You are on page 1of 26

REFORMASI BIROKRASI (TINJAUAN TEORITIK)

OLEH : NASRULHAQ 12/338478/PSP/04353

MAGISTER MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
A. PERKEMBANGAN PARADIGMA BIROKRASI

1. Birokrasi Pra Weberian

Istilah birokrasi pra Weberian dimaknai pada birokrasi sebelum munculnya birokrasi Max Weber. Konsep birokrasi sudah dikenal sejak abad ke 17 di Perancis. Hal itu ditemukan dalam surat tertanggal 1 Juli 1764 oleh Filsuf Perancis Baron de Grimm (dikutip dalam Albrow, 2004;1) menulis, Kita tergoda oleh gagasan pengaturan dan Master of Request. Kita menolak untuk memahami bahwa ada sosok ketidakterbatasan (inifitas) di suatu negara besar yang dengannya pemerintah itu sendiri tidak mampu memperlihatkan. Pada suatu ketika almarhum M. de Goumay mengatakan, di Perancis kita mendapati suatu penyakit yang jelas-jelas merusak kita, penyakit ini disebut bureaumania. Acap kali de Goumay menggunakan temuannya itu untuk menyebut empat atau kelima bentk pemerintahan di bawah judul bureaucratie.

Bukti tersebut menandakan bahwa istilah birokrasi sudah ada sebelum Max Weber mempopulerkan gagasannya mengenai tipe ideal birokrasi. Namun jarang referensi yang membahas secara detail birokrasi sebelum Weberian. Catatan mengenai birokrasi pra Weberian, salah satunya dapat dilihat secara singkat dalam buku Martin Albrow yang berjudul birokrasi. Sehingga referensi yang tepat untuk mendalami awal kelahiran konsep birokrasi dapat ditemukan dalam buku yang di tulis oleh Martin Albrow. Bahkan sampai saat ini, buku tersebut sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Albrow menjelaskan bahwa pada awal abad ke 18 muncullah istilah bureau yang berarti meja tulis. Kemudian istilah cracy disadur dari bahasa Yunani kratein yang berarti mengatur. Untuk selanjutnya menjadi istilah dalam politik internasional dan berkembang menjadi perbendaharaan

bahasa negara-negara di dunia (Jerman), birokrasi birokrasi, dengan Bahkan burocrazia (Indonesia). terdapat pandangan terkadang (Italia), Dalam

seperti

bureaukratie (Inggris), masa tulisan dan awal yang Eropa.

bureaucracy antara

perkembangan

pertentangan terhadap tulisan tipe

berbahasa Inggris dengan tulisan berbahasa Jerman terkait pemerintahan birokrasi mengenai dianggap

negara sebagai tulisan subversif (bersifat menggulingkan pemerintah). Ada beberapa tulisan yang muncul dalam rumusan klasik birokrasi seperti Gaetano Mosca (1895) menulis Elementi di Scienza Politica, Michels (1922) dalam bukunya Political Parties, J. J. von Gorres (1819) menulis Germany and the Revolution, John Stuart Mill (1848) dalam karyanya Principles of Political Economy, Walter Bagehot (1867) dalam The English Constitution, Ramsay Muir (1910) dalam tulisan Bureaucracy in England serta beberapa tulisan lainnya yang menghiasi perbincangan mengenai birokrasi dalam rumusan klasik. 2. Birokrasi Weberian Birokrasi Weberian di ambil dari konsep birokrasi yang di tulis oleh Max Weber. Max Weber adalah tokoh Sosiologi Jerman yang juga dikenal sebagai bapak sosilogi moderen. Beliau melahirkan gagasan mengenai birokrasi ideal dalam karyanya yang berjudul Bureucracy. Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1964, untuk selanjutnya dijadikan referensi tipe ideal birokrasi oleh beberapa negara di dunia termasuk Indonesia. Weber dalam Thoha (2008, 17) menjelaskan bahwa suatu birokrasi atau administrasi itu mempunyai suatu bentuk

yang pasti dimana semua fungsi dijalankan dalam cara-cara yang rasional. Konsep birokrasi tipe ideal dirumuskan Max Weber (Thoha, 2008;18) dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi

dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugastugas atau kepentingan individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan keluarganya. b. Jabatan disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan kesamping. c. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu sam lainnya. d. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. e. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi dan kepentingan pribadinya termasuk

profesionalitasnya. f. Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya.
g. Terdapat struktur pengembangan karir yang jelas dengan

promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan objektif.


h. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan

jabatannya dan resources instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

i.

