You are on page 1of 9

Membentuk Kepribadian Anak dengan Islam

Anak-anak adalah petualang dan pembelajar sejati yang penuh kejujuran dalam merealisasikan pikiran dan mengekspresikan perasaannya. Semua orang tua tentu ingin membahagiakan anak-anaknya, melihat mereka tumbuh sehat, cerdas dan sukses dalam kehidupannya. Namun, dalam praktiknya, keinginan tersebut seringkali menjadi ekspektasi yang berlebihan bahkan ambisi yang justru bisa menimbulkan masalah bagi proses pembentukan kepribadiannya. Dalam prosesnya, kepribadian terbentuk berdasarkan hasil meniru, baik dari dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan luar. Akan tetapi, faktor internal dalam keluarga seperti kasih sayang, perhatian, pola asuh, didikan, serta metode pendekatan/pendidikan dalam membentuk kepribadian juga membangun kecerdasannya memiliki porsi lebih besar. Di samping itu, kita juga harus menyadari dan memahami adanya faktor alami seperti bakat dan dorongan minatnya. Karena itu, dalam upaya membentuk kepribadian dan mendidik anak, serta mengantarkannya menuju kesuksesan ada beberapa hal berikut yang harus benar-benar dipahami orang tua. Pertama, hindari ekspektasi dan ambisi berlebihan dalam mendidik, mengarahkan dan membentuk kepribadian serta perkembangan anak. Ambisi berlebihan berpengaruh terhadap pemaksaan kehendak yang seringkali membawa masalah dalam pola asuh, komunikasi, serta hubungan orang tua dan anak di fase-fase berikutnya. Tidak sedikit anak yang mengalami stress, frustasi bahkan depresi karena merasa gagal, tidak mampu memenuhi keinginan orang tua, sehingga mereka banyak yang merasa menjadi korban

ambisi orang tua, objek idealisme yang kurang realistis, bahkan menjadi target sebuah kepentingan. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan kepribadiannya. Bisa saja ia akan menjadi pribadi yang kurang percaya diri, pesimis, takut salah, tidak berani mengambil keputusan. Kedua, memahami siklus kompetensi dan pertumbuhan otak anak, sehingga orang tua dapat menghargai dan memperlakukan anak secara adil. Dalam hal ini, orang tua harus memahami tingkat kemampuan anak dan tingkat kecerdasan anak. Tidak semua anak memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, tetapi sebagai orang tua kita harus berupaya menstimulasi pertumbuhan otaknya dan mengoptimalkan kompetensi anak. Hal ini juga perlu ditunjang dengan keadilan dalam sikap, cara berbicara dan cara memperlakukan mereka sebagai subjek kehidupan yang akan terus tumbuh dan berkembang. Ketiga, memahami multiple intellegencies anak, sehingga orang tua dapat mengenali dan memahami bakat juga minat anak untuk kemudian mengarahkannya dengan benar Dengan memahami hal ini, orang tua dapat mengasah, memupuk dan mengarahkan bakat, serta menumbuhkan minat anak di bidang tertentu yang bisa menjadi pegangan penting dalam kehidupannya di masa depan. Tidak sedikit anak-anak yang terlihat biasa saja dalam kecerdasan kognitifnya, tetapi memiliki bakat tertentu yang justru membuatnya lebih kreatif dan sukses. Kecerdasan intelektual bukan satu-satunya pembentuk kecerdasan otak yang penting untuk dikembangkan. Dalam kehidupan nyata sehari-hari, faktor kecerdasan emosional dan advertisal lebih banyak membantu membangun kepribadian anak yang lebih matang, lebih siap menghadapi masalah. Keempat, pahami konsep sekolah unggul dengan benar, yakni adanya keselarasan pemahaman prinsip antara metode pendidikan sekolah dengan pola asuh dan didikan di rumah, sehingga ada kesamaan atau kesesuaian pendekatan antara keduanya. Sekolah dapat dikatakan sebagai rumah kedua bagi anak. Keunggulan sebuah sekolah tidak hanya terletak pada kelengkapan fasilitas, tetapi juga keunggulan metode pendidikan dan penerapannya, adanya harmoni komunikasi dengan pendidikan keluarga, atau bahkan mampu menginspirasi dan memperbaiki pola-pola yang salah dalam pendidikan di rumah. Lebih dari semua itu, faktor kenyamanan anak dalam belajar dan bersekolah menjadi hal yang harus lebih diutamakan karena hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan pribadi dan mentalitasnya di kemudian hari, meskipun pendidikan di sekolah hanya sebagai penunjang pendidikan keluarga.

