You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

Pneumothorax adalah penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru untuk mengempis. Spontaneous pneumothorax, juga dirujuk sebagai primary pneumothorax, terjadi pada ketidakhadiran dari luka trauma pada dada atau penyakit paru yang diketahui. Secondary (juga diistilahkan yang menyulitkan) pneumothorax terjadi sebagai akibat dari kondisi yang mendasarinya.Spontaneous pneumothorax mempengaruhi kira-kira 9,000 orang-orang setiap tahun di Amerika yang tidak mempunyai sejarah dari penyakit paru. Tipe dari pneumothorax ini adalah paling umum pada pria-pria yang berumur antara 20 dan 40 tahun, terutama pada pria-pria yang tinggi dan kurus. Merokok telah ditunjukan meningkatkan risiko untuk spontaneous pneumothorax.Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan. Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%Angka kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1.5 sampai dua tahun.

Laporan Kasus Seorang bayi usia 4 hari mengalami ikterus sejak usia 2 hari, lahir spontan ditolong bidan, dengan berat lahir 2200gram dan tidak langsung menangis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat 2100 gram, sadar, tidak panas, ikterus di wajah sampai thoraks dan abdomen. Hasil pemeriksaan bilirubin total 16,5 mg/dl. Identitas: Nama Umur Alamat Identitas orang tua: Nama Ayah Pekerjaan Nama ibu Pekerjaan Anamnesis: Riwayat penyakit sekarang Riwayat keluarga Riwayat pengobatan Ibu konsumsi obat selama kehamilan? Riwayat DM ibu? Kelainan darah pada keluarga? Ikterus sejak kapan? Demam? ::::Alamat Ayah : : bayi X : 4 hari :-

Pekerjaan ibu : -

Riwayat penyakit ibu Riwayat persalinan Riwayat kelahiran Riwayat ASI Kesulitan dalam pemberian asi? Rutin?

Pemeriksaan Fisik: o Sesak pada saat inspirasi o TB: 170 cm o Tensi 150/90 o Nadi :100x/menit o Suhu: 37,2 C o RR: 32x/menit o JVP: meningkat o Trachea deviasi kekanan Fisik Paru: Nampak Asimetri Kiri lebih cembung daripada yang kanan dan tertinggal saat pergerakan nafas Fremitus melemah ICS melebar Hipersonor dan suara nafas menghilang Tidak terdengar rales atau mengi

Pemeriksaan Penunjang: 1. EKG: QRS axis dan precordial gelombang T mirip IMA

2. Foto Thorax: Trachea deviasi kearah kanan akibat dari desakan dari udara paru kiri Gambaran lusen mengisi seluruh ruang paru kiri bahkan terdapat herniasi kearah kontralateral sehingga gambaran jantung juga menghilang Lengkungan diafragma kiri hamper menghilang dan letak rendah.

3. Pemeriksaan Penujang Tambahan: Analisa Gas darah CT-Scan Endoskopi

BAB II PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan utama sesak napas (dispnea) tiba-tiba terutama saat tarik napas yang dirasakan makin lama makin berat, nyeri dada kiri yang seperti ditusuk, dan rasa nyerinya tidak menjalar. Dari data ini, harus selalu diingat bahwa penanganan yang baik selalu mempertahankan prinsip ABCDE selayaknya pada setiap kasus kegawatdaruratan. Makah hal pertama yang dilakukan melakukan primary survey.

