ILMU HUKUM, FAK. SYARIAH & HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR
MUNASABAH AL-QURAN
2
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan segala petunjuknya. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada baginda Muhammad saw. Kitab suci al-Quran merupakan kitab yang berisi berbagai petunjuk dan peraturan yang disyariatkan dan al-Quran memiliki sebab dan hikmah yang bermacam. Untuk dapat memahami al-quran secara cerdas maka diperlukan seperangkat pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Untuk itu, ilmu al-quran hadir sebagai jawaban atas kebutuhan perangkat tersebut. Terkait hal itu pula, makalah bertajuk Munasabah al-Quran ini dapat rampung sebagai salah satu alternative media bantu dalam ilmu al-Quran yang khusus membahas sector munasabah. Kekurangan dan kelemahan tentunya masih menjadi corak tersendiri dalam makalah ini. Untuknya itu, kami memohon maaf seraya berharap agar pembaca dapat kritis (membangun) dalam menikmati makalah ini.
Samata, 24 Oktober 2011
Penulis
3
DAFTAR ISI Kata pengantar.1 Daftar isi...2 Pendahuluan.3 1. Latar belakang..3 2. Rumusan masalah3 3. Tujuan penulisan.....3 Pembahasan.4 1. Pengertian munasabah.4 2. Dasar-dasar pemikiran adanya munasabah.5 3. Macam-macam munasabah.9 4. Faedah munasabah.17 Penutup 1. Simpulan19 2. Penutup..19 3. Saran..19 Daftar pustaka20
4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ayat-ayat al-Quran memiliki maksud-maksud tertentu yang diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan, turunnya ayat juga bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi pada masa itu. Susunan ayat-ayat dan surah-surahnya ditertibkan sesuai dengan yang terdapat dalam lauh al-mahfudh, sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat satu dengan ayat yang lain dan antara surah satu dengan surah yang lain. Oleh karena itu, timbul cabang ilmu dari ulumul Quran yang khusus membahas persesuaian-persesuaian tersebut, yaitu yang disebut ilmu munasabah atau ilmu tanaasubil ayati wassuwari. Orang yang pertama kali menulis cabang ilmu ini adalah Imam Abu Bakar an- Naisaburi (324 H). Kemudian disusul oleh Abu Jafar ibn Zubair yang mengarang kitab Al- Burhanu fi Munasabati Suwaril Qurani dan diteruskan oleh Burhanuddin al-Buqai yang menulis kitab Nudzumud Durari fi Tanasubil Aayati Wassuwari dan as-Suyuthi yang menulis kitab Asraarut Tanzilli wa Tanaasuqud Durari fi Tanaasubil Aayati Wassuwari serta M. Shodiq al-Ghimari yang mengarang kitab Jawahirul Bayani fi Tanasubi Wassuwari Qurani. B. Rumusan masalah Berdasarkan hal yang melatar belakangi penulisan makalah ini, maka kami merumuskan rumusan masalah yang terbagi atas: 1. Apa yang dimaksud dengan munasabah? 2. Bagaimana munasabah bisa muncul? 3. Bagaimanakah pembagian dalam munasabah? 4. Apa manfaat dari munasabah? C. Tujuan penulisan Makalah ini bertujuan agar pengkajian kebenaran al-Quran dapat lebih bergairah. 5
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Munasabah Menurut bahasa, munasabah berarti hubungan atau relevansi, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya. Ilmu munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lainnya. Karena itu sebagian pengarang menamakan ilmu ini dengan ilmu tanasubil ayati was suwari, yang artinya juga sama, yaitu ilmu yang menjelaskan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lain. Menurut istilah, ilmu munasabah / ilmu tanasubil ayati was suwari ini ialah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Quran yang mulia. Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat / beberapa surat al- Quran. Apakah hubungan itu berupa ikatan antara am (umum) dan khusus / antara abstrak dan konkret / antara sebab-akibat atau antara illat dan malunya, ataukah antara rasional dan irasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi. Jadi pengertian munasabah itu tidak hanya sesuai dalam arti yang sejajar dan parallel saja. Melainkan yang kontradiksipun termasuk munasabah, seperti sehabis menerangkan orang mukmin lalu orang kafir dan sebagainya. Sebab ayat-ayat al-Quran itu kadang-kadang merupakan takhsish (pengkhususan) dari ayat-ayat yang umum. Dan kadang-kadang sebagai penjelasan yang konkret terhadap hal-hal yang abstrak. Sering pula sebagai keterangan sebab dari suatu akibat seperti kebahagiaan setelah amal sholeh dan seterusnya. Jika ayat-ayat itu hanya dilihat sepintas, memang seperti tidak ada hubungan sama sekali antara ayat yang satu dengan yang lainnya, baik dengan yang 6