Setiap

pejabat

berada

dibawah

pengendalian

dan

pengawasan suatu sistem yang dijalan secara disiplin. Ciri-ciri tipe ideal tersebut memberikan gambaran

bahwa konsep birokrasi yang dikemukakan oleh Weber mengandung bebera karakteristik untuk diterapkan dalam pemerintahan. Konsep Weber kelihatannya belum sempurna karena tidak mencakup birokrasi semua aspek birokrasi Nicholas secara Henry komprehensif seperti pertimbangan efisiensi. Secara singkat, karakteristik Weber dirangkum (1995, 75) menjadi lima ciri yaitu : a. Hirarki b. Promosi atas dasar ukuran professional dan keahlian c. Adanya jenjang karir d. Ketergantungan penggunaan pengaturan dan regulasi e. Hubungan impersonalitas diantara para profesionalitas karir dalam birokrasi dan hubungan mereka terhadap pihak yang dilayani. Disamping itu, Weber (Santosa, 2008;6) juga

merumuskan tipe ideal dari kewenangan (otorita) yaitu : a. Otorita Tradisional Meletakkan dasar legitimasi secara langsung antara atasan dan bawahan karena tingginya loyalitas bawahan serta terjalin hubungan akrab antara penguasa dan rakyat. Tahapan yang dilakukan masih menggunakan model tradisional sehingga perubahan tidak utamakan. b. Otorita Kharismatik

Otorita ini timbul karena adanya kekuatan energi super natural power seperti sikap heroik. Maka bahawan selalu menghormati atasannya karena kekharismatikan pemimpin bukan karena pemaksaan hukum. c. Otorita Legal-Rasional Otorita ini didasarkan pada aturan yang diterapkan secara legal. Menekankan pada aturan yang pasti sebagai acuan dalam menjalankan tugas. Kekuatan aturan sangat besar dijadikan pedoman oleh bawahan terhadap pimpinannya.
3. Birokrasi Aweberian

Pandangan Weber mengenai birokrasi ideal ternyata mendapat kecaman dari beberapa ahli. Dalam tulisan ini diistilahkan sebaga birokrasi Aweberian. Weber dianggap tidak mengantisipasi dan mempertimbangkan dampak buruk dari konsep yang ditawarkan. Merton dalam Albrow (2004, 60) menjelaskan bahwa suatu struktur yang rasional dalam pengertian Weber dapat dengan mudah menimbulkan akibatakibat yang tidak diharapkan dan mengganggu bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Berikutnya, Geral Caiden (Dwiyanto, 2011 ; 42)

mengenalkan konsep titik optimalitas yang tidak pernah dijelaskan oleh Max Weber. Penjelasan ini oleh Ceiden disebut teori Kurva-J Birokrakratisasi atau parabolic theory of bureaucracy. Dijelaskan bahwa birokrasi Weberian tidak berbentuk linear melainkan berbentuk kurva parabola. Artinya pada titik tertentu, birokrasi Weberian akan berdampak negatif dalam pemerintahan. Teori Kurva dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar . Teori Kurva-J Birokratisasi Teori ini menggambarkan adanya dua sisi yang

berlawanan apabila telah melewati titik optimalitas. Misalnya prinsip hierarki, manfaat sebelum mencapai titik optimalitas adalah memberikan batasan kewenangan, memfasilitasi pimpinan dalam melakukan supervise dan mempermudah koordinasi. Namun, disisi lain menimbulkan efek negatif setelah melewati titik optimalitas. Diantaranya, menimbulkan ketergantungan bawahan, melembagakan budaya paternalism dan menimbulkan distorsi dalam komunikasi (Dwiyanto, 2011;44). Terkait banyaknya muncul perdebatan dari tipe ideal birokrasi Weber maka muncul pandangan baru mengenai birokrasi yang dipelopori oleh David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya berjudul Reinventing Government yang

diterbitkan pertama kali pada tahun 1992 untuk selanjutnya diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia pada tahun 1996. Tulisan ini memberikan paradigma baru yang dirangkum dalam model strategis yaitu : a. Pemerintahan katalis ; mengarahkan ketimbang mengayuh b. Pemerintahan milik masyarakat ; memberi wewenang ketimbang melayani c. Pemerintahan yang kompetitif ; menyuntikkan persaingan dalam pemberian layanan d. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi ; mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan e. Pemerintahan yang berorientasi hasil ; membiayai hasil bukan masukan f. Pemerintahan g. Pemerintahan membelanjakan h. Pemerintahan antisipatif ; mencegah daripada mengobati i. Pemerintahan j. Pemerintahan desentralistis berorientasi ; pada pasar hierarki ; menuju partisipasi dan tim kerja mendongkrak perubahan melalui pasar Untuk selanjutnya, demi mendukung pandangan diatas maka David Osborne dan Peter Plastrik dalam bukunya Banishing Bureaucracy (edisi bahasa Indonesia tahun 2004; Memangkas Birokrasi) menjelaskan lima strategi pemerintahan wirausaha yang disebut Five Cs. Tabel. Strategi Five Cs
Pendongkrak Tujuan Strategi Strategi Inti Pendekatan Kejelasan Tujuan Kejelasan Peran Kejelasan Arah

