You are on page 1of 23

Tuhan menetapkan, tapi Dia tidak kejam.

(Albert Einstein)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan karunia kepada manusia berupa ruh dan kecerdasan, sehingga dapat berkarya bagi sesama. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan orang-orang sholeh yang mengikutinya. Ilmu merupakan bahan dasar untuk bertafakur. Ilmu diperoleh melalui kesungguhan belajar. Seseorang sekalipun dianugerahi otak yang jenius, tetap saja selamanya akan bodoh bila tidak mau belajar. Banyak sekali riwayat Rasulullah saw. yang menerangkan keutamaan ilmu. Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata Barangsiapa sedang mencari ilmu, maka sebenarnya ia sedang mencari surga. Dan barangsiapa mencari kemaksiatan, maka sebenarnya dia sedang mencari neraka. Jadi, siapapun yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu pengetahuan, maka Allah memudahkan baginya untuk menuju surga. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua tercinta yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mencari ilmu dan melanjutkan pendidikan, untuk mencari surga. Terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala cinta dan kasih sayang yang tercurah selama ini, juga kesabaran dan ridho-nya pada penulis. Terima kasih kepada Bapak Drs. H. Moch. Dzuliman, M. Pd., selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama dan Seminar Agama, atas segala ilmu yang telah diberikan sehingga penulis dapat lebih memahami agama Islam, dan memperkuat keyakinan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Tidak lupa, terima kasih kepada semua teman-teman mahasiswa STBA jurusan Bahasa Inggris kelas Karyawan angkatan 2008, atas segala dukungan dan dorongannya untuk terus bersama-sama belajar di tengah kesibukan masing-masing. Terima kasih untuk persahabatan yang indah ini, teman!

Bandung, Februari 2009 Penulis

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Masalah.. 1 1.2. Metode Penelitian..2 1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah... 2 1.3.1. Tujuan Penulisan Makalah... 2 1.3.2. Manfaat Penulisan Makalah. 2 BAB II TINJAUAN LITERATUR 4 2.1. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi... 4 2.2. Seni. 5 BAB III ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN SENI DALAM ISLAM. 8 3.1. IPTEK, Seni, dan Peradaban Islam 8 3.2. Integrasi Iman, Ilmu, Teknologi, dan Seni10 3.2.1. Iman, Islam, Ihsan, dan Ilmu...10 3.2.2. Ilmu dan Taqwa.11 3.3. Keutamaan Orang yang Berilmu13 3.4. Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Lingkungan.. 16 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... .18 4.1. Kesimpulan... 18 4.2. Saran...19 DAFTAR PUSTAKA. . 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Dalam penciptaan alam semesta ini, sebagaimana yang tersurat dalam ayat-ayat Al Quran, mulai dari proses penciptaan jagad raya, proses penciptaan manusia, dan lain sebagainya, semuanya mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian memberikan inspirasi kepada manusia sebagai makhluk yang dibekali akal pikiran untuk mengembangkan pengetahuan tersebut, sehingga menjadi cabang-cabang keilmuan yang bermanfaat bagi manusia di muka bumi. Segala ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT, maka sudah selayaknya manusia membangun ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kehendak Allah SWT, yakni sesuai dengan aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk Allah SWT, baik yang tersurat dalam Al Quran maupun yang tersirat di alam semesta. Namun seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni pun semakin berkembang pesat. Manusia tidak lagi menggunakan imu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan aturan agama, namun malah tersesat dalam menikmati segala pengetahuan, teknologi, dan seni yang ada. Pakar-pakar muslim terdahulu menggunakan ilmu pengetahuan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Sang Maha Pencipta. Namun yang terjadi akhirakhir ini, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni semakin menjauhkan manusia dengan Tuhannya. Sekulerisme semakin jelas terlihat. Manusia tidak lagi memuja Tuhan, tapi memuja kebenaran ilmu, kecanggihan teknologi, dan keindahan seni. Segala sesuatu, walaupun itu baik, jika berada di tangan yang salah, bisa saja menjadi tidak bermanfat, bahkan membawa petaka. Ilmu pengetahuan dan teknologi jika dimanfaatkan dengan benar dapat meningkatkan martabat kehidupan manusia, tapi jika salah memanfaatkannya, teknologi akan menjadi musuh manusia, bahkan menjadi senjata pemusnah manusia itu sendiri. Seni jika dinikmati dengan benar tentu akan membawa manusia pada rasa syukur akan kebesaran Tuhan atas segala ciptaanNya yang indah, tapi mengatasnamakan seni untuk mengumbar nafsu hanya akan menyebabkan degradasi moral. Disadari atau tidak,

seni sudah merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Perkembangan media elektronik seperti radio, televisi, dan internet telah mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Sekarang seni dijadikan sebagai alat untuk mencari kesenangan dunia belaka. Banyaknya hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama Islam dalam penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni itulah yang melatarbelakangi ditulisnya makalah ini.