Primary survey secara berurutan adalah Airway, Breathing, Circulation, Pada tahap airway diperhatikan jalan napasnya. Pada pasien ini yang mengalami sesak napas tidak didapatkan adanya sumbatan jalan napas (airway). Ini dibuktikan dengan adanya anamnesis dari dokter yang dapat dijawab dengan baik ditambah pasien masih sadar. Bila mungkin tanyakan kembali pada pasien bila dia tersedak sesuatu atau tidak. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda vital. Dari hasil didapat bahwa tekanan darah dan nadi pasien tinggi. Tidak terdapat demam yang dapat menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi. Sedangkan dari RR yang tinggi hanya membuktikan bahwa ada dispnea yang terjadi. Kesimpulannya pasien membutuhkan evaluasi dan penanganan segera. Dari anamnesis pasien mengaku sesak napas yang makin berat disertai nyeri dada yang tajam dan tidak menjalar. Dari sini didapat kesimpulan : 1. Pasien mengalami hipoksemia berat 2. Nyeri dada yang dialami pasien bukanlah nyeri dada akibat penyakit jantung namun kemungkinan akibat gangguan pada pleura. Pada pasien, airwaynya aman, maka dokter harus memikirkan adanya gangguan pada tahap breathing yakni gangguan ventilasi. Gangguan ventilasi harus dikelola dengan benar. Namun sebelum itu keadaan fisik paru harus diperiksa. yang pertama inspeksi. Inspeksi pada pasien ditemukan mulut pasien bernapas seperti ikan koi, artinya pasien berusaha mengalami kesulitan pada pernapasannya dan berusaha memenuhi kebutuhan oksigen pada tubuhnya. Yang kedua diperhatikan bahwa paru asimetri, dan dada kiri lebih cembung dan tertinggal pada pergerakan napas. Karena tidak ada trauma, maka kemungkinan pada pasien adalah pneumotoraks ataupun efusi pada paru kiri dimana pergerakan napas tertinggal. Bila setiap inspirasi dada makin membesar artinya terjadi tension peneumothorax. Perhatikan pula adanya deviasi trakea ke sisi kanan yang menandakan adanya dorongan dari dalam rongga dada bagian kiri. Kemudian gerakan otot-otot dada juga diperhatikan. Pada palpasi didapat fremitus melemah dan ICS melebar. Ini menandakan bahwa pada pasien kemungkinan pada paru parunya mengalami pengisian udara, konsolidasi ataupun cairan pada rongga dada yang memperkuat adanya dugaan pneumotoraks maupun efusi.

Pada auskultasi ditemukan suara napas menghilang dan hipersonor pada perkusi. Hipersonor artinya ada penambahan udara pada rongga dada dan suara napas yang menghilang juga sesuai pada pneumotoraks. Dari sisni disimpulkan bahwa ada udara dengan jumlah melebihi normal yang mengisi rongga dada, dan kemungkinan rongga dada isi cairan dapat dihindarkan. Kemudian tidak terdengar rales atau mengi. Yang berarti ini bukan obstruksi pada jalan napas seperti pada asma. Pada tahap ini maka primary survey sudah dilakukan tanpa adanya tahap D, E karena tidak ada masalah. Yang mengalami masalah hanyalah A, B, dan C. Setelah dilakukan pemeriksaan secara cepat maka selanjutnya didapat kemungkinan terbesar bahwa pasien mengalami pneumothoraks. Untuk memperkuat dilakukan EKG. Dari hasil EKG didapatkan QRS axis dan precordial T-wavenya berubah mirip IMA yang khas pada pneumothoraks primer paru kiri. Satu hal yang lebih memperkuat dugaan pneumotoraks pada paru kiri adalah pemeriksaan penunjang rontgen thoraks AP. Pada hasil rontgen didapatkan gambar dibawah ini :

Dari sini digambarkan bahwa ada : Trachea deviasi kearah kanan akibat dari desakan dari udara paru kiri Gambaran lusen mengisi seluruh ruang paru kiri bahkan terdapat herniasi kearah kontralateral sehingga gambaran jantung juga menghilang Lengkungan diafragma kiri hampir menghilang dan letak rendah. Dari hasil pemeriksaan fisik, penunjang, di tambah anamnesis maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien adalah pneumotoraks spontan primer sinistra .