Keempat hal tersebut, bila kita perhatikan berkaitan dengan pentingnya memahami karakter anak dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak. Karakter terletak di alam bawah sadar yang meliputi memori, self image, personality dan habit. Keempat faktor pembentuk karakter tersebut sangat membantu pemahaman kita atas keempat hal di atas. Jika dalam diri anak terdapat banyak memori negatif yang disertai dengan self image yang buruk seperti memberikan label anak bodoh, maka akan membentuk kepribadian yang negattif dan kebiasaan yang buruk pula. Oleh karena itu, ciptakan suasana yang nyaman, pembiasaan-pembiasaan yang positif, serta sikap dan perlakuan yang menyenangkan bagi anak agar ia memiliki kenangan indah dan tumbuh menjadi pribadi yang positif.

Sebagai umat Islam, untuk membentuk kepribadian yang unggul kepada anak-anak kita maupun diri kita sendiri, tentu harus mengacu kepada Islam pula, karena islam merupakan agama yang sempurna yang mengatur sluruh aspek kehidupan tak terkecuali kepribadian seseorang. firman Allah dalam surat almaidah ayat 3. Disamping itu, sebagai muslim/muslimah tentu kita menginginkan bahagia didunia dan selamat diakhirat kelak. Tidak ada cara lain agar tujuan itu tercapai, selain meningkatkan pengetahuan keislaman (tsaqafah islamiyah) dan menjalankannya secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari.

Arti Kepribadian Menurut Dr. Ibrahim Anis et. Al. (1972) dalam kitabnya Al
Mujam Al Wasith hlm. 475 , syakhsiyah secara bahasa bermakna shifaatun tumayyizu alsyakhsya min ghoirihi (sifat atau karakter satu orang dengan yang lainya).

Menurut An-Nabhani (2000) kepribadian adalah perwujudan dari pola sikap/pola pikir
(yakni bagaimana ia bersikap dan berpikir) dan pola tingkah laku (bagaimana ia bertingkah laku). Pola sikap seseorang ditunjukkan dengan sikap, pandangan atau pemikiran yang ada pada dirinya dalam mensikapi atau menanggapi berbagai pandangan dan pemikiran tertentu. Pola sikap pada diri seseorang tentu sangat ditentukan oleh 'nilai paling dasar' atau ideologi yang diyakininya. Dari pola sikap inilah bisa diketahui bagaimana sikap, pandangan atau pemikiran yang dikembangkan oleh seseorang atau yang digunakannya dalam menanggapi berbagai sikap, pandangan dan pemikiran yang ada di masyarakat sekitarnya. Misalnya, seseorang akan mengembangkan suatu ide/konsep; -seperti

kebebasan, persamaan dan kesetaraan,- bila ideologi yang diyakininya membolehkan hal tersebut. Begitu pula sebaliknya, bila ideologinya melarang hal seperti itu.

Sedangkan 'pola tingkah laku' adalah perbuatan-perbuatan nyata yang dilakukan seseorang dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya (kebutuhan biologis maupun naluriahnya). Pola tingkah laku pada diri seseorang pun sangat ditentukan oleh 'nilai paling dasar' atau ideologi yang diyakininya. Seseorang akan makan-minum apa saja dalam memenuhi kebutuhan biologisnya bila ideologi yang diyakininya membolehkan hal itu. Seseorangpun akan memuaskan naluri seksualnya dengan cara apa saja bila ideologi yang diyakininya membolehkan hal itu. Dan ia pun akan mengatur aturan peribadahannya, tata cara berpakaiannya, tata cara bergaulnya dan berakhlak sesuai dengan keinginannya, bila ideologi yang diyakininya membolehkan hal itu. Begitu pula sebaliknya.