1.2. Metode Penelitian Metode adalah sebuah cara untuk mengelola suatu teori dengan cara mengaplikasikannya ke dalam data-data (Johari, 1985: 22), dan dalam penulisan makalah ini menggunakan metode penelitian analitis deskriptif. Metode analitis deskriptif ini disebut juga sebagai tipe yang paling umum, yang bertujuan untuk memeriksa apa yang ada dan atau yang sudah ada (Coplin, 1992: 3). Metode ini berupaya membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan variabel yang menjadi bagian penelitian (White, 1990: 20-24). Pengumpulan data untuk menyusun makalah ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research). Data-data yang digunakan bersumber pada buku-buku yang relevan, serta artikel-artikel yang dipublikasikan melalui internet.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah 1.3.1. Tujuan Penulisan Makalah Makalah ini ditulis untuk mengidentifikasi, menggambarkan, dan menganalisis ajaran Islam dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Makalah ini berusaha untuk mendefinisikan apa itu ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, integrasi antara ketiganya dengan iman, pentingnya ilmu bagi orang beriman, dan juga tanggung jawab ilmuwan terhadap lingkungan.

1.3.2. Manfaat Penulisan Makalah Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar dapat berguna untuk para penstudi lainnya dalam menambah pengetahuan tentang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

dalam Islam. Makalah ini juga diharapkan menjadi referensi atau acuan bagi para penstudi lain yang juga memiliki minat untuk menulis dan mengkaji tentang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam Islam. Makalah ini diharapkan dapat menggugah kesadaran public (public awareness) dan pemerintah tentang pentingnya partisipasi semua pihak dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang sejalan dengan ajaran agama Islam demi mencegah dan mengurangi penyimpangan moral masyarakat. Selain itu, diharapkan makalah ini juga dapat menggagas jalan keluar untuk dari kontroversi yang ada di masyarakat, mengenai apa yang dibolehkan dan tidak dibolehkan agama.

BAB II TINJAUAN LITERATUR

2.1. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ayat pertama turun adalah Iqra, yang artinya baca, dari QS. 96, Al Alaq 1-5. Itu artinya, membaca dan menulis adalah jendela ilmu pengetahuan. Dijelaskan, dengan membaca dan menulis akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui (allamal-insana maa lam yalam). Wahyu Allah ini berfungsi sebagai sinyal dan dorongan kepada manusia untuk mendalami pemahaman sehingga mampu membaca setiap perubahan zaman dan pergantian masa. Allah menurunkan wahyu yang pertama surat Al Alaq, yang berbunyi Bacalah dengan nama Tuhan yang Mencipta.. Di sini Allah mengajak manusia membaca atas namaNya. Dengan kata-kata lain yang lebih luas, Allah mengajak manusia untuk menggunakan akal, mencari ilmu pengetahuan dan teknologi, maju, membangun, dan berjuang menegakkan peradaban. Semua itu adalah untuk manusia, karena Allah menginginkan keselamatan umat manusia. Allah memerintahkan manusia membuat apa saja dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia, karena dengan itulah Allah akan memberi rahmat dan hidayahNya. Menurut Prof. Dr. Hamka, ilmu adalah tiang untuk kesempurnaan akal. Bertambah luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia. Bertambah sempit akal, bertambah sempit pula hidup, bertambah datanglah celaka. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, sains adalah ilmu pengetahuan yang teratur (sistematik), yang bisa diuji atau dibuktikan kebenarannya. Ilmu pengetahuan juga mempunyai cabang-cabang ilmu yang berdasarkan kebenaran, misalnya fisika, kimia, biologi, astronomi, termasuk juga cabang-cabang yang lebih detil lagi seperti hematologi (ilmu tentang darah), entomologi, zoologi, botani, kardiologi, meteorologi (ilmu tentang kajian cuaca), geologi, geofisika, eksobiologi (ilmu tetang kehidupan di angkasa luar), hidrologi (ilmu tentang aliran air), aerodinamika (ilmu tentang aliran udara), dan lain-lain. Sedangkan teknologi adalah aktifitas atau kajian yang menggunakan pengetahuan sains untuk tujuan praktis dalam industri, pertanian, perobatan, perdagangan, dan lain-

lain. Teknologi juga dapat didefinisikan sebagai kaedah atau proses menangani suatu masalah teknis yang berasaskan kajian saintifik maju seperti menggunakan peralatan elektronik, proses kimia, manufaktur, permesinan yang canggih, dan lain-lain. Menurut Bacharuddin Jusuf Habibie dalam Pidato Penerimaan Doctor Honoris Causa yang disampaikannya di Universitas Hasanuddin, Makassar, ilmu pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yang rasional, sistimatik, logik, dan konsisten. Hasil dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan dan objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan yang sifatnya supermakro, makro, dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmuilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan sebagainya. Sedangkan teknologi adalah rangkuman beberapa disiplin ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk meningkatan nilai dari sesuatu, setelah memanfaatkan teknologi tersebut secara tepat. Peningkatan nilai yang dimaksud adalah dalam arti yang luas, tidak terbatas pada perangkat keras (hardware) saja, namun termasuk perangkat lunak (software), dan perangkat otak (brainware). Contoh perangkat keras, antara lain teknologi yang terkait dengan operasi jantung, operasi ginjal, pembuatan mobil, pembuatan kapal, pembuatan pesawat terbang, pembangunan gedung perumahan atau perkantoran, dan sebagainya. Contoh perangkat lunak, antara lain teknologi yang dimanfaatkan untuk membuat software komputer, menyusun program dan sistem kerja untuk pembuatan perangkat keras (hardware), dan sebagainya. Contoh perangkat otak, antara lain teknologi dalam rangka menghasikan teori baru, baik untuk pembuatan perangkat keras maupun pembuatan perangkat lunak untuk dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.