Pneumothoraks pada kasus ini membutuhkan penanganan yang efisien dan segera dengan prinsip sebagai berikut : 1. Observasi dan pemberian oksigen 2. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi (WSD) 3. Pleurodesis bila perlu 4. Torakoskopi 5. Torakotomi Dibawah ini adalah penatalaksanaan pada pasien yang disertai dengan urutan tindakan dan alat-alat yang diperlukan : A.Terapi oksigen Terapi Oksigen dilakukan bila pasien mengalami hipoksemia berat seperti pada pasien ini. Tujuannya adalah mempertahankan saturasi oksigen pada darah pasien. Atau mempertahankan PaO2 sebesar 0-70mmhg dengan kenaikan minimal pada PaCO2. B. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi (termasuk didalamnya WSD) Tindakan ini bertujuan untuk mengeluarkan dada dari rongga pleura (dekompresi). Dalam tokakostomi terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar iga ke 6 pada linea aksilaris media kemudian dilakukan prosedur Water Seal Drainage ( WSD) Venocath. Penjelasannya adalah sebagai berikut: WSD dengan venocath digunakan dalam keadaan emergency pada pneumothorax dan efusi leura massif. Bila dalam waktu 24 jam paru tidak mengembang atau venocath terlipat maka harus diganti dengan WSD mini atau WDS besar.Adapun komplikasi WSD: a. Perdarahan b. Syok Neurogenik c. Infeksi pasca tindakan bedah d. Emfisema Subkutis Persiapan: 1. Pasien Penjelasan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan(inform consent)

2. Alat

Foto Thorax PA/L Venocath no.14 + bloodset Cystofix atau kateter lain yang tidak mudah terlipat Trocard + klateter sesuai ukuran trocard Sarung tangan 1-2 buah 1. Pinset anatomis 2. Jarum jahit 3. Pisau 4. Benang 5. Klem arteri tumpul 6. Kain kasa

Semprit 5cc,1-2 buah Injeksi Lidokain 2% untuk anastesi Betadine dan alcohol Plaster dan gunting Botol WSD

Cara kerja: 1. WSD dengan venocath a. Prosedurtindakan sama seperti dengan punksi pleura b. Venocath dihubungkan dengan blood set lalu ujung bloodset dimasukkan ke dalam botol WSD c. Klem bloodset dibukia perhatikan undulasi pada bloodset,lalu venocath difiksasi dengan kasa dan plaster. Dari WSD ini diharapkan udara yang terdapt dirongga pleura dapat dikeluarkan dan paru paru dapat mengembang kembali. Bila paru sudah mengembang WSD dapat dicabut,untuk memastikannya dilakukan foto Rotgen seri selama 1-3 hari.Bila dirasa belum cukup dapat dilakukan Pleurodosis yakni melekatkan kembali pleura sehingga

mengurangi kekambuhan dan pada Pleurodosis dapat ditambahkan derivate Tetrasiklin untuk mengurangi kekambuhan 25% dari Pleurodosis biasa. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : ad bonam Ad vitam : ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumotoraks Pneumathoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas didalam pleura diantara lapisa pleura visceral dan parietal. Pada keadaan normal rongga antara pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks terbagi menjadi :

A. Pneumotoraks Spontan : Pneumotoraks spontan primer : adalah pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya Pneumotoraks spontan sekunder: pneumotoraks terjadi karena suatu penyakit paru yang mendasarinya ( TBC,PPOK,Pneumonia) B. Pneumotoraks Traumatik Pneumotoraks traumatic adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura,dinding dada maupun paru. Terbagi menjadi dua lagi yaitu Pneumotoraks traumatic bukan iatrogenik dan Pneumotoraks traumatic iatrogenic. Manifestasi Klinis : Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis). Gejalanya bisa berupa: Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk Sesak nafas Dada terasa sempit Mudah lelah Pasien Merasa cemas,tegang,stress (gelisah karena kurangnya oksigen yang masuk) Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen. Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. Pemeriksaan Fisik pada pasien : Inspeksi: statis:Asimetris, bagian paru yang sakit tampak cembung. Dinamis : bagian paru yang sakit tertinggal waktu inspirasi Palpasi : sela iga melebar, femitus melemah

Perkusi : pada bagian paru yang terkena Hipersonor Auskultasi : suara napas melemah atau kadang bisa sampai hilang Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien Pneumotoraks: Foto Rontgen Thoraks PA dan lateral menunjukan gambaran : - gambaran penguncupan paru yang halus - bayangan radiolusen/avaskuler - pendorongan mediastinum - Air fluid Level Analisis gas darah tapi jarang dilakukan