berorientasi wirausaha ;

pelanggan

memenuhi ketimbang

kebutuhan pelanggan bukan birokrasi menghasilkan

Insentif Pertanggungjawab an

Strategi Konsekuensi Strategi Pelanggan

Kekuasaan

Strategi Pengendalian

Budaya

Strategi Budaya

Persaingan Terkendali Manajemen Perusahaan Manajemen Kinerja Pilihan Pelanggan Pilihan Kompetitif Pemastian Mutu Pelanggan Organisasional Pemberdayaan Karyawan Pemberdayaan Masyarakat Menghentikan Kebiasaan Menyentuh Perasaan Mengubah Pikiran

Gagasan

mengenai

mewirausahakan

birokrasi

merupakan jawaban dari birokrasi Weberian yang terlihat kaku, tidak luwes, penekanan yang lebih besar atas sarana daripada hasil akhir, serta aspek manipulasi dan tidak manusiawi (Nicholas Henry, 1995;75). Nicholas Henry juga menyimpulkan pandangan teroi birokrasi Weber sebagai organisasi model tertutup yang kemudian bergeser menjadi manajemen ilmiah dan manajemen administrasi (generik). Belakangan muncul paradigma baru mengenai birokrasi yang lebih tepat disebut pergeseran paradigma administrasi negara oleh Janet. V Denhardt dan Robert B. Denhardt (2003). B. SEJARAH REFORMASI BIROKRASI INDONESIA Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia sulit dipisahkan dengan sistem pengelolaan pada masa kerajaan dan sistem pengelolaan masa kolonial. Budaya birokrasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebiasaan sistem kerajaan misalnya sebutan abdi dalem bagi prajurit raja yang hanya patuh kepada atasan. Hal ini pula dirasakan dalam birokrasi Indonesia sehingga muncul istilah birokrasi paternalistis. Bawahan hanya bertanggungjawab dan loyal pada atasannya.

Disamping itu, pengaruh masa penjajahan kolonial juga mempengaruhi birokrasi Indonesia seperti ketergantungan pada aturan yang kaku. Dimasa penjajahan banyak produk hukum formal yang dibuat sebagai acuan pemerintahan. Sejarah pra kemerdekaan Indonesia tanpa disadari melekat dalam sistem birokrasi pasca kemerdekaan sampai saat ini. Hal ini dapat dilihat dari sistem birokrasi yang diterapkan sejak Presiden Soekarno sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Meskipun ada upaya reformasi birokrasi tetapi kelihatannya masih tetap jalan ditempat sehingga kemajuan bangsa masih tetap terpuruk. Perlu disadari bahwa pengaruh patologi birokrasi sangat mempengaruhi kemajuan suatu negara. 1. Orde Lama Menurut Rewansyah (2010, 1) bahwa reformasi birokrasi bukanlah hal yang baru dalam penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia. Pada era orde lama terdapat beberapa upaya dalam reformasi birokrasi. Upaya ini ditandai dengan dibentuknya Panitia Organisasi Kementrian (PANOK) pada tahun 1953, Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) tahun 1957, Komando Retooling Aparatur Negara (KONTRAR) tahun 1962, dan Tim Penertiban Aparatur dan Adminitrasi Pemerintah (Tim PAAP) tahun 1966. Pada masa orde lama kekuatan birokrasi dipengaruhi oleh kekuatan politik yang dibangun oleh Presiden Sukarno. Kekuatan politik Presiden Sukarno meliputi nasionalis, agama dan komunis yang terbentuk dalam kelompok partai PNI, MASYUMI dan PKI. Birokrat pemerintahan didominasi oleh tiga kelompok dengan latar belakang tersebut. Masa ini, birokrasi pemerintah dalam tahapan pematangan dengan membentuk

10

organisasi khusus yang menangani pemerintahan. Salah satu organisasi yang dibentuk pada masa orde lama adalah Lembaga Administrasi Negara. 2. Orde Baru Urgensi untuk memperhatikan birokrasi pada masa orde baru mulai menjadi perhatian serius pemerintah. Pada masa orde baru pemerintah mulai membentuk Kementrian Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara, kemudian berubah menjadi Kemetrian Penertiban Aparatur Negara. Kabinet pembangunan III. Selanjutnya diubah lagi menjadi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Meskipun demikian, birokrasi di Indonesia justru semakin tidak jelas. Aspek independensi Pegawai Negeri Sipil dan ABRI kurang diperhatikan. semakin PNS dipaksa masuk ranah politik. politis Sering melalui terjadi GOLKAR dan adanya dwi fungsi ABRI sehingga biokrasi terkontaminasi dengan otoriratif elitis dan politisasi birokrasi dari Presiden Suharto kepada aparatur pemerintahan. Kondisi birokrasi masa orde baru mulai dirasuki praktek kolusi dan nepotisme yang merajalela. Aspek birokrasi pemerintahan dibawah satu komando. Akibatnya muncullah istilah Asal Bapak Senang (ABS) pada masa pemerintahan orde lama. Ketimpangan tersebut merembet hingga ke pemerintah daerah. Birokrasi sangat kaku dan sentralistis. Pembatasan ruang lingkup birokrat sering terjadi tumpang tindih. Membuat fungsi-fungsi birokrasi berjalan lambat. adalah Fenomena birokrasi yang terlihat pada masa ini