Walhasil, pola sikap dan pola tingkah laku inilah yang menentukan 'corak' kepribadian seseorang. Dan karena pola sikap dan pola tingkah laku ini sangat ditentukan oleh nilai dasar/ideologi yang diyakininya, maka 'corak' kepribadian seseorang memang sangat bergantung kepada ideologi/aqidah yang dianutnya. Dalam bahasa yang lebih praktis, kepribadian (Syakhshiyah) terbentuk dari pola sikap (Aqliyah) dan pola tingkah laku (Nafsiyyah), yang kedua komponen tersebut terpancar dari ideologi(Aqidah)yang khas/tertentu. Dari sinilah maka ketika membahas tentang kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah) berarti berbicara tentang sejauh mana seseorang memiliki pola sikap yang Islami (Aqliyyah Islamiyyah) dan sejauh mana ia memiliki pola tingkah laku yang Islami (Nafsiyyah Islamiyyah). Aqliyyah Islamiyyah hanya akan terbentuk dan menjadi kuat bila ia memiliki keyakinan yang benar dan kokoh terhadap aqidah Islamiyah dan ia memiliki ilmu-ilmu ke-Islaman yang cukup untuk bersikap terhadap berbagai ide, pandangan, konsep dan pemikiran yang ada di masyarakat; dimana semua pandangan dan konsep tersebut distandarisasi dengan ilmu dan nilai-nilai Islami.

Sedangkan Nafsiyyah Islamiyyah hanya akan terbentuk dan menjadi kuat bila seseorang menjadikan aturan-aturan Islam dalam memenuhi kebutuhan biologisnya (makan, minum, berpakaian, dsb.), maupun kebutuhan naluriahnya (beribadah, bergaul, bermasyarakat, berketurunan,dsb.). Jadi, seseorang dikatakan memiliki syakhshiyah Islamiyah, jika ia memiliki aqliyah

Islamiyah dan nafsiyah Islamiyah. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa bersikap/berfikir atas dasar pola berfikir Islami dan orang-orang yang senantiasa memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya sesuai dengan aturan Islam, tidak mengikuti hawa nafsunya semata. Terlepas apakah ia memiliki syakhshiyah Islamiyah yang kuat atau yang lemah, yang jelas ia telah memiliki syakhshiyah/ kepribadian Islam. Hanya saja perlu dipahami disini, bahwa Islam tidak menganjurkan agar umatnya memiliki syakhshiyah Islamiyah sebatas ala kadarnya. Yang dibutuhkan Islam justeru orang-orang yang memiliki syakhshiyah Islamniyah yang kokoh; kuat aqidahnya, tinggi tingkat pemikirannya, tinggi pula tingkat ketaatannya terhadap ajaran Islam.

Langkah dalam Menyusun Kepribadian Islam kepribadian

pada

anak

untuk

memeliki unggul

langkah pertama yang harus diintroduksikan dan ditanamkan pada diri seseorang adalah aqidah Islam. Sehingga seseorang sadar bahwa dirinya adalah seorang muslim. Ia bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah (laa mabuuda) kecuali Allah, lailahaillallah. Dia juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad saw. adalah rasul utusan Allah. Iman kepada dua kalimat syahadat itu disadarinya sebagai iman kepada seluruh persoalan yang harus diimani menurut ajaran Islam, baik iman kepada sifat-sifat Allah dan asmaul husnaNya, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada para Rasul utusan-Nya, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qodlo dan qodar-Nya, yang baik maupun yang buruk.

Iman kepada hari akhir dia fahami sebagai tempat pertanggungjawaban seluruh keimanan dengan segala konsekuensi dan konsistensi dalam kehidupan di dunia. Ia paham bahwa dunia adalah ladang menanam kebajikan untuk dituai buahnya di akhirat. Sebaliknya, orang yang lalai akan ceroboh dan berbuat yang justru membahayakan dirinya sendiri di akhirat nanti. Barang siapa menabur angin, akan menuai badai. Allah SWT memang menciptakan hidup dan mati ini untuk diuji siapa yang terbaik amalannya. Dia berfirman:

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al Mulk 2).

Langkah kedua, adalah bertekad menjadikan aqidah Islam sebagai landasan (qoidah) dalam berfikir menilai segala sesuatu dan dijadikan landasan (qoidah) dalam bersikap dan berperilaku. Dengan tekad itu, telah seorang memiliki cara berfikir Islami (aqliyah Islamiyah) dan sikap jiwa Islami (nafsiyahIslami). Dengan langkah kedua ini seorang muslim telah selesai dalam pembentukan kepribadian Islam (takwinus syakhshiyyah). Dia telah dikatakan telah memiliki kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyah) sekalipun baru tahap awal dalam berfikir secara Islami dan mengolah sikap jiwa secara Islami.