sebelumnya maupun dengan ayat yang sesudahnya. Karena itu, tampaknya ayat-ayat itu seolah-olah terputus dan terpisah yang satu dari yang lain seperti tidak ada kontaknya sama sekali. Tetapi kalau diamati secara teliti, akan tampak adanya munasabah atau kaitan yang erat antara yang satu dengan yang lain. Karena itu, ilmu munasabah itu merupakan ilmu yang penting, karena ilmu itu bisa mengungkapkan rahasia kebalaghahan al-Quran dan menjangkau sinar petunjuknya. B. Dasar-dasar Pemikiran Adanya Munasabah Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak masalah, namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan pula akhir surat atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian, akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan itu. Mengenai hubungan antara suatu ayat atau surat dengan ayat atau surat lain (sebelum atau sesudahnya) tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat-surat itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surat-surat yang bersangkutan. Ilmu al-Quran mengenai masalah ini disebut : . Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan yang lainnya. Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula yang menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Akan tetapi sebagian besar ayat-ayat 7
dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat yang lain. Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya. Tetapi kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara satu dengan yang lain. Sebagaimana contoh surat al-Fath, ada hubungannya dengan surat sebelumnya (surat al-Qital/Muhammad) dan dengan surat sesudahnya (al-Hujurat). Surat al-Fath diturunkan sesudah Nabi mencapai perdamaian Hudaibiyah dengan musyrikin Makkah dan umat Islam mendapatkan kemenangan setelah didahului dengan peperangan dengan musyrikin Arab, maka jelaslah ada hubungannya dengan surat sebelumnya (al-Qital/Muhammad). Setelah kemenangan di tangan Islam dan keamanan serta ketertiban masyarakat sudah mantap, maka turunlah surat al-Hujurat yang mengatur bagaimana seharusnya sikap umat Islam. Mengenai contoh antara ayat satu dengan ayat yang lain dapat dilihat pada uraian-uraian berikut: Firman Allah dalam surat al-Ghasyiyah ayat 17-20 E 4NOO44C OT Te"- E-^O ^eTU7= ^_ OT4 R7.4OO- E-^O ^eER+O ^l OT4 4:^- E-^OE ^e4:+^ ^_ OT4 ^O- E-^OE ^eERCc ^= Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20) Dalam ayat tersebut kelihatan tidak ada relevansinya dan perpaduan pikiran pada ayat tersebut. Sebab meninggikan langit terpisah dari menciptakan unta. Dan menegakkan gunung terpisah dari meninggikan langit dan juga menghamparkan bumi terputus dari menegakkan 8
gunung. Akan tetapi al-Zarkasyi dalam kitab al-Burhan 1:45, telah menunjukkan ada munasabah antara ayat-ayat itu. Pada waktu turun al-Quran masyarakat badui yang masih primitif, binatang unta adalah sangat vital untuk kehidupan mereka dan unta-unta itu membutuhkan air untuk minum. Oleh sebab itu, mereka sering memandang ke langit untuk mengharapkan hujan turun. Mereka juga memerlukan tempat tinggal untuk berlindung dan tiada lain adalah di gunung-gunung, kemudian mereka selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk kelangsungan hidupnya. Sebagaimana keterangan di atas bahwasanya mencari munasabah atau relevansi antara satu ayat dengan ayat yang lain tidaklah begitu sulit. Sebab pembicaraan kita sedikit yang tidak bisa dipahami dengan satu ayat saja, sehingga perlu ada ayat-ayat yang mengiringinya untuk menjelaskan maksud ayat yang terdahulu. Berbeda dengan mencari hubungan antara surat satu dengan surat yang lain terlihat adanya kesulitan. Oleh karena itu, hanya sedikit ulama tafsir yang mengungkapkan adanya munasabah atau relevansi antara surat satu dengan surat yang lainnya. Mereka cukup mencari-cari adanya dua lafadz yang serupa atau adanya dua ayat yang sebanding dalam kedua surat yang berurutan letaknya baik di permulaan, di pertengahan maupun di penghabisan surat. Di bawah ini adalah beberapa contoh surat yang ada munasabah / relevansi. 1. Permulaan surat al-Baqarah .- ElRO CU4-:^- =UuC4O O ROOR O Alif laam miin. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya. Di dalam ayat ini terdapat isyarah kepada lafaz yang ada di dalam surat al-Fatihah ayat ke enam. 4^Ru-- EO4O^- 474-O^- ^R Tunjukkanlah kami jalan yang lurus 9