birokrasi paternalistis dengan prinsip Asal Bapak Senang. Manajemen birokrasi mirip dengan majamen tusuk sate, bawahan harus patuh, taat dan loyal pada atasan.

11

3. Era Reformasi Era reformasi yang bermula sejak runtuhnya rezim orde baru pada tahun 1998. Seluruh lini dalam lingkup kenegaraan direformasi, termasuk birokrasi. Era ini diawali oleh Presiden Habibi yang berusaha kembali memperbaiki struktur dan kultur negara Indonesia yang krisis multidimensi. Birokrasi mulai ditata kembali dengan sebutan reformasi birokrasi. Usaha Presiden Habibi (1998-1999) dilanjutkan oleh Presiden berikutnya yaitu Presiden Abdurrahman Wahid (199-2001), Presiden Megwati (2001-2004), Presiden Susilo Bambang Yudhoyonu (2004-sekarang). Di era ini, reformasi birokrasi masih terlihat sekedar wacana kabinet kenegaraan. Indonesia Sampai saat II ini, Menurut Menteri Pendayagunaan Apratur Negara dan Reformasi Birokrasi Bersatu Jilid bahwa permasalahan birokrasi menjadi permasalahan terbesar yang lebih besar dari masalah korupsi dan infrastruktur. Ini sebuah pertanda yang mengusik tata pemerintahan di Indonesia. Upaya untuk menanggulangi masalah birokrasi akhirnya dijadikan prioritas utama RPJMN 2010-2014. Target ini diperkuat dalam Perpres Nomor 81 tahun 2010 dan Permenpan Nomor 20 tahun 2010. Selanjutnya di elaborasi dalam 9 program percepatan reformasi biokrasi.

C. DEFINISI REFORMASI BIROKRASI

Kata reformasi pertama kali muncul pada abad ke 16 di Eropa Barat. Kata reformasi digunakan sebagai upaya kolektif dan korektif terhadap penyimpangan, ketimpangan, ketidakadilan, dan tindakan penguasa yang betentangan dengan akal sehat yang dilancarkan oleh kelompok atau pihak

12

yang merasa tertindas (Rewansyah, 2010;117). Menurut Oxford Advanced Learners Dictionary dalam Rewansyah (2010, 118) kata reform berarti mengubah sesuatu menjadi lebih baik dari yang sudah ada. Reformasi reformation atau dalam bahasa inggris dikenal dengan Secara reform (perbaikan/pembaruan).

sederhana dalam etimologi, reformasi terdiri dari dua suku kata yakni re (kembali) dan formasi (susunan/barisan). Tetapi pengertian tersebut belum memberikan arti mendalam dari reformasi. Untuk lebih jelasnya, dapat diamati dalam pengertian secara terminologi sebagai berikut :
1. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) reformasi

adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan.


2. Menurut Eko Prasojo dalam bagian pengantar bukunya

berjudul reformasi kedua, melanjutkan estafet reformasi (2009), reformasi merujuk pada upaya perubahan yang dikendaki (intended change) dalam suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah. Reformasi harus menyentuh berbagai aspek sesuai porsi dan kedudukannya masingmasing. Wibawa (2012, 64) mengemukakan bahwa birokrasi adalah instrumen, alat pemerintah Taat untuk menjalankan melaksanakan kebijakan-kebijakannya. hukum,

sepenuhnya hukum itu karena pada dasarnya hukum dibuat oleh seluruh rakyat serta birokrasi harus tegas melaksanakan kebijakan, aturan dan hukum. Sumber lain menjelaskan bahwa birokrasi adalah sebuah konsekuensi yang tidak dapat dihindari oleh pemerintah modern. Birokrasi sebagai sebuah abstraksi organisasi besar (Hyneman, 1950:3). Disamping itu, birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur

13

suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara teratur pekerjaan dari banyak orang. Peter dalam Tjokroamidjojo, 1974:71. Frits Morstein Marx dalam Santosa (2008, 2) merumuskan birokrasi sebagai tipe organisasi yang

dipergunakan pemerintah modern untuk melaksanakan tugastugasnya yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah. Prayudi Atmosudirjo dalam Pasolong (2008, 67) mengemukakan bahwa birokrasi mempunyai tiga arti yaitu : 1). Birokrasi sebagai suati tipe organisasi, 2). Birokrasi sebagai sistem, 3). Birokrasi sebagai jiwa kerja. Selanjutnya Pasolong (2008) menyebut birokrasi sebagai lembaga pemerintah yang menjalankan tugas pelayanan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah. Sekurang-kurangnya ada tiga macam arti birokrasi (Rewansyah, 2010 : 118) yaitu : 1. Birokrasi diartikan emerintahan biro oleh pegawai yang diangkat pemegang kekuasaan, pemerintah, atau pihak atasan dalam organisasi formal. 2. Birokrasi 3. Birokrasi Lebih berkut : Tabel. Macam Arti Birokrasi
Macam Arti Makna Birokrasi sebagai Pemerintahan government by oleh aparat 14 Pelopor biro Riggs, 1971 yang

diartikan sebagai rinci, tipe

sebagai ideal

sifat sebuah

atau

perilaku yang

pemerintahan. organisasi bermula dari teori Max Weber. Ndraha mengelompokkan macam pengertian birokrasi dalam tulisannya yang dibagi sebagai

bureaus

diangkat oleh pemegang kekuasaan, pemerintah atau pihak atasan dalam sebuah organisasi formal Birokrasi sebagai sifat Sifat kaku, macet, atau perilaku berliku-liku dan segala pemerintahan tuduhan negative terhadap instansi yang berkuasa

Birokrasi sebagai tipe ideal organisai

Birokrasi dalam arti ini dianggap bermula pada teori Max Weber tentang konsep sosiologik, rasionalisasi, aktivitas kolektif

Kramer, 1977 Riggs, 1971 Pinchot, 1993 Cohen, 1993 Arief Budiman, 1988 Siagian, 1994 Agus Dwiyanto, 2002 Osborne dan Plastrik, 1997 Gibson, 1974 B.Guy Peters, 1984 Nicos Mouzelis, 1975

Sumber : Ndraha, 2003;513.

Lebih lanjut, pengertian reformasi birokrasi menurut Michael Dugget yang dikutip Rewansyah (2010 : 123) yaitu : proses yang dilakukan secara kontinyu untuk mendesain ulang birokrasi yang berada dilingkungan pemerintah dan partai politik sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna baik ditinjau dari segi hukum maupun politik. Menurut Dwiyanto (168) bahwa dalam reformasi birokrasi ada beberapa visi yang harus dilakukan yaitu memilki kompetensi yang tinggi, mencintai pekerjaan sebagai suatu profesi dan peduli terhadap kepentingan publik. Definisi di atas memberikan cukup gambaran lebih rinci mengenai hakekat reformasi. Reformasi tersebut diarahkan pada reformasi pada aspek birokrasi yang dipersingkat menjadi reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi perlu pengawalan serius secara berkala. Perlu di sadari bersama
15

bahwa banyak penyakit (patologi) yang menyerang birokrasi sehingga perlu kerja extra untuk menanggulangi berbagai macam penyimpangan yang terjadi. Istilah reformasi mulai familiar di Indonesia sejak runtuhnya rezim orde baru pada tahun 1998. Pada saat itu terjadi aksi besar-besaran yang menjadi sejarah penting bagi pembangunan nasional. Salah satu pelopor aksi tersebut adalah Prof. Dr. H.M. Amien Rais, MA yang sekaligus dijuluki sebagai bapak Reformasi Indonesia. Selanjutnya menjadi ketua MPR periode 1999-2004. Pada masa itulah dilakukan amandemen UUD 1945. Dimulai tahun 1999 (amandemen I), 2000 (amandemen II), 2001 (amandemen III) dan 2002 (amandemen saat ini. Patologi birokrasi yang terjadi di Indonesia masa orde baru, orde lama dan orde reformasi harus diperbaiki sampai pada akarnya. Permasalahan birokrasi seolah-olah sudah membudaya dalam diri birokrat. Ibarat semua pohon yang memiliki banyak komponen mulai dari ujung daun sampai ujung akar. Begitupun dalam birokrasi pemerintahan, perbaikan dimulai dari ujung paling atas sampai ujung paling bawah dalam bentuk cross sectional atau perpaduan vertikalhorisontal untuk semua aspek kehidupan (hukum, ekonomi, politik, administrsi, pendidikan, dll). Secara umum reformasi birokrasi diartikan suatu IV). Dengan sendirinya, hasil amandemen tersebut mempengaruhi sistem birokrasi pemerintah sampai

perubahan yang terintegrasi secara kompleks meliputi sistem, struktur dan watak. Ketiga hal ini diharapkan dilaksanakan secara beriringan karena satu sama lain saling berkaitan seperti sebuah siklus berikut :