B. Tindakan Medik dan Keperawatan Pada Pneumotoraks


Pada kasus kegawatdaruratan pneumotoraks dapat dilakukan penatalaksanaan dengan tujuan untuk live saving : 1. Mengeluarkan udara dari rongga pleura 2. Mengurangi kecendrungan untuk kambuh Kemudian british thoracic society dan American College of Chest physicians memberikan rekomendasi pengangan pneumotoraks : 1. Observasi dan pemberian tambahan Oksigen 2. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau tanpa pleurodesis 3. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla 4. Torakotomi A. Strategi Penanganan Kegawatdaruratan Dibawah ini adalah tindakan medis yang berfokus pada pneumotoraks : 1. Lihat pasien : apa tampak distress ? Sakit ? Hampir kehilangan kesadaran? Apakah ada dispnea ? Apakah dapat menjawab pertanyaan?

2. Observasi toraksnya : apakah ada kealainan (abrasi, luka, ekimosis, dll), Apakah gerakan dinding dada simetris ? Apakah ada luka pada punggung? 3. Auskultasi suara napas : Dengarkan di garis midaksilaris di bawah aksila, Apakah suara napasnya seimbang ? Apakah suara napasnya menghilang ? Pada bagian mana? 4. Palpasi toraks pasien. Rasakan adanya abnormalitas. Bila mungk8in perkusi dada pasien Yang penting pada diagnosis dari pneumiotoraks adalah dengan asestment yang baik. Jangan lupakan tanda khas pada pneumotoraks seperti adanya deviasi trachea pada arah yang berlawanan dengan bagian paru yang terkena. B. Pemeriksaan yang berkaitan 1. Dispnea 2. Nyeri dada 3. Luka terbuka / ekimosis / kontusio 4. Takikardia 5. Hipersonor pada bagian yang terkena 6. Suara paru yang menghilang pada bagian yang terkena C. Bila penanganan hampir terlambat 1. Status mental terganggu 2. Hipotensi 3. Takikardia 4. Sianosis 5. Deviasi trachea kontralateral 6. Distensi vena leher D. Diagnosis banding dengan pneumothoraks 1. Cedra paru : suara paru hilang, dispnea, dan hipoksia 2. Patah tulang rusuk multiple : Suara napas hilang, dispnea, nyeri dada 3. Pasca pneumonektomi : suara napas hilang Penanganan Umum

Penanganan pada pasien yang datang dengan sesak napas dan suspek pneumotoraks harus selalu dimulai dengan prinsip ABC. Mengamankan Airway, breathing, dan circulation dari pasien adalah mutlak pada kasus kegawatdaruratan sebelum tindakan lebih lanjut. Maka dari itu hal pertama yang kita lakukan adalah melihat airway atau jalan napasnya, pastikan adanya obstruksi atau tidak. Bila jalan napas baik dan suspek pneumotoraks segera lakukan pemberian Oksigen 100% dengan mask. Namun bila dalam keadaan : GCS <8/ tidak mampu memproteksi jalan napasnya; hipoksia, distress respirasi, dispnea, hipoventilasi; dan instabilitas multisistem; maka dapat dipikirkan untuk dilakukan intubasi. Selama melakukan tindakan penganganan selalu pertahankan airway dan breathing. Penanganan Spesifik 1. Simpel pneumotoraks/ hematoraks Penanganan berupa supportive care dimana observasi dan monitoring selalu dilakukan secara berulang. Pantau juga oksigenasi 2. Open pneumotoraks Penanganannya langsung dan suportif. Observasi luka secara teliti. Lihat bila ada gelembung udara ataupun emfisema disekitar luka. Luka harus ditutup dengan sesuatu yang padat, fleksibel dan tidak berpori. Penutup harus segiempat dan dapat dilekatkan dengan membiarkan salalh satu sudutnya tetap terbuka. Sehingga udara dapat keluar tanpa ada arus masuk kembali. 3. Tension Pneumotoraks Membuat diagnosis nya lebih sulit dari penanganannya. Tujuan penangananya harus bertujuan dan berfokus pada pengeluaran yudara yang tertimbun berlebihan pada rongga pleura. Hal yang terbaik yang dilakukan adalah dengan torakostomi dengan mengguanakan chest tube. Namun torakostomi dengan jarum memiliki keunggulan yakni lebih cepat dan efisien. Ada juga cara WSD yakni dengan menggunakan prinsip tekanan

