektif selama gurunya menghadirkan kegiatan belajar yang mengkombinasikan antara visual, auditorial, dan kinestetik. Namun 8 siswa sisanya sedemikian menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua lainnya sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan cara yang mereka sukai. Untuk memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat multisensori dan penuh dengan variasi (Silberman, 2006).

c.

Lynn OBrien, Direktur Studi Diagnostik Spesifik Rickville, Maryland, melakukan studi yang dilakukan lebih dari 5.000 siswa di Amerika Serikat, Hongkong, dan Jepang, kelas 5 hingga 12. Hasil studi yang diperoleh menunjukkan kecenderungan belajar berikut: Visual sebanyak 29%, Auditori sebanyak 34%, dan Kinestetik sebanyak 37%.

20

Namun, pada saat mereka mencapai usia dewasa, kelebihsukaan pada gaya belajar visual ternyata lebih mendominasi, menurut tersebut (Rose & Nicholl, 2002). d. Hudson melakukan penelitian gaya kognitif kepada para pebelajar di London yang menemukan bahwa 30% subjek penelitian memiliki gaya konvergen, 30% memiliki gaya divergen, dan 40% memiliki gaya campuran divergen-konvergen. Hudson juga menemukan bahwa para pebelajar dari domain seni, termasuk desain, cenderung bergaya divergen, sementara itu para pebelajar dari domain sains cenderung bergaya konvergen. Ia menunjukkan bahwa para pebelajar dari domain seni cenderung lebih bebas menggunakan imajinasi mereka mengenai kegunaankegunaan berbeda dari suatu objek tertentu karena mereka merasa tidak terikat untuk bersikap praktis. Sebaliknya, para pebelajar domain sains lebih cenderung memikirkan kegunaan yang benar dari suatu objek serta terhambat untuk melakukan saran yang tidak praktis.

C. Perbedaan Individu dari Aspek Kepribadian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dari orang/bangsa lain. Dengan demikian kepribadian merupakan suatu ciri-ciri individu/kelompok yang tampak dapat dilihat berdasarkan sikap atau perilaku seseorang/suatu bangsa. Menurut Santrock (2008), kepribadian merujuk pada pemikiran, emosi, dan perilaku tersendiri yang menggambarkan cara individu beradaptasi dengan dunia. Konsep interaksi individu-situasi menyatakan bahwa cara terbaik untuk menggambarkan kepribadian individu bukanlah dari sifat-sifatnya saja, tetapi juga dari sifat dan situasi yang terlibat.
21

Dalam psikologi kontemporer, Model Big Five oleh Lewis Goldberg atau biasa disebut Lima Besar faktor (atau Lima Faktor Model, FFM) kepribadian adalah lima domain yang luas atau dimensi kepribadian yang digunakan untuk menggambarkan kepribadian manusia. Model Lima Faktor adalah model kepribadian deskriptif, psikolog telah mengembangkan sejumlah teori untuk menjelaskan Big Five. Lima besar faktor memberi para guru sebuah kerangka kerja untuk memikirkan karakteristik kepribadian seorang siswa. Model Big Five oleh Lewis Goldberg terbagi menjadi: 1. Extraversion, Senantiasa ingin bergerak dan mengikuti stimulus yang diterima sementara ada pula yang bersikap pasif dan menjauhi apapun stimulus dalam dirinya. Extraversion Menikmati keberadaan bersama org lain Antusias Suka bicara dalam kelompok Penuh energi 2. Introversion Menarik diri dari dunia sosial Kurang gembira Aktifitas rendah Cenderung tenang Kurang energi

Agreeableness, Senantiasa senang berkawan, menghormati pandangan orang lain dan senantiasa ingin menjalin hubungan yang baik dengan semua orang, sementara ada pula yang terlalu agresif, egois atau hanya tahu dirinya saja yang betul dan tidak mau mengalah. Agreeable Penuh perhatian Bersahabat Dermawan Suka menolong Mau menyesuaikan keinginannya dengan orang lain Disagreeable Kurang perhatian pada orang lain Mudah curiga Kurang bersahabat Kurang kooperatif Menempatkan keinginannya di atas orang lain
22

3.