2.2. Seni Allah menciptakan segala sesuatu di bumi tidak sembarangan. Allah menciptakan makhluk-makhluknya, baik yang bernyawa atau tidak, dengan keindahan. Manusia diciptakan dengan bentuk yang sedemikian rupa indahnya, tumbuh-tumbuhan yang dibuat menjadi pemandangan indah, bahkan alam semesta dengan susunan planet-planet dan benda-benda langit lainnya yang tersusun pada orbitnya, merupakan maha karya seni yang luar biasa.

Seni menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah kecakapan membuat (menciptakan) sesuatu yang elok-elok atau indah. Sedangkan kata seni sendiri diambil dari bahasa Inggris art, yang berakar pada bahasa Latin ars, yang berarti ketrampilan yang diperoleh melalui pengalaman, pengamatan, atau proses belajar. Dari akar kata ini kemudian berkembang pengertian yang diberikan oleh kamus Webster, yang mendefinisikan seni sebagai penggunaan ketrampilan dan imajinasi secara kreatif dalam menghasilkan benda-benda estetis. (Webster's Collegiate Dictionary, 1973: 63). Pengertian lain diambil dari bahasa Belanda kunst, yang mempunyai definisi sebagai suatu kesatuan secara struktural dari elemen-elemen estetis, kualitas-kualitas teknis dan ekpresi simbolis, yang mempunyai arti tersendiri dan tidak membutuhkan lagi pengesahan oleh unsur-unsur luar untuk pernyataan dirinya.(Winkler Prins: 427). Plato mendefinisikan seni sebagai karya yang berasal dari peniruan bentuk alam dengan segala segi-seginya atau mendekati bentuk alam (natural). Menurut Aristoteles, seni adalah karya yang berasal dari alam, kemudian dibuat lebih indah sesuai ide dari pencipta atau senimannya. Shubert Read mengartikan seni sebagai karya manusia yang lebih mengutamakan segi kreativitas fisik dan psikologis. Claire Holt dalam karyanya yang berjudul Art in Indonesia, menyatakan seni adalah unsur budaya yang penting yang memberi nilai keindahan, keselarasan, dan keseimbangan. Seni menurut Raymond William mencakup berbagai bidang seperti seni halus (video, lukisan, arca), seni rupa, seni ukir, seni keramik, seni logam, seni tekstil, seni sastra, seni pementasan, dan seni musik. Dr. Sidi Gazalba menyatakan bahwa seni itu indah dan indah itu adalah baik. Seni memerlukan nilai kebaikan, kebenaran, dan moral yang tinggi. Sedangkan seni Islam, menurut Sayyid Husein Nasr, setidaknya mengandung tiga hal: 1. Mencerminkan nilai-nilai religius, sehingga tidak ada yang disebut seni sekuler. Tidak ada dikotomi religius dan sekuler dalam Islam. Apa yang disebut kekuatan atau unsur sekuler dalam masyarakat Islam selalu memiliki pengertian religius seperti halnya hukum Ilahi yang secara spesifik memiliki unsure-unsur religius. 2. Menjelaskan kualitas-kualitas spiritual yang bersifat santun akibat pengaruh nilainilai sufisme.

3. Ada hubungan yang halus dan saling melengkapi antara masjid dan istana, dalam hal perlindungan, penggunaan, dan fungsi berbagai seni. Karena itu, seni Islam, bagi Nasr, tidak hanya berkaitan dengan bahan-bahan material yang digunakan tetapi juga unsur kesadaran religius kolektif yang menjiwai bahan-bahan material tersebut. Seni Islam bukan sekedar karena seni itu diciptakan oleh seorang muslim, tapi lebih karena didasari oleh wahyu Ilahi. Seni Islam adalah buah dari spiritualitas Islam, merupakan hasil dari pengejawentahan Keesaan pada bidang keanekaragaman. Seni Islam merefleksikan kandungan Prinsip Keesaan Ilahi, kebergantungan seluruh keanekaragaman kepada Yang Esa, kesementaraan dunia, dan kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos. Namun demikian, menurut Nasr, meski seni Islam diilhami spiritualias Islam secara langsung, wujudnya tetap saja dibentuk oleh karakter-karakter sosial budaya yang meliputinya. Hanya saja, karakter-karakter tersebut tidak sampai mengurangi kebenaran dan kandungan batin dan dimensi spiritual Islam yang menjadi sumber seni Islam.