Di dalam surat ini seolah-olah ketika mereka mohon petunjuk ke jalan yang lurus yang mereka mohon itu adalah al-Quran. Karena al-Quran adalah jalan yang lurus dan tidak ada keragu-raguan di dalamnya seperti surat yang pertama. 2. Surat al-Isra yang dimulai dengan tasbih ada munasabah atau relevansi dengan surat al- Kahfi yang dimulai dengan tahmid. Sebab tasbih biasanya didahului dengan tahmid. 3. Surat al-Kautsar merupakan imbangan dari surat al-Maun. Sebab pada surat al-Maun terdapat tanda-tanda atau sifat-sifat orang munafik sebanyak empat, yaitu kikir, tidak sembahyang, melakukan shalat dengan riya (show) dan enggan mengeluarkan zakat. Maka di dalam surat al-Kautsar : .^^T CE4^OC^N 4OQ^- ^ Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. (QS. Al- Kautsar: 1) Sebagai imbangan sifat kikir, dan lafadz (maka shalatlah kamu) sebagai bandingan dengan meninggalkan shalat dan lafadz (untuk keridhaan Allah bukan untuk manusia). Sebagai imbangan dengan sifat riya, kemudian lafadz (berkurbanlah) sebagai imbangan sifat ingin memberi zakat dan yang dimaksud dengan ialah bersedekah dengan daging kurban. Pencarian-pencarian ini yang dilakukan oleh ulama tafsir tidak sia-sia, sebab tidak sedikit manfaatnya bagi umat Islam yang bermaksud mendalami al-Quran. Berkah ketekunan ulama tafsir yang luar biasa itu mereka sendiri puas dan juga memberi kepuasan umat Islam. al-Quran mengandung macam hukum dan peraturan dan karena sebab-sebab yang berbeda-beda maka tersusunlah ayat-ayat al-Quran dengan sebaik-baiknya dan setepat- tepatnya dalam tiap-tiap surat. Sehingga apabila kita bisa mengetahui adanya munasabah/relevansi, maka kita tidak perlu mencari sebab turunnya ayat-ayat al-Quran satu persatu. C. Macam-macam Munasabah 10
Munasabah / persesuaian / persambungan / kaitan bagian al-Quran yang satu dengan yang lain itu bisa bermacam-macam, jika dilihat dari berbagai seginya. 1. Macam-macam sifat munasabah Jika ditinjau dari segi sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya, maka munasabah itu ada dua macam, yaitu : a. Persesuaian yang nyata (dzahirul irtibath) / persesuaian yang tampak jelas yaitu yang bersambungan atau persesuaian antara bagian yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat. Karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali. Sehingga yang satu tidak bisa menjadi kalimat yang sempurna, jika dipisahkan dengan kalimat yang lain, maka deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu kadang-kadang ayat yang satu itu sebagai penguat, penafsir, penyambung, penjelasan, pengecualian / pembatasan dari ayat yang lain. Sehingga ayat-ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang sama. Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surat al-Isra =TE:c -OR~-.- O4O RlET 1E^O R)` ROE^- R-4OE^- OT ROE^- =^~- Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha. Ayat tersebut menerangkan Isra Nabi Muhammad saw. Selanjutnya, ayat 2 surat al- Isra yang berbunyi : E4uO>-474 E<QN` =U4-^- +OE4UEE4 O1- 4:Rm CR74O T Dan kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan kami jadikan Kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil. 11
Ayat tersebut menjelaskan diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa as. Persesuaian antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas mengenai diutusnya kedua Nabi/Rasul tersebut. b. Persambungan tidak jelas (khafiyyul istibadh) samarnya persesuaian antara pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat atau surat itu sendiri-sendiri baik karena ayat-ayat yang satu itu diathofkan kepada yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 surat al-Baqarah dengan ayat 190 surat al-Baqarah. Ayat 189 surat al-Baqarah tersebut berbunyi : C4^QU4*OEC ^T4N R--R-- W ~ "OR- eOR~4Q4` +EE4UR -&E^-4 Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji. Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit/tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji. Sedangkan ayat 190 surat al-Baqarah berbunyi : W-QUR-~4 OT OT:Ec *.- 4R~-.- 74^QUR-NC 4 W-4-u> Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas. Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut seperti tidak ada hubungannya / hubungan yang satu dengan yang lainnya samar. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut yaitu, ayat 189 surat al-Baqarah mengenai soal waktu untuk haji, sedang ayat 190 surat al-Baqarah menerangkan: sebenarnya, waktu itu haji 12