16

Gambar. Siklus Reformasi Birokrasi Agenda reformasi birokrasi merupakan agenda strategis nasional. Akibat dari patologi birokrasi dapat mengakibatkan permasalahan pada sektor lainnya. Oleh karena itu, hakikat reformasi birokrasi mengarah pada perubahan yang sebenarbenarnya tanpa ada tendensi atau intervensi dari pihak manapun dengan prinsip keadilan dan persamaan. Bukan hanya reformasi aspek struktur tetapi juga reformasi sistem yang diberlakukan di pemerintahan karena kerancuan sistem akan berdampak signifikan pada aspek lainnya. Begitu pula dengan watak, kiranya perlu di reformasi karena meskipun struktur dan sistem baik tetapi watak atau etika birokrat yang apatis maka akan berdampak pula pada struktur dan sistem. Jadi, kait mengait. Pandangan ketiga ini dimensi ini harus dengan di sinergikan satu sama lain layak suatu siklus roda yang saling sinergi pemikiran Rewansyah mengenai refomrasi birokrasi yang digambarkan secara sederhana dengan model sebagai berikut :

17

Gambar. Reformasi Birokrasi Sebagai Inti Reformasi Nasional


D. POTRET REFORMASI BIROKRASI

Organisasi dapat mencapai level kompetensi dengan cara mengambil masalah secara kompleks dan memecahkan kedalam bentuk yang lebih kecil karena melalui cara tersebut tugas lebih mudah dikelola (Rourke, 1922:16). Pernyataan tersebut mendukung kedudukan birokrasi sebagai model organisasi modern. Ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan sesuai dalam reformasi dan birokrasi. tujuannya, Namun birokrasi dalam perlu realitasnya, birokrasi mengalami banyak masalah. Maka dengan maksud direformasi agar mekanisme tata kelola pemerintah bisa lebih bagus. Dalam komponen ini, perlu kembali meninjau ulang permasalahan umumnya yang mendasar memiliki dalam birokrasi. sebagai Pada model birokrasi kelemahan

organisasi modern. Bahkan melahirkan patologi yang dapat melemahkan sistem pemerintahan pada suatu negara. Berdasarkan pembengkakan pembengkakan penelitian anggaran, birokrasi, Dwiyanto prosedur (2011) bahwa patologi birokrasi di Indonesia meliputi birokrasi paternalistis, berlebihan, Dalam fragmentasi birokrasi.

penelitian tersebut diterangkan bahwa patologi birokrasi yang terjadi di Indonesia berimplikasi pada kinerja birokrasi publik. Pada dasarnya pernyakit tersebut sudah klasik, namun sampai saat ini terasa sulit untuk menghilangkan penyakit

18

tersebut. Sebut saja birokrasi paternalistis yang sudah ada sejak awal kemerdekaan bahkan pra kemerdekaan. Jika dihitung mundur dengan bermula dari proklamasi kemerdekaan, patologi birokrasi paternalistis sudah melanda tata pemerintahan selama 67 tahun. Dimensi waktu yang sudah lebih dari setengah abad. Malah membuat patologi birokrasi semakin meluas. Usaha dalam mengimplementasikan konsep David Osborne dan Peter Plastrik mengenai memangkas birokrasi jauh dari harapan. Saat ini saja tercatat 4.572.113 orang jumlah pegawai (BKN, Desember 2011), 524 pemerintah daerah, 92 lembaga dan 34 kementerian. Jumlah tersebut dari tahun ke tahun terus bertambah, fragmentasi Meluasnya juga semakin selalu menjadi fenomena birokrasi Maka peluang buruk birokrasi. framentasi bertambah. mengakibatkan untuk korupsi

pembengkakan anggaran tidak bisa dihindari. Pos anggaran terbuka lebar. Sebenarnya logika reformasi birokrasi sangat sederhana, tetapi malah sulit untuk dijalankan. Cukup dimulai dari pimpinan atau atasan. Ada kesadaran obsesi dan komitmen diharapkan datang dari atas agar bawahan lebih mudah diperbaiki. (Utomo, 2006:210). Potret patologi terjadi juga disebabkan oleh kelemahan birokrasi secara umum seperti standar efisiensi fungsional kurang diperhatikan, penekanan yang berlebihan terhadap rasionalitas, impersonalitas dan hierarki, penyelewengan tujuan dan pita merah (Ali Mufiz dalam Santosa, 2008). Jangan sampai pendapat Geral Caiden yang menyatakan bahwa reformasi sistem administrasi tidak pernah mencapai inti permasalahan tetapi hanya formalitas semata. Reformasi Bahkan cukup tersebut tidak cukup luas dan mendalam.