BAB III ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN SENI DALAM ISLAM

3.1. IPTEK, Seni, dan Peradaban Islam Umat Islam melalui para pemimpin Islam, ulama, dan cendekiawan Muslim pada akhir abad XIV telah mencanangkan abad XV sebagai Abad Kebangkitan Islam. Kebangkitan Islam adalah merupakan respons dan sebagai bukti tanggung jawab para ulama, cendekiawan muslim, dan para pemimpin Islam terhadap keadaan dunia yang kacau balau. Ketidakadilan, penindasan, penjajahan, dan kebiadaban dalam berbagai bentuk telah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan mewarnai hampir seluruh pelosok bumi. Penyebabnya adalah karena manusia mengikuti peradaban materi. Maka para ulama, cendekiawan muslim, dan para pemimpin Islam telah menggariskan era perjuangan besar, perjuangan membangun kemanusiaan, dengan merumuskan bahwa tugas kebangkitan Islam adalah menggantikan peradaban materi dengan peradaban nilai (Al-Islam wa Mustaqbal al-Hadlarah. Subkhi alSalih. Beirut, 1982). Kebangkitan Islam bukan berarti umat Islam akan menjajah umat atau bangsa lain. Kebangkitan Islam hadir karena memang misi Islam adalah rahmatan lilalamin lilalamin, mensejahterakan umat manusia, menyelamatkan manusia dunia dan akhiratnya. Namun sampai hari ini kekacauan dunia masih terus berlanjut, semakin kompleks, canggih, dan bahkan semakin masif. Peran umat Islam sampai hari ini belumlah tampak nyata, padahal abad XV H sudah melewati seperempatnya (1427H). Dunia Islam sebagian besarnya sampai hari ini masih saja dalam keadaan terpuruk, masih jauh dari kemandirian politik, ekonomi, militer, media masa, dan hampir di semua sisi kehidupan, termasuk belum mandiri di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan yang lebih menyedihkan adalah karena umat Islam hari ini juga sebagian besarnya masih tergiur dengan kemilaunya dunia dan materi. Hasilnya, kehidupan budayanya pun makin mengikuti budaya peradaban materi. Budaya Islam menjadi asing bagi umat Islam sendiri karena sebagian besar muslim tidak memahami substansi pokok yang menjadi tugas keilmuannya itu dari sisi akidah dan akhlaq. Pada akhirnya yang maju adalah peradaban dan budaya Barat.

Sejak kejatuhan politik dan peradaban Islam yang terjadi pada abad XIX Masehi, politik Barat telah mempengaruhi dan menguasai umat Islam. Melalui pola dominasi Barat di kalangan umat Islam tersebut maka tidak mengherankan bila pengaruh sosial budaya Barat mulai menyusup ke tengah-tengah umat Islam, terutama pada masyarakat Islam yang dijajah secara langsung oleh negara-negara Barat. Sebagaimana diketahui, ciri khas peradaban Barat adalah sekulerisme. Mereka memisahkan antara negara, kebudayaan dan adat istiadat bangsa, dengan agama. Walaupun sekulerisme ini sangat bertentangan dengan aqidah, kebudayaan, dan peradaban Islam, namun nyatanya sistem ini telah tumbuh dan berkembang di kalangan umat Islam. Pertumbuhan ini terjadi melalui akulturasi kebudayaan Barat dengan kebudayaan Islam. Negara-negara penjajah memang berhasil diusir oleh umat Islam, namun kebudayaan dan peradaban Barat terus melekat. Proses sekulerisme pun masih berlanjut di kalangan umat Islam sampai sepuluh tahun terakhir dari abad XX. Hal ini disebabkan oleh adalahnya media massa dan lembaga-lembaga pendidikan yang berasaskan sekulerisme. Jatuhnya peradaban dan kebudayaan Islam setelah diakulturasikan dengan kebudayaan Barat membuahkan sekulerisme dunia Islam. Karenanya tidak

mengherankan bila sekarang ini dapat ditemukan dengan mudah akibat-akibat yang ditimbulkannya, antara lain sebagai berikut: Kebudayaan yang diterapkan di dunia Islam sekarang ini telah tercemar dalam kondisi cukup parah oleh kebudayaan Barat, dan lebih parahnya lagi kebudayaan itu dijadikan sebagai konsepsi kebudayaan umat Islam. Umat Islam telah menjauhi konsepsi masyarakat Islam yang dulu berdasarkan aqidah, ide-ide, jiwa, dan peraturan Islam, menjadi lebih mirip dengan masyarakat Eropa, Amerika, Rusia, dan Cina. Prinsip-prinsip sosial budaya yang dipratekkan oleh umat Islam telah jauh dari prinsip-prinsip sosial budaya Islam, baik dari segi hubungan antara kaum pria dan wanita, juga dari segi hiburan, kesenian, busana, ataupun bentuk-bentuk bangunan (arsitektur). Dengan semakin giatnya akulturasi dalam bidang kesenian, seni umat Islam telah

diwarnai oleh kesenian Barat yang sekularistik. Dengan demikian, semakin banyaklah karya seni umat Islam saat ini yang berlawanan dengan konsepsi seni Islam.