Conscientiousness,

Senantiasa

bertanggungjawab,

selalu

merancang

dan

merencanakan dengan baik, sebaliknya ada pula yang bersikap acuh tak acuh dalam semua masalah, menyerahkan segalanya tanpa mencoba untuk merancang apa-apa dan sentiasa tidak relevan dalam tindakan yang diambil. Conscientious Perencanaan yang penuh tujuan Orang yang cerdas Dapat dipercaya Perfeksionis Pekerja keras yang kompulsif Unconscientious Sulit dipercaya Kurang ambisi Cepat menyerah Mengalami kesenangan jangka pendek Tidak kaku 4. Neoroticism, Senantiasa beremosi, menghadapi masalah dengan emosi yang agak keterlaluan sementara dalam masa yang sama ada pula yang senantiasa tenang dan optimis dalam segala tindakannya. Neoroticism tinggi Mudah mengalami beberapa emosi negatif Reaktif secara emosional Mudah frustrasi Bad mood 5. Neoroticism rendah Tidak mudah terganggu Cenderung tenang Emosi stabil Bebas dari emosi negatif yang menetap

Opennes to experience, Senantiasa bersikap terbuka, menerima segala idea baru yang baik untuk dicoba sedang ada yang agak kaku dalam bertidak, tidak mau menerima pembaharuan.

23

Opennes to experience tinggi Selalu ingin tahu Memiliki apresiasi terhadap seni Tidak konvensional

Opennes to experience rendah Minat sempit Sederhana Membingungkan konvensional

Jung seorang ahli penyakit jiwa dari Swiss, membuat pembagian tipe-tipe manusia menjadi dua tipe. Yang menjadi dasar tipologi Jung ialah arah perhatian manusia. Ia mengatakan bahwa perhatian manusia tertuju kepada dua arah, yakni keluar dirinya disebut extrovert dank ke dalam dirinya disebut introvert. 1. Tipe extrovert; orang yang perhatiannya lebih diarahkan keluar dirinya, kepada oang lain, kepada masyarakat. 2. Tipe introvert; orang yang perhatiannya lebih mengarah kepada dirinya, kepada akunya. Extrovert lancar, lincah dalam bicara bebas dari kekhawatiran/kecemasan tidak cepat malu dan tidak canggung umumnya bersifat konservatif mempunyai minat pada atletik dipengaruhi oleh data objektif ramah dan suka berteman suka bekerja sama dengan orang lain kurang mempedulikan penderitaan dan milik sendiri mudah menyesuaikan diri dan luwes (fleksibel) Introvert Lebih lancar menulis dari pada berbicara Cenderung diliputi kekhawatiran/kecemasan cepat malu dan canggung cenderung bersifat radikal suka membaca buku2 dan majalah lebih dipengaruhi oleh perasaan subjektif agak tertutup jiwanya suka bekerja sendiri sangat menjaga/berhati-hati terhadap penderitaan dan miliknya sukar menyesuaikan diri dan kaku dalam
24

pergaulan

Perbedaan pokok dari kedua tipe itu kadang-kadang kelihatan nyata, kadangkadang tidak. Disamping orang yang benar-benar terlihat sifat-sifat yang menunjukkan tipe extrovert atau introvert, ada pula orang-orang yang menunjukkan adanya sifat campuran/gabungan dari kedua tipe tersebut. Bahkan mungkin dikatakan bahwa kebanyakan orang termasuk ke dalam tipe campuran. Oleh karena itu, di samping adanya dua tipe tersebut maka ditambahkan lagi dengan tipe ambivert yang berarti tipe campuran antara extrovert dan introvert.