Langkah ketiga, seorang muslim itu membina cara berfikir Islaminya dengan meningkatkan pengetahuannya tentang ilmu-ilmu Islam, baik aqidah Islamiyah itu sendiri, Al Quran, As Sunnah, Tafsir ayat-ayat Al Quran, Fiqh, hadits, siroh, bahasa Arab dan lain-lain yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas cara berfikirnya yang senantiasa menghubungkan segala sesuatu yang difikirkannya dengan informasi Islam.

Sifat-sifat

Unik/berPribadian

unggul Muslim Islami

Seorang muslim atau individu-individu kaum muslimin dengan aqidah yang mereka anut memang akan melahirkan sosok pribadi atau generasi yang berbeda dengan umat-umat lain. Al Quran menggelari mereka dengan sebutan khairu ummah, umat terbaik. Allah SWT berfirman: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imron 110).

Dalam ayat lain Allah SWT menjadikan mereka sebagai umat wasatho, umat adil dan pilihan. Dia berfirman:

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia (QS. Al Baqoroh 143).

Bagaimana rincian karakteistik dari manusia yang mendaatkan gelar yang paling top dalam kehidupan kemanusiaan, yakni khoiru umah dan umah wasatho, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab As Sakhshiyah Juz I/11-12 menulis bahwa seorang muslim yang telah terbentuk dalam dirinya asliyah islamiyah dan nafsiyah Islamiyah, akan memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. Dia ahli menjadi pemimpin sekaligus sanggup menjadi prajurit. b. Dia mampu mengumpulkan sifat lembut dan keras. c. Dia mampu mengumpulkan sifat zuhud dan sangat menikmati hidup. d. Dia memahami hidup secara benar sehingga dapat mengusai dunia dengan sebenarnya dan senantiasa berupaya mengapai akhirat dengan beragai aktivitas yang mengantaran kepada kesuksesan di akhirat. e. Tidak materialisik seperti budak-budak dunia, namun juga tidak tenggelam pada sifat papa lara ala penganut Hindu. f. Bengis dan kasar di medan pertempuran, namun rendah hati di saat patroli. g. Mumpuni dalam pemerintahan, hukum fiqh, perdagangann, maupun politik. h. Seorang abid atau hamba Allah yang khusyu dalam sholat, menjauhi perkataan yang tiada berguna, membayar zakat, menundukkan pandangan, memelihara amanat, memenuhi kesepakatan dalam perjanjian, melaksanakan janji yang diucapkan, dan berjihad fisabilillah.

Itulah karakteristik seorang muslim yang telah memiliki kepribadian Islami yang dibentuk oleh Islam dan dijadikannya sebagai kepribadian terbaik di antara anak manusia. Al Quran menyebut indikasi-indikasi dari pribadi-pribadi unggul itu tatkala menguraikan sifat-sifat sahabat Rasulullah, orang-orang mukmin (al mukminun), para hamba Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang (ibadurrahman), dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah (almujahidin). Allah SWT berfirman: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka,.. (QS. AL Fath 29). 4( (1) (2) (3)

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat,(QS. AL Mukminun 1-4). (33) 34() Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.(QS.AL-Furqon 63-64).

(88) 88( ) Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung. Allah telah menyediakan bagi mereka syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.(QS. At Taubah88-89).

Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku`, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma`ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mu'min itu (QS. At Taubah 112).

Memberikan contoh keteladaan/kehebatan para sahabat dan tabiin dengan kepribadian unggul yang dimilikinya.

Kesimpulan
Tentu saja seorang muslim tidak ingin hidup hina di dunia dan sengsara di akhirat. Semboyan seorang muslim tentunya adalah hidup mulia dan mati syahid. Oleh karena itu, dia

akan berjuang sekuat tenaga untuk menjadi manusia yang mulia dengan ilmu Allah SWT dan dengan ketaqwaan yang dihiaskan dalam dirinya. Secara serius dia mengkaji Islam dan belajar bahasa Arab bukan hanya untuk mengisi waktu yang luang atau hanya untuk kepauasan batin semata, tetapi semata-mata untuk memahami Al Quran dan As Sunnah supaya bisa melaksanakan ketaatan lebih sempurna. Dengan itu kepribadiannya akan sempurna. Wallahu alam bis showab Diposkan oleh asryfillah di 04:37 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook 0 komentar: Poskan Komentar Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut Arsip Blog

2011 (9) o Desember (1) Berkepribadian Unggul o November (6) o Oktober (2)

Mengenai Saya

asryfillah Lihat profil lengkapku

You might also like