3.2. Integrasi Iman, Ilmu, Teknologi, dan Seni 3.2.1. Iman, Islam, Ihsan, dan Ilmu Islam berarti penyerahan diri, maksudnya adalah penyerahan diri bulat-bulat pada tujuan dan kehendak Sang Pencipta. Realisasi dari penyerahan diri ini adalah taat kepadaNya. Dengan demikian, kata Islam mengandung dua pengertian fundamental, yaitu mengakui Sang Pencipta (tauhid) dan taat atau patuh pada ajaran Islam secara ikhlas. Inti ajaran Islam sendiri ada tiga, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Iman adalah keyakinan manusia pada aqidah dasar (rukun iman) agar selamat dari jalan yang sesat. Islam adalah pokok-pokok ibadah yang wajib dikerjakan. Ihsan adalah cara mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan ilmu ibarat lampu yang menerangi ketiganya dan menuntun seluruh tindakan serta amal ibadah di dalam kehidupan, lahir dan batin, yang tersurat dan yang tersirat. Rukun Iman pertama adalah yakin dan percaya pada Allah SWT. Rukun Iman kedua adalah iman pada malaikat-malaikat Allah. Rukun Iman ketiga adalah beriman pada kitab-kitabNya. Rukun Iman keempat adalah beriman pada Rasul-Rasul Allah. Rukun Iman kelima adalah beriman pada hari akhir. Rukun Iman keenam adalah percaya pada ketentuan atau takdir Allah. Namun hanya yakin dan percaya saja tidaklah cukup, manusia harus mengenal Allah, malaikat, kitab suci, rasul, hari akhir, dan takdir Allah. Karena itulah, untuk memahaminya, iman ini harus dilandasi ilmu yang mantap. Rukun Islam terdiri dari lima perkara. Barang siapa yang tidak mengerjakannya maka Islamnya tidak benar karena rukunnya tidak sempurna. Rukun Islam pertama yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Rukun Islam kedua adalah shalat 5 waktu. Rukun Islam ketiga adalah puasa di bulan Ramadhan. Rukun Islam keempat adalah membayar zakat. Rukun Islam kelima adalah berhaji jika mampu. Dalam menjalankan rukun Islam pun manusia harus dibekali ilmu. Bagaimana bunyi kalimat syahadat, apa artinya, dan apa konsekuensi dari dua kalimat syahadat, semuanya dapat dipelajari dengan memahami Al Quran dan Hadits yang sahih.

Bagaimana menjalankan shalat dan bagaimana bacaannya, mengapa harus berpuasa di bulan Ramadhan dan apa saja yang tidak diperbolehkan saat berpuasa, siapa yang wajib berzakat dan siapa yang berhak menerima zakat, dan bagaimana pelaksanaan haji, semuanya diperlukan ilmu untuk memahaminya. Tanpa ilmu, rukun yang dijalankan tidak akan sesuai dengan kaidah, dan amal yang dilakukan tentu akan sia-sia. Ihsan adalah cara agar manusia bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Manusia beribadah seolah-olah melihat Allah. Jika tidak bisa, manusia harus yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat. Ihsan harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika berbuat baik, maka perbuatan itu selalu diniatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbersit niat untuk berbuat keburukan, manusia akan selalu teringat pada hukum Allah sehingga tidak jadi melakukannya. Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya. Dan manusia seperti itulah manusia yang berilmu.

3.2.2. Ilmu dan Taqwa Al Quran mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan suatu gumpalan melalui firmanNya: Tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan), kemudian Kami memisahkannya dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman? (Q.S. Al Anbiya: 30) Al Quran tidak menjelaskan bagaimana terjadinya pemisahan itu, namun apa yang dikemukakan di atas tentang keterpaduan alam raya kemudian pemisahannya dibenarkan oleh observasi para ilmuwan. Observasi Edwin P. Hubble (1889-1953) melalui teropong bintang raksasa pada tahun 1929 menunjukkan adanya pemuaian alam semesta. Ini berarti alam semesta berekspansi, bukannya statis seperti dugaan Einstein. Ekspansi itu menurut fisikawan Rusia, George Gamow (1904-1968), melahirkan seratus miliar galaksi yang masingmasing rata-rata memiliki 100 miliar bintang, Dan bila ditarik ke belakang, semuanya

merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itulah yang meledak dan dikenal dengan istilah Big Bang. Allah berfirman dalam Al Quran Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi kalangan ulul albab. Yaitu mereka yang hatinya selalu bersama Allah di waktu berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perliharalah kami dari azab neraka. (Q.S. Al Imron: 190-191) Dari ayat ini dapat dilihat bahwa melalui pengamatan, kajian, dan pengembangan sains dan teknologi, Allah menghendaki manusia dapat lebih merasakan kebesaran, kehebatan, dan keagunganNya. Betapa hebatnya alam ciptaan Allah, yang kebesaran dan keluasannya pun manusia belum sepenuhnya mengetahui, maka sudah tentu Maha Hebat lagi Allah yang menciptakannya. Tidak terbayangkan oleh akal pikiran dan perasaan manusia Maha Hebatnya Allah. Kalaulah alam semesta yang nampak secara lahiriah saja sudah begitu luas, menurut kajian dengan menggunakan peralatan terkini yang canggih, yang diameternya 20 milyar tahun cahaya, terasa betapa besar dan agungnya Allah yang menciptakannya. Ini alam lahiriah yang nampak dan dapat diukur secara lahiriah, belum lagi alam-alam yang berbagai jenis yang tidak dapat dikaji dan diobservasi dengan peralatan lahiriah buatan manusia, walau secanggih apapun. Maka melalui kajian ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi, sepatutnya keimanan manusia meningkat. Semua tanda-tanda di bumi dan alam semesta, yang juga tersurat dalam Al Quran bermaksud agar umat Islam bertaqwa kepada Allah. Orang yang berilmu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, seperti yang tersurat dalam Q.S. Ali Imran: 18, Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Taqwa adalah sumber ilmu pengetahuan. Islam sangat mendorong umatnya untuk menuntut, mengkaji, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam sangat menghargai dan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan

seperti firman Allah yang berbunyi Allah mengangkat mereka yang beriman di kalangan kamu dan mereka yang diberi ilmu itu beberapa derajat. (Q.S. Al Mujadalah: 11) Bila Allah yang mengajar manusia, segala ilmu yang Allah izinkan akan dianugerahkan kepada manusia, sehingga manusia dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

3.3. Keutamaan Orang yang Berilmu Firman Allah dalam Q.S. Ali Imran: 110, artinya, Kamu adalah umat yang paling baik (khaira ummah, umat pilihan), yang dilahirkan untuk kepentingan manusia; menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat salah, serta beriman kepada Allah. Sekranya orang-orang keturunan Kitab itu beriman, sesungguhnya itu baik untuk mereka. Sebahagian mereka beriman, tetapi kebanyakannya orang-orang yang jahat. Di sinilah terdapat tantangan, di samping peluang terhadap umat Islam sepanjang masa dalam meniti setiap perubahan zaman. Khaira ummah menjadi identitas umat Islam, ditandai sikap istiqamah atau konsisten, yaitu: 1. Tetap membawa, menyeru, mengajak umat kepada yang baik, atau amar makruf. 2. Melarang membuat salah, atau nahyun anil munkar. 3. Tetap beriman kepada Allah. Amar makruf dan nahyun anil munkar, hanya terlaksana dengan ilmu pengatahuan. Ketika manusia pertama diciptakan, diberikan beberapa perangkat ilmu, diajarkan pertama kali pengenalan terhadap nama, sifat sesuatu dari alam, yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya termasuk malaikat. Hal itu tertera jelas dalam dialog Allah dengan para malaikat ketika menciptakan manusia pertama (Adam), seperti tertera dalam Q.S. Al Baqarah: 30-35, tujuannya adalah mengemban misi mulia, yaitu sebagai khalifah di bumi. Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al Quran memberi golongan ini dengan berbagai gelar mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhlukNya. Mereka digelari sebagai al-Raasikhun fil Ilm (Al Imran: 7), Ulul al-Ilmi (Al Imran: 18), Ulul al-Bab (Al Imran: 190), al-Basir dan as-

Sami (Hud: 24), al-A'limun (al-A'nkabut: 43), al-Ulama (Fatir: 28), al-Ahya' (Fatir: 35), dan banyak nama baik dan gelar mulia lainnya. Usaha untuk memperoleh ilmu melalui berbagai sumber dan pancaindera yang dikaruniakan Allah SWT membimbing seseorang ke arah mengenal dan mengakui ketauhidan Rabbul Jalil. Ini memberi satu isyarat dan petunjuk yang penting bahwa ilmu mempunyai keterkaitan yang amat erat dengan dasar akidah tauhid. Orang yang memiliki ilmu sepatutnya mengenal dan mengakui keesaan Allah SWT dan keagunganNya. Hasilnya, orang yang berilmu akan tunduk, kerdil, dan hina berhadapan dengan kekuasaan dan keagungan Allah SWT . Sifat ikhlas, berani dan tegas, serta sentiasa istiqamah akan selalu ada dalam diri orang yang berilmu. Mereka tidak mengharapkan ganjaran, sanjungan, dan pujian dari manusia. Keikhlasan mereka adalah hasil dari perpaduan kecintaan dan keyakinan kepada prinsip kebenaran yang menjadi tonggak pegangan mereka. Orang yang berilmu amat menjunjung tinggi prinsip kebenaran. Mereka tidak menafikan kebenaran dari pihak lain dan tidak pula merasa kebenaran hanya mutlak ada pada dirinya. Berlapang dada dan merendah hati adalah akhlak murni orang yang berilmu. Keberanian orang yang berilmu adalah hasil keyakinan teguh kepada kekuatan dan kekuasaan Allah. Firman Allah SWT, Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S. Fathir: 28) Orang-orang yang berilmu memiliki keyakinan bahwa hanya Allah yang Maha Berkuasa atas semua makhlukNya. Kehinaan di sisi manusia karena mempertahankan prinsip kebenaran dipandang lebih baik dan mulia daripada kehinaan di sisi Allah karena menampik kebenaran hanya untuk menarik perhatian dan mendapatkan pujian manusia. Mereka sangat yakin bahwa menyatakan kebenaran dan perkara hak adalah amanah dan mereka pun mengetahui resikonya amat besar. Orang yang berilmu harus mampu menyampaikan kebenaran ilmunya dan mengamalkannya. Peringatan Allah dan Rasul sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran dan ilmu, sebagaimana firmanNya, Sesungguhnya orangorang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keteranganketerangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia

dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati. (Q.S. Al-Baqarah: 159) Rasulullah SAW juga bersabda, Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka. (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih) Orang yang berilmu mengetahui bagaimana kerusakan yang akan timbul dari amal yang tanpa ilmu, sebagaimana yang dikatakan khalifah Umar bin Abdul Aziz, Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu maka dia banyak merusak daripada memperbaiki. Yang menjadi panutan orang-orang berilmu adalah Rasulullah SAW dan para sahabat beliau yang mulia. Karena hanya dengan mengikuti jalan Rasulullah dan para sahabatlah yang akan memasukkan seorang muslim ke dalam golongan yang selamat. Sebagaimana sabda Rasulullah, Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti diatasnya. (HR Tirmidzi) Rasulullah menyatakan pentingnya bagi manusia untuk menuntut ilmu sebagaimana sabdanya, Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu di dalamnya, maka Allah Azza wa Jalla akan menuntunnya menuju di antara jalan-jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat akan mengepakkan sayap-sayap mereka untuk sang penuntut ilmu, karena ridho (terhadap apa yang mereka perbuat). Dan sesungguhnya, orang yang berilmu itu akan dimohonkan ampun oleh seluruh penghuni langit dan bumi serta ikan-ikan di perut laut. Dan sesungguhnya, keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan seorang ahli ibadah, adalah bagaikan keutamaan bulan di malam purnama atas seluruh bintang-bintang di angkasa. Sesungguhnya para ahli ilmu (ulama) adalah pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya, para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan juga dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu semata. Maka barangsiapa yang mengambilnya, sejatinya ia telah mengambil bagian yang banyak. (H.R. Imam Ahmad, dan Ashhab As-Sunan dari riwayat Abu Ad Darda ra.) Umat pengamal wahyu Allah memiliki identitas atau ciri yang jelas, yaitu menguasai ilmu pengetahuan. Mereka adalah inovator, memiliki daya saing, imajinasi, kreatif, inisiatif, teguh dalam prinsip (istiqamah), berfikir objektif, dan mempunyai akal

budi. Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan. Salah satu pengamalannya adalah dengan membagibagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.

3.4. Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Lingkungan Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia di bumi. Namun pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang salah justru akan menjadikannya sebagai musuh manusia. Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman menyebabkan kondisi planet bumi yang cuma satu-satunya ini sangat memprihatinkan. Kekhawatiran akan gejala perubahan iklim yang lebih cepat dari perkiraan, dan gagalnya praktek-praktek penyelamatan lingkungan konvensional dalam upaya menghambat laju kerusakan lingkungan dan mencegah bencana, merupakan alasan yang kuat bahwa manusia tidak lagi mampu mendekati alam dengan cara-cara dan perlakuan yang serba mekanistis, tapi juga harus diikuti dengan unsur yang spiritualistis. Fenomena kerusakan lingkungan disinyalir karena selama ini manusia tidak mempedulikan ajaran lingkungan yang mereka miliki dan mematuhi ajaran universal tersebut sebagaimana tercantum dalam kitab suci dan sunah Nabi Muhammad SAW. Jelas, perilaku semacam ini sangat bertentangan dengan semangat Islam sesungguhnya yang menyuruh berbuat kebaikan dan tidak membuat kerusakan (Q.S. Al Araf: 35,56), menghormati segala makhluk di bumi karena mereka juga umat seperti halnya manusia (Q.S. Al Anam: 38), dan sebagai khalifah manusia telah sanggup menerima amanah, sedangkan makhluk yang lain seperti langit, bumi, dan gunung-gunung enggan menerimanya (Q.S. Al Ahzab: 72). Untuk mencegah terus terjadinya kerusakan di muka bumi, diperlukan tanggung jawab besar ilmuwan terhadap masa depan kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi. Tanggung jawab ilmuwan itu di antaranya: 1. Tanggung jawab profesional terhadap dirinya sendiri, sesama ilmuwan, dan masyarakat, yaitu menjamin kebenaran dan keterandalan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dibuatnya secara formal.