umat Islam dilarang berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan- serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji. 2. Macam-macam materi munasabah Ditinjau dari segi materinya, maka munasabah itu ada 2 macam sebagai berikut : a. Munasabah antar ayat yaitu munasabah / persambungan antara ayat yang satu dengan yang lainnya. Munasabah itu bisa berbentuk persambungan-persambungan sebagai berikut : 1) Diathofkan ayat yang satu kepada ayat yang lain, seperti munasabah antara ayat 103 surat Ali Imran : W-Q4-^N-4 lO4 *.- 4ORE 4 W-Q~OE> Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Dengan surat Ali Imran ayat 102 : O&^4C 4R~-.- W-QN44`-47 W-Q4>- -.- E-EO ROR>> 4 E-Q` T +^4 4QTUOG` ^= Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Faedah dari munasabah dengan athaf ini ialah untuk menjadikan 2 ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (an-Nadzraini). Ayat 102 surat Ali Imran menyuruh bertaqwa dan ayat 103 surat Ali Imran menyuruh berpegang teguh pada agama Allah, dua hal yang sama. 13
2) Tidak diathofkan ayat yang satu kepada yang lain, seperti munasabah antara ayat 11 surat Ali Imran. E -47 4Q4NOR 4R~-.-4 TR` TTU:~ W-Q+OOE 4LR-4C4*T (keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir'aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami. Dengan ayat 10 surat Ali Imran ET -R~-.- W-NOEE T ^> u44N 74Q^` 4 -u =TR)` *.- 6*^OE- W El^+4 - 1Q~4 OE4- ^ Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang kedua (ayat 11) dengan ayat yang sebelumnya (ayat 10), sehingga ayat 11 surat Ali Imran itu dianggap sebagai bagian kelanjutan dari ayat 10 surat Ali Imran. 3) Digabungkannya dua hal yang sama, seperti persambungan antara ayat 5 surat al- Anfal .EE ElE4Ou= ElG4O TR` ElR-uO4 --E^T ET4 LCQO =TR)` 4-RLR`u^- 4Q-QO ^T 14
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran, padahal Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. Dengan ayat 4 surat al-Anfal El^+ N- 4QNLR`u^- EEO += 7eE4OE1 E4RN TT4O E4OR^4`4 -^eO4 _CQO ^ Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. Kedua ayat itu sama-sama menerangkan tentang kebenaran, ayat 5 surat al-Anfal itu menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin. 4) Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi (al-mutashadattu) Seperti yang dikumpulkan ayat 95 surat al-Araf 4L^O4 4~4` ROE1OO- OE4=OO4^- 4EO W-QE4N W-Q7~E ^~ O4` 4^47.4-47 +7.-O-- +7.-O-O-4 Kemudian kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang kamipun Telah merasai penderitaan dan kesenangan" Dengan ayat 94 surat al-Araf .4`4 4LUEcO OT lO4CO~ TR)` H^^ T .4^'O EUu- 15
R7.Ec4l^T R7.-O--4 ^UE 4QNNO-EC ^_ Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. Ayat 94 surat al-Araf tersebut menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi ayat 95 surat al-Araf menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan. 5) Dipindahkannya satu pembicaraan, ayat 55 surat Shaad : -EOE- HT4 4--CUR O= 4*4` ^TT Beginilah (keadaan mereka). dan Sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk Dialihkan pembicaraan kepada nasib orang-orang yang durhaka yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dan pembicaraan ayat 54 surat Shaad yang membicarakan rezeki dari ahli surga. ET -EOE- E4~^eQO 4` +O TR` 1E^^ ^T Sesungguhnya Ini adalah benar-benar rezki dari kami yang tiada habis- habisnya. b. Munasabah antar surat yaitu munasabah / persambungan antara surat yang satu dengan surat yang lainnya. Munasabah ini ada beberapa bentuk sebagai berikut : 16
1) Munasabah antara dua surat dalam soal materinya, yaitu materi surat yang satu sama dengan materi surat yang lain. Contohnya : seperti surat kedua al-Baqarah sama dengan isi surat yang pertama al-Fatihah, keduanya sama-sama menerangkan 3 hal kandungan al-Quran, yaitu masalah aqidah, ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman. Dalam surat al- Fatihah semua itu diterangkan secara ringkas, sedang dalam surat al-Baqarah dijelaskan dan dirinci secara panjang dan bebas. 2) Persesuaian antara permulaan surat dengan penutupan surat sebelumnya. Sebab semua pembukaan surat itu erat sekali kaitannya dengan akhiran dari surat sebelumnya, sekalipun sudah dipisah dengan basmalah. Contohnya: seperti awalan dari surat al-Anam yang berbunyi sebagai berikut : ^O4^- *. OR~-.- 4-UE R4QEOO- 4O-4 EE4 Re47e- 4OQOL-4 W O 4R~-.- W-NOEE &4OT HQ7Ru4C ^ Segala puji bagi Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka. Awalan surat al-Anam tersebut sesuai dengan akhiran surat al-Maidah yang berbunyi : *. lUN` R4QEOO- ^O-4 4`4 OT&OR 4Q-4 O>4N "7 7E* lOCR~ ^= Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. 17