19

banyak negara yang tidak memberikan perhatian memadai pada reformasi administrasi menjadi suatu keniscayaan. Hal senada dibahasakan oleh Tjokromidjojo (1974:76) bahwa didalam kenyataannya birokrasi pemerintahan di dalam negara-negara yang relatif kurang maju seringkali ditujukan tidak kepada usaha pencapaian tujuan-tujuan secara teratur, tetapi untuk tujuan-tujuan yang lebiih bersifat pribadi ataupun kepentingan kelompok masyarakat tertentu. Meskipun motif dasar sebuah sistem birokrasi rasional dan efisien dalam mencapai tujuan.Tidak dapat dipungkiri bahwa birokrasi membawa ke dalam bentuk tidak efisien pada dirinya sendiri. Pemerintah wajib melakukan upaya pemecahan masalah. Untuk menjawab masalah demi masalah yang muncul dalam birokrasi maka perlu menerapkan prinsip good governance yang dipadukan dengan good mindset dan good cultureset. Terutama yang wajib dilakukan pemerintah adalah menetralkan birokrasi dari politik. birokrasi cenderung kehilangan Pelaksanaan model trias arah dan jati dirinya. politica dengan sistem multipartai di Indonesia membuat Tingginya intensitas politik dalam seluruh aspek kehidupan memaksa pelaksanaan birokrasi ideal semakin tidak jelas. Pada kondisi sebaliknya, ketika reformasi birokrasi berhasil diterapkan maka ranah yang lainnya dengan sendirinya akan membaik. Maraknya kasus korupsi harus diakui salah satu dampak buruk dari lemahnya birokrasi. Oleh karena itu perlu memahami esensi birokrasi secara komprehensif terkait patologi birokrasi, masalah birokrasi dan langkah konkrit pelaksanaan reformasi birokrasi. Sangat menggilitik ketika KPK merilis informasi bahwa latar belakang koruptor sepanjang tahun 2004-Agustus 2012 berasal dari pejabat

20

eselon I, II dan III. Notabene jabatan eselon merupakan jabatan tertinggi birokrat. Mestinya pejabat dalam ranah pemerintahan harus memberikan tauladan yang terbaik kepada tertinggi. Untuk mendorong timbulnya reformasi birokrasi, Thoha (2008, 106) mempersyaratkan 4 hal yaitu :
a.

bawahannya.

Bukan

malah

sebaliknya

karena

reformasi birokrasi harus dimulai dari pusat atau jabatan

Adanya kebutuhan melakukan perubahan dan pembaruan

b. Memahami perubahan yang terjadi dilingkungan strategis nasional c. Memahami perubahan yang terjadi di lingkungan strategis global d. Memahami perubahan yang terjadi dalam paradigma manajemen pemerintahan Keempat aspek ini mempertegas perlunya keseriusan Presiden selaku pucuk tertinggi dalam pemerintahan. Jadi perlu ada keberanian dalam melakukan terobosan baru dalam pemerintahan. Minimal mengikuti keberanian Woodrow Wilson saat menjadi Presiden konsep Amerika baru Serikat dalam yang mampu menerapkan memperbaiki

pemerintahannya. Mengamati kondisi sekarang banyak hal yang menjadi pekerjaan birokrasi pemerintah mulai dari seleksi CPNS sampai pada pengaturan dana pensiun. Dengan demikian, yang diperlukan adalah berupaya melakukan reformasi birokrasi.

E. ARAH KEBIJAKAN REFORMASI BIROKRASI

21

Arah kebijakan reformasi birokrasi sampai tahun 2025 yakni mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintahan yang professional , berintegritas tinggi, menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara menuju pemerintahan kelas dunia. Arah kebijakan tersebut diselaraskan dengan RPJPN 2005-2025, yang difragmentasi dalam RPJMN. Effendi (2010) memberikan gagasan mengenai road map reformasi birokrasi agar Indonesia tidak terjebak dalam middle income trap pada akhir 2014. Gagasan tersebut dirumuskan dalam matrix dibawah ini : Tabel. Matrix Road Map Reformasi Birokrasi
Isu Pokok Kerangka Umum Integritas AN Inpres 5/2004 Keppres 11/2005 UU 7/2006 UU Tipikor Adanya Bab mengenai norma dasar dank ode etik Aparatur Negara dalam UU Kepegawaian PEningkatanlegalit as Inpres 7/1999 Transparansi sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah E-procurment E-payment Pelayanan Publik Peraturan pelaksanaan UU 25/2009 Perumusan peraturan pelaksanaan UU 25/2009 Penyelesaian RUU Administrasi Pemerintahan. Manajemen SDM REvisi UU 43/1999 Penyusunan peraturan pelaksanaan revisi UU 43/1999

Penataan Organisasi dan Proses Bisnis

Penerapan sistem penganggaran berbasis out put program Penerapan SPM pada semua unit pelayanan publik Penerapan OSS Penerapan sistem penanganan keluhan partisipatif Peningkatan kapasitas perencanaan dan pembiayaan pelayanan publik

Pendirian Komisi Kepegawaian Negara Restrukturisasi kantor MenPAN, LAN, BKN Penerapan sistem multikategori PNS