H20 dan udara dimana udara yang tertimbun secara perlahan dibuang ke dalam botol berisi air dengan tekanan tertentu. TORAKOSTOMI Indikasi dari Torakostomi Jarum Hilangnya suara napas dengan disertai : 1. Dispnea yang signifikan 2. Saturasi oksigen <90% 3. Mental status yang terganggu 4. Tanda-tanda shock Prosedur Torakostomi Jarum 1. Lengkapi peralatan yang dibutuhkan Angiocath ukuran 14 Jarum ukuran 2-2 " Agar procedure menjadi efektif jarum ditusukan tepat pada rongga pleura. Kira kira ketebalan tusukan sampai 2-3 cm dari dinding dada. Flutter valve : untuk mengeluarkan udara satu arah dan mencegah udara kembali masuk ke rongga pleura Chest tube

2. Identifikasi tempat torakostomi Carilah ICS 2 pada garis midklavikula atau ICS 5-6 pada faris midaksilaris untuk melakukan tindakan. Letak ICS 5 hampir sama dengan putting. Kemudian bila lokasi sudah sesuai bersihkan dengan alcohol atau betadine

3. Insersi

Tusukan jarum pada bagian superior rusuk. Karena pada bagian inferior dari tulang rusuk terdapat vena dan artery. Bila tusukan tepat mengenai rongga pleura maka akan terdengar udara yang keluar seperti suara sesuatu yang mengempis. Amankan jarum pada dinding dada dan bila ada tambahkan dengan pemasangan flutter valve.

4. Pemantauan lanjut Lanjutkan untuk mengawasi keadaan pasien dari dispnea atau gejala pernapasan lain yang lebih buruk WSD WSD dengan venocath digunakan dalam keadaan emergency pada pneumothorax dan efusi leura massif. Bila dalam waktu 24 jam paru tidak mengembang atau venocath terlipat maka harus diganti dengan WSD mini atau WDS besar.Adapun komplikasi WSD: e. Perdarahan f. Syok Neurogenik g. Infeksi pasca tindakan bedah h. Emfisema Subkutis Persiapan: 3. Pasien 4. Alat Venocath no.14 + bloodset Cystofix atau kateter lain yang tidak mudah terlipat Trocard + klateter sesuai ukuran trocard Sarung tangan 1-2 buah Penjelasan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan(inform consent) Foto Thorax PA/L

1. Pinset anatomis 2. Jarum jahit 3. Pisau 4. Benang 5. Klem arteri tumpul 6. Kain kasa Semprit 5cc,1-2 buah Injeksi Lidokain 2% untuk anastesi Betadine dan alcohol Plaster dan gunting Botol WSD

Cara kerja: 2. WSD dengan venocath a. Prosedurtindakan sama seperti dengan punksi pleura b. Venocath dihubungkan dengan blood set lalu ujung bloodset dimasukkan ke dalam botol WSD c. Klem bloodset dibukia perhatikan undulasi pada bloodset,lalu venocath difiksasi dengan kasa dan plaster.