Dan seperti antara awalan surat al-Hadid yang berbunyi sebagai berikut : EE*lEc *. 4` OT R4Q4OO- ^O-4 W 4Q-4 +OCGE^- N7O4^- ^ Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Awalan surat al-Hadid tersebut sesuai dengan akhiran surat al-Waqiah: ^ETOl=O =^-T ElT4O =7RE^- ^_R Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar. Dan seperti awalan surat al-Quraisy -UC6" `uC4O~ ^ Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, Dengan awalan surat al-Quraisy tersebut sesuai dengan surat al-Fiil: UEOO- l-EE QE` ^T Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). 3) Persesuaian antara pembukaan dan akhiran sesuatu surat sebab, semua ayat dari sesuatu surat dari awal sampai akhir itu selalu bersambungan dan bersesuaian. Contoh : seperti persesuaian antara awal surat al-Baqarah .- ^ ElRO CU4-:^- =UuC4O O ROOR O O1- =T1+URm ^= 18
Alif laam miin. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa Awal surat al-Baqarah tersebut sesuai dengan akhirnya yang memerintahkan supaya berdoa agar tidak disiksa Allah, bila lupa atau bersalah. -^N-4 E44N OR^N-4 E4 .4L^EOO-4 =e^ 4LQ4` 4^OO^ O>4N RQ^- -ORE:^- ^=lR Beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." Dan seperti persesuaian antara awal surat al-Mukminun ^~ EEU^ 4QNLR`u^- ^ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman Dengan akhiran surat tersebut yang berbunyi : +O^^T ETU^NC 4NOR^- ^_ Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. D. Faedah Ilmu Munasabah Faedah mempelajari ilmu munasabah ini banyak, antara lain sebagai berikut : 1. Mengetahui persambungan hubungan antara bagian al-Quran, baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lainnya. Sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Quran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan. Karena itu, Izzudin Abdul Salam mengatakan, bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika 19
menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan betul-betul, baik di awal atau diakhirnya. 2. Dengan ilmu munasabah itu dapat diketahui mutu dan tingkat kebahagiaan bahasa al- Quran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau suratnya yang satu dengan yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Quran itu betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Karena itu imam Arrazi mengatakan, bahwa kebanyakan keindahan-keindahan al-Quran itu terletak pada susunan dan persesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling baligh (bersastra) adalah yang sering berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. 3. Dengan ilmu munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat / sesuatu ayat dengan kalimat / ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.
20
BAB III PENUTUP A. Simpulan Selanjutnya kesimpulan dari makalah ini, antara lain: 1. Munasabah merupakan ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lainnya. 2. Munasabah muncul sebagai cabang ilmu al-Quran yang dipelopori oleh pemikiran- pemikiran inovatif dalam memahami al-Quran. 3. Munasabah dapat dijabarkan dalam sifat serta disiplin ilmunya. 4. Muhasabah sangat bermanfaat terkait kebutuhan interpretasi terhadap al-Quran.
B. Penutup Demikianlah uraian makalah yang dapat kami sajikan. Semoga dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Atas segala kekurangan dan kelemahan dari makalah ini, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya. C. Saran Kritk dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan dalam upaya revisi makalah ini, ataupun penulisan ilmiah pada masa yang akan dating.
21
DAFTAR PUSTAKA Al-Qattan, Manna Khalil. (2001), Studi Ilmu-ilmu al-Quran, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa. Anwar, Rosihan. (2000), Ulumul Quran, Bandung : Pustaka Setia. Hamid Abu Zaid, Nasr. (2005), Tekstualitas al- Quran. Yokyakarta: pelangi aksara http://assaadah.com/?pilih=lihat&id=185, diakses tanggal 24 oktober 2011