Peningkatan kapasitas aparatur negara

Internalisasi budaya integritas aparatur negara

Monitoring dan

Indeks

Integritas

Indeks

Penerapan sistem manajemen SDM berbasis jabatan Penataan sistem penggajian berbasis kinerja Penataan sistem pensiun Indeks kinerja

22

Evaluasi

Instansi Publik Indeks Persepsi Korupsi

Kemudahan Usaha Indeks Kepuasan Masyarajat

tata kepemerintaha n Pencapaian sasaran pembangunan Pencapaian sasaran HDI dan MDGs

Kebijakan reformasi birokrasi diarahkan pada upayaupaya pembentukan profil birokrasi yang efisien, mampu, tanggap dan dinamis terhadap tuntutan yang ditujukan kepada birokrasi itu sendiri, baik berasal dari lingkup nasional, regional dan internasional (Rewansyah, yang berjalan kearah good governance 2010;149). Sasaran reformasi

birokrasi adalah : a. Birokrasi yang bersih b. Birokrasi yang efektif dan efisien c. Birokrasi yang produktif d. Birokrasi yang transparan e. Birokrasi yang terdesentralisasi Terkait dengan arah kebijakan yang lebih komplit, dijelaskan oleh pemerintah dalam :
a. PERPRES Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi 2010 2025


b. PERMENPAN RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map

Reformasi Birokrasi 2010 2014. c. PERMENPAN RB tentang:

Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Pedoman Penilaian Dokumen Usulan Pelaksanaan

Birokrasi K/L dan Pemda (PERMENPAN RB No. 7/2011)

Reformasi Birokrasi (PERMENPAN RB No. 8/2011)

23

Pedoman Penyusunan Road Map Birokrasi K/L dan Pedoman Pelaksanaan Quick Wins (PERMENPAN RB Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen

Pemda (PERMENPAN RB No. 9/2011)

No. 10/2011)

Perubahan (PERMENPAN RB No. 11/2011)

Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokras Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen

(PERMENPAN RB No. 12/2011)

(PERMENPAN RB No. 13/2011)

Pengetahuan (Knowledge Management) (PERMENPAN RB No. 14/2011)

Mekanisme

Persetujuan

Pelaksanaan

Reformasi

Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi K/L (PERMENPAN RB No. 15/2011). Dalam mempercepat program reformasi birokrasi maka pemerintah menetapkan suatu kebijakan yang disebut 9 program percepatan reformasi birokrasi yaitu : a. Penataan organisasi/birokrasi b. Penataan kualitas dan distribusi PNS c. Sistem promosi dan seleksi secara terbuka d. Profesionalisasi PNS e. Pengembangan sistem e-government f. Debirokratisasi dan deregulasi izin usaha g. Peningkatan akuntabilitas dan tranparansi h. Penataan remunerasi i. Efisiensi penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana DAFTAR PUSTAKA Buku :

24

Albrow, Martin, 2004, Birokrasi, Yogyakarta : Tiara Wacana Dwiyanto, Agus, 2011, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Effendi, Sofian, 2010, Yogyakarta : UGM Press Reformasi Tata Kepemerintahan,

Henry, Nicholas, 1995, Administrasi Negara dan MasalahMasalah Publik, Jakarta : Raja Grafindo Persada. Hyneman, Charles S. 1950, Bureucracy in a Democracy, New York ; Harper and Brothers Publishers. Ndraha, Talizuduhu, 2003, Kybernologi (ilmu pemerintahan baru), Jakarta : Rineka Cipta. Osborne, David dan Gaebler Ted, 1996, Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo. Osborne, David dan Plastrik, Peter, 2004, Memangkas Birokrasi : Lima Strategi Menjadi Pemerintahan Wirausaha, Jakarta : Penerbit PPM Pasolong, Harbani, 2008, Teori Administrasi Publik, Bandung : Afbeta Prasojo, Eko, 2009, Reformasi Kedua, Melanjutkan Estafet Reformasi, Jakarta : Penerbit Salemba Humanika. Rewansyah, Asnawi, 2010, Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Good Governance, Jakarta : Yusaintanas Prima. Rourke, Francis E, 1922, Bureucracy, Polities, and Public Policy, Toronto : Little Brown and Company . Santosa, Pandji, 2008, Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung : Refika Aditama. Thoha, Miftah, 2008, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, Jakarta : Kencana. Tjokromidjojo, Bintoro, 1974, Pengantar Administrasi Pembangunan, Jakarta : LP3ES. Utomo, Warsito, 2006, Administrasi Publik Baru Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

25

Wibawa, Samodra, 2012, Mengelola Negara, Panduan Untuk Bupati, Gubernur dan Presiden, Yogyakarta : Penerbit Gava Media. Website : www.menpan.go.id www.elib.pdii.lipi.go.id

26

You might also like