2. Tanggung jawab sosial, yaitu tanggung jawab ilmuwan terhadap masyarakat yang menyangkut asas moral dan etika. 3. Tanggung jawab lingkungan, yaitu tanggung jawab ilmuwan untuk menjaga lingkungan, mencegah terjadinya kerusakan lingkungan, dan mengatasi masalahmasalah lingkungan yang timbul akibat teknologi itu sendiri. Karena itu, penggalian secara komprehensif ajaran dan etika Islam tentang lingkungan mutlak diperlukan, lalu diajarkan dan dipraktekkan sebagai nilai-nilai universal sebagaimana halnya implementasi ubudiyah yang lain, termasuk dalam hal transaksi ekonomi dan teknologi yang mempengaruhi terhadap kerusakan lingkungan. Untuk mencegah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyimpang dan destruktif (merusak), ilmuwan wajib memelihara keteguhan dalam menghadapi berbagai penetrasi budaya asing yang terjadi di sekeliling penerapan teknologi tersebut. Dengan basis agama, budaya, dan ilmu pengetahuan, maka kemajuan atau perubahan akan berhasil membawa umat Islam menjadi kuat tanpa harus merusak. Yang mesti dijaga dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi menurut ajaran Islam, adalah terjalinnya hubungan baik antara sesama manusia (hablum minannas), dan hubungan erat dengan aturan-aturan Allah (hablum minallah), serta hubungan manusia dengan makhluk-makhluk Tuhan lainnya di bumi. Hal itu karena manusia tidaklah hidup sendiri di bumi. Manusia mengambil banyak hal dari alam, karena itu manusia harus memberi timbale balik pada alam dengan menjaga kelestariannya.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan Dalam menulis makalah, langkah akhir yang harus dilakukan adalah menarik kesimpulan sebagai upaya untuk mengetahui keterhubungan antara pemahaman teoretis dengan pemahaman yang lebis luas atas topik bahasan yang dikaji. Setelah melakukan studi kepustakaan serta membahas masalah-masalah yang ada, maka dapat ditarik beberapa hal sebagai kesimpulan dari makalah ini. 1. Orang yang sukses dalam hidup di dunia dan di akhirat bukanlah orang yang berhasil mengumpulkan harta yang banyak atau meraih pangkat yang tinggi. Orang yang sukses hidupnya adalah orang-orang yang berilmu. Sayidina Ali bin Abi Thalib mengatakan, Tiada kekayaan lebih utama daripada akal. Tiada kepapaan lebih menyedihkan daripada kebodohan. Tiada warisan yang lebih baik daripada pendidikan. Dan dalam Al Quran, Allah meninggikan derajat orangorang yang berilmu. 2. Dalam melaksanakan ajaran Islam, diperlukan pemahaman yang tinggi terhadap keimanan, keislaman, dan keihsanan. Dalam memahami ajaran Islam itu diperlukan juga ilmu pengetahuan, karena amal yang dikerjakan tanpa ilmu hanya akan menjadi pekerjaan yang sia-sia. 3. Sumber dari ilmu pengetahuan adalah taqwa. Segala sesuatu yang ada di bumi dan alam semesta sudah ditentukan oleh Allah. Proses terjadinya semesta, susunan benda-benda langit, pergantian siang dan malam, deretan gununggunung, semuanya merupakan ciptaan Tuhan yang merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan dan teknologi Tuhan yang tidak terbatas, juga suatu maha karya seni Tuhan yang luar biasa indah. Semua yang manusia lihat, dengar, rasakan, dan nikmati, diciptakan agar manusia bertakwa. 4. Sebagai khalifah di bumi, manusia berkewajiban untuk mencari ilmu setinggitingginya dan juga menyampaikan atau mengamalkannya. Sebagai khalifah, manusia juga wajib mengembangkan teknologi demi kemajuan umat. Namun,

manusia juga memiliki tanggung jawab besar untuk tidak merusak apa yang sudah Tuhan ciptakan untuk manusia atas nama kemajuan zaman dan teknologi.

4.2. Saran Teknologi hanyalah suatu keterampilan, merupakan hasil penerapan dari ilmu pengetahuan. Teknologi tidak berarti apa-apa bila manusia yang berada di belakangnya tidak berfungsi. Jadi, sebelum teknologi dihidupkan, kesadaran manusianya yang harus terlebih dulu dihidupkan, agar hasilnya bermanfaat untuk hidup manusia. Untuk itu, ilmuwan diharapkan dapat menciptakan teknologi yang bermanfaat, menyeluruh, global, tidak merendahkan harkat manusia, tidak merusak lingkungan, namun tidak menyimpang dari ajaran Islam. Selain itu, umat Islam diharapkan tidak terus-menerus terjajah oleh budaya Barat, dan bisa bangkit dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seninya, seperti pada zaman Kebangkitan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Alibasyah, Permadi. 2000: Bahan Renungan Kalbu: Penghantar Mencapai Pencerahan Jiwa. Jakarta. Yayasan Mutiara Tauhid. Effendi, Abdurrahman Riesdam dan Puspita, Gina. 2007: Membangun Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan. Jakarta. Giliran Timur. Sholeh, A. Khudori. 2004: Konsep Seni Sayyid Husein Nasr. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. http://media-islam.or.id/2008/09/15/inti-ajaran-islam-iman-islam-dan-ihsan/ http://seni.musikdebu.com/ http://www.habibiecenter.or.id/download/PidatoDRHCUnhasIndonesia.pdf http://www.jkmhal.com/main.php?sec=content&cat=2&id=3527 http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/10/28/Opini/krn.20081... http://www.mail-archive.com/keluarga-islam@yahoogroups.com/msg08822.html

You might also like