3. WSD Mini a. Pasien dalam posisi duduk dengan bagian yang sakitmenghadap kearah dokter,tangan sisi paru yang sakit diatas kepala. b. Lakukan desinfeksi dengan betadine lalu alcohol 70% c. Lakukan anastesi local dengan lidokain didaerah yang akan dipasang WSD (kira kira sela iga 5-6 pada linea aksilaris posterior) dari kutissubkutis sampai pleura parietalis.

d. Lakukan punksi percobaan dengan semprit nastesi tersebut lalu semprit dicabut. e. Lakukan sayatan kulit memanjang sejajar iga lalu buka secara tumpul sampai ke pleura. f. Masuka cystofix sampai menembus masuk ke rongga pleura,selongsong kateter dan mindrain dikeluarkan g. Hubngkan kateter dengan botol WSD h. Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac,lalu tutup dengan kasa steril i. Pasien diistirahatkan sebentar lalu dibawa ke ruang perawatan 4. WSD Besar: a. Pasien dalam posisi duduk dengan bagian yang sakitmenghadap kearah dokter,tangan sisi paru yang sakit diatas kepala. b. Lakukan desinfeksi dengan betadine lalu alcohol 70% c. Lakukan anastesi local dengan lidokain didaerah yang akan dipasang WSD (kira kira sela iga 5-6 pada linea aksilaris posterior) dari kutissubkutis sampai pleura parietalis. d. Lakukan punksi percobaan dengan semprit nastesi tersebut lalu semprit dicabut. e. Lakukan sayatan kulit memanjang sejajar iga lalu buka f. Masukan trocard menembus pleura sampai rongga pleura g. Mindrain trocard ditarik lalu dimasukkan kateter sampai kerongga pleura h. Trocard ditarik hubungkan dengan botol WSD,perhatikan undulasinya i. Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac,lalu tutup dengan kasa steril j. Passien diistirahatkan sebentar lalu dibawa keruang rawat.

Pleurodesis Pleurodisis adalah memasukkan sebuah zat ke dalam rongga pleura yang akan menyebabkan inflamasi yang bersifat aseptic sehingga terjadi perlengketan antara kedua pleura. Pleurodesis biasanya dilakukan karena angka kekambuhan pada pneumothoraks spontan primer tinggi sehingga dimasukkan zat yang bersifat sklerosan ke dalam rongga pleura. Selama beberapa decade terakhir, banyak jenis sklerosan yang digunakan. Tetrasiklin merupakan salah satu sklerosan yang di rekomendasikan pada pneumothoraks. Akan tetapi kemudian tetrasiklin parenteral semakin sulit ditemukan oleh karena proses produksi yang terganggu. Oleh karena itu sekarang yang lebih banyak digunakan adalah minosiklin dan doksisiklin. Dosis anjuran tetrasiklin untuk pleurodesis adalah 1500 mg. Walaupun efek samping nyeri lebih sering ditemukan pada dosis 1500 mg daripada dosis 500 mg. Analgetik yang adekuat perlu diberikan secara intrapleura untuk mengurangi rasa sakit. Dosis standar 200 mg (20 ml) lignokain 1% lebih efektif dari pada dosis yang lbeih besar (250 mg (25 ml) 1% lignokain).

BAB III KESIMPULAN


Pada pasien dengan Pneumothorax spontan yang mengalami sesak napas merupakan tindakan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera Dengan Pemasangan WSD (Water shield drainage) secara cepat dan cermat sehingga udara yang membuat paru kolaps dapat segera dikeluarkan. Setelah dilakukan tindakan WSD

diperlukan juga tindakan pleurodesis untuk menekan angka kekambuhan yang terjadi pada pneumothoraks spontan primer.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jamson. Harrisons Principle of Internal Medicine Volume 2. United State of Americaa: McGraw-hill; 2005; p.1565. 2. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jamson. Harrisons Principle of Internal Medicine Volume 2. United State of Americaa: McGraw-hill; 2005; p.953-965.

3. Wiradharma D. Etika Profesi Medis: Prinsip-prinsip Moral Dasar. Jakara: Universitas Trisakti;2005; p.75-81. 4. Peraturan 5. Teknik Perundang-undangan Available bidang at: Kedokteran: Persetujuan Tindakan Medik. Jakarta: FKUI;1994; p.21. Sirkumsisi. http://fkunissula.ac.id/index.php? option=com_content&view=article&id=6:sunat&catid=1:latest-news Accessed on 26th October 2009. 6. Prosedur Sirkumsisi. Available at:. http://wahanakedokteran.blogspot.com Accessed on 26th October 2009.

You might also like