D. Implikasi perbedaan Individu dalam Pembelajaran Program percepatan (acceleration), yaitu pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki oleh siswa, dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam angka waktu yang lebih singkat dibandingkan temantemannya. Remedial, yaitu pemberian layanan pendidikan kepada siswa yang mengalami kesulitan/hambatan dengan memberikan pelajaran dan atau tugas tambahan sehingga mereka dapat menyelesaikan program sesuai dengan waktu yang ditentukan. Program Pengayaan (enrichment), yaitu pemberian layanan pendidikan sesuai dengan potensi kecerdasan yang dimiliki siswa, dengan penyediaan kesempatan

25

dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat perluasan/ pendalaman, setelah ybs menyelesaikan tugas-tugas yag diprogramkan untuk siswa lainnya.

Implikasi perbedaan individu dalam pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Menggunakan pendekatan pembelajaran ekletik dan fleksibel; disertai penggunaan multimedia dan multimetode 2. Memahami pilihan gaya belajar siswa kemudian menyediakan lingkungan belajar yang mendukung gaya belajar mereka. 3. Memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang menggabungkan pilihan cara belajar siswa, menggunakan metode mangajar, insentif, alat, dan situasi yang direncanakan sesuai dengan pilihan siswa. 4. Gunakan kombinasi cooperative learning, pembelajaran individual, dan pembelajaran kelompok, atau antara aktifitas-aktifitas belajar yang berpusat pada guru dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa. 5. Berikan waktu yang cukup untuk memproses dan memahami informasi.

6. Gunakan alat-alat multi sensory untuk memproses, mempraktekkan dan memperoleh informasi.

26

BAB III PENUTUP

1.

Perbedaan Induvidu dalam Intelegensi Anak-anak berbeda dalam tingkat kecerdasannya. Howard Gardner (1999) menyatakan bahwa orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, atau disebut juga intelegensi majemuk (multiple intelligence) yang relative independen satu sama lain. Gardner membagi intelegensi menjadi 8 bagian yaitu Intelegensi bahasa, Intelegensi spasial, Intelegensi logika-matematika, Intelegensi music, Intelegensi ragawi, Intelegensi interpersonal, Intelegensi intrapersonal, Intelegensi naturalis.

2.

Perbedaan Individu dalam Gaya Belajar Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality), yaitu: visual, auditori, dan kinestetik.

3.

Perbedaan Individu dalam Kepribadian Menurut Santrock (2008), kepribadian merujuk pada pemikiran, emosi, dan perilaku tersendiri yang menggambarkan cara individu beradaptasi dengan dunia. Lewis Goldberg mengembangkan Model Big Five untuk membagi jenis kepribadian anak, yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to expeience.
27

4. Implikasi Perbedaan Individu dalam Pembelajaran Adanya perbedaan individu dari berbagai aspek telah memberikan pengaruh bagi pendidikan di Indonesia. Adanya pengaruh tersebut maka dikembangkan programprogram pembelajaran untuk memberikan layanan pembelajaran bagi anak-anak yang memiliki perbedaan, diantaranya program percepatan (acceleration), program remedial, dan program pengayaan (enrichment).

28

DAFTAR PUSTAKA

http://belajarpsikologi.com/macam-macam-gaya-belajar.html. Diakses pada tanggal 28 September 2012. https://prayudi.wordpress.com/2007/11/27/gaya-belajar-individu.html. tanggal 28 September 2012. Diakses pada

http://masthoni.wordpress.com/2009/08/25/mengenali-keunikan-gaya-belajarindividu.html. Diakses pada tanggal 28 September 2012. Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta. Dalyono. M. 2007. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta. DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike. 2007. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan Alwiyah Abdurrahman. 2007. Kaifa: Bandung. Ormorod, E Jeanne. 2008. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa tumbuh dan Berkembang. Jilid 1. Erlangga: Jakarta. Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung. Rose, Colin & Nicholl, Malcolm J. 1997. Accelerated Learning for the 21st Century, Cara Belajar Cepat Abad XXI. Terjemahan oleh Dedy Ahimsa. 2002. Nuansa: Bandung. Silberman, Melvin L. 1996. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Terjemahan oleh Raisul Muttaqien. 2006. Nusamedia: Bandung. Santrock, Jhon W. 2008. Psikologi Pendidikan. Erlangga: Jakarta. Suryabrata, S. 2010.Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

29

30

You might also like